Jumat, 30 Juni 2017

Optimasi Peran Diaspora

Optimasi Peran Diaspora

Oleh : Bimo Joga Sasongko  *)

Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama dijadwalkan hadir untuk membuka Kongres Diaspora Indonesia ke-4 di Jakarta. Tujuan utama kongres untuk menghimpun potensi yang dimiliki Diaspora Indonesia agar bisa memberikan nilai tambah dan pemikiran bagi pembangunan di Tanah Air.
Dialektika kehidupan dan gaya kepemimpinan Obama sangat menginspirasi masyarakat dan Diaspora Indonesia. Konektivitas dunia yang berkembang pesat menjadikan negara seolah tanpa batas. Warga dunia semakin mudah menjalin kerjasama dan bekerja di negara lain.
Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya  menjadikan bangsa ini memiliki jumlah diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India.
                Diaspora adalah penghasil devisa yang sangat signifikan. Peran diaspora Indonesia juga penting dalam proses global brain circulation yang sangat menentukan bagi pengembangan iptek dan pendidikan. Begitupun promosi industri budaya dan produk nasional bisa tersebar ke seantero dunia lewat diaspora.
                Untuk mewujudkan hal diatas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi  bangun negeri dengan kiprahnya masing-masing di luar negeri. 
Kongres Diaspora Indonesia adalah perhelatan yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali oleh IDNG. Jaringan ini dibentuk saat kongres Diaspora Indonesia yang pertama di Los Angeles pada 2012. Kongres ke-4 kali ini untuk membahas berbagai isu ekonomi, sosial dan budaya. Dengan tujuan meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia di tanah air maupun di luar negeri.
Kementerian Luar Negeri RI perlu membuat sistem informasi dan menerbitkan kartu Diaspora Indonesia untuk memetakan secara detail  kiprah dan potensi.Terutama spesialisasi profesi dan domisili diaspora. Sistem informasi dan pembuatan kartu untuk memberikan dukungan kepada para diaspora terkait aktivitasnya di luar negeri. Seperti misalnya dukungan fasilitas yang diberikan mereka dalam bentuk insentif dalam bisnis maupun investasi.
Sistem informasi dan kartu diaspora harus diikuti dengan kebijakan yang konkrit untuk membantu para diaspora yang kini menjadi pekerja migran. Eksistensi IDNG harusnya bisa bantu pekerja migran yang kini butuh sistem kontrak mandiri. Kontrak mandiri merupakan proses penempatan tanpa memakai jasa komersial yakni  PJTKI/PPTKIS  di dalam negeri atau pihak agensi di negara penempatan.
Kontrak mandiri sangat dibutuhkan pekerja migran agar mereka tidak lagi terkena overcharging sebagai imbas langsung penempatan oleh PJTKI dan agensi.  Hal itu juga bisa menghemat biaya penempatan buruh migran. Kontrak mandiri juga bisa membuat pekerja migran menjadi lebih tangguh dan lincah karena tertantang untuk terus mengembangkan diri. Mestinya pemerintah Indonesia jangan kalah dengan Filipina yang telah memberi kebebasan bagi warganya yang menjadi diaspora dalam hal kontrak mandiri jika bekerja di luar negeri.
Pemerintah bersama IDNG harus segera merumuskan peta jalan untuk  mengoptimasikan  peran diaspora dan memperbanyak jumlahnya hingga menjadi  tiga besar dunia. Hal itu tentunya membutuhkan strategi dan skema pembiayaan yang konsisten. Perlu program untuk mentransformasikan Diaspora Indonesia yang kini berprofesi sebagai  penata laksana rumah tangga (PLRT) berubah menjadi TKI formal dengan kompetensi serta lebih bermartabat dan bernilai tambah.
Para diaspora juga sangat penting untuk membantu merumuskan jenis profesi di luar negeri yang bisa diambil oleh WNI berpendidikan yang kini banyak menganggur. Seperti misalnya SDM kesehatan khususnya perawat yang terpaksa menganggur atau kerja tak menentu sebagai pegawai honorer. Sebaiknya mereka diarahkan menjadi pekerja migran. Hal ini tentunya perlu pemberian fasilitas pembiayaan. Sudah waktunya perbankan nasional menyiapkan plafon kredit. 
Kini Diaspora Indonesia banyak yang berperan penting dalam berbagai profesi dan bidang keilmuwan. Seperti diaspora di Malaysia yang tergabung dalam Indonesia Brain Gain (IBG) Association Chapter Kuala Lumpur yang telah menerbitkan buku yang bertajuk Indonesia Brain Gain. Buku ini membahas  tentang industri energi, penerbangan, inovasi teknologi, kewirausahaan, produk halal dan trend  global.
Tak pelak lagi, diaspora saat ini makin mendapatkan perhatian serius oleh semua negara. Posisi penyumbang diaspora terbesar dunia kini ditempati Tiongkok dan posisi kedua ditempati India. Kedua posisi ini seiring dengan total populasi kedua negara tersebut. Diaspora Indonesia layak belajar dari diaspora Tiongkok maupun India. Banyak diantaranya yang  berhasil menjadi  pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri.
Diaspora memiliki peranan penting dalam mempromosikan Indonesia di negara-negara lain. Diaspora Tiongkok mampu berkontribusi bagi negaranya sekitar  780 miliar dollar AS setiap tahunnya. Sedangkan diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar 180 miliar dollar AS. Sementara diaspora Indonesia pada 2016 baru bisa mendatangkan devisa sekitar 9 miliar dollar AS.
Semangat voluntarisme dari para diaspora harus terus difasilitasi agar mereka tetap memiliki kecintaan pada Tanah Air dan berbakti nyata demi pembangunan  Indonesia. 
Saatnya peningkatkan human capital investment dengan mencetak sebanyak mungkin Diaspora Indonesia yang unggul dan berkompeten. Karena permasalahan terkait dengan pekerja migran menyangkut tingkat pendidikan dan kompetensi yang memadai.  Indonesia harus malu karena standar kompetensi pekerja migran asal Filipina rata-rata lebih tinggi. Karena sistem sertifikasi dan standar kompetensi disana lebih kredibel, cepat berkembang dan tertata dengan baik.
Trend global menunjukkan bahwa jumlah wirausaha dari kalangan pekerja migran saat ini berkembang pesat. Para diaspora sedang bertransformasi menjadi pengusaha atau wirausaha. Ada fenomena yang sangat menarik dan bisa dijadikan model yang bagus. Yakni semakin banyaknya pekerja migran dari berbagai negara yang menjadi wirausaha di Jerman. 
Menurut laporan Bank Pembangunan Jerman, seperlima perusahaan baru di Jerman didirikan oleh para enterpreneur muda dari kalangan pekerja migran. Para migran di Jerman banyak punya gagasan bisnis yang konkrit dan berhasil meluncurkan produk baru ke pasaran. Mereka sekaligus membuka lapangan kerja baru. Para migran menjadi pengusaha dalam usia jauh lebih muda. Sekitar 48 persen wiraswasta berlatar belakang migran berusia di bawah 30 tahun. Mereka kebanyakan langsung mendirikan perusahaan begitu menyelesaikan pendidikan.


*) BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE).  Pendiri Euro Management Indonesia.

Selasa, 13 Juni 2017

Terobosan Strategis untuk Siswa Berbakat

Baru saja Sekolah Menengah Atas (SMA) melakukan wisuda bagi siswa yang dinyatakan lulus. Begitu pula dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA). Tahun ini sebanyak 1.812.407 siswa SMA dan MA dinyatakan lulus. Sedangkan siswa SMK yang dinyatakan lulus berjumlah 1.323.160 orang.
              Setiap tahun banyak siswa berbakat atau memiliki prestasi luar biasa tetapi belum tertangani dengan tepat. Bahkan di antara mereka banyak yang tidak diterima di perguruan tinggi karena faktor terbatasnya kursi bagi prodi tertentu.
              Melihat angka Hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2017, kita bisa melihat masih banyak siswa berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan. Jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi pada 78 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia sebanyak 101.906 siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Panitia Pusat dari jumlah pendaftar sebanyak 517.166 siswa.
              Begitu juga dengan Panitia Pusat Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Saat ini daya tampungnya cuma mencapai 128.085 kursi. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta yang ada juga memiliki daya tampung yang terbatas. Oleh karena itu, perlu terobosan yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri.
              Berbagai skema pengiriman siswa berbakat perlu dibuat. Seperti skema beasiswa dari negara lewat LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), beasiswa pemerintah daerah, maupun pengiriman secara mandiri oleh para orang tua yang memiliki kemampuan dana. Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing, seperti bahasa Jerman, Prancis, atau Jepang.
              Karena pengajaran bahasa tersebut kini tidak ada lagi di SMA. Selain itu, konsultan pendidikan internasional bisa membantu memberikan materi matrikulasi untuk menyesuaikan materi ajar dan memberikan gambaran tentang budaya dan kondisi social dari negara yang akan dituju.
              Selain itu, juga membantu para siswa untuk mendapatkan akomodasi hingga pendampingan bila mana perlu. Perlu navigator yang bisa membuka jalan bagi anak muda bangsa untuk menatap dunia. Selain navigator juga perlu lembaga yang bisa mumpuni membantu lulusan SMA untuk melewati ujian kemampuan berbahasa asing. Juga membantu dalam proses test untuk memasuki perguruan tinggi di luar negeri.
              Navigator diperankan oleh lembaga atau konsultan pendidikan internasional yang mampu mengarahkan lulusan SMA menuju negara-negara maju yang menyediakan pendidikan tinggi gratis dengan syarat masuk yang tidak rumit. Fungsi lembaga di atas termasuk memfasilitasi dan membantu mengurus aplikasi visa, aplikasi studinya, workshop dan faktor kemahiran bahasanya.
Negara maju seperti Jerman dan Prancis selama ini memilki sejumlah perguruan tinggi terkemuka yang tanpa membayar uang kuliah alias gratis.
              Selain membantu penguasaan bahasa asing dan prosedur test masuk perguruan tinggi di luar negeri perlu juga staf pendampingan siswa jika sudah dinyatakan diterima. Pendampingan dimaksudkan untuk pengenalan budaya dan infrastruktur kota, dan membantu proses matrikulasi mata pelajaran sehingga mahasiswa asal Indonesia itu bisa efektif pada tahun pertamanya.
              Sekadar gambaran singkat, bahwa belajar di Jerman dan Prancis sebenarnya tidak mahal. Para orangtua cukup membayar untuk biaya administrasi pengurusan studi ke luar negeri seperti konsultasi pemilihan studienkolleg, legalisir dokumen akademik di Kedutaan, pengurusan tes masuk Studienkolleg di Jakarta dan Jerman. Kemudian pendaftaran ke perguruan tinggi di Jerman atau Prancis, pengurusan paspor, pengurusan visa belajar dan lainnya.
              Selama ini Indonesia masih kalah dibanding dengan Malaysia yang telah mengirim 60 ribu orang dari 30 juta jiwa penduduk Malaysia. Sementara Korea Selatan telah mengirimkan 120 ribu anak mudanya kuliah di perguruan tinggi favorit di luar negeri dari jumlah penduduk 30 juta lebih. Tiongkok lebih hebat lagi. Jumlah anak mudanya yang sekolah ke Eropa dan negara-negara maju lainnya mencapai 1 juta orang.
              Sebaiknya napak tilas program pengiriman siswa lulusan SMA berbakat dari seluruh Indonesia, untuk belajar di negara maju, yakni di Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Program di atas adalah success story Program Beasiswa BJ Habibie yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan Teknologi Periode 1992-1996. Tentunya perlu diadopsi lagi sesuai dengan kondisi terkini.
              Sejak Januari 2017 menjadi era baru bagi sekolah SMA/SMK. Amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah provinsi. Bagi pemerintah provinsi, kebijakan pengalihan kewenangan pengelolaan di atas merupakan dan sekaligus memberikan kesempatan baik untuk kepentingan dua hal: redistribusi dan penyetaraan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
              Kemudian, membuat program terobosan yang perlu dilakukan. Bermacam terobosan perlu dilakukan sendiri oleh pemprov. Seperti halnya terobosan yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengirimkan puluhan siswa SMA berbakat ke Amerika Serikat untuk mengikuti olimpiade penelitian internasional.
              Para pelajar tersebut telah diseleksi melalui ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan Kemendikbud dan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) oleh LIPI. Para pelajar berbakat tersebut mengikuti kompetisi penelitian tingkat internasional bernama Intel-International Science EngineeringFair (ISEF) di Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan Mei ini.
              Kebangkitan Iptek nasional bisa berkelanjutan jika ditopang dengan tradisi ilmiah yang kokoh dari para remaja berbakat yang duduk di sekolah menengah. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh kaum remaja adalah investasi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini. Para ilmuwan remaja yang tergabung dalam wadah kelompok ilmiah remaja (KIR) sekolah menengah adalah calon ilmuwan unggul.
              Di masa lampau di antara ribuan remaja anggota KIR itu banyak yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ Habibie untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Kini, di antara mereka telah berperan penting dalam berbagai proyek infrastruktur dan program Iptek nasional.


Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)