Jumat, 01 September 2017

Pernyataan Sikap dan Aksi Nyata IABIE Terkait Krisis Kemanusiaan dan Genosida Terhadap Etnis Rohingya di Myanmar

Pengurus IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) prihatin dan mengutuk keras terjadinya krisis kemanusiaan dan peristiwa genosida terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Hadapi tragedi kemanusiaan tersebut tidak cukup hanya dengan pernyatan sikap belaka, perlu aksi nyata untuk atasi duka nestapa etnis Rohingnya. Serta perlu tindakan keras terhadap rezim dan pihak yang terlibat tindakan biadab dan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut. 

IABIE berseru saatnya Bangsa Indonesia buktikan bahwa nasionalisme Indonesia sejatinya adalah perikemanusiaan. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Presiden RI pertama Soekarno dan para pendiri bangsa lainnya. Bahwa hakekat nasionalisme Indonesia bukan mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi haruslah mencari selamatnya manusia di seantero dunia.

                Saatnya bangsa Indonesia buktikan bahwa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang merupakan sila kedua Pancasila sebagai Dasar Negara benar-benar telah dihayati oleh segenap bangsa.
Siapapun warga bangsa yang mengaku sebagai Pancasilais sejati mestinya tergerak dan berbuat secara konkrit. Bukan berpangku tangan dan hanya menjadi penonton. Sila Pancasila yang telah dikagumi dunia sejak lama dan telah menjadi nilai universal itu saatnya dibuktikan secara nyata untuk menolong etnis Rohingya yang tertindas dan terjajah.

IABIE mencatat bahwa kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Arakan, Myanmar, masih terus terjadi dan tercatat enam ribu orang telah tewas. Bangsa Myanmar berpenduduk 75 juta jiwa dan menurut PBB, etnis Rohingya yang berjumlah  sekitar 800 ribu orang di sana merupakan salah satu minoritas paling tertindas di muka bumi saat ini.
Sebagai negara mayoritas  muslim terbesar di dunia dan atas dasar kemanusiaan, pemerintah Indonesia sudah seharusnya melakukan langkah-langkah kongkrit untuk memberikan solusi konkrit dan penyelesaian mendasar terhadap masalah yang dihadapi etnis Rohingya. Sesuai dengan politik aktif luar negeri Indonesia, ikut serta dalam ketertiban dunia dan mempunyai semangat anti penjajahan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Atas peristiwa tragis dan memilukan diatas Pengurus IABIE menyatakan sebagai berikut:

1.  Mengutuk keras genosida terhadap etnis Rohingya di negara bagian Arakan (Rakhine), Myanmar. Mendesak pemerintah Indonesia dan dunia internasional untuk memberikan sangsi politik dan ekonomi kepada pemerintah Myanmar karena membiarkan kejahatan HAM berat terus terjadi.

2.  Mendesak pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dan mengusir kedutaan besar Myanmar. Mendesak Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi agar segera mengambil langkah-langkah strategis dan menjadi inisiator di Asia Tenggara dan PBB untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.
3.  Pemerintah RI hendaknya lebih proaktif membantu para pengungsi dan menyediakan lagi sebuah pulau atau kawasan khusus untuk menampung para pengungsi Rohingya yang kini masih terombang ambing penuh ketidakpastian.

4.  Berseru kepada seluruh warga bangsa dan dunia untuk boikot segala macam aktivitas  dan produk Myanmar hingga masalah Rohingya selesai dengan baik.

5.  IABIE meminta kepada komite hadiah Nobel untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang pernah disematkan kepada salah satu pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi  karena membiarkan  tragedi  kemanusiaan Rohingya terus terjadi.

6.  Mengintruksikan kepada seluruh anggota IABIE dan pihak terkait untuk melakukan aksi kepedulian dan penggalangan dana untuk rohingya dalam waktu secepat mungkin.

Demikian pernyataan sikap dan ajakan aksi nyata sebagai pembelaan dan solidaritas terhadap etnis Rohingnya yang saat ini sedang tidak berdaya dan terancam jiwanya.



Jakarta,  31 Agustus 2017





Press Release Ikatan Alumni Program Habibie Menyambut Hari Raya Idul Adha 1438 H



Makna Idul Adha Membentuk SDM Unggul Terbarukan

Perayaan Idul Adha 1438 H atau Hari Raya Kurban mengandung makna perlu pengorbanan yang tulus bagi bangsa Indonesia untuk meraih kemajuan dalam berbagai bidang. Perlu memaknai perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS dalam konteks kekinian.

Makna Idul Adha yang amat strategis adalah pengorbanan seluruh komponen bangsa demi terbentuknya SDM yang unggul dan terbarukan. SDM terbarukan memilki kompetensi, kreatifitas dan daya inovasi yang setara dengan SDM negara maju.

Pengorbanan moril dan meteriil adalah keniscayaan dalam kondisi lompatan Iptek yang berlangsung begitu cepat. Hal ini menuntut kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berkarakter.

Tantangan di masa depan mengharuskan seluruh umat manusia terlibat dalam persaingan global. Hal ini juga terkait dengan semakin tingginya pemanfaatan sumber daya alam (SDA), sehingga hanya bangsa yang siap secara teknologi yang akan banyak memetik manfaat dari SDA yang semakin langka atau tidak terbarukan.

Kekayaan SDA semata selama ini terbukti tidak mampu menyejahterakan rakyat karena SDM loyo alias kurang berkualitas. Juga kedaluarsa kompetensinya alias tidak terbarukan.  Indonesia merupakan negara yang gemah ripah loh jinawi, karena sumber daya alamnya yang kaya. Namun, karena SDM kita kurang terbarukan dan kurang memiliki karakter positif yang menjadi penciri bangsa maju, akibatnya masih harus bergelut dengan kemiskinan dan kebodohan.

Kondisi dunia yang semakin kompetitif menuntut terbentuknya warga bangsa dengan emotional quotient (EQ) yang tinggi. Pembentukan tersebut bisa lancar dengan mengartikulasikan nilai Idul Adha yang menekankan arti rela berkorban, ulet dan ikhlas berjuang demi kemajuan. Premis yang menganggap IQ merupakan hal terpenting dalam karier seseorang telah dikoreksi, karena EQ (bukan IQ) dalam kehidupan modern saat ini dianggap lebih dapat memprediksi membentuk SDM terbarukan.

Implikasinya sekolah dan perguruan tinggi yang selama ini mendidik SDM seyogianya tidak lagi berfokus pada peningkatan aspek kognitif semata. Kurikulum yang terlalu berorientasi kepada rutinitas ujian dan penekanan siswa hanya untuk menghapal mestinya bukan lagi menjadi porsi yang utama. Kemajuan teknologi tidak menginginkan manusia-manusia penghapal karena informasi kini bisa diakses dalam hitungan detik melalui internet.

            “Semangat Kurban dan Pengorbanan untuk Kemajuan Bangsa” menjadi tema penting Idul Adha 1438 H. Tersirat bahwa perayaan Idul Adha lebih besar dampak sosialnya dibandingkan dengan Idul Fitri, karena di Idul Adha sangat disarankan perintah untuk berkurban sedangkan di Idul Fitri diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Patut  mengambil teladan dari Nabi Ibrahim AS. yaitu: keikhlasan atau suatu sikap sami’na wa atho’na (ketaatan yang total), serta kehanifan (berpegang teguh pada komitmen kebenaran). Islam adalah agama kemajuan dan keunggulan. Sebagai agama kemajuan (din al hadharah), Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk mampu menampilkan kehidupan yang maju dan dinamis, bukan kehidupan yang pasif dan stagnan.

            Sesuai dengan salah satu hadist Rasulullah SAW yakni : “Barang siapa yang mampu menciptakan hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang sukses, dan jika hanya mampu menciptakan hari ini sama dengan hari kemarin, sesungguhnya dia gagal, apalagi jika gagal menciptakan hari ini lebih baik atau sama dari hari kemarin, maka dia adalah orang terhina”.Dari hadits di atas sangat jelas bahwa umat Islam harus berorientasi kepada kualitas dan dinamika kehidupan. Kehidupan umat Islam, baik secara individu maupun secara kolektif, harus bergerak maju merebut kualitas.

Prinsip di atas merupakan watak Islam yang perlu kedepankan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tercinta.  Esensi kemajuan diatas juga tergambar pada para jemaah Haji yang thawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali yang dilakukan oleh para jamaah haji. Thawaf mendidik jamaah haji agar bergerak maju dinamis dalam orbit tauhid. Konsistensi dalam bertauhid memacu gerak untuk maju dan terus bersikap optimis dalam mengejar kemajuan.⁠⁠⁠⁠

Atas perhatian dan kerjasama antara IABIE dan rekan-rekan jurnalis media massa, baik media cetak maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.




Jakarta,  31 Agustus 2017