Selasa, 04 Juli 2017

Diaspora dan Potensi Outsourcing Global

Oleh Bimo Joga Sasongko

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 di Jakarta dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama. Tujuan utama kongres adalah untuk menghimpun potensi yang dimiliki para diaspora Indonesia agar bisa memberikan nilai tambah dan pemikiran strategis bagi pembangunan di Tanah Air.
                Istilah “diaspora” berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti penyebaran atau penaburan. Dalam konteks pergerakan warga negara, diaspora merujuk pada penduduk yang menetap di negara lain karena berbagai faktor, misalnya mencari penghidupan yang lebih baik. Dalam perkembangan globalisasi, diaspora menjadi kekuatan ekonomi baru bagi suatu bangsa.
                Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya menjadikan bangsa ini memiliki jumlah diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India. Peran diaspora sangat penting untuk ikut memperluas lapangan kerja di Tanah Air dengan cara menangkap potensi outsourcing global. Potensi tersebut selama ini banyak dinikmati oleh India dan Tiongkok. Para diaspora dari dua negara tersebut sangat gigih merebut potensi outsourcingglobal untuk diarahkan ke negaranya.
                Untuk mewujudkan hal di atas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi mengarahkan rezeki globalisasi outsourcing ke Tanah Air. Untuk itu pemerintah harus memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini.
                Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang yang dibutuhkan outsourcing global. Biasanya para diaspora lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.
                Apalagi Presiden Jokowi memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Untuk itu disiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan pemerintah. Hal itu mengingat jumlah angkatan kerja yang kian bertambah dari tahun ke tahun.
                Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di Indonesia tahun 2016 mencapai angka 127,8 juta jiwa. Jumlah pengangguran akan mengalami penurunan yang berarti berkat outsourcing. Dengan itu para fresh graduate juga mendapatkan pelatihan kerja secara insentif sebelum disalurkan ke perusahaan rekanan.
                Pelaku usaha outsourcing hendaknya jalankan bisnisnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) membenahi standar kualifikasi perusahaan. Juga perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standardisasi manajemen fee, dan hal teknis lainnya.
                Hal itu agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan, maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama. Pemerintah bersama asosiasi dan organisasi buruh perlu program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing (BPO). Sehingga usaha outsourcing tidak kalah dengan Negara tetangga seperti Filipina. Negara tetangga ini mampu mendapatkan peluang usaha tersebut hingga mencapai US$ 25 miliar dalam satu tahun. Bidang outsourcing yang berpotensi didapat dari pasar global antara lain sektor grafis, animasi, aplikasi software.
                Sektor ketenagakerjaan kini ditentukan oleh perkembangan bisnis global yang sangat dinamis. Ditandai dengan migrasi tenaga kerja antarnegara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa tenaga kerja lokal harus meningkatkan kompetensi dan kemampuan berbahasa asing.
                Tak bisa dimungkiri perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata para kepala daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Di mana ada jenis profesi kerja yang sudah ketinggalan zaman tetapi luput dari perhatian.
                Sedangkan jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan belum dipersiapkan secara baik. Pemerintahan dituntut lebih efektif meningkatkan daya saing tenaga kerja. Apalagi pada era 2020 hingga 2030 terjadi fenomena bonus demografi, di mana usia produktif penduduk Indonesia mencapai puncaknya.
                Bonus demografi harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM bangsa terutama bagi kaum buruh. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6% dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.
                Meningkatnya jumlah penduduk pada 2035 tersebut menjadikan Indonesia negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Idealnya era tersebut menjadi momentum untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi dan daya saing ketenagakerjaan yang berstandar global.
                Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh. India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Karena SDM di sana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.
                Memajukan usaha outsourcing harus disertai pembenahan SDM perdesaan. Untuk membenahi SDM perlu terobosan yang luar biasa. Dan berani banting setir dengan program pembangunan yang ada. Masalah pemerataan pembangunan yang paling krusial terdapat di perdesaan. Kebangkitan nasional yang paling esensial adalah dengan cara membangkitkan SDM di perdesaan. Dan membangkitkan proses nilai tambah terhadap sumber daya alam (SDA) yang tersedia di masing-masing daerah.
                Saatnya membangkitkan SDM di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau kabupaten yang masih terbelakang. Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM perdesaan lewat pendidikan. Seperti yang pernah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, agar mengirim para lulusan SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah di Jepang guna mendalami teknologi budidaya mutiara dan proses nilai tambahnya. Terobosan memberikan beasiswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperluas.
               

Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)



Senin, 03 Juli 2017

Bimo Sasongko Persiapkan Sejuta Anak Bangsa Belajar ke Pusat-Pusat Peradaban di Dunia

Oleh Anwar Tandjung

Bermula dari keresahan melihat pemerintah bangsa indonesia yag belum maksimal mengurusi pendidikan ke arah yang lebih baik, Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA (sang penerima penghargaan Top Eksekutif Muslim 2017 dari Majalah Ibadah yang bekerjasama dengan Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia-IPEMI), yang waktu itu sedang melaksanakan program MBA-nya di Pforzheim University of Applied Science Fachhochschule (FH), Pforzheim, Jerman, merasa prihatin dan tertantang untuk ikut serta berkonstribusi memajukan Indonesia lewat sebuah pendidikan nonformal. Institusi itu kemudian muncul dengan nama Euro Management Indonesia (EMI).
Institusi yang fokus pada konsultan pendidikan internasional itu, sejak berdirinya pada tahun 2003, hingga kini terus berkembang, baik secara fisik maupun non fisik. Mulai dari pengiriman beberapa Siswa ke negara Jerman dan Prancis, kini sudah lebih dari 2000 siswa yang melanjutkan studi ke Inggris, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Spanyol dan Jepang. Mulai dari beberapa karyawan hingga ratusan karyawan. Dari tempat yang terbatas, sampai beberapa ruang belajar dan kantor yang cukup representatif, yang kini berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Program Beasiswa
Pendidikan adalah suatu yang wajib bagi suatu kemajuan bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan MEA ini. Agar Indonesia dapat bergabung dengan negara-negara maju lain, SDM Indonesia haruslah berkualitas. Untuk itu, Bimo Sasongko, CEO dan Founder dari EMI yang juga merupakan Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) memfasilitasi beberapa program bagi anak bangsa, salah satunya adalah program beasiswa belajar lima bahasa asing (Jerman, Prancis, Inggris, Belanda dan Jepang)
Terhitung sejak tahun 2016 (Q2, 2017) sudah lebih dari 3000 partisipan yang mengikuti program ini. Mereka terdiri dari SLTA, Mahasiswa, Jurnalis, PNS, Pegawai BUMN dan Guru yang masing-masing berjumlah 1000-an lebih.
Walaupun pemerintah sejak lama memberikan program beasiswa, tapi sifatnya sangat terbatas hanya untuk S2 dan S3. Untuk S1 masih sangat minim. Padahal belajar diluar negeri sejak masa muda itu sangat penting. Karena masih bersifat fleksibel, belum memiliki tanggungan dan tidak memiliki banyak beban. Untuk itu, Bimo Sasongko lewat Euro Management menargetkan (hingga tahun 2030) bisa mengirimkan 1 Juta anak bangsa ini menuntut ilmu ke luar negeri. Program Beasiswa ini, dulu pernah dilakukan oleh Pak Habibie pada tahun 1980 dan berhenti 1988 karena persoalan politik.
Hal ini sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena bukan hanya mengadopsi keilmuannya saja, tetapi juga cara berpikir dan budaya positifnya, agar peradaban bangsa Indonesia dapat lebih berkembang dan maju.

Menggalang Umat Islam Untuk Maju
Kemajuan suatu bangsa atau ummat, salah satunya ditentukan dengan pendidikan. Kalau pendidikannya lemah, bangsa dan ummatnya akan menjadi ejekan, injakan, dan jajahan bangsa dan ummat lain yang lebih maju.
Kelemahan umat Islam (dari dulu) adalah yang tak lagi mementingkan pendidikan (formal non-formal, terlebih ilmu pengetahuan alam). Bimo mengajak, ummat Islam haruslah belajar. Harus maju.
Walaupun banyak tantangan, menggerakan ummat Islam supaya belajar dan maju haruslah beerjalan terus. Hanya dengan ilmulah kita bisa maju dan menguasai dunia. Seperti halnya pada peradaban keemasan Islam dahulu. Peradaban Keilmuan Islam yang disegani dan mampu menhjadi inspirasi negara-negara Barat untuk mengirimkan para sarjananya mempelajari budaya dan keilmuan Islam. Karena terlena, hingga saat ini ummat Islam dikuasai.

Untuk membangkitnya lagi, belajar ilmu pengetahuan di dunia Barat disertai dengan keimanan dan nasionalisme yang tinggi, adalah salah satu caranya. Langkah itulah yang ditempuh Bimo Sasongko lewat Euro Management-nya.


Pengembangan SDM Polri



Pengembangan SDM Polri
Oleh Bimo Joga Sasongko
Peringatan Hari Bhayangkara ke-71 pada 1 Juli diwarnai dengan tantangan yang makin kompleks. Kini seluruh jajaran Polri dituntut lebih profesional. Sesuai dengan makna lambang kepolisian yang bernama Rastra Sewakotama. Yang berarti Polri adalah abdi utama dari pada nusa dan bangsa. Sebutan itu adalah brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup segenap Polri. 
Sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat harus menghindari sikap sebagai penguasa. Ini sejalan dengan prinsip dasar kepolisian di semua negara yang disebut new modern police philosophy
Penugasan penting Presiden kepada Kapolri Tito Karnavian menekankan pengembangan karir dan SDM Polri secara progresif. Sehingga kompetensi personel diseluruh lini bisa berkembang dengan baik. 
Presiden Jokowi meminta agar Kapolri melakukan reformasi total demi kesempurnaan organisasi. Kompetensi sebaiknya menjadi kata kunci bagi Kapolri dalam menyempurnakan organisasi. 
Istilah kompetensi dalam kamus bahasa Inggris Webster mendefinisikan “Competence” sebagai kondisi yang cocok, cukup dan tepat (suitable, sufficient and fit). Istilah tersebut menggambarkan tugas-tugas yang menjadi elemen dari sebuah pekerjaan. Istilah ini berasal dari Management Charter Initiative, Inggris pada 1988 yang menyatakan bahwa kompetensi didefinisikan secara resmi sebagai; “kemampuan seseorang untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam konteks tertentu. Dan kemampuan untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan ke konteks yang baru dan atau berbeda. 
Sistem rekrutmen dan pendidikan SDM Polri perlu dibenahi karena pelaku dan modus kejahatan semakin canggih dan memerlukan teknologi dan lintas disiplin ilmu. Prestasi dan kompetensi yang tinggi pada diri Kapolri saat ini merupakan hasil dari sederet pendidikan dan penugasan di luar negeri yang pernah dia tempuh. Antara lain pendidikan di University of Exeter di Inggris yang meraih gelar MA dalam bidang Police Studies. Dan meraih PhD di Nanyang Technological University, Singapura. Hampir seluruh pendidikan dan kursus kepolisian yang terbaik di dunia pernah diiikutinya. Sederet pendidikan dan penugasan di luar negeri itu sangat membantu tugas dan menunjang prestasi. 
Sistem perekrutan di Polri mesti dibenahi secara mendasar. Sistem perekrutan pada berbagai jenjang sebaiknya dilakukan secara transparan. Tidak boleh lagi terjadi kolusi dan nepotisme dalam sistem rekrutmen. Selama ini dalam organisasi Polri ada empat sumber perekrutan. Yakni rekrutmen Tantama (Khusus Brimob dan Polair), Bintara, Perwira Akademi Kepolisian dan Perwira Sumber Sarjana, dengan syarat dari umur 18 hingga 22 tahun. 
Sistem rekrutmen SDM Polri berbasis empat nilai dasar yang menjadi pedoman berdasarkan universalitas watak peran dan fungsi dari institusi ini. Empat nilai dasar tersebut adalah integritas, akuntabilitas, legitimasi, dan bisa dipercaya. Empat nilai dasar yang universal tersebut tentu harus dikontekstualiasikan dengan situasi empirik pemolisian di negeri ini. 

“Merit System” 
Agenda Kapolri Tito untuk memotivasi personel atau SDM Polri sebaiknya menerapkan Merit system. Selama ini Polri belum sepenuhnya menerapkan Merit System dalam pengembangan karir dan kompetensi. Hingga kini masih berlaku sistem Time Based atau sistem yang sangat konvensional. Dalam arti ada waktu tertentu yakni antara empat sampai dengan lima tahun diberlakukan kenaikan satu pangkat bagi setiap anggota Polri. Memang ada persyarat an tambahan untuk bisa naik pangkat, yaitu dengan kewajiban menjalani pendidikan tertentu dan tidak bermasalah dalam dinas. Namun hal itu lebih bernuansa hanya formalitas belaka, bukan untuk peningkatan kompetensi yang esensial. Merit System memacu anggota Polri untuk selalu meningkatkan kompetensinya, lebih berinovasi dan kreatif agar mempunyai kelebihan dibanding rekan lainya. 
Merit System seharusnya segera diterapkan secara sistemik di seluruh Polres sehingga mendorong terciptanya personil yang memiliki kinerja baik. Proses wanjak di Polres harus didasarkan pada pertimbangan yang matang sehingga setiap penempatan personil akan terwujud “the rihgt man in the right job in the right time”. Untuk menempatkan personil pada jabatan tertentu, misalnya jabatan Kanit Lantas di Satlantas maka personil yang bersangkutan harus memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan dalam jabatan Kanit Lantas tersebut. Hanya personil yang memenuhi standar kompetensi jabatan itulah yang dapat ditempatkan pada posisi tersebut. 
Polri kini juga membutuhkan kerja sama dan pendidikan global bagi para perwira. Jika hanya mengandalkan pendidikan dan kursus di dalam negeri saja tentunya tidak memadai. Selain masalah pembenahan integritas, personil kepolisian juga perlu pengembangan kompetensi dan profesionalitas untuk 400 ribu personel Polri. 
Saat ini postur SDM Polri terkendala oleh komposisi struktur yang 90 persen terdiri dari kepangkatan bintara ke bawah yang memiliki kapasitas dan ketrampilan pemolisian yang minim dan dengan tingkat kesejahteraan yang kurang memadai. Sedangkan perwira Polri yang persentasenya sekitar 10 persen juga belum memiliki pola pengembangan profesi yang sesuai dengan tantangan jaman. 

Level Perwira 
Untuk mengatasi disparitas karir dan kompetensi itu perlu sistem pengembangan SDM Polri pada level perwira dengan berbagai program pendidikan di luar negeri. Untuk itu perlu penguasaan bahasa asing dan memilih perguruan tinggi di LN yang tepat untuk pendidikan para perwira Polri. 
Kompetensi Kapolri Tito yang sarat pendidikan internasional dan kerjasama global tentunya menjadi pengalaman berharga untuk melakukan pengembangan SDM Polri. 
Kapolri setiap saat perlu meningkatkan kemampuan Densus 88 yang menjadi ujung tombak personel anti teroris. Penanganan terorisme di negeri ini sangat membutuhkan kerja sama bilateral dan multilateral. Dalam konteks global, Kapolri sebaiknya lebih proaktif dalam penguatan dan peningkatan kerjasama ASEANAPOL (Asean National Police) yang merupakan sebuah organisasi kepolisian ASEAN yang terbentuk pada tahun 1981, terdiri dari 10 negara anggota ASEAN dan semenjak 2010 mempunyai sekretariat tetap di Kuala Lumpur.
Untuk mewujudkan ASEANAPOL yang tangguh dibutuhkan komitmen kuat di antara negara anggota ASEANAPOL dalam hal SDM kepolisian agar keamanan ASEAN dan pemberlakuan ASEAN Community bisa berlangsung dengan baik. 
Postur dan kompetensi SDM Polri mesti ditingkatkan dalam waktu yang singkat karena modus terorisme telah berubah menjadi aksi individual yang lepas dari kelompok atau organisasi terorisme. Terorisme individual bisa tumbuh secara sporadis dan beraksi tiba-tiba tanpa bisa diantisipasi.

Penulis, Lulusan North Carolina State University, USA. Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE