Pengurus IABIE (Ikatan Alumni
Program Habibie) prihatin dan mengutuk keras terjadinya krisis kemanusiaan dan
peristiwa genosida terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Hadapi tragedi kemanusiaan tersebut tidak cukup
hanya dengan pernyatan sikap belaka, perlu aksi nyata untuk atasi duka nestapa
etnis Rohingnya. Serta perlu tindakan keras terhadap rezim dan pihak yang
terlibat tindakan biadab dan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut.
IABIE berseru saatnya Bangsa
Indonesia buktikan bahwa nasionalisme Indonesia sejatinya adalah
perikemanusiaan. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Presiden RI pertama
Soekarno dan para pendiri bangsa lainnya. Bahwa hakekat nasionalisme Indonesia
bukan mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi haruslah
mencari selamatnya manusia di seantero dunia.
Saatnya
bangsa Indonesia buktikan bahwa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang
merupakan sila kedua Pancasila sebagai Dasar Negara benar-benar telah dihayati
oleh segenap bangsa.
Siapapun warga bangsa yang mengaku sebagai
Pancasilais sejati mestinya tergerak dan berbuat secara konkrit. Bukan
berpangku tangan dan hanya menjadi penonton. Sila Pancasila yang telah dikagumi
dunia sejak lama dan telah menjadi nilai universal itu saatnya dibuktikan
secara nyata untuk menolong etnis Rohingya yang tertindas dan terjajah.
IABIE mencatat bahwa kekerasan
terhadap minoritas Muslim Rohingya di Arakan, Myanmar, masih terus terjadi dan
tercatat enam ribu orang telah tewas. Bangsa Myanmar berpenduduk 75 juta jiwa
dan menurut PBB, etnis Rohingya yang berjumlah
sekitar 800 ribu orang di sana merupakan salah satu minoritas paling
tertindas di muka bumi saat ini.
Sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia dan atas dasar
kemanusiaan, pemerintah Indonesia sudah seharusnya melakukan langkah-langkah
kongkrit untuk memberikan solusi konkrit dan penyelesaian mendasar terhadap
masalah yang dihadapi etnis Rohingya. Sesuai dengan politik aktif luar negeri
Indonesia, ikut serta dalam ketertiban dunia dan mempunyai semangat anti
penjajahan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Atas peristiwa tragis dan
memilukan diatas Pengurus IABIE menyatakan sebagai berikut:
1. Mengutuk
keras genosida terhadap etnis Rohingya di negara bagian Arakan (Rakhine),
Myanmar. Mendesak pemerintah Indonesia dan dunia internasional untuk memberikan
sangsi politik dan ekonomi kepada pemerintah Myanmar karena membiarkan
kejahatan HAM berat terus terjadi.
2. Mendesak
pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dan mengusir kedutaan
besar Myanmar. Mendesak Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi
agar segera mengambil langkah-langkah strategis dan menjadi inisiator di Asia
Tenggara dan PBB untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di
Myanmar.
3. Pemerintah
RI hendaknya lebih proaktif membantu para pengungsi dan menyediakan lagi sebuah
pulau atau kawasan khusus untuk menampung para pengungsi Rohingya yang kini
masih terombang ambing penuh ketidakpastian.
4. Berseru
kepada seluruh warga bangsa dan dunia untuk boikot segala macam aktivitas dan produk Myanmar hingga masalah Rohingya
selesai dengan baik.
5. IABIE
meminta kepada komite hadiah Nobel untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian
yang pernah disematkan kepada salah satu pemimpin Myanmar, Aung San Suu
Kyi karena membiarkan tragedi
kemanusiaan Rohingya terus terjadi.
6. Mengintruksikan
kepada seluruh anggota IABIE dan pihak terkait untuk melakukan aksi kepedulian
dan penggalangan dana untuk rohingya dalam waktu secepat mungkin.
Demikian pernyataan sikap dan
ajakan aksi nyata sebagai pembelaan dan solidaritas terhadap etnis Rohingnya
yang saat ini sedang tidak berdaya dan terancam jiwanya.
Jakarta, 31 Agustus
2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar