Minggu, 12 Agustus 2018

Satu Tarikan Napas Memajukan Indonesia


Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 10 Agustus 2018 | 10:20

Pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 10 Agustus 2018 yang dipusatkan di Kota Pekanbaru, Riau. Hakteknas merupakan salah satu hari bersejarah nasional, tonggak sejarah kebangkitan teknologi Indonesia, yang ditandai dengan penerbangan perdana pesawat rancang bangun anak bangsa yakni N-250 Gatotkaca pada 10 Agustus 1995 di Bandung.

Spirit Hakteknas adalah satu tarikan napas untuk memajukan Indonesia. Latar belakang lahirnya Hakteknas menunjukkan gotong royong dan kerja keras oleh anak-anak intelektual BJ Habibie dalam mewujudkan transformasi teknologi dan industri untuk bangsanya.

Presiden RI ketiga BJ Habibie yang kini berusia 82 tahun menyebut bahwa anak-anak intelektualnya hingga kini masih konsisten menggeluti pengembangan Iptek dan menumbuhkan kapasitas inovasi. Beberapa di antaranya juga berperan mendorong kebangkitan start up nation dan ikut memperbaiki proses bisnis berbagai korporasi. Semua itu sesuai dengan skenario besar yang pernah dirancang oleh BJ Habibie pada awal tahun 80-an.

Ada satu tarikan nafas yang sama bagi anak intelektual Habibie menyikapi kondisi Indonesia saat ini. Mereka sepakat bahwa negeri yang sangat dicintai masih tumbuh di bawah kapasitasnya. Ibarat pabrik raksasa, kapasitas yang idle masih besar. Perlu memperbarui konsep kemajuan yang berkeadilan sesuai dengan semangat zaman.

Di mana SDM terbarukan semakin menjadi andalan. Yakni SDM yang mumpuni dalam bidang Iptek dan proses inovasi.

SDM terbarukan, menurut Presiden RI ketiga, memiliki daya kreatif dan inovasi yang lebih unggul dari generasi sebelumnya. Keniscayaan pertumbuhan ekonomi dunia dan masalah krusial kemasyarakatan membutuhkan bermacam inovasi sebagai solusinya.

Saatnya bergotong royong dan curah pikir membenahi nilai tambah produksi di segala lini. Sektor manufakturing perlu menerapkan standardisasi dan peningkatan kapabilitas teknologinya. Khususnya memajukaan teknologi sederhana atau tepat guna yang dibutuhkan oleh usaha rakyat.

Kini hampir semua negara sedang dilanda euforia menyongsong era Industri 4.0 dan menjadikan era tersebut sebagai referensi untuk menjalankan strategi pembangunan. Presiden Jokowi juga telah meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era manufakturing digital.

Yang pasti, untuk mewujudkan Indonesia 4.0 tidak mudah dan butuh berbagai persyaratan yang kini masih jauh dimiliki bangsa ini. Anak intelektual Habibie sebagian besar telah bersentuhan sejak dini dengan pranata Industri 4.0 dan era sebelumnya. Penerapan Industri 4.0 dipelopori oleh negara Jerman yang sejak 2015 telah merampungkan kerangka kerja yang akan diterapkan pemerintah mulai 2020.

Merujuk World Economic Forum dalam laporannya yang berjudul: The Next Economic Growth Engine Scaling Fourth Industrial Revolution Technologies in Production, kita bisa memprediksi bahwa industri manufakturing global akan totalitas mewujudkan era Industri 4.0 pada 2025.


Prediksi Mc-Kinsey Global Institute (MGI) menyatakan bahwa Indonesia bisa masuk peringkat 7 ekonomi dunia pada tahun 2030 jika per tahun mampu mencetak sekitar 10 juta tenaga kerja qualified yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Kini inovasi menjadi faktor yang penting untuk mendongkrak kinerja ekspor dan investasi.

Sebagian besar anak intelektual Habibie bersentuhan langsung dengan proses inovasi. Mereka adalah inovator berbagai bidang yang sedang bergotong royong mendongkrak indeks inovasi nasional.

Anak intelektual Habibie menekankan pentingnya Undang-undang Inovasi. Faktor inovasi adalah jawaban atas paradoks: mengapa kapasitas dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar, namun kinerja ekspor dan nilai investasi masih kalah dengan negara tetangga.

Sekadar catatan, Thailand mampu meraup US$ 231 miliar dari ekspor. Jumlah itu tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan nilai ekspor Malaysia sebesar US$ 184 miliar, dan Vietnam mencapai US$ 160 miliar.

Sementara itu, Indonesia hanya sebesar US$ 145 miliar. Volume ekspor Indonesia sebagian besar dari sektor industri pengolahan yang bernilai tambah kecil karena kurang inovatif. Celakanya, industri pengolahan banyak memakai bahan baku impor.

Masalah kinerja sektor investasi di daerah yang belum optimal juga disebabkan faktor inovasi. Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah kurang optimal karena belum menekankan aspek inovasi.

Pembentukan UU Inovasi bisa memberi arah yang jelas terhadap eksistensi Science Technology Park (STP) atau Taman Ilmu dan Teknologi yang kini ada di setiap kota. Menurut International Association of Science Parks (IASP), eksistensi STP harus mampu menjadi inkubator dan mendorong pembentukan perusahaan yang berbasis Iptek yang mengedepankan inovasi.

Di dalam UU Inovasi idealnya terdapat kelembagaan yakni Otoritas Inovasi Nasional (OIN). Otoritas ini bertugas mengelola dan mengembangkan secara progresif kapasitas inovasi nasional dan daerah.

Otoritas juga bertanggung jawab terhadap percepatan difusi inovasi segala lini serta melakukan literasi dan edukasi. Kelembagaan OIN sebaiknya langsung di bawah Presiden. Adanya UU Inovasi diharapkan bisa mendongkrak indeks inovasi. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia kini makin tertinggal. Peringkat inovasi Indonesia, berdasarkan Global Innovation Index 2017, berada di posisi 87 dari total 127 negara. Posisi ini hanya naik satu peringkat dibandingkan dengan raihan posisi pada 2016.

Dibandingkan dengan negara di Asean, peringkat Global Innovation Index Indonesia juga tertinggal. Misalnya, Malaysia berada di posisi 37, sedangkan Vietnam berada di posisi 47. Eksistensi OIN akan mampu menyinergikan tiga unsur utama dalam sistem inovasi.
Yakni, pertama, unsur kelembagaan (litbang, pendidikan, industri, intermediasi, keuangan atau perbankan). Unsur kedua adalah jejaring kelembagaan sistem inovasi. Dan unsur yang ketiga adalah instrumen kebijakan berupa perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pembiayaan inovasi (seperti misalnya modal ventura), pengelolaan risiko teknologi, standardisasi dan sertifikasi.


Pembiayaan inovasi nasional pusat dan daerah membutuhkan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, perlu dibentuk innovation fund semacam dana abadi. Dana itu diharapkan berasal dari APBN/APBD, CSR perusahaan, dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam maupun luar negeri. Dana tersebut sebaiknya dikelola oleh badan otonom.

Bimo Joga SasongkoPendiri Euro Management Indonesia, Sekjen Ikatan Alumni Jerman (IAJ).