Rabu, 23 November 2016

Republika - Momentum Hari Guru Nasional

Momentum Hari Guru Nasional


Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) pada 25 November sebaiknya dijadikan momentum untuk mengembangkan profesi guru sesuai tantangan jaman. Peringatan HGN juga merupakan kesempatan untuk merancang postur guru nasional yang ideal untuk menggenjot daya saing bangsa.

Postur guru nasional kini tercermin dari guru yang sudah memiliki NUPTK ( Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Postur itu berjumlah sekitar 3.015.315 guru. NUPTK diberikan kepada guru yang statusnya PNS maupun non-PNS sebagai nomor identitas resmi untuk keperluan identifikasi dalam berbagai pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

Tema peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2016  adalah “Guru dan Tenaga Kependidikan Mulia Karena Karya”. Kalimatmulia karena karya menekankan penghargaan untuk profesi guru dan tenaga kependidikan. Penghargaan diatas diharapkan nyata dan bukan utopia. Puncak peringatan HGN 2016 dilaksanakan di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, dan akan dihadiri Presiden Joko Widodo.

HGN 2016 diwarnai isu strategis terkait aspek profesionalitas guru. Antara lain  penguatan pendidikan karakter di satuan pendidikan, optimalisasi pendidikan inklusi, revitalisasi SMK menghadapi daya saing ketenagakerjaan, hingga penilaian kinerja guru dan tenaga kependidikan.

Awal mula peringatan HGN dicetuskan oleh Wardiman Djojonegoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. HGN ditetapkan berdasarkan Kepres No.78 Tahun 1994. Penentuan HGN memiliki latar belakang terbentuknya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. Pembentukan PGRI diawali dengan adanya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) sejak 1912. Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.

HGN merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan guru ideal yang menjadi sosok inspiratif bagi siswa. Hingga saat ini sosok guru yang inspiratif dan adaptif dengan kemajuan dunia jumlahnya belum menggembirakan. Sehingga lembaga pendidikan di negeri ini masih dibelit oleh rutinitas dan belum menjadi lumbung kreativitas dan inovasi. Padahal era globalisasi sekarang ini memungkinkan sekolah menjadi pendorong yang hebat bagi daya kreativitas masyarakat.

Untuk membentuk guru yang inspiratif dibutuhkan wahana dan kesempatan bagi guru untuk mengikuti perkembangan global. Wahana tersebut untuk menunjang proses pengajaran serta meningkatan profesionalitas guru. Sedangkan kesempatan yang harus diberikan untuk guru adalah mengikuti pendidikan lanjutan ke  luar negeri atau mengikuti bermacam event tentang perkembangan metode pendidikan global dan Iptek yang relevan.

Kita masih prihatin karena hingga kini postur guru di negeri masih banyak yang gagap teknologi. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi  (TIK). Padahal, perkembangan TIK dan kemampuan mesin pencari lewat internet telah merevolusi tata kelola dan kebudayaan dunia. Serta mentransformasikan proses pendidikan begitu cepatnya. Mesin pencari juga sangat pemurah karena menyediakan sumber informasi yang tak terbatas sebagai bahan baku untuk berkreasi.

Eksistensi guru bagi suatu bangsa adalah kunci kemajuan. Bagi negara maju, guru adalah segalanya. Seperti dalam sikap pemimpin bangsa Jepang Kaisar Hirohito saat menghadapi kalah perang dan kehancuran bangsanya hingga di titik nadir. Untuk membangkitkan kembali bangsanya Hirohito terlebih dahulu menata dan menghimpun para guru.

Begitu juga dengan langkah bangsa Amerika Serikat dalam dasawarsa terakhir sangat progresif untuk membenahi postur guru. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing Amerika yang mulai terkejar oleh Cina dan India. Pembenahan postur guru dipimpin oleh sosok reformis pendidikan Amerika Serikat yakni Arne Duncan sebagai Menteri Pendidikan AS.

Gerakan Duncan itu dipicu oleh laporan The President’s Commission on Excellence in Education, yang berjudul “A Nation At Risk:The Imperative for Education Reform”. Laporan itu menyebabkan gelombang reformasi pendidikan di Amerika Serikat yang menekankan totalitas pengembangan kompetensi guru dan merancang ulang sistem sekolah serta mempersiapkan para siswa supaya unggul dalam kompetisi dimasa depan.

Gerakan Duncan diakselerasi dengan membentuk The Carnegie Task Force on Teaching as a Profession. Tim tersebut bertugas mengembangkan standardisasi dan sertifikasi profesi guru.  Serta dibentuknya National Board for Professional Teaching Standards (NBPTS). Misi NBPTS mengembangkan standarisasi kompetensi guru  serta mengadvokasi reformasi pendidikan. Mereka yang duduk dalam lembaga diatas adalah para guru kelas. Sejak NBPTS didirikan pengembangan profesi guru di Amerika Serikat hasilnya sangat pesat.

Berbagai terobosan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah cara tercepat untuk mencetak generasi emas Indonesia. Postur guru  yang inspiratif bisa mewujudkan lingkungan pembelajaran generasi baru. Yaitu dengan cara pemanfaatan teknologi TIK terkini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa, orangtua, komunitas, dan sekolah yang lebih efektif dan murah.

Kini semua guru dari tingkat SD hingga SMA/SMK mestinya memiliki laptop yang terkoneksi dengan sistem layanan informasi pendidikan lewat internet untuk menunjang proses pengajaran, mengembangkan profesionalitas dan menggenjot daya kreativitas.

Dengan sistem diatas para guru bisa lebih efektif dalam bekerja. Sehingga bermacam penyakit rutinitas yang menimpa guru bisa teratasi. Selama ini penyakit rutinitas dan tetek bengek birokrasi telah membelenggu para guru sehingga dari tahun ketahun mereka terpaksa berkubang dengan masalah yang itu-itu saja. Akibatnya tidak mampu meningkatkan kualitas dirinya sesuai dengan semangat jaman.

Kondisi diatas sangat relevan dengan premis Root Bernstein penulis buku “Sparks of Genius”. Yang menyatakan siapapun perlu keluar dari cara kerja rutin dan konformitas birokrasi supaya bisa melihat masalah dan tantangan pekerjaan dengan cara yang baru.

Dengan adanya sistem layanan elektronik kependidikan yang baik para guru bisa mempersiapkan materi ajar lebih baik dan variatif. Serta bisa berkolaborasi dengan forum guru mata pelajaran. Kolaborasi para guru itu pada gilirannya akan menyuburkan budaya mengunduh dan mengunggah baik untuk konten pendidikan maupun ilmu pengetahuan umum.

Program layanan elektronik kependidikan searah dengan program global World Wide Innovative Teacher Forum. Dimana secara rutin Indonesia mengirimkan wakilnya yang dihasilkan melalui seleksi lewat forum guru mata pelajaran. Salah satu agenda menarik yang berbasis daya kreativitas adalah acara Innovative Teacher Competition. Dunia sekarang ini terfokus kepada usaha untuk meningkatkan lembaga pendidikan yang mampu menggenjot daya kreativitas warga negaranya.

Cara lain untuk meningkatkan daya kreatifitas utamanya bagi lembaga pendidikan adalah dengan merombak budaya belajar dan ruangan sekolah. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa pengaruh tata ruang, khususnya ruang kelas terhadap daya kreativitas cukup besar.


Ruangan kelas yang dilengkapi dengan perangkat TIK untuk proses belajar, sang guru dengan perangkatnya yang mampu mengakses materi ajar yang bermutu serta infrastruktur kelas yang dirancang secara ergonomik dan nyaman secara lingkungan bisa memperbaikiiproses kreatif siswa secara signifikan.



Rabu, 02 November 2016

Koran Jakarta - Potensi Demografi Kaum Muda

Potensi Demografi Kaum Muda

Oleh Bimo Joga Sasongko

Indonesia sebaiknya menata postur sumber daya manusia (SDM) nasional untuk menghadapi persaingan global yang semakin sengit dengan fokus kaum muda. Data demografi  menunjukkan jumlah pemuda sesuai dengan batasan UU berusia 16-30 tahun berjumlah 61,8 juta. Ini 24,5 persen total penduduk nasional 252 juta (BPS, 2014).

Demografi pemuda ini  harus dikelola secara totalitas agar potensinya tidak menjadi beban sejarah dan berubah menjadi bencana sosial. Lihat saja kemarakan kejahatan dan kekerasan oleh pemuda atau terlibat narkoba. Penyebabnya antara lain faktor kemiskinan struktural, lonjakan pengangguran usia muda, dan putus sekolah.

Ada karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi setiap generasi muda untuk memenangi pertarungan masa depan dalam mewujudkan mimpi Indonesia sejahtera. Diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas tinggi. Kapasitas keahlian dan intelektual yang mumpuni. Kepemimpinan yang peduli dan profesional.

Tak pelak lagi, bangsa saat ini menanti kebangkitan kaum muda untuk mewujudkan negeri harapan. Kapitalisasi tersebut membutuhkan wahana dan kesempatan bagi pemuda agar bisa menjadi unggulan.

Perlu membangun optimisme kebangsaan, tidak lama lagi pemuda mampu mewujudkan mimpi bangsa. Prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa maju pada tahun 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute. Berbagai indikator telah dikemukakan lembaga itu seperti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mulai tersebar di luar Jawa. Prediksi ini bisa terwujud jika postur SDM bangsa, utamanya para pemuda, diberi kesempatan seluas-luasnya untuk belajar sejak dini di pusat-pusat keunggulan iptek dan inovasi dunia.

Sejarah menunjukkan,  kaum belia lebih tangguh mengendalikan semangat zaman. Mereka berani membuat terobosan dan inovatif. Orangtua sering menyatakan,  anak muda  seperti peribahasa ”kaduk wani kurang deduga” yang berarti kelewat berani tapi kadang-kadang kurang perhitungan. Itulah kekuatan, kelemahan dan sekaligus keajaiban  kaum muda.

Indonesia membutuhkan terobosan atau langkah yang tidak biasa. Peran penerobos sangat tepat dilakukan kaum muda. Perlu memperbarui konsep Indonesia Incorporated yang bernuansa muda, yang sesuai dengan semangat zaman di mana tulang punggung ekonomi masa depan, ekonomi kreatif. Saatnya pemuda menggelorakan optimisme Indonesia secara konkret dengan membangkitkan sel-sel kreatif hingga desa.

Pakar proses kreativitas Daniel L Pink menyatakan bila ingin maju harus melengkapi kemampuan teknologi (high-tech) dengan hasrat mencapai tingkat “high concept” dan “high touch.” High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan emosional, mengenali pola-pola dan peluang, menciptakan narasi yang indah dan menghasilkan temuan-temuan.

High touch kemampuan berempati, memahami esensi interaksi manusia, dan menemukan makna. Dalam konteks ini, diperlukan inovasi teknologi sebagai aspek high-tech guna mendorong high concept dan high touch  bagi cluster ekonomi kreatif kaum muda.

Besarnya jumlah pemuda merupakan potensi dan risiko berat.  Mulai tahun 2020 sampai 2035, Indonesia akan menikmati era langka bonus demografi (BD). Jumlah usia produktif diproyeksikan mencapai 64 persen total jumlah sebesar 297 juta.

BD analog pisau bermata dua. Di satu sisi merupakan potensi atau peluang sangat strategis sebuah negara untuk percepatan pembangunan ekonomi dengan dukungan ketersediaan SDM usia produktif melimpah. Namun jika salah kelola, bukan bonus, tetapi bisa menimbulkan malapetaka sosial.

Rasio sederhana BD dapat digambarkan, setiap 100 penduduk terdapat 64 orang berusia produktif. Sisanya 46 orang anak-anak dan lansia. Rasio usia produktif di atas 64 persen sudah cukup untuk bergerak menjadi negara maju. Itu rasio usia produktif terbaik dari 2020 sampai 2035.

Proyeksi
Data demografi klop dengan proyeksi lembaga riset Internasional, McKinsey Global Institute yang memperkirakan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi paling stabil dunia, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh pada tahun 2030.

Segenap bangsa berkewajiban mencetak pemuda santun, cerdas, inspiratif dan berprestasi. Perlu menekankan arti penting kemandirian dan kreativitas pemuda. Peringatan Sumpah Pemuda kemarin masih diwarnai dengan maraknya penyakit sosial yang melibatkan pemuda.

Tak bisa dimungkiri, semakin banyak pemuda teralienasi dengan tantangan zaman karena pemerintah kurang serius memberi fasilitas untuk berkarya nyata. Akibatnya, banyak pemuda yang hari-harinya terasa menjemukan dan sumpek karena minimnya prasarana atau ruang kreativitas. Padahal dalam era sekarang ekonomi kreatif bisa tumbuh subur jika distimulasi adanya ruang kreativitas dan kursus-kursus atau workshop gratis bagi pemuda.

Daya saing suatu bangsa ditentukan kemampuan berkreasi dan berinovasi sesuai dengan tren dunia. Seperti tergambar dalam kajian lembaga pendidikan terkemuka Amerika, Harvard Business. Dia menekankan pentingnya mendorong daya saing pemuda di bidang sistem inovasi dan produksi. Tak pelak lagi, situasi dunia semakin membutuhkan SDM muda yang inovatif dan ulet berbisnis untuk menghalau krisis.

Perlu membangun ruang kreatif bagi pemuda. Negeri ini membutuhkan sebanyak-banyaknya tokoh muda innovator baik tingkat dunia maupun lokal. Pada prinsipnya sumber inovasi baik produk ataupun proses merupakan area belajar (learning).  Tujuannya agar pemuda mampu berinovasi. Di sini diperlukan upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya dengan memperkuat kapasitas learning.

Kapasitas inovasi akan membaik jika daya kreativitas pemuda ditumbuhkan dengan membangun berbagai infrastruktur. Dalam persaingan global yang sangat ketat perlu right brain training untuk menumbuhkan daya kreativitas pemuda.

Modus kreativitas bisa lahir dari berbagai disiplin ilmu lalu bersenyawa menjadi produk hebat.