Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE,
MBA,
President Director
& CEO Euro Management Indonesia
(Tabloid "The Politics" 12 - 25 Juni 2015 / Edisi 15 / Th IV Hal.9)
(Tabloid "The Politics" 12 - 25 Juni 2015 / Edisi 15 / Th IV Hal.9)
Tokoh Muda pencetak 2000 Kader Bangsa, 2000 Anak Bangsa di Jantung Eropa.
Kiprah Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA di dunia pendidikan sudah dirintis sejak tahun 2002. Saat itu Ia mendirikan Euro Management Indonesia, sebuah konsultan pendidikan Internasional untuk pengurusan studi di Uni Eropa, khususnya di Jerman dan Perancis. Berkat gebrakannnya hingga kini lebih dari 2000 siswa/I tamatan SMA dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia sukses menempuh studi program S1 dan S2 ke negara-negara tersebut dengan biaya relatif murah bahkan gratis. Seperti apa?
Kepedulian tinggi terhadap dunia pendidikan membuat Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA sebagai salah satu tokoh pendidikan yang sukses mengantarkan para kader bangsa untuk bisa kuliah di luar negeri dengan biaya terjangkau. Kuliah di luar negeri bagi banyak orang terkendala dengan mahalnya biaya pendidikan dan biaya hidup yang tidak sedikit. Namun Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA, melakukan gebrakan untuk menghapus stigma tersebut.
Setelah lulus S1 dan S2 di
Amerika Serikat melalui program beasiswa Habibie, Bimo kuliah lagi untuk
mengambil gelar MBA di Fachhochschule (University of Applied Sciences)
Pforzheim, Jerman. Ia memilih Jerman karena sekolah di sana gratis. Karena
itulah, ia berangan-angan setelah pulang ke Indonesia akan membuka institusi
konsultasi pendidikan yang tahu persis kondisi di Eropa terutama Jerman. Di
tahun 2002, pria kelahiran 4 Februari 1972 kemudian mendirikan institusi
konsultan pendidikan untuk membantu calon mahasiswa/I yang ingin melanjutkan
kuliah di Eropa, yang diberi nama Euro Management Indonesia. Saat itu Bimo
menyusun business plan terlebih dahulu dan setelah kembali ke Indonesia di
tahun 2003, ia pun langsung menyewa sebuah kantor kecil, mencetak brosur dan
dibagi-bagikan ke SMA-SMA dan tempat-tempat lain.
Respon masyarakat sangat bagus,
di tahun pertama, ada sekitar 20 siswa yang mendaftar. Tahun berikutnya, jumlah
pendaftar melonjak menjadi 50 orang, tahun 2005 ada 70 orang dan tahun 2006
berjumlah 90 orang. “Sejujurnya saya tak menduga perkembangan Euro Management
bisa seperti ini. Euro Management Indonesia saya dirikan dengan tujuan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi calon mahasiswa Indonesia untuk
dapat melanjutkan studinya baik program S1, S2 maupun S3 di Eropa. Saat saya
belajar di Jerman, saya merasakan sekali bahwa kuliah di sana biayanya tidak
besar bahkan gratis, dan saya berangan-angan nanti kalau pulang ke Indonesia
akan membuat institusi pendidikan yang tahu persis kondisi Eropa, terutama
Jerman & Prancis,” jelas Bimo Sasongko, BSAE,MSEIE,MBA ini.
Ayah dari lima anak dan suami
dari Dwiereka Novitria ini merasakan sendiri nilai plus kuliah di Jerman dan
Prancis. Biaya pendidikan gratis di
Jerman dan Prancis berlaku untuk semua tingkat pendidikan. Hal itu karena
pemerintah di Jerman dan Prancis membebankan pajak yang tinggi kepada rakyat,
hasilnya dikembalikan lagi dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis.
Sehingga mahasiswa hanya perlu menanggung biaya hidup dan jumlahnya lebih
kurang sama dengan di Negara-negara lain, termasuk Indonesia, bahkan bisa lebih
kecil.
“Biaya hidup selama kuliah di
Jerman dan Prancis pun sebenarnya bisa lebih ringan jika mahasiswa mau mencari
pekerjaan part time yang banyak tersedia. Misalnya kalau bekerja maksimal 20
jam perminggu selama masa kuliah, kita bisa mendapatkan 325 Euro perbulan.
Bahkan mahasiswa berhak mendapatkan pekerjaan full time selama masa liburan 3
bulan, 40 jam perminggu, dengan rata-rata pendapatan antara 750-1000 Euro
perbulan. Selain itu, universitas di Jerman dan Prancis mewajibkan mahasiswa
untuk mengikuti magang selama masa program kuliah di berbagai perusahaan Jerman
dan Prancis, minimal 2 semester penuh dengan pendapatan antara 300 hingga 1000
Euro perbulan,” terang pria yang hobi traveling dan hiking.
Tak hanya itu, setelah lulus
kuliah dan kembali ke tanah air, para alumni biasanya mendapat bantuan dari
pemerintah Jerman berupa transport dan tiket pulang senilai 2000 Euro,
buku-buku senilai 100 Euro pertahun, gaji sebesar 450 Euro perbulan selama 18
bulan dan bantuan peralatan kerja sebesar 10.000 Euro.
Kualitas pendidikan di Jerman dan
Prancis juga tak diragukan lagi karena Jerman dan Prancis adalah Negara maju
yang perkembangan teknologinya sangat pesat, dan saat ini bersaing ketat dengan
Negara Amerika Serikat dan Jepang.
Dan tak kalah pentingnya adalah
keamanan tinggal di Jerman dan Prancis, termasuk bagi umat Islam. Di Jerman dan
Prancis banyak berdiri masjid, restoran halal dan fasilitas-fasilitas lain yang
sangat dibutuhkan oleh umat Islam. “Bahkan banyak perempuan di sana yang
berjilbab. Memang ketika peristiwa 9 September 2001, warga Jerman sempat curiga
juga kepada warga muslim. Tapi itu hanya sebentar. Setelah itu sikap mereka
normal kembali. Sebab pada dasarnya masyarakat Jerman tidak punya masalah
dengan umat Islam.” Jelas lulusan S1 Teknik Pesawat Terbang di North Carolina
State University dan S2 Teknik Industri di Arizona State University, keduanya
di Amerika Serikat.
Pria ini menjelaskan bahwa untuk
syarat studi di Jerman sangat gampang yaitu: telah lulus SMA atau SMk dengan
nilai rata-rata tidak kurang dari enam, memiliki dana yang memadai untuk
pengurusan dokumen keberangkatan dan biaya pendidikan untuk kursus bahasa
Jerman dan beberapa materi lain.
Dengan biaya sebesar
Rp.59.700.000, peserta didik Euro Management sudah mendapatkan
fasilitas-fasilitas berupa kursus bahasa Jerman atau Prancis selama 6 bulan
dengan pengajar local dan native speaker, pengurusan dokumentasi-dokumentasi
(passport dan lain-lain) dan cultural workshop. “Memang tidak ada jaminan bahwa
setiap peserta didik di Euro Management akan diterima kuliah di Jerman atau
Prancis tapi tidak perlu khawatir karena syarat penerimaan mahasiswa di Jerman
dan Prancis itu sangat mudah. Pada prinsipnya di Jerman dan Prancis siapapun
boleh mengecap pendidikan. Yang paling penting hanya lulus dalam bahasa Jerman
atau Prancis serta lulus dalam tes matematika dasar.” Ujar Bimo.
Bimo menilai bahwa melanjutkan sekolah
ke Jerman merupakan pilihan yang paling ideal saat ini. Sekarang masih banyak
orang berpikir bahwa kuliah S1 cukup dalam negeri saja. Setelah itu, baru cari
beasiswa ke luar negeri. Padahal biaya pendidikan di Jerman dan Prancis
benar-benar gratis.” Jadi sebenarnya para lulusan SMA atau SMK kita bisa
langsung melanjutkan S1 ke Jerman dan ke Prancis bahkan melanjutkan S2 dan S3
pun bisa, tanpa harus mengambil beasiswa. Sekembalinya dari Jerman dan Prancis,
mereka bebas bekerja dimana saja karena taka da ikatan,” tegas Bimo.
Tak hanya ke Jerman saja, mulai
tahun ini lembaga yang dipimpin Bimo akan membuka kesempatan bagi siswa
Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke Negara Belanda, Amerika Serikat,
Inggris, Australia dan Jepang. Dan akan dibuka pendaftaran ke Negara-negara
Skandinavia. Dalam jangka panjang, Euro Management akan terus membuka
kesempatan pendidikan ke Negara-negara Eropa lainnya.
Kini Euro Management Indonesia
telah berkembang pesat menjadi sebuah konsultan pendidikan internasional terbesar
di Indonesia yang secara terpadu dan terintegrasi membantu calon siswa-siswi
Indonesia yang ingin melanjutkan studinya ke berbagai perguruan tinggi terbaik
dan ternama di Negara-negara Eropa, khususnya di Jerman, Perancis, Amerika
Serikat, Belanda, Inggris, Australia dan Jepang.
Kreativitas Bimo Sasongko untuk
membantu masyarakat belajar ke luar negeri patut diacungi jempol. Bimo merasa
miris, karena jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri lebih
sedikit dibandingkan Vietnam. “Contohnya, kalau ada 10 mahasiswa Indonesia
belajar di Jerman, mahasiswa Vietnam bisa mencapai 70 orang. Bayangkan
bagaimana keadaan negaranya 20 tahun ke depan dibandingkan kita, “ujarnya.
Bahkan Jepang yang sudah amat maju masih juga menyekolahkan mahasiswanya ke Amerika.
Di bawah payung PT Euro
Management Indonesia (EMI) Bimo kerap mendatangi berbagai institusi untuk
menjelaskan pentingnya sekolah di Jerman dan Perancis ini. Saat berbicara di
Kementrian Industri Negara Informasi dan Teknologi, banyak yang terkejut soal
pendidikan gratis. “Institut ini telah menetapkan pendidikan bagi karyawannya
ke Australia dan Amerika. Jadi sulit untuk berubah”, kata Bimo.
Bimo pun bergerilya melakukan
berbagai terobosan dalam menyosialisasikan EMI. Saat ini EMI intens masuk ke
berbagai sektor seperti kalangan BUMN. “Membangun fasilitas memang tak buruk,
tapi alangkah baiknya menyediakan dana long term investment bagi beasiswa ke
Jerman atau Prancis yang bisa berasal dari dana corporate social responsibility
(CSR0 lembaga itu, “jelasnya.
Bimo juga berharap ada dukungan
pemerintah, seperti pernah dilakukan mantan presiden RI Prof. B.J. Habibie
melalui program beasiswa keluar negeri bagi mahasiswa Indonesia. Usai mengeyam
pendidikan tingkat S1 dan S2 ke atas, para lulusan banyak yang ditempatkan di
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sayangnya program ini hanya
berjalan pada 1980-an sampai 1995.
Dukungan dari perbankan juga
dibutuhkan, seperti Amerika dan Malaysia yang pendidikannya dibantu perbankan.
Misalnya warga Amerika untuk sekolah S1 harus menyiapkan US$2.000, sementara untuk pendidikan
yang sama, orang asing harus menyediakan dana minimal us$ 20 ribu. “Namun biaya yang minim itu bagi sebagian orang Amerika
masih juga terasa berat. Untuk menumbuhkan kemadirian, orang tua akan menyuruh
anak yang hendak kuliah itu untuk meminjam ke Bank. Nanti, setelah lulus dan
bekerja, anak tadi wajib mencicil pinjamannya. Begitu juga di Malaysia. Negara
ini memberikan pinjaman dengan jaminan ijazah SMA. Soal pembayaran dilakukan
setelah anak tadi lulus dan bekerja. Kalau anak itu mampu langsung membayar
lunas, ada diskon yang diberikan perbankan. Indonesia tidak atau belum
melakukan hal itu,”terangnya.Demi Indonesia yang lebih baik, Bimo berharap seluruh masyarakat
Indonesia, pemerintah, dan perbankan bersinergi dalam membangun skema
pembiayaan pendidikan model ini. Semoga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar