Membenahi SDM Intelijen
Persaingan dan ancaman global perlu dihadapi
dengan mencetak sumber daya manusia (SDM) intelijen yang memiliki kompetensi
tinggi. Untuk mencetak SDM ini, perlu melibatkan lintas disiplin ilmu sehingga
mampu melihat ancaman global terkait perang asimetris, seperti perang digital,
perang produk, hingga faktor pemicu yang menyebabkan gejolak sosial.
Kini pembenahan SDM intelijen menjadi agenda
penting dunia. Seperti yang dilakukan oleh MI6, badan intelijen Inggris yang
telah menambah 1.000 anggota dinas rahasianya atau 40 persen dari jumlah total
personel. Penambahan ini merupakan program pengembangan terbesar sejak Perang
Dingin sebagai bagian dari upaya MI6 untuk menghadapi persaingan ekonomi,
perang asimetris, dan memanfaatkan teknologi baru.
MI6 telah menjadi legenda dinas rahasia dan
digambarkan sebagai induk mata-mata dalam karya fiksi yang sangat populer,
mulai dari karakter George Smiley buatan John le Carré hingga James Bond karya
Ian Fleming. MI6 beroperasi di luar negeri dan bertugas mengamankan Inggris
beserta kepentingan ekonominya.
Indonesia kini mestinya juga berkepentingan
membenahi SDM intelijen. Terbentuknya SDM intelijen yang berkualitas sangat
membantu negara dalam memenangkan persaingan global. Badan intelijen juga harus
memberi perhatian serius terkait dengan kondisi Indonesia yang telah menjadi
ajang perang digital oleh pihak asing.
Perusahaan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) raksasa dunia dalam bidang perangkat keras, aplikasi, ataupun yang biasa
disebut sebagai OTT (over the top) telah menjadikan Indonesia sebagai pasar
yang sangat gemuk dan sekaligus sebagai ajang perang asimetris yang menempatkan
kepentingan bangsa ini, seperti pelanduk yang terjepit di antara peperangan
raksasa.
Budi Gunawan sebagai kepala Badan Intelijen Negara
(BIN) diharapkan bisa menyinergikan beberapa lembaga intelijen di negeri ini.
Budi Gunawan memiliki PR besar terkait kompetensi dan jumlah SDM intelijen,
yang kondisinya belum optimal untuk mengatasi potensi gangguan dan ancaman
terhadap negara. Gangguan dan ancaman tersebut sudah berubah bentuk dan
skalanya.
Tantangan terkini bagi Kepala BIN adalah
mewujudkan teknologi intelijen untuk meneguhkan intelijen dalam bidang ekonomi
dan sumber daya alam yang saat ini banyak digelapkan berbagai pihak. Di antaranya,
kontraktor usaha pertambangan dan sumber daya kelautan.
BIN juga harus mampu menanggulangi modus
penyadapan yang dilakukan asing terhadap aktivitas pemerintahan RI. Operasi
penyadapan oleh pihak asing terhadap alat komunikasi Presiden RI dan beberapa
pejabat pemerintah lainnya tidak boleh terjadi lagi.
Kekompakan dan sinergi dari berbagai lembaga
intelijen di negeri ini, yakni intelijen TNI, kepolisian, kejaksaan, dan KPK
perlu dijaga. Kini, Kepala BIN diadang tantangan berat terkait postur dan kompetensi
SDM intelijen yang mesti ditingkatkan dalam waktu singkat. Karena, tugas
intelijen semakin berat dan membutuhkan kompetensi spesifik dan sesuai kemajuan
teknologi, terutama TIK.
Langsung atau tidak langsung, Indonesia
terdampak perang digital oleh pihak asing yang semakin sengit. Kondisi ini
mesti bisa diatasi oleh SDM intelijen nasional. Perang digital seperti terlihat
dalam kasus produk Samsung Galaxy Note 7 dan iPhone 7 yang merupakan bentuk
perang dagang terkini yang melibatkan aksi intelijen.
Perang di atas menyebabkan ditariknya produk
ponsel Samsung Galaxy Note 7 yang sudah telanjur beredar akibat beberapa
insiden terbakarnya baterai ponsel saat diisi kembali pemiliknya. Berkecamuknya
perang dagang antara Iphone selaku perusahaan Amerika Serikat dan Samsung
sebagai perusahaan Korea Selatan harus menjadi pelajaran bagi Indonesia.
Dengan terjadinya recall 2,5 juta unit Galaxy
Note 7 yang sudah beredar di 10 negara, termasuk di AS dan Korea Selatan
sendiri, diperkirakan Samsung bakal menderita kerugian Rp 23,8 triliun dan
kehilangan pendapatan Rp 65 triliun untuk tahun ini saja.
Peningkatan kompetensi SDM intelijen sebaiknya
menjadi kata kunci bagi Kepala BIN untuk membenahi organisasi. Sistem rekrutmen
dan pendidikan SDM intelijen perlu dibenahi karena tantangan dan bentuk kontra
intelijen semakin canggih sehingga memerlukan teknologi dan lintas disiplin
ilmu.
Agenda pertama Kepala BIN untuk membenahi
personel atau SDM intelijen sebaiknya menerapkan merit system. Selama ini, BIN
belum sepenuhnya menerapkan merit system dalam pengembangan karier dan
kompetensi.
Hingga kini, masih berlaku sistem konvensional
untuk mengembangkan SDM intelijen. Merit system memacu anggota intelijen untuk
selalu meningkatkan kompetensinya, lebih berinovasi dan kreatif.
Merit system seharusnya segera diterapkan secara
sistemis di seluruh intelijen daerah, yakni Badan Koordinasi Intelijen Daerah
(Bakorinda) sehingga mendorong terciptanya personel yang memiliki kinerja baik.
Proses wanjak di Bakorinda harus didasarkan pada pertimbangan matang sehingga
setiap penempatan personel akan terwujud "the rihgt man in the right job
in the right time". Untuk menempatkan personel pada jabatan tertentu.
BIN kini juga membutuhkan kerja sama dan
pendidikan global bagi para anggota. Jika hanya mengandalkan pendidikan dan
kursus di dalam negeri, tentunya tak memadai. Saat ini, postur SDM intelijen
terkendala komposisi struktur yang sebagian besar terdiri atas kepangkatan
bintara ke bawah yang memiliki kapasitas dan keterampilan intelijen yang minim.
Sedangkan, perwira intelijen yang persentasenya
lebih kecil juga belum memiliki pola pengembangan profesi yang sesuai dengan
tantangan zaman. Untuk mengatasi disparitas karier dan kompetensi itu, perlu
sistem pengembangan SDM intelijen pada level perwira dengan berbagai program
pendidikan di luar negeri.
Untuk itu, perlu penguasaan bahasa asing dan
memilih lembaga atau perguruan tinggi di luar negeri yang tepat untuk
pendidikan para perwira intelijen.
Bimo Joga Sasongko
Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum
Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar