Senin, 29 Agustus 2016

Pikiran Rakyat - Program Vokasional



Program Vokasional

Indonesia adalah Negara besar dengan potensi sumber daya yang luar biasa, tetapi belum digarap secara total. Juga belum menampilkan performa sesungguhnya. Ibarat pabrik yang memiliki nilai tambah raksasa yang berbasis lokalitas tetapi masih tertidur sehingga kapasitas yang idle atau belum didayagunakan masih sangat besar.

Masih tertidurnya nilai tambah raksasa karena pembangunan SDM untuk mencerdaskan bangsa masih belum optimal, bahkan pada segmen tertentu telah mengalami krisis. Hal tersebut ditunjukan dengan indeks pembangunan manusia yang masih memprihatinkan.

Untuk mengatasi hal itu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya pembangunan SDM lewat program pendidikan vokasional. Sayangnya, program prioritas tersebut belum dirumuskan secara detail sehingga sulit diaplikasikan di tingkat bawah dalam rangka mencetak tenaga terampil menengah skill labour.

Perlu menggalakkan program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah raksasa yang tertidur. Esensi nilai tambah lokal adalah  berbagai aspek produksi atau jasa yang berlangsung di tanah air di mana pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan mentahnya dan bisa memperluas lapangan kerja. Dengan prinsip nilai tambah yang genuine (asli), bangsa Indonesia tidak sudi lagi mengimpor bahan mentah tanpa diolah secara signifikan terlebih dahulu.

Program vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi di Negara maju. Sementara itu, di Indonesia juga pernah diterapkan system apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri dalam durasi yang singkat. BUMN industry strategis, seperti industri pesawat terbang PT Di pernah mencetak puluhan ribu teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang spesifik dan sesuai dengan kebutuhan.

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan kewajiban konstitusional yang harus diwujudkan oleh seluruh komponen bangsa. Kini Indonesia dibayang-bayangi masalah laten yakni masih rendahnya kualitas manusia Indonesia yang tergambar dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dan paradox pengelolaan sumber daya alam karena terus menerus ekspor bahan mentah dan terjadi salah urus kekayaan Negara.

Terpuruk
Masih terpuruknya IPM di Indonesia terungkap dalam laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berdasarkan laporan UNDP, IPM Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau sama dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan pengukuran indikator IPM Indonesia pada tahun 2014, angka harapan hidup 68,9 tahun, harapan tahun bersekolah 13, serta rata-rata waktu sekolah yang dijalani individu berusia 25 tahun ke atas adalah 7,6 tahun. IPM Indonesia masih tampak stagnan. Esensi peningkatan IPM adalah untuk meningkatkan kapabilitas manusia.

Penyelenggaraan program vokasional nonformal itu sebaiknya terkait dengan penyediaan lapangan kerja dengan prinsip link and match dengan potensi sumber daya local. Perlu merumuskan sistem pendidikan vokasional nonformal yang menekankan produktivitas dan kreativitas.

Organisasi pendidikan nonformal di tingkat kecamatan yang selama ini disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan di tingkat kabupaten/kota yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan jaman. Perlu revitalisasi PKBM dan SKB dengan muatan vokasional yang sesuai dengan perkembangan teknologi.

Selain untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja dan industry, sistem apprentice juga bisa meningkatkan daya inovasi dan kreativitas masyarakat sesuai dengan visi para pendiri bangsa. Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki HAjar Dewantara. Masyarakat harus terus menerus menghasilkan inovasi untuk mendapatkan nilai tambah dengan metode 3N (niteni, neroke, nambahi).

Metode 3N yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter SDM bangsa terkait dengan kemajuan zaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas inovasi. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevanuntuk meningkatkan kapasitas inovasi dan nilai tambah lokal bagi masyarakat hingga dunia usaha. Masyarakat diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama, yakni "niteni" atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah "neroke" atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk. Lalu unsur N yang ketiga adalah "nambahi" atau menambahkan (modifikasi).

Apprenticeship dalam istilah bahasa Indonesia bisa disederhanakan artinya menjadi pemaganganApprenticeship adalah bentuk unik dari pendidikan kerja yang mengombbinasikan pelatihan di tempat kerja dengan pembelajaran berbasis di sekolah, terkait kompetensi dan proses kerja yang ditentukan secara khusus.

Durasi pemaganagan biasanya lebih dari satu tahun, bahkan di beberapa Negara berlangsung selama empat tahun. Pendekatan Organisasi Buruh Sedubia (ILO) untuk pemagangan adalah mekanisme pembelajaran canggih atas dasar saling percaya dan kerjasama antar pemangku kepentingan yaitu kaum muda, otoritas ketenagakerjaan dan pendidikan serta pengusaha dan pekerja.

Mengembangkan sistem apprenticeship di tanah air pada saat ini adalah saat yang tepat. Apalagi para pemimpin pemerintahan dabn bisnis di Negara anggota G-20 telah menekankan pentingnya
Apprenticeship yang bermutu dalam mengatasi masalah pengangguran di kalangan muda. G-20 Leaders’ Summit telah member penekanan lebih jauh tentang Apprenticeship.



Republika - Sekolah Penuh Wisata



Sekolah Penuh Wisata

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sedang fokus membangun karakter siswa dan mencegah agar siswa tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja. Tantangan berat membangun karakter siswa karena masih banyak lingkungan sekolah dengan kondisi bangunan yang tidak nyaman dan halaman yang sempit sehingga siswa merasa seperti di penjara saat menerima pelajaran.

Untuk membentuk karakter siswa yang sesuai dengan semangat zaman, tidak harus melalui metode yang sarat doktrin dan cara-cara seperti penataran P-4 pada masa rezim Orde Baru. Untuk membentuk karakter dan sikap positif para siswa perlu mengubah metode pengajaran sehingga siswa merasa riang gembira dan terbuka imajinasinya dalam menerima pelajaran. Jangan ada lagi siswa merasa tertekan saat menerima mata pelajaran apa pun. Mata pelajaran yang dianggap momok, seperti matematika, IPA, dan bahasa asing tidak lagi takut dan menjemukan.

Perlu membenahi karakter siswa sesuai dengan semangat zaman, yakni pentingnya daya inovasi. Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Di mana siswa harus terus-menerus menghasilkan inovasi dengan cara 3N (niteni, neroke, nambahi).

Metode 3N yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter siswa terkait dengan kemajuan zaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas inovasi. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan bagi pelajar hingga dunia usaha.

Para siswa diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama, yakni "niteni" atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah "neroke" atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk.

Lalu unsur N yang ketiga adalah "nambahi" atau menambahkan (modifikasi). Metode 3N ini sebaiknya ditanamkan kepada siswa sekolah dengan cara-cara yang mengasyikkan dan penuh ceria seolah mereka sedang berwisata.

Kondisi lingkungan sekolah yang ada sekarang ini kebanyakan kurang ramah lingkungan dan kurang nyaman untuk mengembangkan daya imajinasi anak. Bahkan, tidak sedikit bangunan fisik sekolah yang mirip penjara yang gaduh, bising, dan dikepung aneka polusi udara.

Semestinya pendidikan dasar dan menengah memiliki lingkungan belajar yang nyaman dan ramah lingkungan. Saatnya menghilangkan penyeragaman atau conformity pendidikan dasar dan menengah lalu memberikan nuansa yang lebih bersahabat dengan alam, mengedepankan aspek kebudayaan lokal, serta bersendikan daya imajinasi.

Dalam mengembangkan kecerdasan, karakter unggul, dan budi pekerti siswa, perlu bangunan sekolah yang lebih ergonomik. Bangunan sekolah rindang karena dikelilingi pohon besar, lapangan olahraga yang memadai, dan dilengkapi dengan danau buatan beserta instrumen biotanya.

Ruang kelasnya dirancang lebih natural dan membuat siswa bisa relaksasi karena tidak terkurung oleh tembok. Kelas dengan dinding semiterbuka yang bercorak arsitektur tradisional. Sarana belajar seperti meja, kursi, papan tulis, alat penerangan, dan lain-lain dibuat dengan prinsip ergonomik sehingga tubuh siswa tidak merasa terpaku atau terikat selama menerima pelajaran. Dengan suasana dan infrastruktur seperti itu, serapan mata pelajaran dan daya tahan tubuh siswa dalam proses belajar bisa lebih optimal. Siswa tidak lagi sering mengantuk dan merasa lelah dan stres di sekolah.

Untuk menumbuhkan karakter unggul siswa sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajinasi dan kapasitas inovasi, sekolah mesti membuat setiap mata pelajaran menjadi menyenangkan dan bisa dihayati lebih mendalam. Perlu menerapkan prinsip di mana sekolah sebagai tempat wisata ilmu pengetahuan dan budaya sepanjang hari.

Prinsip ini bisa diimplementasikan dengan menggalakkan metode eksperimental yang menarik dengan cara membuat proyek-proyek ilmiah sederhana yang relevan dengan kemajuan teknologi dan informasi. Para guru diarahkan untuk merangsang siswa dengan cara membuat proyek ilmiah sederhana setelah pelajaran teori. Metode eksperimental menuntut para guru dan pengelola sekolah untuk lebih kreatif dan inovatif guna memperoleh modul-modul proyek ilmiah sederhana beserta informasi pendukungnya.

Pengajaran IPA selama ini belum mampu memberikan motivasi berwisata ilmu, proses nilai tambah, dan solusi praktis problema kemasyarakatan. Hal ini karena pengajaran IPA masih sebatas hafalan rumus-rumus yang kurang mengasyikkan siswa. Perlu mencari model pengajaran IPA yang mampu menumbuhkan inovasi dan sikap positif terhadap kemajuan teknologi, proses nilai tambah, dan mampu menjaga lingkungan.

Idealnya, pengajaran IPA di sekolah dasar dan menengah harus mampu menumbuhkan sikap ilmiah (scientific attitude). Sikap ilmiah tersebut mengemuka dalam diri siswa dalam bentuk sikap ingin tahu (curiosity), kebiasaan mencari bukti sebelum menerima pernyataan (respect for evidence), sikap luwes dan terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity), kebiasaan bertanya secara kritis (critical reflection), serta sikap peka terhadap lingkungan sekitar (sensitifity to living things and environment).

Sikap ilmiah ini dapat mudah dicapai jika proses belajar mengajar IPA banyak melibatkan metode eksperimental dalam suasana wisata ilmu. Jadi, bukan sekadar interaksi satu arah dan menekankan hafalan (rote learning), melainkan belajar yang sesungguhnya (meaningful learning). Itulah yang menjadi titik berat kebijakan pengajaran IPA di Amerika Serikat. Bahkan, pemerintah sering melibatkan para guru dalam program riset nasional.

Salah satu contoh pelibatan guru dalam riset nasional adalah misi pesawat ruang angkasa Endeavour dari NASA yang salah satu astronotnya adalah seorang ibu guru IPA sekolah dasar yang bernama Barbara Morgan. Sudah beberapa dekade program tersebut rutin dilakukan. Lembaga riset, BUMN, hingga korporasi besar di Amerika Serikat selalu memberikan kesempatan kepada guru sekolah dasar dan menengah untuk terlibat.

Tidak menariknya metode pengajaran di sekolah disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, pertama, selama ini proses belajar mengajar, terutama untuk mata pelajaran IPA terlalu menekankan aspek kognitif. Artinya, konsep yang diajarkan hanya sekadar pengetahuan, kurang direalisasikan sebagai sikap dan perilaku yang aktual.

Kondisinya semakin memprihatinkan karena sistem ujian hanya mengukur aspek kognitif. Evaluasi terhadap sikap yang terintegrasi dengan kognitif (pengetahuan) belum dilakukan dalam proses belajar mengajar.

Kedua, seringnya guru menyepelekan materi yang menyangkut pengetahuan praktis dan problema lingkungan hidup dengan alasan bahwa materi tersebut tidak memerlukan hitungan matematik dan kurangnya bahan referensi. 



Kamis, 25 Agustus 2016

Investor Daily - Memanggil Ilmuwan Balik Kandang



Memanggil Ilmuwan Balik Kandang

Di hadapan teladan nasional yang diundang ke Istana Merdeka dalam rangka Hari Kemerdekaan, Presiden Joko Widodo menyerukan agar para ilmuwan yang kini bekerja di luar negeri untuk kembali ke Tanah Air membantu pemerintah. Para ilmuwan memiliki peran yang strategis untuk membangkitkan bangsa.

Seruan Presiden di atas sebenarnya adalah lagu lama yang diputar kembali. Sejak pemerintahan Presiden Soeharto sudah diimbau agar para ilmuwan dan ahli teknik terkemuka yang bekerja di luar negeri supaya kembali ke Tanah Air untuk mewujudkan kemajuan bangsa. Para ilmuwan itu sempat berbondong-bondong pulang.

Namun, kondisinya ternyata cukup memprihatinkan, karena lembaga Iptek dan industri yang ada belum mampu menyambut kepulangan mereka secara layak. Mereka belum bisa diberi job yang sesuai dengan keahliannya. Pemerintah saat itu juga belum bisa memberikan fasilitas kerja dan imbalan gaji yang sesuai dengan permintaan para ilmuwan yang balik kandang itu.

Kondisinya semakin memprihatinkan karena anggaran Ristek masih kecil dan adanya kebijakan moneter yang membatasi kegiatan industry strategis akibat tekanan lembaga internasional. Akibatnya banyak ilmuwan di atas yang eksodus dari lembaga iptek dan industri strategis. Mereka kembali lagi bekerja di luar negeri atau terpaksa bekerja di dalam negeri tetapi tidak sesuai dengan bidang keahliannya.

Pemerintahan Presiden Jokowi hendaknya tidak sekadar memanggil pulang para ilmuwan yang saat ini sedang bekerja di luar negeri. Perlu juga menyiapkan infrastruktur dan fasilitas yang memadai serta penugasan dalam proyek yang jelas dan konsisten.

Selain memanggil ilmuwan untuk balik kandang, ada hal yang sangat esensial yakni perlunya mencetak ilmuwan sejak remaja. Untuk membangkitkan Iptek nasional tidak bisa dengan jalan pintas atau diserahkan begitu saja kepada pasar.

Kebangkitan Iptek harus disertai dengan menguatkan tradisi ilmiah atau keilmuan bagi kaum remaja. Tradisi keilmuan sejak remaja, atau sejak sekolah menengah sangat perlu untuk menemukan siswa-siswa berbakat lalu diberi kesempatan untuk kuliah di perguruan tinggi yang baik, termasuk mengirimkan mereka ke luar negeri untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka dan memiliki tradisi ilmiah yang unggul.

Saatnya pemerintah memulai kembali inisiatif BJ Habibie yang telah berhasil mencetak ribuan tenaga ahli kelas dunia lewat skema Bea Siswa Luar Negeri (BSLN). Tentunya pada saat ini kondisinya sangat memungkinkan untuk membuat skema yang tidak hanya mengandalkan anggaran pemerintah pusat.

Untuk mengakselerasi kebangkitan Iptek Nasional perlu terobosan baru. Terobosan itu antara lain menjaring siswa SMA yang berbakat untuk mendapatkan kredit beasiswa dari lembaga keuangan atau korporasi dan pemerintah daerah guna melanjutkan kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Setiap kabupaten atau kota setidaknya setiap tahun secara rutin bisa mengirimkan minimal sepuluh siswa berbakat.

Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing seperti bahasa Jerman, Perancis, Jepang. Karena pengajaran bahasa tersebut kini tidak ada lagi di SMA.

Selain itu, konsultan pendidikan internasional bisa membantu memberikan materi matrikulasi untuk menyesuaikan materi ajar dan memberikan gambaran tentang budaya dan kondisi sosial dari negara yang akan dituju. Selain itu, membantu para siswa untuk mendapatkan akomodasi hingga pendampingan bilamana perlu.

Kebangkitan Iptek nasional bisa berkelanjutan jika ditopang dengan tradisi ilmiah yang kokoh dari para remaja yang duduk di sekolah menengah. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh kaum remaja adalah investasi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini. Para ilmuwan remaja yang tergabung dalam wadah kelompok ilmiah remaja (KIR) sekolah menengah adalah calon ilmuwan unggul.

Di antara ribuan remaja anggota KIR itu, dulu banyak yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ.Habibie untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Dan di antara mereka kemudian berperan dalam rancang bangun Pesawat N-250 yang menjadi ikon Hakteknas. Juga berperan dalam berbagai proyek infrastruktur dan program Iptek nasional.

Sebagian besar aktivis kegiatan ilmiah remaja telah berhasil menyelesaikan pendidikannya dan menggeluti profesi sebagai peneliti di berbagai lembaga riset pemerintah maupun perusahaan swasta.

Di antara mereka adalah penerima beasiswa Menristek BJ.Habibie untuk kuliah di luar negeri dan berhasil meraih gelar master hingga doktor. Mereka kini menjadi ilmuwan, inovator dan pemikir yang tangguh. Antara lain, Beno Kunto Pradekso, seorang inovator TIK dan ahli radar. Adi Sudadi Soembagijo ahli robotika, Fahmi Amhar sebagai peneliti utama Bakorsurtanal, Mikael Satya Wirawan sebagai coordinator proyek rancang bangun pesawat jet N-2130 PT Dirgantara Indonesia. Dan, sederet ilmuwan lainnya.

Para pemimpin dunia, baik pemimpin pemerintahan maupun korporasi semakin mengapresiasi dan bersimpati terhadap kegiatan ilmiah remaja. Beberapa waktu yang lalu kasus Ahmed Mohammed, seorang pelajar di Amerika Serikat berusia 14 tahun ditangkap polisi serta diborgol di depan kawan sekolahnya sempat menyentak perhatian dunia. Perbuatan kreatif dan inovatif Ahmed yang membuat jam digital dalam kotak menimbulkan kecurigaan dari gurunya yang serta merta melibatkan polisi untuk menginterogasi remaja polos itu.

Ada pelajaran yang sangat berharga terkait kasus Ahmed di atas. Kasus Ahmed telah mendapat perhatian luas, termasuk dari Presiden Barack Obama, CEO Facebook Mark Zuckerberg, Google hingga Twitter. Hasilnya Ahmed mendapat undangan silih berganti untuk berkunjung ke Gedung Putih dan ke kantor pusat Facebook, Twitter dan Google. Bahkan, Presiden Obama menyatakan bahwa Ahmed telah menginspirasi para anak untuk menyukai ilmu alam.

Pengajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di sekolah merupakan wahana yang strategis untuk menumbuhkan inovasi nilai dan teknologi. Pengajaran IPA secara ideal di sekolah merupakan investasi masa depan yang tiada taranya bagi suatu bangsa. Itulah kredo yang mendasari pemerintah Amerika Serikat yang begitu getolnya melibatkan entitas pendidik untuk terlibat aktif dalam berbagai program riset nasional.

Seperti yang terjadi dalam misi pesawat ruang angkasa Endeavour, di mana salah satu astronotnya adalah seorang ibu guru IPA Sekolah Dasar yang bernama Barbara Morgan. Sudah beberapa dekade program tersebut dilakukan. Sesuatu yang sudah biasa, jika lembaga-lembaga ilmiah di Amerika Serikat selalu memberikan kesempatan kepada para guru sekolah dasar dan menengah untuk terlibat. Seperti program NASA dengan misi penerbangan pesawat Vomit Comet hingga penerbangan ruang angkasa pesawat Endeavour.

Keseriusan di atas membuahkan spirit nasional bangkitnya inovasi dan teknologi secara berkesinambungan.

Bimo Joga Sasongko, 
Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)





Minggu, 21 Agustus 2016

Upacara HUT 2016

Rabu, 17 Agustus 2016
Euro Management Indonesia
Jl. RP. Soeroso No.6 Menteng
Jakarta Pusat - Indonesia 

120 staf dan karyawan Euro Management Indonesia serta siswa PPS S1 Jerman, angkatan 13 grup Leibniz dan PPS S1 Prancis, angkatan 10 grup Coubertin, tahun 2016-2017 menggelar upacara pengibaran bendera dalam rangka HUT RI ke-71.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan khidmat dan digelar untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme, memperkuat rasa kekeluargaan diantara staf dan karyawan serta siswa, dan mengenang para pahlawan Indonesia.

Proklamasi merupakan sebuah titik kulminasi, dimana perjuangan bangsa Indonesia tidak berakhir sampai proklamasi melainkan masih berkesinambungan dan harus dilanjutkan oleh generasi penerus bangsa melalui karya dan kerja nyata.