Kamis, 17 Januari 2019 | 01.00
Oleh Bimo Joga
Sasongko
Acara debat Pilpres 2019 yang diselenggarakan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebanyak lima putaran, yang dimulai hari ini, jangan
sekadar tahapan pemilu. Biaya Pemilu 2019 yang mencapai 24,8 triliun rupiah
harus bisa memberi nilai tambah yang berarti bagi masa depan bangsa berupa
pemikiran strategis dan gagasan cemerlang dalam mendorong bangsa berdaya saing
global.
Selain melancarkan transformasi demokratik, tahapan
pemilu seperti acara debat mesti menghasilkan sesuatu yang sangat esensial bagi
masa depan bangsa seperti gambaran dan gagasan bersama tentang purwarupa (wajah
awal) Indonesia, setidaknya hingga tahun 2030. Cakrawala debat pilpres mesti
menjangkau ekosistem Indonesia 2030 dengan berbagai tantangannya. Untuk itu,
kandidat mesti mampu menyajikan purwarupa Indonesia ke depan. Hal itu bisa
menyemangati bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemajuan dalam milestones yang
cepat.
Visi-misi yang baik bisa dianalogikan sebagai purwarupa
atau arketipe. Dalam bidang desain produk otomotif purwarupa merupakan sebuah
prototype (tipe perdana). Ini dibuat sebelum diproduksi massal atau khusus
untuk pengembangan sebelum dibuat dalam skala yang sebenarnya. Eksistensi
prototipe sangat menentukan kecepatan produksi dan keunggulan produk menghadapi
pesaingnya. Kemampuan para capres dan cawapres mendiskripsikan purwarupa dalam
bentuk lisan maupun tulisan menjadi tolok ukur setinggi apa visi seorang
pemimpin.
Purwarupa Indonesia sangat penting karena dalam
menjalankan pembangunan bangsa saat ini tidak ada lagi Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN) yang disusun Majelis Permusyawaratan Rakyat. Maka, visi-misi yang
disertai purwarupa bisa menjadi acuan pembangunan nasional. Untuk itu,
visi-misi capres harus sesuai dengan semangat zaman. Jadi, tidak sekadar
menyusun dokumen pembangunan. Dia harus juga termasuk menyusun metode untuk
mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan yang efektif dan berdaya saing. Rumusan
visi-misi sebagus apa pun, percuma tanpa sistem kekuasaan tidak efektif.
Visi-misi hendaknya mengena pada generasi muda dan jangan
golput. Semua harus memilih pemimpin yang memiliki mental disiplin tinggi,
ulet, dan gesit, meskipun menghadapi bermacam rintangan. Pemilu adalah pesta
demokrasi yang harus dalam kondisi sukacita, bukan penuh ketegangan dan saling
curiga. Kemenangan seyogianya menjadi milik bangsa yang bisa mengantar rakyat
maju pada 2030.
Para cendekiawan dan beberapa lembaga dunia yakin dengan
proyeksi Indonesia 2030 akan mampu menjadi negara maju berpendapatan per kapita
15 ribu dollar AS. Skenario itu berhasil jika segenap bangsa mampu mewujudkan
disiplin tinggi dan kerja keras. Pelaksanaan pemilu harus disertai jiwa besar
seluruh peserta demi persatuan Indonesia yang telah digariskan para pendiri
bangsa. Hubungan personal dan sosial harus lebih baik, bukan sebaliknya.
Dibutuhkan semangat dan nilai baru yang lebih relevan
sesuai dengan perkembangan zaman. Kemajuan bangsa bisa terwujud dengan
mentalitas kerja keras dan terus-menerus berpikir cerdas. Semua itu demi
berhasilnya proyeksi Indonesia 2030 sembari terus berinovasi.
Tidak Mudah
Mewujudkan tatanan kemajuan Indonesia 2030 tidaklah
mudah. Lihat saja data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2016 Produk Domestik
Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai 12.406,8 triliun. Sementara itu,
pendapatan per kapita baru mencapai 47,96 juta atau 3.605 dollar AS. Rilis BPS
berikutnya menyatakan, perekonomian Indonesia 2017 yang diukur berdasarkan PDB
atas dasar harga berlaku mencapai 13.588,8 triliun dengan perkapita 51,89 juta
atau 3.876 dollar AS.
Menurut kaidah internasional, Indonesia akan menjadi
negara maju pada 2030 jika berpendapatan tinggi (high income country/HIC) per
kapita 15 ribu dollar AS. Untuk itu, dibutuhkan SDM yang mampu mewujudkan
pertumbuhan ekonomi tinggi berkelanjutan dari sumber sektor manufaktor.
Ada sementara pihak yang kurang yakin dengan proyeksi
Indonesia 2030 bisa terwujud karena melihat data yang mustahil bisa dicapai.
Misalnya, memerlukan keajaiban untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi rata-rata
sebesar 13 persen guna mencapai pendapatan perkapita 15 ribu dollar AS dengan
pertimbangan depresiasi rupiah 0,8 persen dan pertumbuhan penduduk 1,1 persen.
Kalangan yang pesimistis ini menyatakan, angka-angka tadi
amat sulit diwujudkan. Namun, sebagai bangsa pejuang, kita harus yakin terhadap
skenario kemajuan Indonesia 2030. Hanya, memang segenap bangsa harus bekerja
keras dan memeras pikiran agar Indonesia tidak terjebak sebagai negara
berpendapatan menengah (middle income trap/MIT). Jebakan itu membuat Indonesia
tidak bisa masuk sebagai negara industri maju berpendapatan tinggi. Sebab
kehilangan sumber yang mampu mendorong pertumbuhan ekononi lebih cepat dari
laju inflasi.
Untuk lepas dan terbebas dari jebakan MIT tidak ada
jalan, selain menyiapkan SDM yang inovatif dan berdaya saing Iptek. SDM harus
mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi bersumber pada industri manufaktur dengan
mesin penggerak produktivitas yang tinggi. Platform nilai tambah produksi
tinggi dan terwujudnya UMKM berorientasi ekspor merupakan prasyarat penting
untuk mewujudkan skenario Indonesia 2030.
Hasil pemilu sangat menentukan arah pendidikan yang mesti
menghasilkan postur ideal SDM nasional berdaya saing global. Keberhasilan
pendidikan kunci kebangkitan suatu bangsa. Lembaga internasional PricewaterhouseCoopers
(PwC) pada 2017 mengeluarkan hasil kajian dan prediksi bahwa Indonesia
berdasarkan market exchange rate (MER) pada tahun 2030 akan berperingkat ke-9
PDB terbesar dunia. Itu berarti menjadi peringkat ke-8 berdasakan purchase
power parity (PPP).
Prediksi PwC tersebut bisa menjadi kenyataan jika ada
strategi pembangunan tepat yang didukung jumlah SDM berdaya saing iptek. SDM
tersebut tidak hanya berprofesi sebagai birokrat. Terpenting mereka mau terjun
secara total sebagai pengusaha atau wiraswasta berbasis lokal.
Penulis Lulusan FH Pforzheim Jerman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar