Bimo Joga Sasongko
Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Musibah tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun di
perairan Danau Toba menimbulkan duka seluruh bangsa. Ada hikmah yang besar dari
musibah tersebut, yakni perlu segera revitalisasi pelayaran rakyat (Pelra).
Kondisi Pelra kini didera berbagai persoalan krusial. Perlu program
revitalisasi yang tidak hanya membutuhkan dana besar, tetapi juga persiapan SDM
kompeten terhadap pengadan dan peremajan kapal rakyat.
Sebenarnya sudah banyak SDM ahli perkapalan yang dimiliki
bangsa Indonesia. Mereka lulusan dalam dan luar negeri yang mampu mendesain
berbagai jenis kapal yang cocok untuk Pelra.
Kesulitan aspke desain, produksi dan bahan baku yang selama
ini menjadi kendala sebenarnya sudah ada solusinya. Bahan baku konstruksi kapal
rakyat dari kayu pilihan selama ini merupakan kendala terbesar.
Namun, kini sudah ada solusinya dengan material baru yang
lebih feasible dan mudah diproduksi. Selain masalah desain dan produksi,
pelayaran rakyat juga dihadang masalah kompetensi para pelaut.
Perlu program aksi masif untuk memberikan pendidikan bagi
SDM pelayaran yang selama ini beroperasi tanpa pengetahuan pelayaran memadai. Satnya
memberikan pelatihan gatis bagi puluhan ribu pelaut.
Ini untuk meningkatkan kompetensi pelaut di Pelra agar
mereka bisa berlayar lebih aman dan paham ilmu pelayaran.
Pembenahan Pelra yang pernah dirancang oleh Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kini masih tersendat. Perlu akselerasi
karena kondisi Pelra semakin rawan kecelakaan fatal.
Revitalisasi juga bisa meningkatkan konektivitas laut di
Tanah Air menjadi lebih efisien dan efektif. Operasional dan layanan Pelra
selama ini tidak terjadwal dengan baik. Pelayaran masih berdasarkan pesanan.
Implikasi negatifnya banyak, antara lain tidak adanya manifest
penumpang dan barang. Kalau terjadi kecelakaan seperti kasus KM Sinar Bangun,
sulit ditangani dengan cepat. Dalam operasionalnya, Pelra mengalami dilemma okupansi
dan pemborosan bahan bakar.
Masalah ini sama dengan yang dialami perusahaan kapal niaga
nasional dan BUMN, yakni kapal dalam perjalanan kembali dalam kondisi kosong
setelah mengantar penumpang dan barang.
Untuk itu, pemerintah juga harus memberikan insentif atau
subsidi beban operasional karena kapal pulang kososng tanpa muatan. Perlu cetak
biru bagi pelayaran rakyat sesuai karakter daerah. Selama ini, cetak biru Pelra
belum jelas bentuk ataupun gambar desainnya.
Implikasinya, kalau gambar desainya tidak ada, tidak ada
perusahaan asuransi yang mau menjamin jika terjadi kecelakaan atau tenggelam.
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran
PAsal 15 ayat 1 dan 2, perusahaan Pelra pada umumnya identik dengan konstruksi
kapal kayu yang dioperasikan pelaut tradisional atau bakat alami dengan model
manajemen yang sangat sederhana.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
93/2013 tentang penyelenggaraan angkutan laut yang menggunakan kapal layar
tradisional yang sepenuhnya digerakkan tenaga angin, kapal layar motor berukuran
sampai 500 GT (gross tonnage) yang digerakkan tenaga angin sebagai pengerak utama dan motor
sebagai tenaga penggerak bantu, serta kapal motor dengan ukuran antara 7 GT
sampai 35 GT.
Menurut pengurus organisasi pelayaran rakyat, eksistensi
kapal Pelra kian tersingkir dan dieliminasi dari aktivitas logistic. Akibatnya,
jumlah kapal kian menyusut. Dalam tiga tahun terakhir, menyusut hingga 50
persen karena krisis permodalan dan dipinggirkan sebagai moda angkutan dan
usaha logistik.
Langkah pertama program revitalisasi Pelra adalah menetapkan
standar nasional kapal pelayaran rakyat dengan bobot yang sesuai kondisi alam,
jalur pelayaran, serta operasional mereka sebagai feeder kapal niaga nasional khususnya untuk angkutan
perbatasan, daerah perairan pedalaman, dan program rintisan.
Adapun bobot kapal yang perlu standarisasi dan penataan
ulang supaya tidak timbul konflik kepentingan dengan kapal niaga nasional
adalah maksimal 174 GT untuk angkutan antarpulau ( dibawah bobot kapal niaga
nasional) atau maksimal 35 GT untuk angkutan perairan pedalaman atau sesuai
level air.
Perlu peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai
kompetensi standar keselamatan dan keamanan transportasi. Proyeksi kebutuhan
SDM pelayaran hingga 2019 mencapai 1,3 juta orang.
Tingginya kebutuhan SDM pelayaran, baik untuk memenuhi
kebutuhan perhubungan laut nasional maupun asing memerlukan dukungan
peningkatan kualitas serta kapasitas Sekolah Tingi Ilmu Pelayaran, Politeknik
Ilmu Pelayaran, dan lainnya.
Perlu link and match antara lembaga pendidikan dan riset
dengan industri transportasi , serta regulator untuk mendukung terwujudnya
sistem pelayaran nasional berkelas dunia. Perlu SDM shiping and ship building
dan perombakan diklat pelaut.
Sebagai negara maritim, Indonesia perlu mengembangkan SDM
bidang kemaritiman ahli. BPPT sebaiknya konsolidasi kompetensi dan merangkul
kembali SDM ahli yang pernah disekolahkan di luar negeri.
Banyak ahli kemaritiman dan teknik perkapalan yang pernah
diberikan beasiswa ke luar negeri oleh Menristek BJ Habibie pada era 80-an. Tentunya,
mereka pada saat ini kompetensinya sudah sangat mumpuni.
Dengan demikian, mereka sangat tepat membantu revitalisasi
Pelra dan program nasional kemaritiman yang lain. Dibutuhkan pula, penyiapan
infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik yang ahli dalam bidang
kemaritiman.
Selain itu, wahana pengembangan dan pemberdayaan pendidik
dan tenaga kependidikan bidang kelautan. Ada beberapa faktor yang masih menjadi
masalah pelik dalam pengembangan pendidikan kemaritiman.
Masalah yang krusial adalah pemenuhan guru produktif serta
perbaikan infrastruktur pendidikan maritim.
Saat ini, banyak guru di SMK kemaritiman yang sejatinya
bukan guru produktif, melainkan dikaryakan menjadi guru produktif.
Selain itu, SMK kemaritiman di Indonesia juga masih
kekurangan laboratorium dan peralatan praktik. Ini tentu mempengaruhi kompetensi
lulusan SMK di bidang kemaritiman di dunia kerja.
Peralatan seperti simulator kapal untuk praktik siswa bisa
diadakan melalui kerjasama dengan BPPT dan industry strategis, seperti PT LEN,
PT DI, dan PT PAL.
Simulator yang digunakan dalam pembelajaran di SMK bidang
kemaritiman sesuai standar kinerja yang sudah disusun BPSDM Kemenhub dalam hal
penggunaan simulator dalam pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar