Kamis, 13 Desember 2018

Nusantara dan Pengawasan Wilayah

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia

Republika Jum’at, 14 Desember 2018

Hari Nusantara yang diperingati setiap 13 Desember menekankan arti penting Deklarasi Juanda 1957 sebagai konsepsi kewilayahan untuk mewujudkan Wawasan Nusantara.

Peringatan Hari Nusantara mengingatkan segenap bangsa agar jangan lengah dan lemah dalam mewujudkan kedaulatan wilayah secara utuh. Patut diperhatikan, kini ada masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa dan melukai perasaan rakyat. Yakni, adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia yang masih dikendalikan oleh negara tetangga.

Negara tetangga yang wilayahnya sebesar kota itu hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR), terkait pengaturan lalu lintas udara bagian barat Indonesia, yakni ruang udara di Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya.

Masalah tersebut hingga kini masih berlarut-larut dan belum berhasil diambil alih oleh otoritas terkait di Indonesia. Pemerintahan sudah silih berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Inilah batu ujian pemerintah dan Panglima TNI yang baru untuk segera menuntaskan kewibawaan Wawasan Nusantara.

Masalah FIR mestinya bisa dituntaskan paling lambat 2018, karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sebenarnya sudah disiapkan, yaitu dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service (JAATS) yang sebenarnya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara di wilayah Indonesia Barat secara utuh dan penuh wibawa.

Hari Nusantara menjadi peringatan keras bagi setiap generasi bangsa agar mampu melakukan pengawasan wilayah NKRI secara efektif yang menggunakan teknologi terkini.

Sesuai dengan era Industri 4.0.

Memasuki tahun 2019, segenap bangsa jangan terlena dengan urusan pesta demokrasi. Justru memasuki 2019, ada masalah tersembunyi sehingga perlu menyempurnakan agenda bela negara yang paling esensial.

Hal itu adalah kemampuan menjaga kedaulatan wilayah negara dengan sistem ter- kini. Untuk itu, perlu meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi perta hanan. Perlu perencanaan strategis pengelolaan SDM bangsa sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Target agenda bela negara tahun 2019 adalah meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara. Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang SDM ahli dan infrastruktur canggih.

Indonesia yang juga memiliki banyak pulau kecil strategis secara posisi ataupun potensi ekonomi harus selalu dijaga. Sayangnya, sifat strategis tersebut belum didayagunakan secara optimal. Pembangunan dan pengusahaan masih sulit dilakukan.

Pendekatan geospasial, yaitu dengan data dan informasi yang bereferensi bumi merupakan langkah yang efektif dalam pengelolaan.

Agenda bela negara juga harus klop dengan kebijakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan terhadap SDM untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan.

Wawasan Nusantara kini sangat bergantung pada kemajuan teknologi dan membutuhkan infrastruktur serta SDM pemantau yang andal dalam menjaga wilayah darat, laut, dan udara.

Sistem pemantau lazimnya terintegrasi dalam C4ISR(Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissanse), yang mengedepankan pesawat tanpa awak dan sebaran radar di titik-titik rawan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang biasa disebut pesawat tanpa awak bisa segera diterapkan secara massal, karena sudah ada riset dan rancang bangun yang dilakukan BPPT, PT Dirgantara Indonesia, dan LAPAN.

Bahkan, satelit buatan LAPAN yang bisa menunjang operasional pesawat tanpa awak juga sudah rampung.

Satelit Lapan A2 dan A3 mampu menjalankan berbagai misi strategis, seperti pemantauan daratan dan seisinya, muatan Automatic Identification System (AIS) untuk pemantauan berbagai aspek kemaritiman, muatan sains untuk pengukuran medan magnet bumi, serta muatan komponen satelit itu sendiri untuk menguji bermacam sensor.

Hari Nusantara mesti bisa menyadarkan segenap warga bangsa terkait potensi luar biasa di bumi Pertiwi yang harus dijaga dengan metode yang paripurna. Perlu mencari solusi jitu untuk atasi berbagai rintangan yang mengadang dalam mendayagunakan potensi besar tersebut untuk kemakmuran rakyat.

Keniscayaan, makna peringatan Hari Nusantara menjadi momentum meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara.

Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang dengan SDM ahli dan infrastruktur yang canggih.

Hingga kini, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil di negeri ini masih jauh dari harapan. Lingkup pengelolaan di atas menyangkut perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antarpemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Perlu juga mewujudkan optimasi dan keandalan infrastruktur radar nasional. Khususnya, sinergi dan integrasi radar yang dimiliki TNI ataupun instansi sipil. Alutsista radar sangat penting karena bisa mendeteksi secara dini adanya gangguan di wilayah udara dan laut.

Berbagai zona yang selama ini sangat rawan dan menjadi ancaman kedaulatan bangsa perlu dibangun infrastruktur radar. Dibutuhkan pula SDM yang ahli dalam hal desain dan optimasi radar yang mampu mengintegrasikan berbagai jenis radar, baik milik militer maupun instansi sipil.

Integrasi itu mampu mengatasi masalah kompatibilitas data, pengolahan, dan pendistribusiannya secara cepat. Sebuah keniscayaan, mengintegrasikan radar nasional 'yang mampu menampilkan sistem dengan satu layar besar untuk seluruh radar militer dan sipil di Tanah Air.



Rabu, 12 Desember 2018

Peraturan PPPK dan Daya Saing Global

Oleh Bimo Joga Sasongko | Senin, 10 Desember 2018 | 8:54

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Peraturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan untuk berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status PPPK.

 Setelah peraturan ini berlaku, Presiden Jokowi menegaskan bahwa rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus pemerintah mulai 2019 menekankan pembangunan SDM yang berdaya saing global. Termasuk membentuk sosok tenaga pendidik yang mampu menyiapkan generasi milenial yang unggul pada eranya dan berkepribadian Indonesia.

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa persoalan guru sangat pelik pada saat ini. Menteri Muhadjir Effendy menyatakan jika masalah guru ini tertangani dengan baik, maka 70% masalah pendidikan di Indonesia telah teratasi.

 Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah guru yang kreatif, cerdas, inovatif, bekerja berdasarkan panggilan jiwa sehingga pikiran dan hatinya akan terus tergerak. Masalah guru honorer yang tidak kunjung selesai selama ini telah menguras energi bangsa dan menenggelamkan isu strategis yang lain.

 Seperti program untuk membentuk guru berkualitas global yang mampu membangkitkan kreativitas berbasis sumber daya lokal. Kreativitas merupakan kunci daya saing bangsa menghadapi era Industri 4.0 dan kondisi dunia yang semakin dilanda oleh disrupsi di segala bidang kehidupan.

 Menyelesaikan masalah guru honorer dengan skema PPPK dan program mencetak guru berkualitas tidak bisa lepas dari masalah anggaran. Untuk ke depan pemerintah harus bisa merestrukturisasi anggaran pendidikan yang telah mencapai 20%. Dengan jumlah anggaran pendidikan sebesar itu mestinya masalah laten guru honorer bisa terurai di daerah. Sehingga masalahnya tidak mengalir seperti air bah ke pemerintah pusat.

 Melihat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga bisa tepat sasaran dan bisa mereduksi persoalan guru.

 APBN 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sector pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.

 Saat ini Kemendikbud sedang meningkatkan metode pembelajaran pengelolaan manajemen sekolah baik negeri maupun swasta; pengembangan keterampilan pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dan peningkatan kemampuan siswa Indonesia dalam high order thinking skills (HOTS). Keberhasilan program di atas sangat tergantung kepada faktor guru.

 Profesi guru memiliki peran strategis untuk menyadarkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan potensi luar biasa, namun belum didayagunakan seoptimal mungkin. Para guru mampu berperan mewujudkan gerakan Indonesia kreatif dan inovatif yang berbasis ruang kelas.

 Saatnya menjadikan kelas di sekolah sebagai lumbung kreativitas. Guru mampu mendorong kegiatan kreatif apapun bentuknya di dalam kelas hingga menjadi entitas ekonomi yang tangguh di suatu daerah. Kegiatan itu mendasarkan diri pada filosofi alamiah tentang kemampuan merakit pada embrio makhluk hidup setelah mengalami fertilisasi.

 Gen yang mengatur dan mengendalikan proses dan kemampuan merakit diri sejak sel telur hingga terus membelah diri menjadi bentuk dan performansi yang paripurna disebut sebagai gen-gen homeotik atau homeotic genes. Pada diri anak manusia, gen tersebut terletak di bagian tengah kromosom 12, yang bisa dianalogikan sebagai proses kreativitas alamiah yang sangat menakjubkan dan merupakan gambaran akan kebesaran Tuhan.

 Filosofi Homeotik sebaiknya dijadikan landasan para guru untuk mengembangkan daya kreativitas bagi anak didiknya. Sehingga bermacam proses kreatif anak bangsa bisa membelah diri sesuai dengan karakter dan relevansinya masing-masing. Sehingga mampu memfasilitasi potensi lokal untuk bersaing secara global.

 Guru harus memiliki tekad kuat yang bisa membuat bangsanya melakukan lompatan kemajuan yang tidak kalah dengan bangsa lain. Sayangnya, kini masih banyak guru yang kondisi kesehariannya bertolak belakang dengan pengembangan profesionalitas. Yakni masih banyak guru yang jauh dari buku-buku aktual yang bermutu, hilangnya kebiasaan diskusi, menulis, apalagi melakukan riset atau penelitian ilmiah.

 Impitan ekonomi dan kurang kondusifnya budaya kerja menyebabkan para guru hanya bisa menghitung hari. Selama ini terdapat dua jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mendapatkan dana tambahan karena merupakan daerah otonomi khusus.

 DAK terbagi menjadi dua, yakni DAK fisik dan DAK nonfisik. Dengan DAK fisik inilah, pemerintah daerah seharusnya mampu membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah yang rusak. Sedangkan DAK nonfisik terutama ditujukan untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

 Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.

 Program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah koordinasi Menteri Keuangan sebaiknya menekankan asas keadilan. Yakni dengan menyelenggarakan program beasiswa bagi guru berprestasi untuk belajar atau magang ke negara maju. Sejak LPDP dibentuk, publik melihat belum banyak menyentuh kepentingan para guru. Oleh karena itu, arah dan sasaran LPDP perlu segera direvisi agar bisa mengakomodasi para guru dalam mengembangkan kariernya. Pengelola LPDP harus mampu mengarahkan segenap usahanya guna ikut mencetak guru masa depan.

 Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE


Rabu, 05 Desember 2018

Menyoal SDM Kereta Cepat


Tenaga kerja pada proyek nasional kereta cepat (KA) Jakarta-Bandung (KCJB) masih didominasi tenaga kerja asing (TKA). Hal itu terungkap dalam pemberitaan Harian Umum Pikiran Rakyat (3/12/2018). Pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui proyek KCJB menyatakan bahwa tenaga kerja yang terlibat proyek itu masih sangat minim.

Tenaga lokal hanya untuk jenis pekerjaan kasar, seperti kuli angkut. Bahkan untuk tenaga keamanan saja masih didatangkan dari Tiongkok. Ada kesalahan mendasar yang perlu dibenahi terkait dengan pembentukan sumber daya manusia untuk menangani proyek dan kegiatan operasional KCJB.

Mestinya, tenaga kerja lokal baik yang masuk kategori teknisi hingga insinyur, bisa mendominasi proyek nasional yang didanai dari utang itu. Karena pada gilirannya nanti utang akan dipikul oleh generasi mendatang. Keniscayaan bagi bangsa ini untuk membentuk sumber daya manusia perkeretaapian yang mandiri.

Pembangunan proyek infrastruktur seharusnya disertai audit teknologi. Bertujuan untuk mengedepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal. Pemerintah hendaknya tidak memberikan cek kosong begitu saja kepada kontraktor asing untuk memilih dan menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga clearing house technology bersama dengan pemerintah daerah yang wilayahnya dipakai pembangunan infrastruktur, mestinya melakukan audit teknologi terhadap produk atau proyek yang masih dalam perencanaan maupun yang sudah berlangsung. Ironisnya, pemda justru lebih senang menjadi penonton yang hanya duduk manis dan cuma menjadi pencatat dalam proses pembebasan tanah. Peran pemda seharusnya jauh lebih besar dari itu. Peran pemda juga menyangkut penggunaan tenaga kerja lokal berbagai kategori sebanyak banyaknya dan selamanya.

Pembangunan KA cepat yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus mengacu dan sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pembangunan harusnya terfokus kepada tahapan penguasaan teknologi dan industri, dalam arti yang sebenar-benarnya, serta dilakukan penuh totalitas oleh putra-putri bangsa sendiri.

Untuk membangun sisten perkeretaapian nasional yang canggih, yang memadukan antara KA komuter atau perkotaan, KA biasa, hingga KA cepat/supercepat, diperlukan penguasaan teknologi dan industri perkeretaapian yang ditopang oleh SDM lokal yang andal dan jumlahnya cukup.

Proyek KA cepat jangan hanya bersifat sensasi pembangunan, sehingga tidak mampu menjadi wahana transformasi teknologi dan industri. Idealnya tranformasi tersebut disertai dengan tahapan-tahapan yang jelas. Yakni tahapan pengusaan teknologi KA cepat yang didukung dengan persiapan SDM teknologi dengan berbagai spesialisasi dan jobs establishment yang bagus. Perlu grand strategy atau cetak biru transformasi KA cepat. Utamanya terkait dengan SDM teknologi yang nantinya terbagi menjadi pelaksana pembangunan infrastruktur dan moda KA cepat, operator dan pemeliharaan, serta lembaga riset dan inovasi.

Proyek KA cepat Jakarta - Bandung semestinya dapat menyerap lebih dari 50.000 tenaga kerja pada saat konstruksi, 20.000 tenaga kerja konstruksi transit oriented development (TOD), dan sekitar 30.000 pekerja saat operasi. Semua itu harus dirumuskan secara detail dan konsisten bersama pihak pemerintah daerah.

Lembaga riset

Strategi transformasi perkeretaapian nasional selain membutuhkan pelaksana pembangunan infrastruktur oleh BUMN dan wahana industri perkeretaapian, juga membutuhkan lembaga riset dan inovasi untuk mengembangkan KA cepat di masa mendatang. Tentunya lembaga riset dan inovasi ini membutuhkan ribuan SDM teknologi yang ahli dan mampu menguasai teknologi KA super- cepat yang sesuai dengan tren dunia. Perlu mengirimkan mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi dan pusat industri KA supercepat, sehingga dalam kurun waktu lima tahun ke depan SDM teknologi ini sudah bisa mengisi lembaga strategis tersebut.

Betapa dinamisnya riset dan inovasi terkait dengan KA supercepat dewasa ini. Kita bisa menengok inovasi dan riset yang dilakukan oleh perusahaan KA nasional Prancis SNCF. Selama ini SNCF merupakan pusat dunia terkait dengan pengembangan KA canggih berkecepatan sangat tinggi. Yakni Train Grande Vitesse (TGV) yang terus menerus berinovasi membuat rekor dunia dalam hal kecepatan tempuh.

Selain aspek kecepatan, SNFC juga melakukan berbagai riset dan inovasi terkait dengan value conscious. Survei SNFC menunjukkan bahwa pada saat ini faktor kecepatan saja tidaklah cukup untuk menjadi daya tarik penumpang KA di benua Eropa. Dengan kondisi ini, SNFC selain terus mengembangkan teknologi KA cepat juga berinovasi terhadap layanan, antara lain bekerja sama dengan Disneyland untuk merancang gerbong TGV yang memiliki fasilitas hiburan fantastis bagi keluarga.

Para belia di negeri ini sebaiknya segera diarahkan untuk belajar KA supercepat di Prancis. Karena negara itu selama ini terbukti memberikan transfer teknologi yang jelas dan komprehensif kepada negara lain, termasuk dengan Tiongkok selama ini. Transformasi perkeretaapian nasional menuju penerapan KA supercepat perlu strategi dan cetak biru yang tepat, yang dikerjakan secara mandiri oleh putra-putri bangsa. Kemandirian itulah yang menjadi roh dari Undang- Undang Perkeretaapian Nasional.

Keberhasilan transfer teknologi KA supercepat oleh kaum belia Indonesia sangat menentukan perkembangan perkeretaapian nasional dan sekaligus menjadi solusi bagi masalah yang akan timbul. Pengoperasian KA Cepat Jakarta-Bandung jangan dikira tidak akan sarat masalah berikutnya. Tentunya akan timbul masalah teknis yang serius terkait dengan kondisi geologi yang rawan longsor dan gempa bumi. Selain itu juga rawan banjir, misalnya di daerah Kabupaten Bandung yang direncanakan menjadi stasiun akhir KA cepat dan menjadi depo teknologi dan perawatan.

SDM teknologi bangsa Indonesia harus mampu mengantisipasi masalah serius di kemudian hari. Kita harus punya solusi yang mandiri terkait dengan masalah fatal yang mungkin akan menimpa KA cepat. Termasuk yang menyangkut keamanan penumpang dan inovasi layanan.***

Bimo Joga Sasongko Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (ABIE)