Mencetak
SDM Keamanan Siber
Oleh Bimo
Joga Sasongko
Kementerian Kominfo tengah
menjaring warga negara yang memiliki talenta keamanan siber atau cyber
security. Untuk itu diluncurkan program merekrut 10.000 SDM siber atau biasa
disebut tentara siber. Merekalah yang nantinya memiliki kemampuan untuk
mengamankan domain teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai
lini.
Demi suksesnya program di atas,
dilakukan roadshow di sepuluh kota besar di Tanah Air. Rekrutmen SDM keamanan
siber terutama difokuskan bagi generasi muda. Mereka akan dididik lalu
diterjunkan untuk menjaga keamanan informasi di Indonesia. Dari sepuluh ribu
tentara siber akan dipilih seribu orang untuk diberi sertifikat khusus. Dan
bagi seratus orang terbaik akan dilatih secara khusus dalam Digital Camp, lalu
diberikan peran untuk membantu industri strategis dan lembaga pemerintah dalam
sebuah program yang bertajuk Born to Control.
Indonesia yang mengalami
pertumbuhan pesat dalam hal penggunaan internet selama ini belum dibarengi
dengan pembentukan tentara siber. Akibatnya kondisi dunia maya sangat riskan
dan berpotensi terjadinya kejahatan dan serangan yang bisa merugikan bangsa dan
kepentingan masyarakat.
Selama ini garda terdepan
keamanan siber adalah Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri. Namun jumlah
personelnya hingga 2016 sangat terbatas, hanya sekitar 25 orang. Sebagai
pembanding jumlah SDM keamanan siber di Tiongkok mencapai 18.000 orang. Untuk
mewujudkan keamanan siber, pemeritah melalui Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto membentuk Badan Siber Nasional
(Basinas). Badan ini dimaksudkan untuk mengatasi serangan siber (cyber attack)
dan memberantas berbagai macam kejahatan dunia maya.
Serangan siber terjadi ketika
intensitas dan skala ancaman siber meningkat dan berubah dari ancaman yang
bersifat potensial menjadi aktual berupa kegiatan atau tindakan yang bertujuan
untuk memasuki, menguasai, memodifikasi, mencuri, merusak, menghancurkan atau
melumpuhkan sistem dan aset informasi.
Selain mengatasi serangan siber,
Basinas juga bertugas menghadapi perang siber (cyber war) yang dilakukan secara
terkoordinasi dengan tujuan mengganggu kedaulatan negara. Salah satu contoh
serangan siber adalah Worm Stuxnet terhadap sistem komputer fasilitas reactor
nuklir di Iran. Contoh lain adalah di Amerika Serikat yang pernah mengalami
serangan siber yang menyebabkan 25.000 data pemerintah dicuri dan kantor Gedung
Putih sempat mengalami kondisi darurat dan nyaris lumpuh beberapa saat.
Basinas sebagai badan yang
bertanggung jawab terhadap keamanan siber nasional membutuhkan SDM yang tangguh
terhadap keamanan siber. Oleh karena itu relevan untuk perlu mencetak SDM siber
dari berbagai kalangan dan latar belakang pendidikan. Para diaspora Indonesia
yang selama ini bergerak dalam bidang teknologi informasi dan teknologi di
perusahaan terkemuka dunia bisa direkrut untuk memperkuat Basinas.
Indonesia harus segera mencetak
SDM siber untuk memperkuat matra tempur baru. Dengan demikian dari aspek
pertahanan negara, Indonesia kini memiliki empat matra pertahanan, yakni
angkatan darat, laut, udara, dan dunia maya (siber).
Sistem keamanan siber untuk
setiap negara diawasi dan dikoordinasikan oleh Computer Emergency Response Team
(CERT) yang berpusat di Amerika Serikat. Di Indonesia yang selama ini menjadi
country cordinator untuk CERT adalah ID-SIRTII (Indonesia Security Incident
Response Team on Internet Infrastructure). Namun selama ini lembaga ini belum
mampu menjangkau keseluruhan pertahanan dan keamanan cyber space.
Masih banyak infrastruktur
nasional yang terbuka dan telanjang sehingga bisa menjadi sasaran empuk
serangan siber. Seperti pembangkit tenaga listrik, pengendali lalu lintas
udara, pasar keuangan, pengendali lalu lintas jalan raya dan lain-lain. Untuk
mengatasi semua itu dibutuhkan SDM siber yang tangguh tersebar di berbagai
lembaga dan tim CERT yang ada di Indonesia. Yang meliputi, pertama, pertahanan
siber militer yakni Center of Cyber (COC) Kementerian Pertahanan.
Kedua, keamanan publik siber
pemerintah (KP-CERT). Ketiga, instansi pemerintah dan badan usaha (I/P/
BU-CERT). Keempat, komunitas dan akademik (K/A-CERT). Kementerian Pertahanan
membutuhkan SDM yang andal untuk mengkoordinasikan Center of Cyber (CoC)
sebagai unit induk terdepan. Keberadaan CoC diikuti dengan pembentukan unit
khusus CERT di setiap angkatan, yakni ADCERT, AL-CERT, AU-CERT. Setiap angkatan
membutuhkan unit yang lebih kecil lagi seperti di kesatuan setingkat batalyon.
Semua itu membutuhkan SDM siber
yang memiliki spesialisasi tinggi lewat pendidikan atau pelatihan khusus untuk
menghadapi serangan atau perang siber. Sehingga di lapangan mampu bertanggung jawab
menjaga jaringannya dan senantiasa mengikuti dinamika modus-modus peretasan,
pemantauan dan perlindungan jaringan. SDM siber sekaligus juga meneguhkan
sistem e-Defense yang pada saat ini telah menjadi doktrin militer global.
Solusi masalah pertahanan harus ditangani dengan optimalisasi teknologi
informasi.
Solusi tersebut antara lain
perlu segera mewujudkan electronics defense system atau e-Defense. Pengembangan
teknologi e-Defense menuju integrated digitalized battlefield bagi ke-4 matra
pertahanan negara. Mencetak jumlah SDM siber juga untuk mengembangkan sistem
pertahanan negara yang menekankan faktor geostrategis, baik ke dalam maupun ke
luar. Faktor geostrategi ke dalam mengarahkan pembuatan kebijakan pertahanan
untuk menciptakan sistem pertahanan yang tangguh didasarkan atas konsep unified
approach yang mencakup seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Sedangkan faktor
geostrategic ke luar memerlukan kebijakan pertahanan untuk mengembangkan
kemampuan penangkal yang tangguh melalui pengembangan TIK dan sistem peringatan
dini.
Dengan e-Defense bisa dilakukan
evaluasi secara cepat dan akurat terhadap postur pertahanan nasional, akuisisi
persenjataan yang diperlukan, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan. Selama
ini evaluasi di atas sulit dilakukan karena harus mengombinasikan alokasi
sumber daya nasional yang diperlukan untuk memper tahankan postur pertahanan
yang eksis dan untuk memulai program modernisasi atau arms build-up.
Program modernisasi sangat
mendesak dilakukan untuk mencegah semakin lebarnya kesenjangan kapabilitas
militer negeri ini dengan negara tetangga. E-Defense sangat menunjang strategi
pertahanan yang kini mengarah kepada transformasi sistem persenjataan ke arah
konektivitas. Dengan kata lain kekuatan militer sekarang ini banyak tergantung
pada TIK atau networking yang mampu meningkatkan kewaspadaan di segala medan.
Tak bisa dimungkiri internet
protocol (IP) memegang peranan penting dalam jaringan sistem informasi karena
bisa menghubungkan komunikasi dari darat, laut, udara, bahkan dari luar
angkasa. IP juga memiliki kemampuan untuk membuat bermacam-macam sistem komunikasi.
Komunikasi antarmatra pertahanan bisa dijembatani.
Selain itu, IP juga bisa
diintegrasikan dengan sistem GPS untuk memberikan informasi posisi yang akurat
dan realtime mengenai keadaan di lapangan. Eksistensi COC Kementerian
Pertahanan sangat penting untuk pengembangan e-Defense. Antara lain untuk
memonitor aktivitas operasional di markas dan alutsista hingga menyangkut unit
personel terkecil yang sedang bertugas di lapangan.
Seperti dalam hal penjagaan
terhadap garis perbatasan dan pulau-pulau terluar yang membutuhkan personel
infanteri yang tangguh dan modern. Beberapa konsep pasukan infanteri masa depan
tidak terlepas dari dunia TIK. Personel pasukan infanteri masa depan harus
dilengkapi alat navigasi dan komunikasi digital, perangkat komunikasi taktis
untuk suara dan data serta persenjataan baru yang termonitor secara baik.
Pasukan infanteri masa depan merupakan integrated fighting system individual.
Perangkat yang melekat pada
personel infanteri di garis depan itu berupa persenjataan, helmet, komputer,
digital and voice communications, system penanda posisi dan navigasi, pakaian
pelindung serta perlengkapan personel.
Kelengkapan lain berupa GPS dan
pedometer dead recording system yang dapat mengikuti gerak prajurit di
lapangan. Dengan perangkat yang demikian maka wilayah perbatasan dan pulau
terluar bisa diamankan dengan baik.
Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State
University. Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE
http://www.beritasatu.com/investor/419024-mencetak-sdm-keamanan-siber.html