Senin, 23 Juli 2018

Urgensi Calon Legislatif Kader Pembangunan


Bimo Joga Sasongko / GOR Sabtu, 21 Juli 2018 | 09:56 WIB

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menutup pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019 pada 17 Juli lalu. Pengumuman daftar calon tetap dari 16 peserta pemilu dijadwaalkan pada 21- 23 September 2018. Akankah Republik ini akan memiliki lembaga legislatif yang berintegritas dan bobot profesionalitas yang baik.

Berdasarkan tahapannya, KPU membuka pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019 sejak 4 Juli lalu dan berakhir 17 Juli. Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU), par tai politik (parpol) menyerahkan daftar bakal calegnya ke KPU di masing- masing tingkatan. Dari daftar bakal caleg ini diwajibkan terdapat 30% perwakilan perempuan.

Bakal caleg harus memasukkan data lewat Sistem Informasi Calon (Silon) agar masyarakat bisa menilai danmemberi masukan. Tujuan lainnya, untuk mencegah tidak ada lagi bakal caleg ganda baik di parpol, daerah pilihanmaupun pada tingkatan dewan perwakilan.

Setelah proses pendaftaran, KPU akan melakukan tahapan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon dan menyampaikan hasilnya kepada par tai politik peser ta pemilu. Parpol diberi kesempatan perbaikan daftar calon dan syarat calon anggota serta pengajuan bakal calon pengganti pada 22-31 Juli 2018. Pengumuman daftar calon tetap akan dilakukan pada 21-23 September 2018. Sedangkan pemilihan legislatif (pileg) akan dilaksanakan serentak pada 17 April 2019 di seluruh Indonesia.

Pada 2019 adalah pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden dilak- sanakan dalamwaktu berbarengan. Maka, selain menyiapkan caleg, parpol juga disibukkan dengan agenda pengajuan calon presiden dan wakil presiden, 4-10 Agustus 2018. Kesiapan partai akan diuji di hari pemungutan suara pada 17 April 2019. Rakyat saat ini pantas prihatin karena hingga kini negeri ini belum memiliki lembaga legislatif yang memiliki integritas dan bobot profesionalitas yang baik.

Oleh karena itu, partai politik perlu memper timbangkan pemilihan caleg yang tidak hanya sebagai kader atau petugas partai serta berlatar selebritas, tetapi perlu memprioritaskan caleg kader pembangunan. Siapakah kader pembangunan itu? Biasanya kader pembangunan itu bukan aktivis ataupun pengurus parpol, karena waktunya banyak tercurah untuk mengembangkan profesi dan karyanya.

Mereka itu adalah sosok-sosok profesional nonpartai, tetapi memiliki kompetensi dan karya inovasi yang sangat berguna bagi pembangunan. Keniscayaan bagi parpol untuk memberikan porsi pencalegan kepada kader pembangunan. Pe-ngurus parpol perlu melakukan koordinasi dan sinergi kader pembangunan agar mereka mau duduk di lembaga legislatif.

Selama ini kader pembangun¬an yang mampu menyelesaikan masalah bangsa hanya menjadi penonton dalam proses demokrasi yang sangat penting untuk memutuskan masa depan bangsa. Kader pembangunan sangat tepat bila menjadi anggota legislatif, baik di tingkat DPRD maupun di DPR RI.

Selama ini banyak kader pembangunan yang berlatar belakang teknolog dan inovator telah membantu memecahkan masalah penting di berbagai daerah. Sebagai contohnya adalah kader pembangunan yang membantu mewujudkan Bandung Smart City (BSC). Kader pembangunan di atas terdiri atas inovator, pelaku bisnis, hingga diaspora Indonesia yang tersebar di luar negeri.

Dalam konteks di atas ditunjuk sebagai ketua BSC adalah Ilham Akbar Habibie yang merupakan putera sulung Presiden RI ketiga BJ Habibie. Tim BCS telah berhasil merumuskan cetak biru dan konsep kota berbasis teknologi yang diintegrasikan pada pelayanan publik untuk mencerdaskan warga dan kotanya.

Konsep pengembangan berbasis teknologi seperti halnya Sillicon Valley di Amerika Serikat. Sukses tim di atas telah mengantar Ridwan Kamil memenangkan Pilgub Jabar 2018 yang baru lalu. Contoh di Bandung tersebut merupakan bukti perlunya kader pembangunan menjadi anggota le¬gislatif yang memiliki kemampuan teknis dan pemikiran inovatif untuk mengatasi tantangan zaman.

Keniscayaan, anggota legislatif mesti memiliki visi “glokalitas” dalam merancang peraturan dan rencana pembangunan. Yakni visi yang menekankan aspek globalisasi dan potensi lokalitas. Masa depan dunia akan diwarnai dengan fenomena partisipasi publik yang memberi ide, gagasan dan inisiatif luar biasa yang disebut Ideagora.

Anggota legislatif mesti menekankan pentingnya wahana Ideagora. Yang merupakan wahana untuk mengembangkan gagasan dan ide kreatif rakyat luas terkait dengan inovasi segala bidang. Berupa karya unik yang bermutu yang berpotensi menjadi sesuatu unggulan di tingkat regional hingga mendunia.

Anggota legislatif mendatang harus mampu bersinergi dengan eksekutif untuk mendongkrak produktivitas daerah. Salah satu kunci per tumbuhan ekonomi daerah adalah produktivitas. Dibutuhkan tim super daerah yangmemahami cara yang tepat untuk meningkatkan produktivitas. Juga memiliki gagasan segar dan inovasi tepat guna yang terkait dengan faktor produktivitas bagi masyarakat.

Rakyat membutuhkan wakil yang bisa mewujudkan faktor tipping point terkait produktivitas. Saatnya legislatif mampu menyusun konsep dan dokumen pembangunan yang sesuai de¬ ngan semangat zaman. Pada era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama.

Jika kita cermati masih ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah. Kita lihat isinya belum tampak milestones pemba¬ ngunan yang hebat. Eksistensi UU Nomor 25 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam Perda RPJPD harus tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah.

Namun, rumusan RPJPD kebanyakan hanya berisi kompilasi data-data yang tidak aspiratif dan ketinggalan zaman. Padahal, RPJPDmerupakan dokumen perencanaan yang me¬ ngandung unsur kebijakan publik. Mestinya harus ada indikator dan korelasi positif terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan pembangunan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai factor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun ke depan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam lima tahunan.

Di negara maju seperti Amerika Serikat sudah ada standardisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi anggota legislatif. Juga ada lembaga yang melakukan penilaian, seper ti The National Standards for Civics and Government yang membuat kategori mengenai kecakapan dan kinerja anggota legislatif. Kader pembangunan yang duduk di legislatif biasanya lebih profesional dan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan membuat deskripsi, menganalisis, serta kemampuan memper tahankan pendapat tentang isu-isu publik. Mereka juga memiliki kecakapan intelektual yang me¬nyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual maupun secara digital.

Dari aspek profesionalitas ada beberapa parameter kerja anggota legislatif yang harus dibenahi. Yang pertama adalah aspek pengetahuan, pengalaman, dan keahli¬ an anggota legislatif bila diukur dengan kompleksitas persoalan aktual pada saat ini yang masih timpang. Banyak anggota legislatif yang tidakmampumendiskripsikan persoalan rakyat secara tertulis dengan waktu yang singkat.

Selain itu, aspek problem solving anggota DPRD yang rendah, utamanya yang menyangkut thinking challenge , yakni tingkat pemikiran kreatif, inovatif atau orisinal yang diperlukan untuk mencari berbagai pemecahan masalah. Anggota legislatif mendatang harus memahami dan menguasai strategi diferensiasi terhadap produk inovasi karya anak bangsa yang harus terus dikembangkan.

Untuk membuat faktor diferensiasi yang paling penting dan men- dasar adalah aktivitas pelatihan masyarakat untukmembuat produk inovatif. Diferensiasi inovasi akan terwujud dengan baik jika ada landasan yang kokoh terhadap stimulus gagasan disain dari masyarakat. Jika stimulus itu bisa dijalankan secara baik maka sederet gagasan disain masyarakat akan berubah menjadi produk yang lebih konkret. Oleh karena itu, sangatlah penting masukan dari pakar desain produk.

Agar gagasan disain masyarakat itu layak untuk dikembangkan. Agenda penting legislatif ke depan adalah bagaimana cara me¬ ningkatkan kapasitas inovasi daerah yang pernah dilakukan oleh kota di negara-negara maju. Yakni, dengan cara mengembangkan Advanced Research Park yang menghasilkan berbagai produk unggulan dunia.

Bimo Joga Sasongko, Sekjen Ikatan Alumni Jerman (IAJ) dan pendiri Euro Management Indonesia.
Sumber: Investor Daily







Legislator Cendekiawan Semakin Langka



Partai politik telah menyerahkan daftar calon legislatif (caleg) Pemilu 2019 untuk diverifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seperti sebelumnya postur caleg yang disodorkan banyak dari kalangan kader partai, artis, pengusaha dan mantan atlet. Parpol mengandalkan sederet selebritis yang gaya hidupnya super mewah untuk mendulang suara rakyat. Terjadi juga transaksi atau transfer artis antarpaprpol dengan nilai cukup tinggi.
Melihat postur caleg yang disodorkan oleh parpol, terlihat postur legislatif mendatang  mengalami kelangkaan legislator cendekiawan. Publik menyambut dingin  daftar caleg dan merisaukan integritas serta kompetensi para legistrator yang disodorkan parpol. Kerisauan publik itu pada pemilu legislatif yang lalu juga dinyatakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP).
Proses penyusunan caleg belum sesuai dengan harapan rakyat luas. Padahal sosok legistrator yang didambakan rakyat sangat kontradiktif dengan kepentingan pengurus parpol. Masih kuat dalam persepsi  publik, moralitas, integritas dan kapasitas legistrator masih jauh dari harapan. Moralitas dan integritas mereka hingga periode legislatif saat ini masih sarat dengan perilaku korup. Dengan mata telanjang publik melihat aktifitas dan gaya hidup para anggota DPR/DPRD masih penuh kemewahan dan boros.
Kompetensi dan kinerja anggota legislatif yang belum menggembirakan mestinya menjadi perhatian parpol. Sesuai dengan harapan rakyat, parpol seharunya menekankan pentingnya sosok legislator cendekiawan nan bersahaja. Mereka adalah figur politisi cendekia yang artikulatif dan visioner pada zamannya. Pada kapasitas diri mereka telah bersenyawa antara aktivis politik dan kecendekiawanan secara utuh.
Sejarah negara ini banyak menghadirkan sosok politisi cendekiawan yang kehidupan pribadinya bersahaja atau hidupnya penuh keserhanaan, namun kiprah dan pemikirannya luar biasa. Mereka adalah politisi paripurna yang telah hadir dan menghiasi sejarah bangsanya. Kini rakyat merindukan sosoknya pada saat ini tengah mengalami kekeringan politisi cendekiawan.
Rakyat merindukan politisi cendekiawan seperti Agus Salim, Mohammad Natsir, atau Kasman Singodimedjo. Mereka itu sosok sederhana yang sikapnya lembut dan toleran, namun dia adalah cendekiawan dan organisator yang hebat.
Legislator pertama Indonesia yakni Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa memimpin adalah menderita, sesuai dengan pepatah Belanda ”leiden is lijden”. Pepatah itu menjadi suatu keharusan jalan pengabdian, bagi mereka yang memahami bahwa kebahagiaan rakyat lebih utama ketimbang pemimpinnya. Ini sangat tepat jika kita meneropong sepak terjang para pahlawan bangsa yang notabene sebenarnya mereka itu adalah politisi cendekiawan.
Seharusnya parpol menjunjung kewajiban sejarah untuk mencetak dan menemukan kembali sosok-sosok politisi cendekiawan. Meminjam istilah Presiden ketiga RI BJ Habibie, sosok tersebut pada saat ini adalah SDM bangsa yang terbarukan dan unggul dalam profesinya. Biasanya kader pembangunan itu bukan aktivis ataupun pengurus parpol. Karena waktunya banyak tercurah untuk mengembangkan profesi dan memupuk karyanya. Mereka itu adalah sosok-sosok professional non partai, tetapi memiliki visi, kompetensi dan karya inovasi yang sangat berguna bagi pembangunan.
Keniscayaan bagi parpol untuk memberikan porsi pencalegan kepada kader pembangunan. Namun, pengurus parpol kurang berminat menarik kader pembangunan agar mereka mau duduk di lembaga legislatif.
Kinerja yang terukur

Tak bisa dimungkiri, rakyat masih prihatin karena hingga kini negeri ini belum memiliki postur lembaga legislatif yang memiliki integritas dan bobot profesionalitas yang memadai. Tahapan pemilu legislatif semakin tidak kondusif untuk menjaring anak-anak intelektual bangsa agar bersedia menjadi wakil rakyat. Spektrum tahapan pemilu tahun 2019 terlalu luas karena pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Masyarakat banyak lah yang kuatir terkait dengan kecakapan, kompetensi dan kejujuran para legislator. Selama ini banyak legislator yang kurang memiliki kecakapan intelektual dalam membedah berbagai persoalan nasional dan daerah. Padahal mereka diberi gaji besar dan fasilitas mewah.
Kecakapan intelektual  legislator juga menyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual  maupun digital. Hingga saat ini sistem informasi lembaga legislatif di Indonesia masih belum efektif. Buruknya sistem informasi legislatif yang ada sekarang ini juga menghambat peningkatan profesionalitas. Akibatnya, proses check and balance tidak berjalan baik. Mestinya, sistem informasi legislatif bisa membantu para politisi untuk mengelola aspirasi. Juga merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif dalam tugas legislasi seperti proses penyusunan undang –undang atau peraturan daerah, menyusun APBN/APBD dan lainnya.
Di masa mendatang publik terus menuntut adanya ukuran kinerja dan bobot pekerjaan bagi legislator yang tertata dan terukur dengan baik. Selama ini kinerja legislator tidak pernah terukur secara benar.
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, sudah dirumuskan standar kinerja legislator secara rinci. Perlu dicontoh Amerika Serikat yang sudah ada standarisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi legislator yang setiap tahun selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Disana juga terdapat lembaga yang melakukan penilaian, yakni National Standards for Civics and Government. Lembaga tersebut mengukur kemampuan legislator dalam menjalankan tugasnya. Persaingan sengit untuk menggapai kursi legislatif dan besarnya ongkos politik yang harus dikeluarkan selama kampanye menyebabkan ketulusan dalam berpolitik sekarang ini semakin menipis. Pesta demokrasi berlangsung dengan biaya yang amat tinggi. Baik biaya yang harus ditanggung oleh negara, parpol, maupun yang dipikul individu politisi.
Akibatnya legislator cendekiawan semakin sulit terwujud. Risikonya, kedepan masih banyak legislator yang berkinerja buruk. Karena tingkatan problem solving para legislator juga masih rendah, utamanya yang menyangkut thinking challenge, yakni kemampuan berpikir kreatif dan inovatif untuk memecahkan masalah pembangunan.

*Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia.