Selasa, 26 April 2016

Investor Daily - Meneguhkan Indonesia di Eropa

OPINI DAN GAGASAN
Bimo Sasongko, BSIE, MSEIE, MBA
Pendiri Euro Management Indonesia
Sekjen IABIE - Ikatan Alumni Program Habibie

Harian Koran Investor Daily, Hal. 4, Kolom Opinion, terbit Sabtu/Minggu, 23-24 April 2016.
Mengulas tuntas lebih dalam mengenai Kunjungan Presiden Joko Widodo ke empat negara di Uni Eropa dan peluang Kunjungan tersebut untuk peningkatan kualitas SDM Maju Indonesia : "Meneguhkan Indonesia di Eropa"

http://id.beritasatu.com/home/meneguhkan-indonesia-ke-eropa/143283



Tayangan Berita Program Beasiswa Indonesia 2030 "Sejuta Indonesia Di Jantung Dunia"

BREAKING NEWS

Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia

Tayangan Berita Program Beasiswa Indonesia 2030 "Sejuta Indonesia Di Jantung Dunia"

Kolaborasi dan inisiatif Euro Management Indonesia & Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI)
NET 12 - NET TV, Tayang 21 April 2016.
https://youtu.be/_9M9CrgWchI

Berita Satu, 17 april 2016
http://m.beritasatu.com/…/360446-pelajar-indonesia-didorong…

Suara.com, 17 april 2016
http://m.suara.com/…/yayasan-pendidikan-indonesia-sediakan-…

Bisnis Indonesia, 17 april 2016
http://m.bisnis.com/…/sekolah-ke-ln-euro-management-tawarka…

Media kampus IPB Bogor
http://ikk.fema.ipb.ac.id/…/program-beasiswa-indonesia-2030/

Media Release, 18 april 2016
http://www.media-release.info/euro-management-buka-program…/

TV Muhammadiyah

Jumat, 22 April 2016
Euro Management Indonesia
Jl.RP.Soekarno No.6
Menteng - Jakarta Pusat

Liputan TV Muhammadiyah

Live interview Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA (Presdir & CEO Euro Management Indonesia) mengenai Program Beasiswa Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia











Jumat, 22 April 2016

Meneguhkan Indonesia di Eropa

Meneguhkan Indonesia di Eropa

Oleh:  Bimo Joga Sasongko


Selama ini, Indonesia belum sekuat tenaga dalam meneguhkan hal di atas. Kita masih kalah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Tiongkok, India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di jantung Eropa masih kalah jumlahnya jika dibandingkan dengan ke tiga macan Asia di atas.

Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adanya Partnership Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dan Uni Eropa perlu dikonkretkan terutama yang terkait dengan pengembangan SDM unggul.

Belajar dari Jerman
Jerman merupakan negara yang sangat strategis bagi Indonesia sebagai tempat untuk pengembangan mutu SDM, terutama teknologi dan industri. Apalagi kini ada momentum membaiknya iklim investasi Jerman di Indonesia. Setelah mengalami penurunan investasi beberapa tahun terakhir, tahun 2015 terlihat peningkatan penanaman modal Jerman di Indonesia.

Bahkan Duta Besar RI untuk Jerman Fauzi Bowo sangat progresif untuk menggenjot penanaman modal tersebut. Hasilnya pada 2015 ada peningkatan 14% dibandingkan 2014. Dengan kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman diharapakan semakin meningkatkan presentase di atas.

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan. Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman juga diwarnai dengan kerjasama dengan perusahaan terkemuka Jerman, Siemens terkait teknologi pembangkitan energi dan kerjasama terkait teknologi logistic kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja sama seperti di atas tentunya melibatkan pengembangan SDM.

Saatnya Indonesia belajar dari Jerman terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system sukses dan menjadi model ideal bagi dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat pendidikan ketrampilan di Siemenstadt, hal itu bisa dijadikan acuan bagi kementerian pendidikan dan kementerian tenaga kerja.

Saat ini, negara Uni Eropa memang sedang menerapkan system pendidikan kejuruan dengan system baru untuk mengatasi pengangguran kaum muda. Jerman tidak didera oleh masalah pengangguran yang hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan yang dinamakan duale ausbildung. Atau di kalangan internasional itu disebut sebagai duales system.

Berdasarkan prinsip tersebut para siswa langsung belajar praktek di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktek kerja di perusahaan mendapat bobot yang sama. Contohnya, perusahaan otomotif Volkswagen telah sukses merekrut 17 ribu calon tenaga kerja dari seluruh dunia untuk mengikuti duales system pendidikan.

Hingga kini Volkswagen giat menerapkan sistemitu pada semua cabangnya di negara lain. Sejak 2012 Menteri Pendidikan Jerman Annette Shavan menandatangani kerjasama dengan berbagai Negara untuk mengadopsi sistem tersebut. Kerjasama itu menjadikan sekitar 30.000 pemuda ikut serta dalam program pertukaran magang.

Di negara-negara mitra akan dibangun 30 jaringan pendidikan kejuruan regional. Target kerja sama di atas adalah sampai tahun 2020 diharapkan 80 % anak muda di Uni Eropa bisa mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri disana.

Sikap Terbuka Jerman
Mestinya Indonesia juga tidak ketinggalan dengan hal tersebut, perlu kerja sama baik oleh pihak pemerintah maupun oleh konsultan pendidikan internasional yang ada di Indonesia. Selama sepuluh tahun terakhir, Jerman memiliki tingkat pengangguran pemuda yang rendah di bawah ratarata negara maju di dunia yang mencapai sekitar 8%.

Apalagi kondisi Eropa akhir-akhir ini sangat rentan krisis ekonomi. Hal itu terjadi di Yunani yang mana satu dari tiga orang pemuda di bawah usia 25 adalah pengangguran. Jerman juga sangat terbuka dalam hal ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah asing di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undangundang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non Uni Eropa.

Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menghadapi datangnya bonus demografi. Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi di sana ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta, dan sampai tahun 2060 menjadi 65 juta, sehingga dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.

Pertumbuhan home industri di Jerman menyebabkan negeri itu perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Kondisi di atas menunjukan bahwa pengembangan industri kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian bersama perusahaan besar.

Ada tren peningkatan minat di kalangan pemuda Indonesia untuk belajar di Eropa. Pada akhir 2014, jumlah mahasiswa Indonesia yang berangkat untuk studi ke Eropa mencapai 5.800 mahasiswa. Jumlah ini mengalami kenaikan tiga kali lipat dari tahun 2011 atau meningkat lebih dari 30% dibandingkan dengan 2013.

Secara keseluruhan, sekitar 9.000 mahasiswa Indonesia saat ini sedang belajar di Eropa. Adanya Partnership Cooperation Agreement antara Indonesia dan Uni Eropa perlu disertai langkah konkret. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia. Mereka memberikan bea-siswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi di Eropa atas biaya perusahaan tersebut.

Bimo Joga Sasongko, President Director & CEO Euro Management Indonesia; sekjen Pengurus Pusat Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)

Rabu, 20 April 2016

Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia



Ulasan Tuntas Indonesia 2030 bersama Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA, President Director & CEO Euro Management Indonesia di Tabloid The Politic, Hal 7, terbit April-Mei/Edisi 04/ 2016 mengulas tuntas lebih dalam mengenai Gerakan "Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia."
                                                                                        



Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA,
President Director & CEO EURO Management Indonesia
‘Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia’

Perlu Dukungan Pemerintah Gaung semangat anak bangsa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan melanjutkan kuliah ke luar negeri membutuhkan dukungan berbagai pihak. Terutama peran aktif pemerintah baik material maupun moril. Bimo Sasongko berharap semua komponen bangsa dari level pusat sampai daerah memiliki gerakan yang sama agar mahasiswa bisa kuliah ke luar negeri. Ia pun termotivasi untuk mewujudkan program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia). Seperti apa kiprahnya?Bimo Sasongko, MSEIE, MBA, President Director & CEO EURO Management Indonesia.

Masih rendahnya jumlah lulusan SMA yang melanjutkan kuliah di luar negeri memberikan tantangan tersendiri bagi Bimo Sasongko. Ia merasa prihatin diantara negara-negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Malaysia apalagi dibandingkan Korea Selatan dan China, Indonesia masih kalah jauh dalam hal pengiriman mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri. Lihat saja, jumlah penduduk Malaysia 30 juta orang dan penduduk Indonesia 250 juta, namun jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri hanya 30 ribu, sementara jumlah mahasiswa di luar negeri asal Malaysia justru dua kali lipat jumlah mahasiswa Indonesia. Korea Selatan dengan jumlah penduduk 50 juta orang atau seperlima  penduduk Indonesia, faktanya 130 ribu orang penduduk Korea Selatan menimba ilmu di luar negeri. Tak heran Korea menjadi bangsa yang maju dengan cepat.

Untuk mempercepat penyerapan teknologi informasi dan kemajuan bangsa, menurut Bimo Indonesia harus mempelajari pengetahuan langsung dari pusatnya, dan itu dipercaya dari generasi ke generasi dari era Presiden Bung Karno dan Habibie sudah mengirimkan siswa studi di luar negeri karena kita masih menjadi bangsa yang tertinggal. Dari report World Bank dan McKinsey menyatakan di tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara 6 besar dunia, dengan peringkat satu China, lalu Amerika, Jepang, Brasil, Rusia dan Indonesia, artinya Jerman, Perancis dan Inggris akan bergeser, syaratnya tentu dengan SDM unggul. Satu- satunya cara untuk mempercepat adalah studi ke luar negeri. Kita berharap, di tahun 2030 orang-orang yang kuliah di luar negeri sudah kembali ke Indonesia untuk membangun negara

Untuk itu, Bimo termotivasi, membuat program beasiswa, Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia, di Jantung Dunia). Program ini, merupakan program beasiswa bahasa yang ditargetkan untuk 1000 pelajar SMA di Jabodetabek di tahun 2016 ini. Program ini pertama kalinya dilakukan oleh Euro Management Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia untuk lima pilihan bahasa Jerman, Perancis, Inggris, Belanda dan Jepang.

Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia dan Euro Management Indonesia mengeluarkan pendanaan untuk program ini sekitar Rp 10 miliar untuk target 1000 siswa per tahun. Hingga kini sudah ada 900 peserta dari 70 SMA di Jabodetabek baik negeri maupun swasta. Program yang sudah dilaunching pada Januari 2016 ini bertujuan untuk membuka mindset masyarakat Indonesia pentingnya kuliah ke luar negeri. Program beasiswa bahasa ini berlangsung selama 60 jam dalam dua semester di hari Sabtu dan Minggu. Tak hanya itu, siswa juga mengikuti kegiatan workshop mengenai budaya di luar negeri, pelatihan dasar kepemimpinan, wawasan kuliah di luar negeri, pergaulan, hingga psikotes minat dan bakat. Setelah siswa mengikuti program beasiswa ini diharapkan sudah siap mental untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri.

“Terkadang calon mahasiswa memiliki semangat besar namun terkendala biaya, atau orang tua siap pendanaan namun mental dan ketrampilan bahasanya kurang. Program beasiswa ini membantu siswa untuk bisa siap kuliah di luar negeri. Program ini benar-benar free dan tidak ada ikatan apa pun. Namun tata tertib harus dipatuhi seperti siswa harus serius, pakaian rapi, jika tidak hadir dikenakan hukuman atau dianggap tidak melanjutkan lagi, karena di luar negeri konsep dasar utama harus tertib. Tanpa tes, dengan niat serius siswa SMA kelas 10,11, 12 bisa mendaftar ke Euro Management dengan didampingi orang tua dan memilih jenis bahasa yang diminati. Mental, kepribadian dan perilaku siswa yang mengikuti program ini diharapkan bisa berubah selain mendapat ketrampilan bahasa. Terlambat 5 menit saja tidak boleh masuk kelas, dan tiga kali dalam satu semester tidak masuk kita anggap mengundurkan diri. Kita juga berikan laporan ke orang tua,” terang Bimo.

Euro Management Indonesia pernah mengadakan program Sejuta Habibie untuk Indonesia yang juga merupakan program beasiswa untuk bahasa namun ruang lingkupnya lebih terbatas. Program beasiswa perdana Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia) ini diharapkan akan terus berkembang dan diharapkan dari ribuan siswa yang mengikuti program ini, sekitar 5-10 persen mahasiswa bisa berangkat kuliah ke luar negeri per tahun. Saat ini Euro Management tiap tahun rutin memberangkatkan 100-200 mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri.

Sejauh ini, pengiriman mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri masih menggunakan dana pribadi mahasiswa dan cukup terjangkau mengingat kuliah di Perancis maupun Jerman mendapat subsidi pemerintah, sehingga mahasiswa hanya membutuhkan biaya hidup dan dana awal persiapan kuliah. Seperti tiket pesawat one way sekira Rp 15 jutaan, biaya hidup per bulan 400-600 Euro atau Rp 4-6 jutaan per bulan sudah termasuk tempat tinggal, makan kesehatan, biaya transportasi dan lainnya.

Tantangan
Berkecimpung di dunia pendidikan memberikan tantangan tersendiri bagi Bimo Sasongko. Ia melihat kemampuan Indonesia untuk mengirimkan mahasiswa ke luar negeri seharusnya bisa sampai seribu hingga dua ribu orang per tahun, namun fakta menunjukkan hanya sekitar seratus hingga dua ratus orang mahasiswa Indonesia yang melanjutkan kuliah ke luar negeri setiap tahun. “Sebenarnya kemampuan dan informasi serta motivasi ada, tapi banyak faktor orang tua tidak mengijinkan dan anak tidak berani padahal di negara lain untuk bisa kuliah ke luar negeri merupakan sebuah kebanggaan. Dengan informasi lebih luas dan sosialisasi yang semakin masif ke seluruh Indonesia untuk program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia) maka prediksi kita bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju akan tercapai, sehingga di tahun 2030 Indonesia benar-benar akan terwujud sebagai negara ranking 6 dunia,” tegasnya.

Bimo melihat antusiasme mahasiswa untuk kuliah S1 ke luar negeri sebenarnya tinggi namun ketika mengambil keputusan banyak yang mundur karena pendanaan dan ketidakberanian, padahal seharusnya hal itu tidak jadi halangan. “Euro Management akan membantu memberikan solusinya, dan kita berharap sebanyak mungkin anak bangsa bisa menikmati pendidikan ke luar negeri. Harapan saya semua komponen bangsa dari level pusat sampai daerah memiliki gerakan yang sama agar mahasiswa bisa kuliah ke luar negeri. Passion saya bahwa ini merupakan perjuangan jangka panjang yang tidak kenal lelah. Sebuah kebanggaan kalau saya bisa melihat bahwa tidak hanya generasi saya yang bisa kuliah ke luar negeri tapi juga generasi-generasi berikutnya tidak pandang kaya miskin bisa kuliah di luar negeri dengan mudah. Sehingga nantinya bisa membangun bangsa dengan lebih maju,” tegas Bimo semangat.

Banyak orang bersuara tak perlu kuliah ke luar negeri karena universitas di Indonesia sudah maju menurut Bimo adalah sebuah kesalahan fatal. Pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal. Bahkan Jepang saja masih mengirimkan mahasiswa kuliah ke luar negeri. “Indonesia ini masih negara miskin. Kita butuh 1 juta orang saja dari penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, untuk dikirim kuliah ke Amerika, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Australia dan Jepang. Dengan belajar di pusat pengetahuan dunia mahasiswa kita akan mengenal cara berpikir masyarakat negara maju, mengetahui trik-trik cara bernegosiasi dan sebagainya, sehingga bisa mengambil manfaat yang baik dan meninggalkan yang tidak baik. Nah, program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia) merupakan sarana untuk mewujudkan keinginan siswa SMA agar nantinya bisa kuliah ke luar negeri. Setiap siswa baik kaya dan miskin termotivasi untuk mendaftar secara gratis,” terang Bimo.

Saat ini Euro Management Indonesia menanggung pendanaan program beasiswa bahasa dalam rangka program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia). Untuk itu ke depan dukungan pemerintah sangat penting dalam hal pendanaan bagi pendidikan mahasiswa ke luar negeri karena SDM merupakan proses panjang yang tidak bisa dinilai dengan uang, dan tingkat pendidikan juga meningkatkan kualitas hidup dan kualitas bangsa. Saat ini pemerintah memang memiliki program beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) namun hanya ditujukan untuk kuliah S2 di luar negeri, bukan kuliah S1. “Lulusan SMA dinilai masih muda dan labil, tetapi justru kuliah di luar negeri memberikan peluang lebih bagi lulusan SMA karena mereka lebih lama tinggal luar negeri hingga 4 atau 5 tahun yang membuat akses networking lebih banyak, lebih percaya diri dibanding mahasiswa S2, dan belum berkeluarga sehingga masih belum ada keterbatasan,” terang Bimo.

Bimo berharap peran nyata pemerintah untuk mendukung dan memberikan kemudahan bagi mahasiswa kuliah ke luar negeri, baik dari segi material atau moril karena bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti pendanaan dari pemerintah maupun BUMN, dan program corporate social responsibility (CSR). “Dengan institusi kecil ini saya bersyukur bisa menggerakkan seribu hingga duaribu orang siswa untuk mengikuti program beasiswa gratis, apalagi kalau ada dukungan pihak Kementerian, BUMN dan lainnya. Saya ingin sebanyak mungkin orang mengenal bahasa apalagi kelemahan orang Indonesia terutama dari kemampuan untuk berbahasa asing,” pungkas Bimo. (*)

Info Lebih Lanjut:
Euro Management Indonesia
Gedung Ir.H. M. Suseno
Jl. R.P. Soeroso No. 6 Menteng
Jakarta Pusat
Telp. 021-398 38 706, 314 0379





Senin, 18 April 2016

Kunjungan Ke Eropa dan Sistem Offset



Opini dan Gagasan Bimo Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia & Sekjen IABIE di Harian Kontan, Hal. 23, Kolom Surat & Opini, terbit Selasa 19  April 2016 mengulas tuntas lebih dalam mengenai Kunjungan Kerja  Presiden Joko Widodo ke Uni Eropa  "Kunjungan Ke Eropa dan Sistem Offset"




"Kunjungan Ke Eropa dan Sistem Offset" Oleh : Bimo Joga Sasongko

Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Uni Eropa, yaitu Jerman, Inggris, Belgia dan Belanda. Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki Comprehensive Partnership Agreement (CPA) dengan Uni Eropa.
Keberadaan CPA perlu segera disertai langkah konkret dan strategis. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait sistem offset untuk mencetak sumber daya manusi (SDM) berkelas dunia untuk membangun Indonesia.
Pemerintah perlu mengelola sistem offset terkait dengan berbagai macam belanja ke luar negeri maupun pembangunan berbagai macam infrastruktur. Terutama bagi pembelian dengan jumlah anggaran yang besar. Misalnya pembelian pesawat terbang untuk penerbangan sipil maupun keperluan militer.
Offset dapat diartikan sebagai mekanisme timbal balik. Perlu lembaga pengelola offset yang diisi oleh para ahli yang mengerti tentang ahli teknologi, konsultan pendidikan internasional dan ahli tentang bisnis dan nilai tambah industri. Lembaga offset harus mengerti betul tujuan ekonomis dari offset yang bisa memperluas lapangan kerja dan mengoptimalkan devisa keluar negeri. Selanjutnya lembaga offset juga harus memahami betul tujuan ahli teknologi di berbagi tingkatan.
Idealnya lembaga offset dibentuk oleh Presiden dan harus mampu berkoordinasi lintas kementerian. Sehingga belanja kementerian dan belanja negara lain keluar negeri dengan jumlah nominal tertentu, sebaiknya ditempuh dengan mekanisme offset. Begitu juga ada ketentuan offset tersendiri bagi perusahaan patungan swasta dan pemerintah, atau swasta murni, bagaimana pemberlakuan offset yang ideal.
Lembaga offset harus mampu menjalankan fungsi strategisnya yakni inventarisasi potensi yang bisa dikembangkan terkait offset. Kemudian memiliki data base yang akurat terkait perusahaan-perusahaan dalam negeri yang mampu menerima offset. Kemudian melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan offset serta mengatasi jika ada hambatan di lapangan.
Skema offset sebaiknya mencakup transfer teknologi, co-production atau produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan struktur, serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Yang terdiri dari direct offset dan indirect offset.
Direct offset merupakan konpensasi langsung berhubungan dengan kontrak pembelian. Sedangkan indirect offset atau biasa disebut offset komersial biasanya berbentuk buyback, bantuan pemasaran/pembelian senjata yang sudah diproduksi oleh negara berkembang tersebut, produksi lisensi, hingga transfer teknologi dengan mendidik SDM.
Perjanjian kontrak pengadaan sebaiknya menekankan transfer of technology (ToT) dengan mengirimkan SDM untuk belajar dan magang diluar negeri. Apalagi kondisi SDM penerbangan saat ini seperti tergambar pada postur SDM pada PT Dirgantara Indonesia, sebagian besar sudah berusia menjelang pensiun.

Kemandirian Bangsa
Mereka itu adalah kebanyakan adalah hasil didikan atau program pengembangan SDM teknologi nasional pada tahun 80-an yang dilakukan oleh BJ Habibie. Program di atas ditempuh dengan mengirimkan lulusan SMA untuk kuliah ke luar negeri lewat beasiswa. Program pengembangan SDM teknologi ini berhasil mengirimkan ribuan pemuda Indonesia untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri hingga meraih gelar S-3.
Strategi Pembangunan Presiden Jokowi mengedepankan kemandirian bangsa dan penguasaan teknologi oleh putra-putri bangsa sendiri. Untuk itu perlu memasukan faktor pengembangan SDM teknologi dalam setiap perjanjian pembangunan infrastuktur dan pembelian teknologi canggih dari luar negeri. Baik yang dilakukan oleh kementerian, BUMN maupun swasta.
Pembangunan infrastruktur akan terus berkelanjutan dan mengalami berbagai masalah pelik ke depan. Sehingga perlu tenaga ahli anak negeri yang berhasil melakukan transfer teknologi dan industri.
Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan sistem offset. Apalagi produk yang dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan perawatan yang membutuhkan biayadan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni.
Belanja BUMN, misalnya PT Garuda Indonesia yang tahun ini menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$500 Juta setara Rp. 6,8 Triliun untuk ekspansi bisnis juga harus memakai skema offset. Belanja Garuda tersebut antara lain pembelian sebanyak 23 pesawat terdiri dari 15 pesawat untuk garuda dan delapan pesawat untuk citilink. Selain itu juga menambah lima airbush A330 dan satu boeing 777 untuk memenuhi kebutuhan penerbangan rute internasional.
Mestinya pembelian oleh Garuda harus disertai offset. Itu bisa saja dengan mengandeng industri dalam negeri seperti PT Dirgantara Indonesia yang sebenarnya pernah membuat pesawat N-250. Dengan demikian langkah Garuda yang terus bertransformasi sejalan pertumbuhan postif industri penerbangan dan rencana pemerintah mengembangkan infrastruktur transportasi udara dengan membuka bandara-bandara baru bisa berfungsi ganda.
Perlu juga transparasi pengadaan pesawat terbang, menyangkut masalah teknis pesawat, skema pembiayaan, pengembangan SDM, hingga jadwal penyerahan pesawat untuk dioperasikan.
Beberapa waktu lalu publik sempat tercengang oleh pengumuman Airbush yang mendapat pesanan dari maskapai Lion Air sebanyak 234 unit Airbus. Kontrak yang ditandatangani Lion Air pada 2013 dilakukan di Istana Elysee merupakan pemecah rekor. Nilai Kontrak yang mencapai € 18,4 miliar atau sekitar 230 triliun merupakan order terbanyak yang pernah diterima sepanjang sejarah Airbus.
Kontrak diatas menjadi leverage bagi Airbus dan juga Prancis untuk mengatasi kelesuan ekonomi di kawasan Eropa. Dengan nilai kontrak yang fantastis tersebut mestinya Presiden Prancis juga turut mendorong adanya offset SDM penerbangan untuk ratusan bahkan ribuan pemuda Indonesia untuk belajar perguruan tinggi dan pusat ristek penerbangan di Prancis.

*) BIMO JOGA SASONGKO, President Director & CEO Euro Management Indonesia. Sekjen Pengurus Pusat IABIE ( Ikatan Alumni Program Habibie ).