IABIE dan Global Brain Circulation,
Solusi mendasar dan tuntas
terkait kasus ikatan dinas anggota
IABIE
Oleh : Bimo Joga Sasongko - STAID 1 USA
Bakal Calon Ketua Umum IABIE
Periode 2016-2019
Sinergi Positif untuk Negeri
Dalam konteks berbangsa, IABIE
adalah SDM yang dipersiapkan oleh negara melalui Prof.DR.BJ.Habibie yang waktu itu sebagai Menristek.
Para anggota IABIE pada saat ini tetap eksis berkarya dan berinovasi untuk
bangsa. Mereka telah menemukan jalan masing-masing untuk
memberikan kompetensinya
kepada negeri ini.
Ada
sebagian dari anggota IABIE yang statusnya masih dianggap “bermasalah” dengan
varian sebagai berikut; pertama mereka meninggalkan instansi atau BUMN sebelum
habis masa ikatan dinasnya. Seperti termaktub dalam perjanjian ikatan dinas,
masa kerja mereka mestinya berlaku 2N+1. N adalah masa pemberian bea siswa atau
masa studi mereka yang dibiayai oleh negara. Varian kedua adalah mereka tidak
pernah kembali ke tanah air bekerja pada instansi atau BUMN yang sesuai dalam
perjanjian ikatan dinas.
Kondisi
politik pasca gerakan reformasi 1998 dan tekanan pihak luar negeri terkait
dengan “penghentian” atau pengurangan kapasitas secara drastis program
pengembangan Iptek dan transformasi industri strategis nasional, menyebabkan
lembaga Ristek (BPPT, LIPI, BATAN, LAPAN) dan BUMNIS (PT DI, PAL, INTI, INKA
dan lain-lain) menjadi stagnan dan menghentikan proyeknya, akibatnya kapasitas
produksi dan SDM banyak yang mengalami idle. Terjadi kevakuman yang luar biasa dan
menyebabkan karyawan disorientasi dan masing-masing mencari jalan keluar untuk
mempertahankan kompetensi dan hajat hidupnya.
Pengurus
IABIE mendatang perlu totalitas mencari solusi untuk bisa “memutihkan” status
di atas sehingga anggota IABIE tidak memikul lagi beban sejarah yang tidak
perlu. Pengurus IABIE mendatang sebaiknya membuat tim advokasi dalam kerangka
rekonsiliasi terhadap varian pertama dan kedua di atas lalu menjelaskan secara
tertulis dan bertemu langsung terhadap pihak yang terkait. Perlu membuat model
dan format bagi mereka yang masih menyandang varian pertama dan kedua agar
masing-masing bisa clear dan memiliki pegangan kuat jika ada pihak formal dan
informal yang mengungkit statusnya.
Pengamatan dan kajian saya sebagai
Sekjen IABIE terkait dengan masalah di atas adalah bahwa secara politis dan
kebijakan pimpinan bangsa sebenanya sudah clear. Seperti yang pernah diutarakan
oleh Presiden RI ketiga, bahwa pada intinya terkait dengan varian pertama dan
kedua bisa dipahami karena mereka
sebagian besar masih terkait dengan aspek global brain circulation yang sangat
penting bagi kehidupan dan daya saing bangsa. Mereka masih berkarya di dalam
negeri ataupun di luar negeri yang langsung ataupun tidak langsung masih
menyokong kemajuan bangsa. Untuk itulah perlu menuliskan peran masing-masing
yang terkait dengan aspek global brain circulation tersebut. Dalam sebuah
format dan artikel populer yang bisa dibaca dan dipahami oleh masyarakat dan
pemerintah.
Dengan
demikian status sebagai “pelarian” tidak perlu lagi disandang dan telah terjadi
rekonsiliasi nasional secara elegan. Ini tentunya membutuhkan pendekatan yang
intensif oleh Pengurus IABIE mendatang. Perlu seni negosiasi dan diplomasi
politis yang didukung oleh kekuatan media untuk bisa memutihkan status dalam
varian pertama dan kedua. Selama ini yang masih memegang “buntut” persoalan
status varian pertama dan kedua adalah eselon dua kebawah yang notabene kurang memahami
arti penting global brain circulation dan pengembangan SDM kelas dunia.
Bahkan saya mendengar
masih terjadi semacam intimidasi dari oknum birokrasi terhadap penyandang
varian pertama dan kedua dengan cara melayangkan surat ancaman ataupun gertakan
yang mirip dengan debt collector. Padahal masalah ini jelas sama sekali bukan
kasus perdata, tetapi adalah semacam force majore atau kondisi darurat yang
diluar kekuasaan individu bahkan diluar kemampuan pemerintah sekalipun.
Jika
dikaji secara mendalam, keputusan para penempuh varian pertama dan kedua justru
mengatasi brain drain yang dialami oleh bangsa Indonesia. Dalam berbagai kasus,
justru para penempuh varian pertama semakin menguntungkan negara dan memberikan
nilai tambah berganda. Hal ini bisa ditujukkan seperti gambaran di bawah, yang
mungkin bisa dijadikan referensi format bagi yang lain. Ada contoh yang bagus
dari salah satu anggota IABIE dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan
inisial NDH yang memiliki portofolio kompetensi global brain circulation yang
jika dihitung secara empiris sangat menguntungkan bagi bangsa dan negara
terkait dengan kiprahnya saat ini setelah “terpaksa” meninggalkan PT DI. Dalam
gambaran singkat di bawah sosok IABIEer tersebut bisa menjadi contoh model untuk
rekonsiliasi dan menuntaskan sandungan status anggota IABIE.
Pendekatan
model NDH untuk Format Rekonsiliasi :
Ada yang
berpendapat bahwa SDM Teknologi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) sejak krisis ekonomi
mengalami brain drain
dalam bentuk keluarnya SDM yang memiliki kompetensi tinggi, khususnya yang dari
BSLN hingga kepentingan
bangsa menjadi dirugikan.
Namun,
menurut kajian saya yang
terjadi pada para SDM Teknologi tersebut, utamanya yang langsung dipersiapkan oleh
Pak Habibie dengan jalan beasiswa ikatan dinas dan magang di industri dan pusat
riset pesawat terbang terkemuka di dunia sebenarnya adalah upaya survival agar
kompetensinya terus berkembang.
Pada prinsipnya
SDM Teknologi baik lulusan perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri,
baik yang masih bekerja langsung di lingkungan PT DI, maupun yang telah berada di
luar, kiprah keduanya sejajar dalam hal pengabdian untuk mengembangkan teknologi
sebagai solusi berbagai bidang di negeri ini. Dan sewaktu-waktu mereka juga
bisa menyumbangkan pikirannya.
Mereka itu menempuh jalan dengan menggunakan
prinsip global brain circulation
seperti premis yang dikemukan oleh Paul Krugman penerima hadiah Nobel bidang
Ekonomi. Mereka itu juga
telah
menjadikan kompetensi atau pengalaman
sewaktu berkerja di PT DI dahulu sebagai modal penting untuk memecahkan
berbagai persoalan bangsa
atau bisnisnya.
Hal itu tidak mengherankan karena teknologi pesawat terbang (atau bisa juga teknologi yang
digeluti oleh yang lain) bisa mengkait dan diaplikasikan ke
industri lainnya atau menjadi problem solving untuk berbagai kehidupan di
negeri ini. Karena teknologi pesawat terbang mengalami perbaikan yang terus
menerus, berkembang setiap detik dan sangat memperhatikan kerja detail karena
melibatkan ratusan ribu komponen yang harus terintegrasi menjadi suatu produk.
Salah satu contoh adalah NDH, sosok versatilis dan inovator yang telah
menciptakan sederet karya yang antara lain membuat sistem informasi Pemilu agar
demokratisasi di negeri ini berlangsung lebih baik. Juga menciptakan berbagai
aplikasi untuk memperbaiki tatakelola pemerintahan dan bisnis. Dan masih ada
beberapa karyanya lagi yang bisa menjadi solusi bagi persaingan bangsa ini ke
depan. Sepak terjang NDH tersebut bagi
saya tidak mengherankan lagi. Karena dirinya pernah menangani beberapa program PT DI.
Antara lain dalam proyek pesawat N-2130. Khususnya di bidang SIDINA (Sistem Digital
Terintegrasi Nusantara) yang merupakan sistem untuk proses Re-Engineering
berbasis Advanced CAD/CAM/CAE Technology dalam rancang bangun pesawat terbang.
Pengalaman NDH yang merancang
SIDINA hingga melakukan kajian terhadap hal serupa di Boeing dan industri
pesawat terbang terkemuka, telah menginspirasi dirinya untuk melakukaan inovasi di bidang
sistem informasi non-pesawat terbang seperti sistem e-Government, e-Democracy,
e-Education, e-Broadcasting, dan sebagainya.
Perjalanan
suatu bangsa sangat membutuhkan solusi multidisiplin dan multiplatform namun
tetap sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi. Disinilah Gartner
mendefinisikan versatilis sebagai sosok yang memiliki
pengalaman, kemampuan menjalankan berbagai tugas yang beragam dan
multidisiplin (versatile). Hal itu sekaligus untuk menciptakan pengetahuan
baru, inovasi, kompetensi dan
keterkaitan (context) yang kaya dan padu guna mendorong perbaikan
tatakelola dan nilai bisnis. Menurut pendapat saya para anggota IABIE sebagian besar telah
menjadi versatilis yakni seorang spesialis yang berpikir dan
berwawasan luas, inovator yang mengerti tentang pengembangana tata kelola
pemerintahan dan korporasi.
Jika saya terpilih menjadi Ketua
IABIE maka saya bertekad bulat untuk menuntaskan persoalan yang selama ini
menyandera sebagian anggota IABIE. Langkah pertama saaya adalah dengan membuat
format, mekanisme dan identifikasi dari masing-masing anggota IABIE yang
bermasalah dengan ikatan dinas. Kegiatan advokasi tersebut juga disertai dengan
lobi yang sehat serta memberi gambaran yang obyektif kepada pemerintah.
Sekian dan terimakasih.
Jakarta 25 Juli 2016
Bimo Joga Sasongko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar