URGENSI BANTUAN DAN KREDIT MAHASISWA
Bimo Joga Sasongko
Ketum IABIE
Pandemi Covid-19 menurunkan daya beli masyarakat termasuk kemampuan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Tahun ajaran baru atau tahun akademik kali ini sangat berat bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan.
Angka putus sekolah dan kuliah bisa jadi akan melonjak jika tidak ada bantuan dan kredit pendidikan yang dikucurkan kepada mahasiswa yang orang tuanya mengalami pengrumahan dan PHK.
Rencana Dirjen Dikti Kemendikbud Prof. Dr. Nizam untuk meluncurkan bantuan dana Rp 1 triliun bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) perlu segera diwujudkan.
Direncanakan sebanyak 441 ribu mahasiswa akan menerima bantuan tersebut. Idealnya rasio pembagian bantuan sepertiga diberikan untuk mahasiswa PTN dan dua-pertiga diberikan untuk mahasiswa PTS.
Jumlah PTS di Indonesia 3.800 buah. Di Jawa Barat saja ada 278 PTS yang tersebar di 27 kabupaten/kota, sedangkan PTN di seluruh Indonesia tidak melebihi 300 PTN.
Demikian pula dengan jumlah mahasiswa di Indonesia kini sekitar 8 juta mahasiswa, maka sepertiganya berada di PTN dan duapertiganya ada di PTS.
Bantuan dan kredit mahasiswa selain untuk membayar biaya kuliah juga untuk menunjang sistem pembelajaran jarak jauh.
Hasil evaluasi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap pelaksanaan pembelajaran daring yang telah dilakukan sejak Maret 2020 lalu menunjukkan sebanyak 8 juta mahasiswa dan 300 ribu dosen telah bertransformasi ke dalam sistem pembelajaran daring.
Dari hasil survei yang disebarkan kepada mahasiswa dan dosen, didapatkan 70 persen menyatakan pembelajaran daring dinilai baik, sedangkan 30 persen lainnya masih mengakui adanya kelemahan.
Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo telah meminta pihak perbankan untuk mengeluarkan produk finansial baru berbentuk student loan atau kredit pendidikan.
Fasilitas pembiayaan tersebut sangat efektif untuk membantu mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu. Selain itu dengan adanya student loan bisa juga dimanfaatkan untuk pembiayaan mahasiswa yang berhasil meraih kesempatan kuliah gratis di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri tetapi memiliki hambatan biaya akomodasi.
Perlu skema kredit mahasiswa yang tidak memberatkan dan tidak berisiko terjadinya kredit macet dikemudian hari. Kredit mahasiswa bisa mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) mahasiswa di negeri ini yang masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Jumlah Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia sudah banyak namun tidak berbanding lurus dengan minat APK masyarakat. APK domestik merupakan jumlah penduduk rentang usia 19-23 tahun yang belajar di PT dibagi dengan rentang usia tersebut yang seharusnya belajar di PT.
Kini APK Indonesia ke PT sebesar 29 persen. Sebagai perbandingan APK di Korea Selatan mencapai 80 persen, Malaysia 40 persen, Thailand 54 persen, Singapura 78 persen. Saat ini terdapat 4.550 Perguran Tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta. Belum lagi kehadiran universitas asing, semakin menambah jumlah PT di negeri ini.
Jumlah PT banyak tetapi APK-nya kecil. Hal itu disebabkan 70 persen PT daya tampungnya sedikit. Sebagai perbandingan PT di negara-negara Uni Eropa hanya ada sekitar 2 ribu perguran tinggi.
Bahkan, jika dibandingkan dengan Tiongkok, jumlah PT di tanah air masih lebih banyak. Jumlah PT di negeri tirai bambu itu hanya sekitar 2.824, padahal penduduknya beberapa kali lipat lebih banyak dibanding Indonesia.
Dalam kondisi pandemi pemerintah mesti bekerja keras mendongkrak APK, tetapi tanpa melupakan kualitas pada semua tingkatan pendidikan mulai S-1 hingga S-3. Kehadiran universitas asing merupakan keniscayaan untuk mendongkrak APK.
Strategi untuk mendongkrak APK juga bisa melalui usaha untuk meningkatkan jumlah pengiriman WNI kuliah ke luar negeri. Karena kualitas dan tradisi ilmiah serta keunggulan riset di universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun tidak mungkin dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia.
Karena hal itu sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju itu. Dengan demikian kualitas PT asing yang beroperasi di tanah air tidak bisa sama dengan kualitas di negara asalnya.
Pemerintah harus ikut menentukan besaran biaya kuliah PT asing. Banyak alasan yang mengharuskan universitas asing bisa berbiaya lebih murah, karena beberapa perguruan tinggi terbaik dunia telah menerapkan sistem yang lebih murah dan praktis. Bahkan menawarkan seluruh mata kuliahnya secara gratis lewat internet.
Jangan sampai biaya kuliah PT asing lebih mahal dibandingkan dengan jika pemuda Indonesia kuliah langsung ke luar negeri. Apalagi fakta menunjukkan jika mereka langsung belajar di LN bisa lebih banyak mendapatkan nilai tambah dan lebih adaptif dengan kemajuan zaman.
Kini kita bisa melihat bahwa proses perkuliahan dan materi pelajaran dapat diunduh secara mudah. Bahkan, Massachusetts Institute of Technology (MIT) telah menyediakan ribuan materi mata kuliah secara gratis. Mata kuliah itu bisa diunduh secara rinci dan lengkap lewat internet.
*) Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE). Lulusan North Carolina State University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar