Minggu, 24 Februari 2019

LIPI dan Generasi Milenial


Oleh Bimo Joga Sasongko | Sabtu, 23 Februari 2019

Kebijakan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko sempat menimbulkan gejolak internal. Sebenarnya kebijakan tentang reorganisasi dan redistribusi itu merupakan pembenahan manajemen internal di LIPI untuk menjadikannya lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia.

Selain sebagai lembaga peneliti, LIPI memiliki peran yang sangat strategis bagi masa depan bangsa. Peran tersebut adalah mengarahkan dan membina generasi milenial bangsa agar memiliki tradisi ilmiah yang kokoh sejak dini.

Selama ini LIPI juga berusaha keras untuk menumbuhkan daya inovasi dan proses kreativitas bagi kaum  milenial agar menjadi generasi unggul.

Kini generasi milenial Indonesia menghadapi era disrupsi dan menyongsong revolusi industry 4.0. jangan sampai sebagian besar kaum milenial hanya menjadi objek produk teknologi dari luar negeri. LIPI mesti berperan besar agar kaum milenial tidak semakin kecanduan konsumerisme produk teknologi tanpa berdaya menumbuhkan nilai tambahnya.

Saatnya LIPI berperan besar dalam membentuk karakter unggul generasi milenial. Pembangunan karakter generasi bangsa perlu format atau metode yang efektif. Pembentukan karakter unggul siswa memerlukan metode dan waktu yang cukup.

Generasi milenial membutuhkan wahana presentasi diri terkait dengan gagasan dan ide-idenya. Presentasi siswa tentang ide dan karyanya sejak awal tahun 1980-an telah menjadi perhatian para guru besar seperti Profesor Andi Hakim Nasution yang setia menjadi dewan juri Lomba Penelitian Ilmiah Remaja yang diselenggarakan Kemendikbud dan LIPI. Bahkan Menteri Pendidikan seperti Daoed Joesoef, Nugroho Notosusanto, hingga Fuad Hasan juga berkenan mengikuti presentasi yang dilakukan oleh para siswa sekolah menengah. Presentasi seperti telah membuka jalan lahirnya generasi unggul yang mampu bersaing secara global.

Kepala LIPI saat ini Laksana Tri Handoko adalah ilmuwan yang memiliki sejarah sebagai aktivis kelompok ilmiah remaja (KIR) pada era 1980-an. Dia adalah salah satu pemenang lomba karya ilmiah remaja yang kemudian mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ Habibie untuk belajar di luar negeri

Daya Saing

Daya saing suatu bangsa ditentukan oleh sejauh mana para pemuda berkreasi dan berinovasi sesuai dengan tren dunia. Perlu totalitas dalam membangun ruang kreativitas untuk kaum milenial. Negeri ini membutuhkan sebanyak-banyaknya tokoh muda inovator untuk menuju kejayaan bangsa. Inovasi segala macam disiplin ilmu dan keanekaragaman budaya, baik inovasi tingkat dunia maupun local yang memiliki arti strategis dalam kehidupan berbangsa.

Sekolah adalah sarana yang tepat untuk menumbuhkan budaya inovasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi kebudayaan bagi sekolah yang fokus terhadap budaya inovasi. Menumbuhkan budaya inovasi di kalangan siswa jangan hanya bersifat seremonial. Kegiatan inovatif sebaiknya dilakukan oleh siswa dalam bentuk yang bervariasi.
Dalam menghadapi persaingan global yang sangat ketat, diperlukan berbagai right brain training untuk menggenjot daya kreativitas siswa. Budaya inovasi dengan titik berat proses kreatif dan inovatif sebaiknya menjadi muatan kurikulum di sekolah.

Pendidikan karakter siswa memerlukan proses kreatif dan daya inovatif sesuai dengan kondisi kekinian agar PPK bisa efektif dan tepat sasaran perlu melibatkan LIPI. Hal itu karena lembaga ini memiliki pengalaman panjang dan konten yang lengkap untuk mencetak remaja kreatif, inovatif, dan berkepribadian unggul.

Sejak awal tahun 1980-an LIPI telah melakukan gerakan mengilmiahkan remaja lewat kelompok ilmiah remaja, perkemahan ilmiah remaja, hingga lomba karya ilmiah remaja (LKIR) dalam berbagai disiplin ilmu.

Perkemahan ilmiah remaja merupakan kegiatan pembinaan ilmiah kepada siswa untuk memberikan pemahaman mendasar mengenai metodologi penelitian ilmiah serta etika penelitian. Kegiatan ini berupa pemberian materi metodologi penelitian dalam kelas bidang ilmu pengetahuan alam dan teknik (IPA-Tek) serta imu pengetahuan social.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan minat dan kemampuan remaja di bidang ilmu pengetahuan dan penelitian serta membimbing remaja melaksanakan penelitian ilmiah yang terkait dengan lingkungan sekitarnya.

Gerakan mengilmiahkan remaja oleh LIPI selama ini melibatkan guru besar, peniliti senior dan perguruan tinggi tersebut telah membuahkan karakter remaja yang mencintai ilmu pengetahuan dan melahirkan pribadi yang ulet dalam bersaing.

LIPI memiliki metode dan pengalaman untuk mendorong para remaja berani mengeluarkan gagasan cemerlang lalu melakukan presentasi ilmiah tentang karyanya di depan forum dan public.

Program PPK akan berhasil jika bisa mencetak pemuda yang santun, cerdas, inspiratif, dan berprestasi. Dalam dekade terakhir ini ada kegalauan yang luar biasa dari para pemimpin dunia yang lebih dahulu mengalami kemajuan berkat industrialisasi yang liberal dan kapitalistik. Negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun begitu resah terkait dengan kualitas dan daya saing para remajanya.

Daya saing suatu bangsa ditentukan oleh sejauh mana kaum milenial berkreasi dan berinovasi sesuai dengan tren dunia. Seperti yang tergambar dalam kajian lembaga pendidikan terkemukan di Amerika yakni Harvard Business, yang menekankan perlu mendorong daya saing milenial di bidang sistem inovasi dan produksi.

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)




Mengatasi Defisit Guru Vokasional


Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 22 Februari 2019 | 9:42

Mewujudkan profesionalitas guru vokasional atau kejuruan merupakan keniscayaan bangsa yang tengah memasuki era industri 4.0. Kebutuhan terhadap guru produktif untuk meneguhkan industrialisasi nasional perlu terobosan. Guru produktif tidak mesti dilahirkan dari bangku universitas kependidikan. Mereka bisa saja berlatar belakang ahli teknik, inovator, bahkan juga para start-up atau pengusaha rintisan.

Mayoritas sekolah kejuruan di Tanah Air, postur tenaga pengajarnya masih didominasi oleh kategori guru nomatif-adaptif atau guru umum yang mengajar mata pelajaran seperti Agama, PPKn, Matematika, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Sedangkan kategori guru produktif yang mengajar anak-anak sesuai dengan bidang keahlian yang dipilih persetasenya masih kecil, di bawah 30%.

Untuk mencetak guru produktif yang sesuai dengan perkembangan zaman tidak mudah. Perlu terobosan dan program yang massif di seluruh daerah. Desentralisasi pendidikan dan mengalirnya sebagian besar anggaran pendidikan nasional ke daerah menuntut kepala daerah untuk mencetak guru produktif dalam jumlah yang cukup untuk menggerakkan dan mengembangkan potensi daerah masing-masing. Pemerintah daerah jangan kepalang tanggung dalam mencetak guru produktif.

Terobosan mesti segera dilakukan. Antara lain dengan memberikan bea siswa kepada masyarakat yang berprestasi untuk belajar ke luar negeri sesuai dengan kategori dan bidang guru produktif yang diperlukan. Apalagi berbagai bidang teknologi dan produksi belum bisa diajarkan di perguruan tinggi dalam negeri. Atau masih terbatas sekali kapasitasnya, di lain pihak kebutuhan industri yang sangat besar sudah di depan mata.

Keniscayaan, pemda perlu membuat skema beasiswa ikatan dinas belajar di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan guru produktif setiap tahunnya. Universitas di negara maju telah melengkapi program studi hingga mencakup bidang yang sesuai dengan perkembangan industri kreatif dan proses produksi yang sesuai dengan revolusi Industri 4.0.

Sementara kondisi universitas di Tanah Air prodinya masih stagnan. Itulah mengapa Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke beberapa perguruan tinggi selalu meminta dibuka prodi baru yang lebih relevan dengan semangat zaman. Pemerintah daerah yang telah diguyur anggaran pendidikan nasional dalam jumlah yang besar mestinya bisa mengalokasikan anggaran untuk mengatasi deficit guru produktif.

Jika kondisi deficit tersebut terlambat diatasi maka Indonesia kehilangan momentum untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni penggerak industrialisasi. Mencetak guru produktif sekaligus bisa membangkitkan SDM di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau kabupaten yang masih terbelakang.

Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM perdesaan lewat pendidikan. Seperti yang pernah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, agar mengirim guru SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah di Jepang guna mendalami teknologi budidaya dan proses nilai tambahnya. Terobosan memberikan beasiswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperluas.

Mencermati struktur APBN tahun 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga tepat sasaran dan bisa mendorong program unggulan.

APBN tahun 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah.

Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/ lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan. Kemendikbud terus menambah skema ser tifikasi kompetensi bagi guru dan tenaga kependidikan jenjang SMK. Tahun ini, Kemendikbud menetapkan sebanyak 81 kompetensi keahlian bagi guru produktif.

Skema sertifikasi mengikuti Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012. Payung hukum ini mencantumkan sertifikasi profesi terdiri atas sertifikat satu hingga Sembilan pada jenis profesi. Skema ini berlaku secara nasional dan direncanakan berlaku secara baku bagi lingkup internasional.

Revitalisasi dan reorientasi vokasional kini menjadi agenda penting pendidikan nasional. Apalagi Presiden Joko Widodo menekankan perlu langkah perbaikan yang konkret terhadap sistem pelatihan atau program vokasional utamanya yang ada di pelosok Tanah Air.

Kepada menteri terkait Presiden memerintahkan dengan segera revitalisasi vokasional. Dengan cara menyiapkan sekolah atau pelatihan kejuruan sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha. Khususnya vokasional yang terkait sektor unggulan seperti maritim, pariwisata, pertanian dan industry kreatif.

Persaingan global dan regional semakin mempertegas tak ada kata atau kalimat lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas produktivitas dan nilai tambah lokal. Sektor pertama yang mesti dibenahi adalah sektor industri pengolahan agar bisa memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian Indonesia.

Saatnya sektor industri pengolahan berkontribusi untuk mendongkrak perekonomian dan menyediakan sumber pekerjaan yang berkualitas bagi angkatan kerja.

Saatnya bagi pemerintah daerah bersinergi dengan para guru produktif untuk merancang sebaikbaiknya link and match antara lembaga pendidikan kejuruan dan sektor industri. Dengan langkah itu daerah bisa mengembangkan tenaga kerja serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya portofolio yang berbasis sumber daya lokal.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan FH Pforzheim Jerman. Pendiri Euro Management Indonesia