Senin, 19 Februari 2018

Pembentukan UU Inovasi

Masih rendahnya kinerja ekspor dan investasi bukan semata akibat hambatan regulasi, birokrasi, dan infrastruktur. Setelah hambatan dihilangkan dan infrastruktur dibangun, tetapi tetap saja kinerja ekspor dan investasi belum menggembirakan.

Kini inovasi menjadi faktor yang penting untuk mendongkrak kinerja ekspor dan investasi. Untuk itu Indonesia memerlukan Undang – Undang Inovasi. Faktor inovasi adalah jawaban atas paradoks, mengapa kapasitas dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Namun, kinerja ekspor dan nilai investasi masih kalah dengan negara tetangga. Hal tersebut pernah dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo .

Sekedar catatan, Thailand mampu meraup 231 miliar dolar AS dari ekspor, jumlah itu tertinggi di Asia Tenggara . Malaysia 184 miliar dolar AS dan Vietnam mecapai 160 miliar dolar AS. Sementara Indonesia hanya 145 miliar dolar AS

Volume ekspor Indonesia sebagai besar dari sektor industri pengolahan yang bernilai tambah kecil karena kurang inovatif. Celakanya , industri pengolahan banyak memakai bahan baku impor. Contohnya , garam impor hingga plastik impor .

Masalah kinerja sektor investasi di daerah yang belum optimal juga disebabkan faktor inovasi. Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah kurang optimal karena belum menekankan aspek inovasi.

Meskipun implementasi UU Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007 telah ditunjang oleh Perda untuk membangun Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), hal itu masih belum efektif karena infrastruktur tersebut belum disertai dengan proses inovasi yang memadai.

Pembentukan UU Inovasi bisa memberi arah yang jelas  terhadap eksistensi Science Technology Park (STP) atau Taman Ilmu dan Teknologi yang kini ada di setiap kota. Menurut International Association of Science Parks (IASP), eksistensi STP harus mampu menjadi inkubator dan mendorong pembentukan perusahan yang berbasis iptek yang mengendapkan inovasi.

Didalam UU inovasi, idealnya terdapat kelembagaan , yakni Otoritas Inovasi Nasional (OIN). Bertugas mengelola dan mengembangkan secara progresif kapasitas inovasi nasional dan daerah . Otoritas juga bertanggung jawab terhadap percepatan difusi inovasi segala ini serta melakukan literasi dan edukasi. Kelembagaan OIN sebaiknya langsung di bawah Presiden .

Adanya UU inovasi diharapkan bisa mendongkrak indeks inovasi. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia kini makin tertinggal. Berdasarkan Global Innovation Indeks 2017, Indonesia berada di posisi 87 dari total 127 negara. Posisi ini hanya naik satu peringkat dibandingkan posisi pada 2016. Dibandingkan Negara di ASEAN, peringkat Global Innovation Index Indonesia juga tertinggal. Misalnya, Malaysia berada di posisi 37, sedangkan Vietnam berada di posisi 47.

Realitas rendahnya indeks inovasi tidak cukup hanya dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas P3 Iptek).

Karena belum ada lembaga tersendiri yang mengelola dan mengembangkan inovasi, sistem inovasi di negeri ini pun masih belum efektif dan kurang berdaya. Sistem inovasi sebenarnya mencakup basis iptek (termasuk aktivitas pendidikan,aktivitas litbang,dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitas-aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan nonbisnis serta masyarakat umum ), dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.

Eksitensi OIN mampu menyinergikan tiga unsur utama dalam sistem inovasi, yakni pertama unsur kelembagaan (litbang,pendidikan,industri,intermediasi,keuangan,atau perbankan). Unsur kedua adalah jejaring kelembagaan sistem inovasi. Dan unsur yang ketiga adalah instrumen kebijakan berupa perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pembiayaan inovasi (misalnya,modal ventura), pengelolaan risiko teknologi, standardisasi,dan sertifikasi.

Pembiayaan inovasi nasional pusat dan daerah membutuhkan dana yang cukup besar ,perlu dibentuk innovation fund semacam dana abadi. Dana itu diharapkan berasal dari APBN/APBD ,CSR  perusahaan dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam ataupun luar negeri . Dana tersebut sebaiknya dikelola oleh badan otonom .

Betapa rendahnya investasi nasional dalam penelitian dan pengembangan yang kini kurang dari 0,1 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini tentunya menghambat kapasitas Indonesia untuk berkembang menjadi negara maju.

Solusi persoalan daerah tidak cukup dengan pembangunan infrastruktur . Yang lebih penting adalah melahirkan berbagai macam inovasi dari dan untuk masyarakat.  Pembentukan Citizen Innovation Laboratory atau laboratorium inovasi warga seperti yang ada di DKI Jakarta perlu ditiru daerah lainnya. Laboratorium itu bisa melahirkan ribuan penggerak inovasi warga.

Presiden Joko Widodo meminta agar inovasi layanan publik harus mendapat perhatian lebih. Keberadaan OIN mampu membenahi manajemen inovasi nasional dan daerah agar lebih efektif dan bisa diakses seluas-luasnya oleh publik.

Manajemen inovasi merupakan disiplin yang berkaitan dengan pengelolaan inovasi dalam proses produk dan pelayanan , organisasi, hingga pelanggan dan pasar. Target dan tujuan manajemen inovasi adalah memungkinkan  organisasi untuk merespons berbagai peluang dan menggunakan upaya kreatif untuk memperkenalkan ide-ide, proses, atau produk serta layanan baru. Dengan adanya manajemen inovasi yang baik, bisa memicu dan mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif dari segenap bangsa.


Hasil inovasi teknologi tepat guna tingkat kabupaten/kota sebaiknya segera ditransformasikan menjadi wahana difusi inovasi.  Dalam domain sosial, difusi inovasi bagian penting proses pembangunan manusia. Kini inovasi merupakan bagian kuning telurnya pembangunan SDM suatu negara maju.
Komang Wirawan 
Lulusan RWTH Aachen University

Bimo Joga Sasongko
Lulusan FH Pforzheim Jerman




Rabu, 14 Februari 2018

Arti Penting Asia Selatan Bagi Indonesia

Oleh Bimo Joga Sasongko

Presiden Joko Widodo telah melakukan kunjungan kerja ke negara-negara di kawasan Asia Selatan. Dalam kunjungan itu Presiden mengetahui bahwa pasar ekspor di Asia Selatan masih belum digarap dengan baik.
 Setelah kunjungan kerja ke Asia Selatan, Presiden menyampaikan kekecewaannya terkait dengan kinerja ekspor yang menjadi tugas dan lingkup tanggung jawab Kementerian Perdagangan. Presiden kecewa lantaran nilai ekspor RI ketinggalan jauh dari negara tetangga yang tergabung dalam Asean.

 Kinerja ekspor Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Padahal kapasitas nasional dan aset sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Data menunjukkan Thailand mampu menghasilkan US$ 231 miliar dari hasil ekspor. Angka itu tertinggi di Asia Tenggara. Nilai ekspor Malaysia mencapai US$ 184 miliar, dan Vietnam sebesar US$ 160 miliar. Sementara itu, Indonesia sebagai negara besar hanya mendapat US$ 145 miliar dari ekspor. Pendapatan ekspor Indonesia tersebut jelas merupakan paradoks yang menyedihkan.

 Selama ini Indonesia mengabaikan pangsa pasar non-tradisional. Padahal pasar ekspor tradisional sudah stagnan, mestinya kita segera memperluas sayap untuk menciptakan pasar baru. Antara lain ke Asia Selatan, Timur Tengah, dan benua Afrika.

 Kunjungan Presiden Jokowi ke sejumlah negara di Asia Selatan melahirkan arti perlunya menggarap potensi yang selama ini terabaikan. Meskipun negara di Asia Selatan adalah negara berkembang yang didera masalah kependudukan yang rumit, tetapi memiliki hubungan yang istimewa sejak Indonesia merdeka dan potensi perdagangan yang luar biasa.

 Ada delapan negara yang terletak di Asia bagian selatan yaitu India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan, Bhutan, Maladewa, Nepal, dan Srilanka. India adalah negara terbesar di kawasan ini dengan wilayah terluas dan jumlah penduduk terbanyak.

 Kemitraan Indonesia dengan negara Asia Selatan seperti India cukup signifikan. Indonesia perlu saling mempelajari terkait pembangunan manusia, terutama pengembangan SDM di India. Serta cara India membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global dan para diasporanya mampu menarik investasi yang berbentuk proyek outsourcing global. Begitu juga sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.

 Indonesia layak belajar dari diaspora India. Banyak di antaranya yang berhasil menjadi pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri. Diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar US$ 180 miliar per tahun. Sementara itu, diaspora Indonesia baru bisa mendatangkan devisa sekitar US$ 9 miliar.

 Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM bangsa telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Di mana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing.

 India berhasil membangun modal intelektual bangsanya. Salah satunya terlihat dari strategi yang agresif dalam industri penerbitan. Betapa seriusnya pemerintah India mengembangkan industri penerbitan.

 Terlihat dengan usaha pengembangan National Book Trust (NBT). Lembaga semacam BUMN yang dibentuk pada 1957 oleh Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru. Buah dari keseriusan pemerintah India adalah tingginya minat baca masyarakat di sana. National Book Trust of India sukses dalam mempromosikan buku dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat India.

 Kesuksesan di atas diikuti dengan berkembangnya industri perbukuan India yang omzetnya lebih dari 30 miliar rupee India (setara dengan US$ 685 juta) yang didukung oleh sekitar 15.000 penerbit. Dengan jumlah penerbit sebesar itu, India dapat memproduksi sekitar 70.000 judul buku per tahun dan 40% di antaranya adalah buku-buku berbahasa Inggris.

 Saatnya belajar dari India untuk mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

 Microsoft, misalnya, memiliki lebih dari 2.000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1.200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekadar catatan, India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia, melampaui Tiongkok.

 Sebagai catatan penting, negara-negara di dunia telah menyusun agenda perdagangan dan investasi lebih agresif. Selain itu, mereka didukung oleh SDM investasi dan perdagangan yang memiliki pengalaman dan keahlian global.

 Selama ini SDM India sangat gesit dan unggul dalam persaingan merebut potensi outsourcing global. Dengan demikian, arah ketenagakerjaan di Indonesia harus terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektivitas yang luar biasa. Tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negera yang memiliki SDM yang tangguh.

 India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Sebab, SDM di sana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.

 Untuk mengejar potensi globalisasi itu Indonesia sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa di perguruan tinggi juga harus dipersiapkan agar lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dibutuhkan oleh perusahaan multinasional.

 Presiden Jokowi telah memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan pemerintah.

 Saatnya membenahi standar kualifikasi perusahaan dan regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing. Tujuannya adalah agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan dan perusahaan. demi meningkatkan kesejahteraan bersama.



Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE




Jumat, 09 Februari 2018

Kehadiran Universitas Asing


Kehadiran universitas asing di Tanah Air merupakan keniscayaan karena tuntutan zaman. Namun begitu, perlu diantisipasi dan program studinya harus ditentukan secara tepat agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Pro kontra telah terjadi. Forum Rektor Indonesia (FRI) minta pemerintah agar membatasi izin pembukaan universitas asing.

FRI merekomendasikan agar yang diizinkan hanyalah research university. Resistensi juga datang dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) yang bakal terkena dampak langsung universitas asing. Bahkan, Aptisi akan melayangkan mosi tidak percaya kepada pemerintah jika segala ketentuan terkait operasional universitas asing ditabrak. Penolakan Aptisi didasarkan pada alasan saat ini terdapat sekitar 2.000 PTS kecil tersebar di seluruh Indonesia.

Mereka ini mestinya terlebih dulu ditingkatkan kualitasnya. Kehadiran universitas asing merupakan bentuk investasi global berorientasi keuntungan. Inilah bentuk liberalisasi pendidikan tinggi sebagai konsekuensi Indonesia anggota World Trade Organization (WTO). Liberalisasi perguruan tinggi berlaku sejak ratifikasi atau kesediaan dalam menandatangani General Agreement on Trade and Services (GATS).
Ini perjanjian mengenai perdagangan dan jasa anggota WTO.

Dengan demikian, pemerintah perlu mengarahkan investasi tersebut agar tidak merugikan masyarakat dalam meraih masa depan lewat proses perkuliahan. Jangan semata-mata orientasi masyarakat hanya memburu ijazah universitas asing.

Setelah Indonesia ratifikasi WTO, otomatis juga mengesahkan liberalisasi pendidikan tinggi. Hal itu terlihat melalui undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Contoh, UU Nomor 20 tahun 2003, peraturan pemerintah Nomor 61 Tahun 1999,dan UU Nomor 12 Tahun 2012. Ketentuan tersebut juga mencakup pendanaan pendidikan tinggi, keikutsertaan masyarakat, pengawasan pemerintah, dan pendirian pendidikan tinggi oleh asing.

Khusus untuk penyediaan pendidikan tinggi oleh asing, WTO memiliki mekanisme tertentu. Metode penyediaan pendidikan oleh asing ke negara penerima melalui : pengadaan lintas batas, konsumsi luar negeri, kehadiran komersial, dan kehadiran orang alami. Metode konsumsi luar negeri, kebebasan bagi warga anggota untuk membeli layanan di wilayah anggota lain seperti jasa pendidikan atau luar negeri dan menerapkannya di negara asal.

Metode kehadiran komersial, peluang bagi pemasok jasa asing untuk membangun, mengoperasikan atau memperluas kehadiran komersial di wilayah anggota. Contoh, cabang, lembaga, atau anak perusahaan seperti membuka cabang universitas di negara penerima. Metode kehadiran orang alami, kemungkinan yang ditawarkan untuk masuk dan tinggal sementara di wilayah anggota ini individu asing untuk menyediakan layanan.

Contohnya menyediakan dosen dari luar negeri untuk mengajar. Dengan dibukanya pintu liberalisasi pendidikan tinggi, muncul produk kebijakan yang mengarah pereduksian peran pemerintah. Di lain pihak terjadi pembesaran peran masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi dan otonomi penuh.
Kemenristek Dikti mewajibkan universitas asing yang akan beroperasi di Indonesia berkolaborasi dengan PT Swasta (PTS) dalam negeri. Sejumlah PT asing akan beroperasi di Indonesia pada tahun ini, sekitar 10. Di antaranya, Universitas Cambridge Inggris, Universitas Melbourne dan Universitas Quensland Australia.


Program Studi

Pemerintah juga sudah menentukan lokasinya sekaligus merumuskan ketentuan mengenai program studi prioritas seperti sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi, dan manajemen. Program studi prioritas sebaiknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan tantangan inovasi ke depan yang diwanai berbagai disrupsi.

Prodi prioritas universitas asing sebaiknya inklusif dalam memajukan iptek Indonesia dan mampu meningkatkan kapasitas inovasi. Universitas asing diharapakan bisa mencetak calon pemimpin unggul, khususnya dalam domain iptek dan korporasi. Postur dosen atau sebaiknya 50 persen dari dalam negeri dan para diaspora, sehingga ada brain circulation global.

Penentuan prodi universitas asing harus tepat, agar bisa menjadi solusi menghadapi bermacam disruptive innovation pada beberapa sektor krusial seperti industri dan transportasi. Inovasi disruptif membantu menciptakan pasar baru, dan akhirnya menggantikan teknologi lama. Untuk itu, diperlukan roadmap atau antisipasi yang jauh ke depan.

Misi universitas asing jangan hanya mengeruk keuntungan bisnis. Mereka juga harus membantu Indonesia menghadapi revolusi ilmu pengetahuan massif dari sektor physics, digital, dan mathematics. Begitu juga inovasi tentang aplikasi layanan jasa akan terus berkembang dan membutuhkan SDM kreatif terus menerus.

Menurut ketentuan universsitas asing harus bekerja sama dengan mitra lokal dapat membuka lembaga pendidikan di kota yang sudah diprioritaskan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Medan. Sejak berlakunya UU mengenai izin pendirian universitas asing, sudah beberapa yang sudah beroperasi. Ironisnya baru sekarang mencuat polemik. Menurut catatan Kemenristek Dikti sudah 26 universitas asing beroperasi.

Salah satunya Jakarta International College, cabang Monash University Australia. Jumlah mahasiswa angkatan pertama tahun 2014 mencapai 1.600 orang. Masyarakat harus memahami, tradisi ilmiah dan keunggulan ristek universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun tidak mungkin dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia.

Dia sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju. Dengan demikian, kualitas universitas asing yang beroperasi di Tanah Air tidak bisa sama dengan kualitas negara asal. 

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, Amerika Serikat

http://www.koran-jakarta.com/kehadiran-universitas-asing/


Sabtu, 03 Februari 2018

Polemik Perguruan Tinggi Asing


Pemerintah membuka pintu lebar masuknya perguruan tinggi asing (PTA). Langkah pemerintah itu menimbulkan polemik hebat. Pro dan kontra mencuat tanpa ruang lingkup yang jelas. Itu terjadi karena tujuan pemerintah membuka cabang PTA belum terdefinisi detail.

Pemerintah baru sebatas menyatakan, PTA hanya akan membuka program studi yang terkait science, technology, engineering, and mathematics(STEM). Itu pun belum disertai karakteristik STEM seperti apa yang dibutuhkan.

Juga belum jelas seperti apa keterkaitan prodi PTA dengan kebutuhan pembangunan nasional saat ini dan mendatang. Mestinya, prodi STEM yang akan menjadi fokus PTA terkait dengan penguasaan iptek dalam dimensi systems, process, dan product.

Dengan demikian, prodi yang dijalankan tidak hanya mencetak SDM yang hanya mengusaai kulitnya teknologi saat ini, tetapi bisa menguasai kuning telurnya teknologi terkini. Jadi, prodi tersebut bisa langsung kompatibel dengan peningkatan kapasitas inovasi nasional yang pada saat ini telah tertinggal.

Penguasaan teknologi perlu ruang imajinasi yang ditunjang laboratorium yang sesuai dengan perkembangan zaman. Seharusnya, misi prodi STEM mampu meningkatkan daya kreatif bangsa untuk menciptakan bermacam inovasi. Jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang unggul, menurut Steve Jobs, harus "be hungry and foolish in mastering technology".

Menurut BJ Habibie, penguasaan STEM bisa melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah akuisisi teknologi melalui proyek transformasi berupa program bertahap di lapangan kerja. Jalur ini akan melahirkan insinyur profesional yang lahir sebagai produk pembudayaan dalam lapangan kerja. Ujiannya bukan berupa tes tulisan, melainkan desain dan produk nyata.

Jalur kedua adalah lewat pendidikan, untuk kemudian menguasai teknologi melalui sekolah menengah kejuruan (SMK), universitas, S-1, S-2, dan S-3 yang didukung dengan laboratorium dan bengkel inovasi. Dua jalur tersebut, menurut BJ Habibie, memiliki peran strategis untuk membangun SDM terbarukan, manusia bersumber daya iptek secara berkesinambungan. Sesuai dengan filosofi sekumpulan Burung Bangau yang terbang bersama menembus rintangan alam.

Mereka harus terbang maju bersama dalam kondisi alam seperti apa pun. Filosofi itu analog dengan akuisisi untuk menguasai teknologi mesti secara berjenjang dan maju bersama berkesinambungan. Filosofi di atas harus menjadi pedoman jika ingin mencetak SDM bidang STEM lewat perguruan tinggi.

Sebetulnya, ada alternatif atau pilihan yang lain yang lebih praktis dan efektif, yakni pengiriman besar-besaran pemuda Indonesia langsung kuliah di luar negeri (LN) pada perguruan tinggi terkemuka yang diawali dengan program supermatrikulasi dan pelatihan bahasa asing.

Kemudian, dilakukan tes masuk perguruan tinggi LN bertempat di Jakarta. Alternatif di atas membutuhkan metode khusus yang dirumuskan oleh mereka yang pernah sukses belajar di LN.

Mereka juga perlu memahami bahwa tradisi ilmiah dan keunggulan ristek di universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun, tidak mungkin dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia. Karena, hal itu sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga, sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju itu.

Pemerintah perlu mengkaji secara teliti terkait pilihan warga negara apakah mereka sebaiknya kuliah langsung di LN atau cukup masuk PTA yang beroperasi di Indonesia.

Saatnya pemerintah membantu masyarakat membuat perbandingan yang akurat tentang prospek dan biaya untuk dua pilihan di atas. Bisa jadi biaya kuliah PTA justru lebih mahal ketimbang kuliah langsung ke LN.

Apalagi, beberapa PT terkemuka di Eropa hingga kini telah membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya. Mereka hanya mengeluarkan biaya hidup selama belajar.

Pemerintah menyatakan tidak akan mengontrol atau membatasi besaran atau tarif biaya kuliah yang dipasang PTA, berbeda dengan besaran uang kuliah di PTN, yang tetap ada jatah insentif 20 persen untuk mahasiswa yang kurang mampu.

Dengan demikian, besaran uang kuliah PTA nuansanya sangat liberal dan tentunya sangat mahal. Polemik beroperasinya PTA di Indonesia sebaiknya disertai dengan solusi alternatif yang bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk melakukan pilihan terbaik.

Perlu pengkajian yang mendalam antara memasukkan pemuda ke PTA dengan biaya yang lebih mahal dari PTS yang sudah eksis ataukah lebih baik mendorong pemuda Indonesia langsung kuliah di LN dengan biaya yang relatif sama dengan kalau mereka masuk PTA di dalam negeri.

Jika mereka langsung belajar di LN, lebih banyak nilai tambah dan lebih adaptif dengan kemajuan zaman. Karena, para lulusan SMA secara psikologis masih sangat idealis dan mudah melakukan revolusi mental saat belajar ke luar negeri.

Begitu pun dari segi rentang usia, lulusan SMA memiliki waktu yang cukup untuk mendalami iptek secara komprehensif. Keunggulan untuk mencetak SDM unggul dengan mengirimkan ke LN karena sistem pendidikan di sana yang menekankan sistem lab based education (LBE).

Sistem LBE adalah pendidikan yang dikaitkan dengan proyek riset atau tugas akhir di laboratorium canggih. LBE tidak maungkin bisa dicabut atau dipindahkan secara instan oleh PTA yang beroperasi di Indonesia. Karena, sistem LBE ini juga terkait akar budaya ilmiah dan mentalitas atau karakter yang melekat pada sebuah bangsa maju.

Pengiriman mahasiswa ke luar negeri lebih menjangkau tantangan masa depan. Hal ini searah dengan paradigma global brain circulation, seperti yang dikemukan oleh Paul Krugman, penerima hadiah Nobel bidang ekonomi.

Mereka yang belajar di luar negeri sejak lulus SMA lebih mudah menjadi sosok versatilis. Sosok itu telah menjadikan kompetensi dan pengalaman sewaktu kuliah dan magang kerja di LN sebagai modal penting untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.

Mereka juga mampu menyerap nilai dan karakter unggul sebuah bangsa maju serta memahami transformasi sosial dan adanya disrupsi teknologi yang tentunya hadir lebih dulu di negara maju ketimbang di Tanah Air.

sumber : 
http://republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/02/03/p3k6u2440-polemik-perguruan-tinggi-asing



Kamis, 01 Februari 2018

Beasiswa untuk Tingkatkan Mutu Sumber Daya Manusia






Edisi 21-01-2018

Beasiswa untuk Tingkatkan Mutu Sumber Daya Manusia

Pemerintah sangat peduli akan pendidikan anak bangsa, sehingga dengan tangan terbuka pada 30 Januari 2012 merancang lembaga khusus di bawah Kementerian Keuangan, yakni Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Beasiswa LPDP tidak hanya memberikan pem - biayaan untuk kuliah, tetapi juga tunjangan hidup bulanan. Selain itu, akan ada juga tunjangan untuk penelitian yang sejalan dengan studi yang sedang diambil. Para pelajar Indonesia dibiayai 100% selama melanjutkan studi dari awal hingga selesai. “Kami tidak membebankan adanya sebuah ikatan dinas atau kerja setelah studi yang ditempuh selesai seperti di beberapa jenis beasiswa yang lain,” ujar Pelaksana Tugas Direktur LPDP Sofwan Effendi.

Dengan demikian, para penerima beasiswa hanya fokus untuk melanjutkan studi sampai selesai, tanpa harus memikirkan di mana tempat mereka mengabdi setelah lulus. Beasiswa LPDP membebaskan bidang ilmu yang dipilih penerima, juga negara dan universitas yang diinginkan. Persyaratannya tentu sama dengan beasiswa lain, yaitu memiliki kemampuan bahasa Inggris dengan IELTS dan menulis esai dengan tema “Kontribusiku bagi Indonesia”. Selain dari Pemerintah Indonesia, Pemerintah Inggris juga peduli akan pendidikan bagi masyarakat global. Sebab, bagi mereka pendidikan mampu mem ba - ngun sebuah negara.

Mereka pun mengajak masyarakat dunia mewujudkan impian tersebut dengan meng - undang para pelajar untuk melanjutkan pendidikan sekolah di Inggris, termasuk kepada para pelajar Indonesia. Pemerintah Inggris secara rutin membuka beasiswa Chevening yang dananya berasal dari Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran (FCO) Inggris serta ber - bagai mitra lain. Chevening khusus diberikan kepada mahasiswa pascasarjana yang sebelumnya sudah pernah bekerja. Sebab, tujuan utama dari beasiswa ini ialah bagaimana memberikan kesempatan kepada ma - hasiswa tersebut untuk kembali bekerja dan ber kon - tribusi untuk negaranya.

Pemerintah Inggris juga menginginkan para pro fe - sional dan akademisi dari seluruh dunia me ra - sakan budaya di Inggris serta mem - bangun hubungan baik de - ngan Inggris.”Setiap tahun juga kami memiliki fokus tertentu untuk bidang pekerjaan yang dapat diajukan,” ujar Rowena Chief Officer Chevening Scholarship Indonesia. Tiga tahun lalu fokusnya pada bidang jurnalistik sehingga beberapa peraih beasiswa umumnya wa r ta - wan. Para peraih beasiswa Chevening mendapatkan biaya pendidikan tunjangan hidup setiap bulannya.

Tiket pesawat perjalanan pergi dan pulang, serta hibah tambahan untuk beberapa keperluan lain yang penting. Tahapan penyeleksian sama seperti beasiswa lain alias membayar sendiri. Namun, karena untuk tahapan pas - casarjana tentu para calon mahasiswa diminta mem - buat permohonan yang lebih spesifik langsung pada bi - dang yang dituju. “Seperti membuat tesis itu harus sudah menjadi pemikiran dari awal para pelamar beasiswa,” papar Rowena. Pelamar yang mampu dengan yakin mem pre sen - tasikan bakal penelitiannya, menjadi nilai lebih. Che - vening mengharapkan lulusannya dapat meng ap li - kasikan bidang yang mereka pilih dalam pekerjaan me - reka di pemerintahan ataupun sektor swasta.

Syarat untuk melamar beasiswa Chevening ini ber - beda dari beasiswa lain: calon penerima beasiswa di - pastikan harus memiliki pengalaman kerja minimum se lama dua tahun sebelum mendaftar, termasuk kerja suk arela dan magang—baik dibayar maupun tidak. Jurusan yang diambil disesuaikan dengan minat pelamar dan biasanya disesuaikan dengan bidang pe - kerjaan yang sedang digeluti atau latar belakang pendidikan. “Dengan bangga pada 2017 lalu kami mem - berangkatkan 66 orang dengan berbagai bidang pekerjaan ada peneliti, PNS, karyawan bank, pengacara, dosen, pegiat organisasi sosial, dan lainnya. Kami senang dapat memberikan pengalaman baru bagi para pe kerja. Ini berguna untuk pekerjaan yang dilakukan setelah menempuh pendidikan,” ujarnya.

Harapannya dapat mengirimkan lebih banyak lagi warga negara Indonesia yang belajar di Inggris melalui Chevening dan pesertanya tersebar dari seluruh provinsi di Indonesia. “Semoga kemampuan berbahasa Ing gris lebih merata bagi masyarakat Indonesia agar kesempatan lebih meluas untuk mendapat beasiswa,” sambung Rowena. Bagi para pencari beasiswa, siapa sangka ada tempat khusus untuk mempersiapkan mendapatkan bea - siswa. Dari informasi pendidikan internasional, bea - sis wa, hingga kursus bahasa Inggris gratis. Euro Management Indonesia memiliki gerakan Indonesia 2020: Indonesia di Jantung Dunia.

“Kami ingin menginspirasi anak-anak muda Indonesia untuk berani belajar ke luar negeri. Kursus gratis ini kami berikan untuk pelajar SMA, mahasiswa, PNS, guru, jurnalis, dan terakhir baru kita luncurkan pekerja sosial,” ujar Presdir & CEO Euro Management Indonesia Bimo Sasongko. Gerakan ini agar semakin banyak lagi anak muda Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri. Bimo menyebut di Jepang jumlah mahasiswa Vietnam 50.000 orang, penduduknya padahal 90 juta jiwa. Sepertiga Indonesia.

Seharusnya kita bisa mengirim 110.000 orang yang belajar di luar negeri, nyatanya mahasiswa Indonesia di Jepang hanya 4.000 orang. Euro Management sudah membantu tidak hanya mengantarkan mahasiswa ke Jerman, namun sudah bertambah ke berbagai negara maju lain seperti Prancis, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Jepang.

Ananda nararya