Rabu, 28 Desember 2016

Press Release Refleksi Akhir Tahun 2016 - Milestone SDM 2017


Press Release
Reflkesi Akhir Tahun 2016
Milestone SDM 2017
Menjaring siswa SMA berbakat
Program vokasional berbasis link and match
Pendidikan informal berpendidikan rendah
Postur Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia tergambar dalam data ketenagakerjaan 2016 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dimana jumlah angkatan kerja mencapai 127,67 juta orang.  Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebesar 47,37 % masih didominasi oleh lulusan SD dan SD ke bawah, berpendidikan SMTP sebesar 18,57 % dan SMTA beserta SMK sebesar 25,09 %. Sedangkan lulusan Diploma ke atas (DI, DII, DIII dan Universitas) hanya berjumlah 8,96 %. Komposisi jumlah angkatan kerja diatas tentunya tantangan berat untuk bisa bersaing secara global. Juga sangat rentan menimbulkan masalah sosial yang gawat.
MEMASUKI 2017 perlu meneguhkan Milestone pengembangan SDM nasional agar bisa bersaing secara global. Milestone merupakan langkah besar dan strategis sebagai tonggak penting dalam perjalanan bangsa. Dengan kondisi postur SDM diatas perlu menekankan program nasional yang dikelompokkan menjadi tiga segmen.
Pertama adalah program penjaringan siswa lulusan SMA yang berbakat dan memiliki prestasi akademis yang bagus untuk diberi kesempatan dan dipacu agar menjadi tenaga ahli atau ilmuwan kelas dunia. Jumlah siswa lulusan SMA berbakat setiap tahun meningkat dan tidak sebanding dengan daya tampung atau kapasitas perguruan tinggi terbaik di Tanah Air. Bahkan untuk prodi tertentu sangat tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMA berbakat.
Dengan kondisi tersebut perlu terobosan dengan membuka kesempatan lulusan SMA berbakat untuk belajar ke luar negeri. Agar mampu menembus perguruan tinggi ternama di luar negeri. Mereka perlu diarahkan hingga diberi insentif lewat bea siswa atau kredit mahasiswa. Mereka perlu program matrikulasi, penguasaan bahasa asing beserta aspek budayanya, tangguh menghadapi proses seleksi masuk perguruan tinggi, serta mendapatkan program pendampingan agar lancar memulai studinya di luar negeri.
Kedua adalah program vokasional berbasis link and match. Penekanan program adalah mengembangkan sistem apprenticeship seluas-luasnya di Tanah Air. Apalagi para pemimpin pemerintahan dan bisnis di negara anggota G-20 telah menekankan pentingnya apprenticeship yang bermutu dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan bagi lulusan SMTA atau SMK. G-20 Leaders’ Summit telah memberi penekanan lebih jauh tentang apprenticeship.
Ketiga adalah program pendidikan informal untuk segmen berpendidikan rendah, lulusan SD atau tidak tamat SD serta lulusan SMP. Pendidikan informal bisa mereduksi masalah sosial khususnya di perdesaan. Tahap pertama untuk program ini adalah membenahi organisasi pendidikan nonformal yang pernah ada. Baik yang ada di tingkat desa atau kecamatan yang biasa disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) dan di tingkat Kabupaten/Kota yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Organisasi ini harus dimodernisasi prasarananya serta kurikulumnya disesuaikan dengan kemajuan jaman.
Menjaring Siswa SMA Berbakat
Selama ini mindset bangsa Indonesia adalah ingin sekolah keluar negeri untuk program S2 atau S3 saja. Faktor inilah yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Kenapa bisa tertinggal, karena zaman dulu informasi tidak ada, kondisi keuangan keluarganya masih rendah, kuliah S1 di Indonesia masih murah sehingga banyak orang menganggap bahwa S2 saja keluar negerinya.
Namun zaman sekarang infomasi sudah ada, globalisasi dimana-mana, teknologi sudah canggih, jarak tempuh pendek, mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, kemampuan bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar negeri kuliah lebih lama mencapai 4 – 5 tahun dibandingkan dengan kuliah S2 hanya 1 – 2 tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih mudah sehingga saya merekomendasikan untuk tamatan SMA kesana sama halnya dengan apa yang ditempuh BJ. Habibie saat masih belia.
Kini pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang gencar membangun berbagai macam infrastruktur fisik dan program rekayasa untuk memenuhi swasembada pangan. Maka dibutuhkan SDM yang unggul dan menguasai tren global tentang riset dan teknologi terkini. Untuk itu perlu mengirim sebanyak-banyaknya lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi di negara maju. Hal ini lebih efektif karena para lulusan SMA secara psikologis masih sangat idealis dan mudah melakukan revolusi mental saat belajar di luar negeri. Begitupun dari segi rentang usia, lulusan SMA memiliki waktu yang cukup untuk mendalami Iptek secara komprehensif.
Keunggulan untuk mencetak SDM unggul dengan mengirimkan ke luar negeri adalah sistem pendidikan di sana yang menekanakan sistem Lab Based Education (LBE) yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi di dalam negeri. Sistem LBE adalah pendidikan yang dikaitkan dengan proyek riset atau tugas akhir di laboratorium canggih.
Seperti misalnya di University of Tokyo yang merupakan salah satu universitas ternama di Jepang. Pendidikan yang didominasi oleh perkuliahan selama ini mendominasi cara pendidikan di universitas dalam negeri. Hal itu hanya membentuk kompetensi umum individu atau generality. Prof. Suzuki berpendapat bahwa kompetensi ke spesialis ( specialty ) diperoleh dengan sistem LBE yang berkaitan dengan project based research atau thesis based education. Sehingga mahasiswa mampu menjadi spesialis sekaligus versatilis yakni seorang problem solver pembangunan bangsa dan inovator industri serta rekayasa sosial yang andal.
Ada baiknya pemerintah saat ini napak tilas SDM Teknologi yang dahulu dipersiapkan oleh Prof.BJ.Habibie lewat beasiswa ikatan dinas kuliah di luar negeri untuk menangani transformasi industri dan teknologi berbagai bidang. Pada saat ini mereka tetap eksis dan telah menemukan jalan masing-masing untuk mengabdikan kompetensinya kepada negeri ini.
Penerima beasiswa ikatan dinas ke luar negeri searah dengan paradigma global brain circulation seperti yang dikemukakan oleh Paul Krugman penerima hadiah Nobel bidang Ekonomi. Para penerima beasiswa LN yang dikirim sejak mereka lulus SMA lebih mudah menjadi sosok versatilis. Sosok itu telah menjadikan kompetensi dan pengalaman sewaktu kuliah dan magang kerja di LN sebagai modal penting untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa. Hal itu tidak mengherankan karena sistem pendidikan di negara maju bisa menjadi problem solving yang hebat untuk berbagai kehidupan. Karena kurikulum mengalami perbaikan yang terus menerus, berkembang setiap detik dan sangat memperhatikan kerja detail.
Vokasional yang berbasis Link and match
Memasuki 2017 perlu totalitas menggalakkan program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah lokal yang diibaratkan raksasa yang masih tertidur. Esensi nilai tambah lokal adalah berbagai usaha produksi atau jasa yang berlangsung di Tanah Air. Dimana proses pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan mentahnya. Dan bisa memperluas lapangan kerja. Dengan prinsip nilai tambah yang genuine, bangsa Indonesia tidak sudi lagi mengimpor bahan mentah tanpa diolah secara signifikan terlebih dahulu.
Program vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi di negara maju. Sedangkan di Indonesia juga pernah diterapkan sistem Apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri dalam durasi yang singkat. BUMN industri strategis, seperti industri pesawat terbang PT DI pernah mencetak puluhan ribu teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang spesifik dan sesuai dengan kebutuhan.
Apprenticeship dalam istilah bahasa Indonesia bisa disederhanakan artinya menjadi pemagangan. Apprenticeship adalah bentuk unik dari pendidikan kerja, yang mengkombinasikan pelatihan di tempat kerja dengan pembelajaran berbasis di sekolah, terkait kompetensi dan proses kerja yang ditentukan secara khusus.
Durasi apprenticeship biasanya lebih dari satu tahun dan bahkan di beberapa negara berlangsung selama empat tahun. Pendekatan organisasi buruh sedunia ILO untuk apprenticeship adalah mekanisme pembelajaran canggih atas dasar saling percaya dan kerjasama antar pemangku kepentingan yaitu : kaum muda, otoritas ketenagakerjaan dan pendidikan, pengusaha dan pekerja.
Pemagangan berbasis link and match sebaiknya menekankan prinsip desentralisasi. Ini bisa sukses dengan catatan pemerintah daerah harus benar-benar siap secara teknis maupun kelembagaan. Desentralisasi juga menjadi momentum untuk membenahi standardisasi sekolah menengah, terutama SMK agar terwujudnya link and match dalam pembangunan nasional. Standardisasi sekolah kejuruan sangat beragam dan tidak sama setiap daerah. Tergantung dari sumber daya lokal serta mengikuti perkembangan dunia industri dan transformasi teknologi.
Untuk mewujudkan link and match perlu sinergi antara ikatan sekolah kejuruan, dunia usaha/industri yang diwakili oleh KADIN serta praktisi atau ahli teknologi yang memiliki pengalaman tentang transformasi industri dan teknologi di negara maju. Konsep link and match yang dirumuskan oleh Wardiman Djojonegoro yang pernah menjadi Mendikbud Kabinet Pembangunan VI, pada saat ini konsep tersebut masih relevan.
Perspektif link menunjukkan proses, yang berarti bahwa proses pendidikan selayaknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sehingga hasilnya pun cocok (match) dengan kebutuhan tersebut.Baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi maupun waktunya. Sistem pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka hingga kini belum mampu memenuhi tuntutan dunia usaha dan industri.
Desentralisasi ujian kelulusan berimplikasi terhadap fleksibliitas pemda dalam menyusun dan memenuhi portofolio ketenagakerjaan di daerahnya. Hal ini terutama terkait dengan kebutuhan akan pendidikan vokasional atau kejuruan. Khususnya vokasional yang terkait sektor unggulan seperti maritim, perhubungan, telekomunikasi, pariwisata, pertanian dan industri kreatif.
Pendidikan Informal Mereduksi Gejolak Sosial
Tahun 2017 negeri ini berpotensi dihadang berbagai masalah sosial yang serius. Kasus kekerasan dan tindak kejahatan diprediksi akan meningkat. Hal itu merupakan indikasi bahwa masyarakat tengah mengalami frustrasi sosial yang berkelanjutan. Itu terjadi karena beberapa faktor yang saling memengaruhi. Antara lain faktor kemiskinan struktural, lonjakan pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja, dan ketimpangan sistem pendidikan.
Salah satu langkah untuk mengurangi frustrasi sosial adalah dengan jalan penyelenggaraan seluas-luasnya pendidikan nonformal untuk generasi muda yang berpendidikan rendah. Agar kehidupan rakyat kecil tidak semakin sumpek dan timbul disorientasi.  Penyelenggaraan pendidikan nonformal itu menyasar segmen lulusan SMP kebawah. Arahnya sebaiknya terkait dengan lapangan kerja dengan prinsip link and match dengan potensi sumber daya lokal.
Pendidikan nonformal yang di selenggarakan selama ini asal-asalan dengan kurikulum atau konten yang sudah usang. Organisasi pendidikan nonformal di tingkat Kecamatan yang disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) dan di tingkat Kabupaten/Kota yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan jaman. Melihat kondisi diatas perlu sinergi antara Kemnakertrans dengan Kemdiknas untuk segera melakukan revitalisasi dan memperluas pendidikan nonformal gaya baru di negeri ini.
Atas perhatian dan kerjasama antara Euro Management Indonesia dan rekan-rekan jurnalis media massa, baik media cetak maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Selamat tahun baru 2017.
Jakarta,  28 Desember 2016
Pendiri Euro Management Indonesia



Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA
President Director & CEO

Jumat, 23 Desember 2016

Women Obsession - Kepala Daerah Dan Produktivitas


Pilkada serentak merupakan momentum untuk menjaring sosok kepala daerah yang mampu mendongkrak produktivitas di daerahnya. Dibutuhkan kepala daerah yang memahami cara yang tepat untuk meningkatkan produktivitas.  Sekaligus, memiliki gagasan segar maupun inovasi tepat guna yang terkait dengan faktor bagi produktivitas masyarakat.

Tahapan pilkada serentak sebaiknya menjadi pasar gagasan oleh calon kepala daerah. Untuk menunjukkan sejauh mana kapasitas dan kompetensinya demi memajukan daerah. Rakyat membutuhkan sosok kepala daerah yang bisa mewujudkan faktor tipping point terkait produktivitas.

Pada prinsipnya fenomena tipping pointbisa terjadi, jika seseorang memiliki gagasan atau inisiatif hebat yang bisa menyebar seperti virus ganas dan mampu menduplikasi secara deret ukur.

Rakyat membutuhkan kepemimpinan yang transformatif. Yakni, tidak sekedar kepemimpinan politik, tetapi juga cara untuk menggenjot produktivitas maupun daya kreativitas.Kepemimpinan transformatis harus mampu mendefinisikan kembali orientasi dan strategi pembangunan daerah yang berhasil melakukan leapfrogging atau lompatan katak terkait produktivitas.

Menurut Murphy istilah leapfrogging pada mulanya digunakan untuk menunjukkan betapa cepatnya dua negara yang kalah perang, yakni Jerman dan Jepang dalam mengejar kemajuan teknologi dan industri dengan cara mengggenjot produktivitas.

Dalam konteks lompatan di atas, sebaiknya sosok calon kepala daerah yang bertarung dalam pilkada, kelak bisa membebaskan kakinya dari beban dan jeratan partai politik. Agar dirinya bisa memperbaiki hasil terdahulu dan mampu melakukan lompatan besar untuk kemajuan daerah.

Mestinya calon kepala daerah harus mampu menyusun konsep dan dokumen pembangunan sesuai dengan lompatan katak. Di era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama terhadap pemerintahan. Jika kita cermati ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda RPJPD DAN RPJMPD yang dibuat oleh hampir semua pemerintah daerah dan lembaga legislatif. Kita lihat isinya belum menekan secara tegas akan pentingnya faktor kecepatan dam belum tampak milestones pembangunan secara sistematik untuk mendongkrak produktivitas daerah.

Ada baiknya kita simak kekhawatiran Presiden Joko Widodo terkait angka pengangguran usia muda yang cukup tinggi. Sehingga menyebabkan produktivitas nasional bermasalah. Ironisnya, ditinjau dari latar belakang pendidikan, pengangguran terbesar justru adalah lulusan SMK (9,84%). Angka itu lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA (6,95%), SMP (5,76%) dan sd (3,44%), dari total 7,56 juta pengangguran terbuka mencapai 20,76%.

Strategi untuk meningkatkan produktivitas tidak cukup dengen membangun berbagai macam infrastruktur. Paling mendesak untuk dibenahi adalah produktivitas terkait aspek luas ketenagakerjaan. Hakekat produktivitas ketenagakerjaan adalah tingkat kemampuan pekerja dan birokasi pemerintahan dalam menghasilkan produk maupun jasa.

Dibandingkan negara lain, produktivitas tenaga kerja dan birokasi di Tanah Air masih lebih rendah dari rata-rata negara anggota Asian Productivity Organization (APO) atau organisasi produktivitas Asia. Singapura memiliki tinglat produktivitas tertinggi di dunia pada tahun 2015, yaitu sekitar U$ 121,9. Sementara Indonesia hanya skitar U$ 21,9. Posisi Indonesia pada 2015, jiga masih berada di bawah Malaysian dan Thailand, bahkan Sri Lanka.

Di Indonesia tertinggi terjadi di sektor pertambangan yakni sekitar Rp 137,1 juta per tenaga kerja per tahun, sedangkan terendah terjadi di sektor pertanian, skitar Rp8,7 juta. Bisa dilihat per daerah, tingkat produktivitas tertinggi ada di provinsi DKI Jakarta, yaitu sekitar  RP 102,2 juta per tenaga kerja per tahun, diikuti oleh Kalimantan Timur sbesar RP 76 juta per tenaga kerja per tahun. Produktivitas tenaga kerja paling rendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu hanya sebesar Rp 7 per tenaga kerja per tahun, diikuti dengan Provinsi Gorontalo sebesar Rp 7,9 juta per tenaga kerja per tahun.

Sungguh prihatin melihat fenomena gap produktivitas (productivity gap analysis) antara Korea Selatan, Malaysia dan Indonesia. Produktivitas Korea Selatan  lebih tinggi sekitar 6,35 kali (635%) dari produktivitas Indonesia. Produktivitas Malaysia lebih tinggi sekitar 2,93 kali (293%) dari produktivitas Indonesia. Produktivitas Korea Selatan lebih tinggi sekitar 2,17 kali (217%) dari produktivitas Malaysia.

Ada korelasi antar kebijakan pembangunan ekonomi dengan kemajuan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Angka produktivitas di Korea Selatan dan Malaysia ternyata hasil dari percetakan SDM unggul secara besar-besaran. Terutama percetakan SDM dengan cara mengirimkan para remajanya untuk belajar ke luar negeri, terutama ke pusat IPTEK dan peradaban unggul dunia. Kemajuan yang di raih Korea Selatan dan Malaysia selama masa pembangunan 1960-2015 mengandalkan pada peningkatan produktivitas dan menggenjot kualitas sumber daya manusia. Bukan mengandalkan pada kepemilikan sumber daya alam (SDA).



Rabu, 23 November 2016

Republika - Momentum Hari Guru Nasional

Momentum Hari Guru Nasional


Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) pada 25 November sebaiknya dijadikan momentum untuk mengembangkan profesi guru sesuai tantangan jaman. Peringatan HGN juga merupakan kesempatan untuk merancang postur guru nasional yang ideal untuk menggenjot daya saing bangsa.

Postur guru nasional kini tercermin dari guru yang sudah memiliki NUPTK ( Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Postur itu berjumlah sekitar 3.015.315 guru. NUPTK diberikan kepada guru yang statusnya PNS maupun non-PNS sebagai nomor identitas resmi untuk keperluan identifikasi dalam berbagai pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

Tema peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2016  adalah “Guru dan Tenaga Kependidikan Mulia Karena Karya”. Kalimatmulia karena karya menekankan penghargaan untuk profesi guru dan tenaga kependidikan. Penghargaan diatas diharapkan nyata dan bukan utopia. Puncak peringatan HGN 2016 dilaksanakan di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, dan akan dihadiri Presiden Joko Widodo.

HGN 2016 diwarnai isu strategis terkait aspek profesionalitas guru. Antara lain  penguatan pendidikan karakter di satuan pendidikan, optimalisasi pendidikan inklusi, revitalisasi SMK menghadapi daya saing ketenagakerjaan, hingga penilaian kinerja guru dan tenaga kependidikan.

Awal mula peringatan HGN dicetuskan oleh Wardiman Djojonegoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. HGN ditetapkan berdasarkan Kepres No.78 Tahun 1994. Penentuan HGN memiliki latar belakang terbentuknya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. Pembentukan PGRI diawali dengan adanya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) sejak 1912. Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.

HGN merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan guru ideal yang menjadi sosok inspiratif bagi siswa. Hingga saat ini sosok guru yang inspiratif dan adaptif dengan kemajuan dunia jumlahnya belum menggembirakan. Sehingga lembaga pendidikan di negeri ini masih dibelit oleh rutinitas dan belum menjadi lumbung kreativitas dan inovasi. Padahal era globalisasi sekarang ini memungkinkan sekolah menjadi pendorong yang hebat bagi daya kreativitas masyarakat.

Untuk membentuk guru yang inspiratif dibutuhkan wahana dan kesempatan bagi guru untuk mengikuti perkembangan global. Wahana tersebut untuk menunjang proses pengajaran serta meningkatan profesionalitas guru. Sedangkan kesempatan yang harus diberikan untuk guru adalah mengikuti pendidikan lanjutan ke  luar negeri atau mengikuti bermacam event tentang perkembangan metode pendidikan global dan Iptek yang relevan.

Kita masih prihatin karena hingga kini postur guru di negeri masih banyak yang gagap teknologi. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi  (TIK). Padahal, perkembangan TIK dan kemampuan mesin pencari lewat internet telah merevolusi tata kelola dan kebudayaan dunia. Serta mentransformasikan proses pendidikan begitu cepatnya. Mesin pencari juga sangat pemurah karena menyediakan sumber informasi yang tak terbatas sebagai bahan baku untuk berkreasi.

Eksistensi guru bagi suatu bangsa adalah kunci kemajuan. Bagi negara maju, guru adalah segalanya. Seperti dalam sikap pemimpin bangsa Jepang Kaisar Hirohito saat menghadapi kalah perang dan kehancuran bangsanya hingga di titik nadir. Untuk membangkitkan kembali bangsanya Hirohito terlebih dahulu menata dan menghimpun para guru.

Begitu juga dengan langkah bangsa Amerika Serikat dalam dasawarsa terakhir sangat progresif untuk membenahi postur guru. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing Amerika yang mulai terkejar oleh Cina dan India. Pembenahan postur guru dipimpin oleh sosok reformis pendidikan Amerika Serikat yakni Arne Duncan sebagai Menteri Pendidikan AS.

Gerakan Duncan itu dipicu oleh laporan The President’s Commission on Excellence in Education, yang berjudul “A Nation At Risk:The Imperative for Education Reform”. Laporan itu menyebabkan gelombang reformasi pendidikan di Amerika Serikat yang menekankan totalitas pengembangan kompetensi guru dan merancang ulang sistem sekolah serta mempersiapkan para siswa supaya unggul dalam kompetisi dimasa depan.

Gerakan Duncan diakselerasi dengan membentuk The Carnegie Task Force on Teaching as a Profession. Tim tersebut bertugas mengembangkan standardisasi dan sertifikasi profesi guru.  Serta dibentuknya National Board for Professional Teaching Standards (NBPTS). Misi NBPTS mengembangkan standarisasi kompetensi guru  serta mengadvokasi reformasi pendidikan. Mereka yang duduk dalam lembaga diatas adalah para guru kelas. Sejak NBPTS didirikan pengembangan profesi guru di Amerika Serikat hasilnya sangat pesat.

Berbagai terobosan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah cara tercepat untuk mencetak generasi emas Indonesia. Postur guru  yang inspiratif bisa mewujudkan lingkungan pembelajaran generasi baru. Yaitu dengan cara pemanfaatan teknologi TIK terkini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa, orangtua, komunitas, dan sekolah yang lebih efektif dan murah.

Kini semua guru dari tingkat SD hingga SMA/SMK mestinya memiliki laptop yang terkoneksi dengan sistem layanan informasi pendidikan lewat internet untuk menunjang proses pengajaran, mengembangkan profesionalitas dan menggenjot daya kreativitas.

Dengan sistem diatas para guru bisa lebih efektif dalam bekerja. Sehingga bermacam penyakit rutinitas yang menimpa guru bisa teratasi. Selama ini penyakit rutinitas dan tetek bengek birokrasi telah membelenggu para guru sehingga dari tahun ketahun mereka terpaksa berkubang dengan masalah yang itu-itu saja. Akibatnya tidak mampu meningkatkan kualitas dirinya sesuai dengan semangat jaman.

Kondisi diatas sangat relevan dengan premis Root Bernstein penulis buku “Sparks of Genius”. Yang menyatakan siapapun perlu keluar dari cara kerja rutin dan konformitas birokrasi supaya bisa melihat masalah dan tantangan pekerjaan dengan cara yang baru.

Dengan adanya sistem layanan elektronik kependidikan yang baik para guru bisa mempersiapkan materi ajar lebih baik dan variatif. Serta bisa berkolaborasi dengan forum guru mata pelajaran. Kolaborasi para guru itu pada gilirannya akan menyuburkan budaya mengunduh dan mengunggah baik untuk konten pendidikan maupun ilmu pengetahuan umum.

Program layanan elektronik kependidikan searah dengan program global World Wide Innovative Teacher Forum. Dimana secara rutin Indonesia mengirimkan wakilnya yang dihasilkan melalui seleksi lewat forum guru mata pelajaran. Salah satu agenda menarik yang berbasis daya kreativitas adalah acara Innovative Teacher Competition. Dunia sekarang ini terfokus kepada usaha untuk meningkatkan lembaga pendidikan yang mampu menggenjot daya kreativitas warga negaranya.

Cara lain untuk meningkatkan daya kreatifitas utamanya bagi lembaga pendidikan adalah dengan merombak budaya belajar dan ruangan sekolah. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa pengaruh tata ruang, khususnya ruang kelas terhadap daya kreativitas cukup besar.


Ruangan kelas yang dilengkapi dengan perangkat TIK untuk proses belajar, sang guru dengan perangkatnya yang mampu mengakses materi ajar yang bermutu serta infrastruktur kelas yang dirancang secara ergonomik dan nyaman secara lingkungan bisa memperbaikiiproses kreatif siswa secara signifikan.



Rabu, 02 November 2016

Koran Jakarta - Potensi Demografi Kaum Muda

Potensi Demografi Kaum Muda

Oleh Bimo Joga Sasongko

Indonesia sebaiknya menata postur sumber daya manusia (SDM) nasional untuk menghadapi persaingan global yang semakin sengit dengan fokus kaum muda. Data demografi  menunjukkan jumlah pemuda sesuai dengan batasan UU berusia 16-30 tahun berjumlah 61,8 juta. Ini 24,5 persen total penduduk nasional 252 juta (BPS, 2014).

Demografi pemuda ini  harus dikelola secara totalitas agar potensinya tidak menjadi beban sejarah dan berubah menjadi bencana sosial. Lihat saja kemarakan kejahatan dan kekerasan oleh pemuda atau terlibat narkoba. Penyebabnya antara lain faktor kemiskinan struktural, lonjakan pengangguran usia muda, dan putus sekolah.

Ada karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi setiap generasi muda untuk memenangi pertarungan masa depan dalam mewujudkan mimpi Indonesia sejahtera. Diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas tinggi. Kapasitas keahlian dan intelektual yang mumpuni. Kepemimpinan yang peduli dan profesional.

Tak pelak lagi, bangsa saat ini menanti kebangkitan kaum muda untuk mewujudkan negeri harapan. Kapitalisasi tersebut membutuhkan wahana dan kesempatan bagi pemuda agar bisa menjadi unggulan.

Perlu membangun optimisme kebangsaan, tidak lama lagi pemuda mampu mewujudkan mimpi bangsa. Prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa maju pada tahun 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute. Berbagai indikator telah dikemukakan lembaga itu seperti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mulai tersebar di luar Jawa. Prediksi ini bisa terwujud jika postur SDM bangsa, utamanya para pemuda, diberi kesempatan seluas-luasnya untuk belajar sejak dini di pusat-pusat keunggulan iptek dan inovasi dunia.

Sejarah menunjukkan,  kaum belia lebih tangguh mengendalikan semangat zaman. Mereka berani membuat terobosan dan inovatif. Orangtua sering menyatakan,  anak muda  seperti peribahasa ”kaduk wani kurang deduga” yang berarti kelewat berani tapi kadang-kadang kurang perhitungan. Itulah kekuatan, kelemahan dan sekaligus keajaiban  kaum muda.

Indonesia membutuhkan terobosan atau langkah yang tidak biasa. Peran penerobos sangat tepat dilakukan kaum muda. Perlu memperbarui konsep Indonesia Incorporated yang bernuansa muda, yang sesuai dengan semangat zaman di mana tulang punggung ekonomi masa depan, ekonomi kreatif. Saatnya pemuda menggelorakan optimisme Indonesia secara konkret dengan membangkitkan sel-sel kreatif hingga desa.

Pakar proses kreativitas Daniel L Pink menyatakan bila ingin maju harus melengkapi kemampuan teknologi (high-tech) dengan hasrat mencapai tingkat “high concept” dan “high touch.” High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan emosional, mengenali pola-pola dan peluang, menciptakan narasi yang indah dan menghasilkan temuan-temuan.

High touch kemampuan berempati, memahami esensi interaksi manusia, dan menemukan makna. Dalam konteks ini, diperlukan inovasi teknologi sebagai aspek high-tech guna mendorong high concept dan high touch  bagi cluster ekonomi kreatif kaum muda.

Besarnya jumlah pemuda merupakan potensi dan risiko berat.  Mulai tahun 2020 sampai 2035, Indonesia akan menikmati era langka bonus demografi (BD). Jumlah usia produktif diproyeksikan mencapai 64 persen total jumlah sebesar 297 juta.

BD analog pisau bermata dua. Di satu sisi merupakan potensi atau peluang sangat strategis sebuah negara untuk percepatan pembangunan ekonomi dengan dukungan ketersediaan SDM usia produktif melimpah. Namun jika salah kelola, bukan bonus, tetapi bisa menimbulkan malapetaka sosial.

Rasio sederhana BD dapat digambarkan, setiap 100 penduduk terdapat 64 orang berusia produktif. Sisanya 46 orang anak-anak dan lansia. Rasio usia produktif di atas 64 persen sudah cukup untuk bergerak menjadi negara maju. Itu rasio usia produktif terbaik dari 2020 sampai 2035.

Proyeksi
Data demografi klop dengan proyeksi lembaga riset Internasional, McKinsey Global Institute yang memperkirakan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi paling stabil dunia, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh pada tahun 2030.

Segenap bangsa berkewajiban mencetak pemuda santun, cerdas, inspiratif dan berprestasi. Perlu menekankan arti penting kemandirian dan kreativitas pemuda. Peringatan Sumpah Pemuda kemarin masih diwarnai dengan maraknya penyakit sosial yang melibatkan pemuda.

Tak bisa dimungkiri, semakin banyak pemuda teralienasi dengan tantangan zaman karena pemerintah kurang serius memberi fasilitas untuk berkarya nyata. Akibatnya, banyak pemuda yang hari-harinya terasa menjemukan dan sumpek karena minimnya prasarana atau ruang kreativitas. Padahal dalam era sekarang ekonomi kreatif bisa tumbuh subur jika distimulasi adanya ruang kreativitas dan kursus-kursus atau workshop gratis bagi pemuda.

Daya saing suatu bangsa ditentukan kemampuan berkreasi dan berinovasi sesuai dengan tren dunia. Seperti tergambar dalam kajian lembaga pendidikan terkemuka Amerika, Harvard Business. Dia menekankan pentingnya mendorong daya saing pemuda di bidang sistem inovasi dan produksi. Tak pelak lagi, situasi dunia semakin membutuhkan SDM muda yang inovatif dan ulet berbisnis untuk menghalau krisis.

Perlu membangun ruang kreatif bagi pemuda. Negeri ini membutuhkan sebanyak-banyaknya tokoh muda innovator baik tingkat dunia maupun lokal. Pada prinsipnya sumber inovasi baik produk ataupun proses merupakan area belajar (learning).  Tujuannya agar pemuda mampu berinovasi. Di sini diperlukan upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya dengan memperkuat kapasitas learning.

Kapasitas inovasi akan membaik jika daya kreativitas pemuda ditumbuhkan dengan membangun berbagai infrastruktur. Dalam persaingan global yang sangat ketat perlu right brain training untuk menumbuhkan daya kreativitas pemuda.

Modus kreativitas bisa lahir dari berbagai disiplin ilmu lalu bersenyawa menjadi produk hebat. 



Selasa, 25 Oktober 2016

Hari Santri dan Jihad Produktivitas

GAGASAN DAN OPINI

Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA
- Ketua Umum IABIE
  (Ikatan Alumni Program Habibie)
- Pendiri Euro Management Indonesia

"Saatnya pesantren menjadi entitas yang memikirkan dan proaktif untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas nasional tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi perlu perjuangan plus strategi dan tahapan. Tingkat produktivitas bangsa yang hingga kini masih rendah adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa."

Gagasan Bimo Sasongko tersebut dituangkan dalam tulisan:
Hari Santri dan Jihad Produktivitas
Dimuat dalam Koran Tribun Jabar, kolom Forum, hal. 6, Senin 24 Oktober 2016.



Hari Santri dan Jihad Produktivitas
Hari santri diperingati secara nasional setiap 22 Oktober. Tema Hari Santri tahun ini adalah “Dari Pesantren untuk Indonesia”. Para santri yang jumlahnya jutaan adalah kaum muda belia yang sangat menentukan masa depan bangsa.

Latar belakang ditetapkannya Hari Santri terkait dengan esensi bela negara yang bertajuk Resolusi Jihad yang pernah diserukan oleh pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy`ari pasca proklamasi kemerdekaan. Konteks jihad yang tepat dan sangat relevan pada saat ini adalah berjihad untuk menggenjot produktivitas. Para santri saatnya berjihad produktivitas untuk mewujudkan kemakmuran di pedesaan.

Santri memiliki potensi besar untuk memajukan Indonesia setara dengan bangsa lain. Para santri patut diberi kesempatan untuk berwiraswasta dan menciptakan produk yang bernilai tambah tinggi. Jutaan santri setiap tahun silih berganti mengisi kelas pesantren di  seluruh pelosok negeri ini. Mereka harus dibekali bekal agar nantinya tidak hanya pandai berdakwah, tetapi juga mampu berniaga dan menciptakan nilai tambah berbagai produk.

Hari santri relevan dengan kondisi Indonesia saat ini yang kekurangan jumlah wirausahawan. Dibandingkan dengan negara lain, prosentase jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. Padahal suatu negara dikatakan berdaya saing global jika jumlah wiraswastanya melampaui 2 persen. Para santri yang jumlahnya jutaan perlu didorong untuk menjadi pelaku usaha di perdesaan. Perlu menanamkan budaya berwirausaha di kalangan santri untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Para santri merupakan segmen yang sangat ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha di perdesaan.

Perlu cara yang efektif untuk mencetak santri wirausaha. Saatnya para santri didorong untuk menjadi pelaku UMKM yang kreatif dan ulet. Peran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terhadap ekonomi bangsa-bangsa di dunia sangat luar biasa.

Hal itu ditunjukkan oleh Prof Herman Simon dengan mengambil kajian ekonomi di beberapa negara. Ternyata UMKM merupakan jagoan tidak kentara yang mampu menjadi penyelamat ekonomi nasional. Hermann Simon adalah pemikir manajemen yang sangat berpengaruh setelah Peter Drucker. Dia pernah menjadi kepala European Marketing Academy.

Eksistensi UMKM yang menjadi jagoan menunjukkan mengapa Jerman selama ini mampu menjadi pengekspor terbesar di dunia. Ternyata kekuatan ekspor Jerman tidaklah terletak pada korporasi raksasanya seperti Volkswagen, Siemens, dan Bosch. Melainkan pada peran ribuan jagoan UMKM. Sekadar catatan, separo dari jagoan UMKM di dunia adalah perusahaan dari Jerman. Perkembangan serupa juga terjadi di negara-negara pengeskpor besar lainnya.

Saatnya pesantren menjadi entitas yang memikirkan dan proaktif untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas nasional tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi perlu perjuangan plus strategi dan tahapan. Tingkat produktivitas bangsa yang hingga kini masih rendah adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Untuk itulah jihad produktivitas sangat relevan untuk dijalankan. Pesantren sebaiknya mulai mengkaji berbagai ajaran keagamaan yang bisa menimbulkan ghiroh atau greget untuk memacu usaha dan produktivitas.

Hakikat produktivitas ketenaga kerjaan adalah tingkat kemampuan pekerja menghasilkan produk dan jasa. Berbagai factor mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, termasuk juga factor keagamaan dan social ketenaga kerjaan. Searah dengan itu pesantren diharapkan memakai strategi yang lebih tepat dan mendunia yakni strategi global reserve innovation. Strategi tersebut juga bisa memperluas lapangan kerja karena berbasis inovasi dan teknologi tepat guna.

Jihad produktivitas juga bisa memperluas lapangan kerja. Hal itu sebagai solusi untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia yang sekitar 2,9 juta per tahun, sebagian besar atau sekitar 80% diantaranya adalah tenaga kerja yang kurang terlatih. Perlu penataan kompetensi ketenaga kerjaan bagi para santri. Kompetensi terkait erat dengan kondisi lapangan kerja yang cocok untuk perdesaan utamanya pada sector pertanian.

Apalagi produktivitas sector pertanian di negara maju dengan negara berkembang seperti halnya Indonesia masih sangat timpang. Sejak tahun 2000 kesenjangan produktivitas pertanian tersebut berkisar 50 banding 1. Banyak factor yang menyebabkan produktivitas pertanian masih terpuruk, antara lain factor inovasi dan mekanisasi usaha pertanian.

Indonesia kini membutuhkan banyak pahlawan masa kini, yakni tokoh yang mampu menggenjot produktivitas bangsa. Dibandingkan dengan negara lain, produktivitas tenaga kerja di Tanah Air masih lebih rendah dari rata-rata negara anggota Asian Productivity Organisation (APO) atau Organisasi Produktivitas Asia. Singapura memiliki tingkat produktivitas tertinggi pada 2015, yaitu sekitar 121,9 dolar AS, sementara Indonesia hanya sekitar 21,9 Dolar AS. Posisi Indonesia pada 2015, juga masih berada di bawah Malaysia dan Thailand bahkan Sri Lanka.

Sungguh prihatin melihat fenomena gap produktivitas (productivity gap analysis)  antara Korea Selatan, Malaysia dan Indonesia. Di mana produktivitas Korea Selatan lebih tinggi sekitar 6,35 kali (635%) dari produktivitas Indonesia. Produktivitas Malaysia lebih tinggi sekitar 2,93 kali (293%) dari produktivitas Indonesia. Produktivitas Korea Selatan lebih tinggi sekitar 2,17 kali (217 %) dari produktivitas Malaysia.

Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN, tak ada kata lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas produktivitas dan nilai tambah local. Sektor pertama yang mesti dibenahi adalah sector industry pengolahan agar bisa memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian Indonesia. Saatnya sector industry pengolahan berkontribusi untuk mendongkrak perekonomian dan menyediakan sumber pekerjaan yang berkualitas bagi angkatan kerja nasional.


Senin, 24 Oktober 2016

Ekskursi ke Yogyakarta

Jumat-Sabtu, 15-16 Oktober 2016

Daerah Istimewa Yogyakarta
Euro Management Indonesia sebagai konsultan pendidikan terbesar di Indonesia selalu memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh Siswa/I, orangtua siswa, dan juga seluruh pengajar dari dalam maupun luar negeri. Salah satu pelayanan yang diberikan untuk pengajar asal Luar Negeri selain mengajar adalah ekskursi keliling Indonesia.
Pada kesempatan ini, Benjamin Binkau M.Sc atau yang biasa di sapa dengan Herr Binkau berkesampatan untuk Ekskursi ke Yogyakarta. Selama 2 hari Herr Binkau mengunjungi tempat - tempat Indah di Yogyakarta, diantaranya adalah
Hari pertama: Candi Borobudur dan Prambanan
Hari kedua: Kraton Yogyakarta, Taman Sari Yogyakarta dan Gunung Merapi


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Minggu, 23 Oktober 2016

Kegiatan pendampingan mahasiswa PPS S2 Jerman

Jumat, 21 Oktober 2016

Köthen - Jerman


Kegiatan pendampingan mahasiswa PPS S2 Jerman, angkatan 12 grup Adenauer, tahun 2015-2016 a.n. Bayu Hafiz Saputro:

1. Solat Jumat di kota Köthen
2. Pengenalan komunitas pengajian mingguan Indonesia di kota Köthen
3. Makan siang Döner Kebab Alibaba
4. Belanja di toko Turki dan Asia Markt Köthen
5. Jalan-jalan di City Center Köthen


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kegiatan pendampingan mahasiswa PPS S2 Jerman

Kamis, 20 Oktober 2016

Berburg - Jerman



Kegiatan pendampingan mahasiswa PPS S2 Jerman, angkatan 12 grup Adenauer, tahun 2016-2017, a.n. Bayu Hafiz Saputro:

1. Registrasi ulang mahasiswa di sekretariat Hochschule Anhalt
- Imatrikulationsbescheinigung merupakan dokumen penting mahasiswa yang menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kegiatan belajar di Universitas. Dokumen ini menjadi salah satu syarat untuk melakukan perpanjangan visa nanti.
2. Kuliah Hari Pertama di HS Anhalt
3. Workshop Perkuliahan Bagian 2