Menata
Kerja Sama RI – AS
Oleh Bimo
Joga Sasongko
Hasil kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Michael Pence di
Indonesia janganlah berlalu begitu saja. Pertemuan Wapres Pence dengan Presiden
Joko Widodo dan pejabat tinggi Indonesia lainnya diharapkan membuahkan hasil
yang konkret dan berkelanjutan.
Perlu
menata kembali kerja sama Amerika Serikat (AS) dengan Republik Indonesia (RI),
utamanya bentuk kerja sama yang lebih esensial terkait pengembangan sumber daya
manusia (SDM). Kerja sama dan bantuan AS terkait pengembangan SDM di masa lalu
sangat berarti bagi negeri ini. Pemberian beasiswa kepada pemuda untuk kuliah
di perguran tinggi AS sangat bermakna dan telah mendorong kemajuan dan
mencerahkan iklim demokrasi.
Program
beasiswa tersebut juga melahirkan para cendekiawan terkemuka. Seperti
Nurcholish Madjid, Amien Rais, dan Ahmad Syafi’I Ma’arif yang terkenal dengan
julukan tiga Pendekar Chicago. Mereka itu generasi gelombang pertama yang
mendapat beasiswa di Universitas Chicago.
Kunjungan
Wapres Pence yang didampingi istrinya, Karen Pence dan dua putrinya ke Masjid
Istiqlal, lalu melakukan dialog dengan pemuka lintas agama, mengandung makna
yang dalam. Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak hanya melakukan negosiasi
secara government to
government atau business to business.
Tetapi harus bisa mendayung di antara dua karang untuk menata kembali hubungan
kedua negara lewat diplomasi publik.
Diplomasi
publik di antara kedua negara perlu diperbanyak. Diplomasi tersebut bisa berupa
pemberian beasiswa kepada generasi muda, pertukaran remaja, membina diaspora,
hingga memperbanyak kerja sama antarkota dalam skema sister city.
Dengan
diplomasi publik yang efektif maka hubungan kedua Negara menjadi kokoh dan
saling pengertian. Sehingga kesalahpahaman dan fenomena outrageous fallacy terhadap AS atau sebaliknya bisa
diatasi. Yakni sebuah fenomena penyesatan pengertian terhadap suatu negara,
sehingga menimbulkan ketidakserasian karena kesalahpahaman.
Fenomena
tersebut seperti terjadi baru-baru ini terkait dengan pernyataan Presiden
Amerika Serikat Donald Trump terkait dengan daftar Negara curang yang
memanipulasi mata uang demi menggenjot ekspornya ke AS. Yang mana hingga saat
ini Indonesia masih berada dalam deretan daftar negara curang penyebab deficit
neraca perdagangan AS. Sementara Tiongkok sudah dicoret dari daftar berkat
diplomasi publik yang efektif.
Selama
ini Indonesia mengandalkan ekspor ke AS, selain komoditas, juga ada pakaian
jadi, sepatu, dan produk lainnya. Segala macam barang bermerek Nike diproduksi
di Indonesia. Begitu juga dengan produk-produk pakaian jadi yang diproduksi di
sini, banyak yang diberi merek Indonesia dan merek AS. Hal ini seharusnya
dilihat secara mendalam oleh Pemerintah Presiden Trump.
Kunjungan
Wapres AS merupakan momentum menata kerja sama terkait SDM Iptek kedua negara.
Kerja sama SDM Iptek perlu diperluas. Banyak ahli dari Indonesia yang berkarya
di negara Paman Sam dan mendapat posisi strategis di sana sebagai ilmuwan
berkelas dunia.
Para
ilmuwan lulusan AS lainnya siap untuk bersinergi membentuk jejaring Indonesia
integrated untuk memajukan Iptek. Lewat Indonesia integrated, kompetensi
teknolog Indonesia bisa diintegrasikan secara langsung atau melalui perusahaan/
organisasi tempat mereka bekerja. Para teknolog dan profesional di Tanah Air
yang lebih menguasai lapangan sebaiknya bersinergi dengan para diaspora
Indonesia di AS untuk melengkapi dengan pengetahuan dan jejaring yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan di Tanah Air. Karena diaspora memiliki akses ke
sejumlah ilmu yang belum ada.
Di
lain pihak, diaspora tidak tahu persis apa yang sebenarnya dibutuhkan
Indonesia. Sinergi saling melengkapi itulah yang ingin dicapai gerakan
Indonesia integrated. Kerja sama SDM Iptek AS-RI sebaiknya diawali dengan
pembentukan task force untuk mengelola system offset kedua negara. Apalagi
produk pesawat Boeing Company banyak digunakan oleh maskapai di Indonesia.
Begitu
juga dengan pesawat militer buatan Lockheed Martin seperti F-16 telah dipakai
oleh TNI. Tentunya perlu skema offset yang lebih baik lagi dengan Boeing yang
bermarkas di Chicago, Illinois, dengan fasilitas produksi terbesarnya di
Everett, Washington, dekat Seattle, Washington.
Definisi
offset secara umum dapat diartikan sebagai mekanisme timbale balik. Kalau kita
membeli pesawat terbang senilai X dari negara lain, maka kita meminta timbal
balik senilai Y dari nilai pembelian tersebut. Ketentuan, jenis dan nilai Y
tersebut sebaiknya segera didetailkan. Skema of fset mencakup transfer
teknologi, co-production atau produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan
struktur, serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Yang terdiri atas direct
of fset dan indirect of fset. Direct of fset merupakan kompensasi yang langsung
berhubungan dengan kontrak pembelian.
Sedangkan indirect of fset atau biasa disebut offset komersial
biasanya berbentuk buyback, bantuan pemasaran/pembelian alutsista yang sudah
diproduksi oleh Negara berkembang tersebut, produksi lisensi, hingga transfer
teknologi dengan mendidik SDM. Kerja sama lainnya yang tidak kalah penting bagi
kedua Negara adalah terkait dengan bidang pertambangan. Perlu solusi yang tepat
untuk membantu SDM pertambangan nasional, misalnya pekerja PT Freeport
Indonesia yang kini sedang bermasalah padahal memiliki kompetensi yang baik.
Seyogianya
perlu menyegarkan profesi pertambangan di Tanah Air dengan cara magang di AS
atau negara lain yang selama ini menjadi afiliasi tambang. Langkah pertama
dengan cara menambah keahlian di bidang bahasa asing terkait bidang
pertambangan. Untuk itu, perlu peran lembaga atau konsultan pendidikan
internasional untuk menambah keahlian bahasa asing bagi SDM pertambangan.
Kemampuan
berbahasa asing sangat menunjang penguasaan teknologi pertambangan. Apalagi
sebagian besar investasi proyek smelter atau pengolahan bahan mentah tambang
merupakan pihak asing yang membawa teknologi dan proses produksinya yang
berbasis dari negaranya. Contohnya fasilitas smelter PT Freeport Indonesia yang
ada di Kota Gresik bekerja sama dengan Freeport pusat dan Mitsubishi dari
Jepang. Metode Mitsubishi banyak dipakai oleh usaha smelter karena lebih efisien
dan ramah lingkungan.
Selain
itu, perlu mengirimkan pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk mendalami mining
safety and processing technology di AS maupun Jepang. Seluruh pemangku
kepentingan pertambangan di Indonesia berkewajiban mengembangkan SDM yang
berdaya saing global. SDM kelas dunia sangat penting mengingat Indonesia
menduduki peringkat enam besar dunia dalam hal kepemilikan bahan-bahan tambang.
Survei
Geologi Amerika Serikat (USGS), menempatkan Indonesia pada peringkat keenam
sebagai negara kaya akan sumber daya tambang. Di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia menempati posisi teratas untuk proyek-proyek pertambangan baru,
diikuti oleh Filipina dan Vietnam. Nilai industri pertambangan Indonesia
diperkirakan akan mencapai US$ 200 miliar pada 2019. Dengan potensi sebesar
ini, kesiapan SDM dan kematangan rencana pembangunan smelter untuk memajukan
sector pertambangan sangat dibutuhkan.
Bagaimanapun
sektor pertambangan tetap akan menjadi sumber utama devisa Indonesia, dengan
melihat potensi sumber daya mineral yang masih luas untuk digarap baik oleh
perusahaan lokal maupun asing. Selain usaha dari pihak swasta, dukungan dari
pemerintah berupa kemudahan dan keringanan bagi para investor smelter akan
menjadi faktor pendukung yang signifikan untuk menciptakan situasi yang
kondusif bagi pembangunan smelter nasional.
Indonesia
masih membutuhkan ratusan smelter yang kapasitas dan teknologinya seperti yang
dimiliki smelting di Gresik, Jawa Timur. Kapasitas smelter atau pengolah hasil
tambang ini memiliki kapasitas satu juta ton konsentrat per tahun.
Pemetaan
SDM
Kondisi
SDM pertambangan nasional perlu dipetakan lagi. Pemetaan untuk mengetahui
spesifikasi keahlian atau keterampilan serta untuk membantu bagi mereka yang
tidak terserap lagi. Bagi yang terkena PHK perlu penyaluran ke usaha
pertambangan lainnya.
Saatnya
bagi Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian terkait lainnya untuk menata lagi
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di sektor pertambangan.
Standar kompetensi ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan para pekerja
Indonesia. Saat ini standar kompetensi bagi para tenaga kerja khususnya yang
bekerja di industri pertambangan mineral dan batubara masih terbatas.
Akibatnya
juga berpengaruh dalam penilaian produktivitas secara global karena masih
terbatasnya baku mutu acuan yang digunakan untuk menilai kualitas produk atau
proses yang dihasilkan.
Bimo
Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, ketua
umum IABIE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar