Pikiran Rakyat, Jum’at 25 Januari 209 / 19 Jumadil Awal 1440 H
Oleh Bimo Joga Sasongko
Oleh Bimo Joga Sasongko
DEBAT calon presiden (capres) menjadi forum yang tepat
untuk evaluasi dan mencari solusi tentang produk nasional yang tengah kesulitan
bersaing. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang 2018 neraca
perdagangan mengalami defisit yang mencapai angka 8.57 miliar dolar AS. Defisit
tersebut paling parah sepanjang satu dasawarsa terakhir.
Salah satu indikator kebangkitan nasional bisa dilihat dari
kondisi dan daya saing produknya. Para capres dan cawapres perlu curah pikir
untuk mengembangkan SDM terkait dengan usaha positioning produk nasional di tengah persaingan sengit
antarnegara.
Positioning
adalah mengidentifikasi lagi posisi pesaing lalu mengambil posisi setaraf
dengan pesaing dengan metode baru atau langkah terobosan. Keniscayaan, positioning produk nasional diwarnai
bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0.
Publik kecewa dengan kinerja ekspor nasional. Kekecewaan tersebut
ditunjukkan dengan membandingkan nilai ekspor RI yang ketinggalan dari negara tetangga.
Sebagai bangsa besar seharusnya kinerja ekspor kita tidak kalah oleh Thailand,
Vietnam, dan Malaysia. Apalagi kapasitas dan sumber daya alam dan jumlah SDM
yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar.
Sebagai catatan, Thailand mampu menghasilkan 231 miliar
dolar AS dari ekspor. Tertinggi di Asia Tenggara. Malaysia 184 miliar dolar AS,
dan Vietnam mencapai 160 miliar dolar. Sementara Indonesia, hanya 145 miliar
dolar AS.
Untuk menggenjot ekspor produk nasional tidak cukup lewat
pameran perdagangan dengan skala local hingga global. Perlu dicari terobosan
yang bisa menggenjot perdagangan sekaligus menjadi sistem bagi pengusaha untuk
bertukar informasi tentang produk unggulan.
Terkait dengan usaha Positioning
produk nasional, ada baiknya kita mengkaji peta yang menggambarkan aliran
produk yang terjadi. Seperti dalam elaborasi oleh Peter Dickens dalam bukunya Global Shift : Mapping The Changing Contours
of the World Econom.
Buku itu merekomendasikan kepada bangsa-bangsa pentingnya
merancang ulang mata rantai jaringan produksi global dan selalu fokus pada
pasar dan kematangan produk. Hal itu sangat relevan, di tengah banyaknya
perusahaan di tanah air yang kini menghadapi ketidakseimbangan biaya bahan baku
yang diimpor dengan hasil penjualan produk yang diekspor, atau diserap dalam
pasar domestik.
Usaha memacu perdagangan produk nasional sangat
tergantung pada sistem logistik. Perlu menetapkan produk atau komoditas
penggerak utama dalam suatu tatanan jaringan logistik dan rantai pasok, tata
kelola, serta tata niaga yang efektif dan efisien.
Saatnya mengintegrasikan simpul-simpul infrastruktur logistic,
baik simpul logistik (logistics node)
maupun keterkaitan antar simpul logistik (logistics
link) yang berfungsi untuk mengalirkan barang dari titik asal ke titik
tujuan. Simpul logistik meliputi pelaku logistik dan konsumen; sedangkan
keterkaitan antarsimpul meliputi jaringan distribusi, jaringan transportasi,
jaringan informasi, dan jaringan keuangan, yang menghubungkan masyarakat
pedesaan, perkotaan, pusat pertumbuhan ekonomi, antarpulau maupun lintas Negara
SDM Logistik
Volume perdagangan nasional sangat dipengaruhi oleh
kinerja logistik. Kapasitas sumber daya manusia di bidang logistik masih
memperihatinkan, sehingga perlu ditingkatkan. Kebutuhan tenaga-tenaga yang
kompeten di sektor logistik tidak hanya diperlukan untuk pengembangan sistem logistik
nasional, tetapi juga dalam menghadapi liberalisasi tenaga kerja.
Dibutuhkan strategi yang mampu mengembangkan SDM dengan
kompetensi dan profesi logistik berstandar internasional. SDM logistik yang
terpercaya, baik pada tingkat operasional, manajerial dan strategis, dan
mencukupi kebutuhan nasional untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas kinerja
sistem logistik nasional.
Untuk mengembangkan SDM logistik perlu dilakukan
klasifikasi dan penjenjangan profesi logistik, serta pendirian lembaga
pendidikan logistik baik melalui jalur akademik, jalur vokasi, maupun jalur
profesi. Terkait dengan pendidikan profesi logistik, asosiasi terkait dengan logistik
seperti ALI dan ALFI perlu bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP) untuk membentuk badan akreditasi profesi logistik dan lembaga asesor yang memberikan sertifikat
profesi.
Usaha mewujudkan Pelaku Logistik (PL) dan Penyedia Jasa
Logistik (PJL) yang mampu menjadi pemain lokal kelas dunia (world class local players) perlu mendirikan program studi atau
prodi logistik di perguruan tinggi dan sekolah vokasi. Sekolah menengah
kejuruan perlu menekankan jurusan logistik, sehingga bisa dihasilkan teknisi
logistik yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menangani berbagai
bidang. Di antaranya transporting,
warehousing, freight forwarding.export-import, cargo and shipping, logistics
information service, taxation, dan lain-lain.
Tantangan globalisasi salah satunya adalah menguatkan
perdagangan domestik agar tetap mampu bersaing. Sesuai dengan pesatnya
teknologi informasi, maka ranah perdagangan memerlukan sistem informasi
perdagangan yang meliputi hal-hal terkait harga suplai, dan distribusi untuk
menghindari adanya assymetric information
yang dapat memicu kartel dan monopoli harga
Faktor penting terkait perdagangan adalah mengenai Stan
dar Nasional Indonesia (SNI). Dalam Pasal 69 RUU Perdagangan disebutkan bahwa pelaku
perdagangan atau penyedia yang tidak memenuhi SNI dipidana penjara paling lama
5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Pada era sekarang ini perlu
dorongan kuat penerapan SNI yang disertifikasi oleh kementerian dan lembaga
teknis terkait dan diawasi oleh Kementerian Perdagangan sebagai upaya untuk
meningkatkan daya saing dan perlindungan konsumen.
Pada era liberalisasi perdagangan yang diwarnai dengan
perang dagang perlu peraturan yang bisa melengkapi UU Perdagangan terkait
dengan mutu dan infrastruktur mutu pendukungnya. Termasuk standar, penilaian
kesesuaian, metrologi, dan aspek logistik. Apalagi di kalangan industri lokal
masalah standardisasi hingga kini masih menjadi masalah laten. Masih kecil
jumlah atau persentase produk nasional yang sudah meraih SNI.***
Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie dan Pendiri Euro Management Indonesia
Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie dan Pendiri Euro Management Indonesia