Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Republika Jum’at, 14 Desember 2018
Hari Nusantara yang diperingati setiap 13 Desember menekankan arti penting Deklarasi Juanda 1957 sebagai konsepsi kewilayahan untuk mewujudkan Wawasan Nusantara.
Peringatan Hari Nusantara mengingatkan segenap bangsa agar jangan lengah dan lemah dalam mewujudkan kedaulatan wilayah secara utuh. Patut diperhatikan, kini ada masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa dan melukai perasaan rakyat. Yakni, adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia yang masih dikendalikan oleh negara tetangga.
Negara tetangga yang wilayahnya sebesar kota itu hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR), terkait pengaturan lalu lintas udara bagian barat Indonesia, yakni ruang udara di Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya.
Masalah tersebut hingga kini masih berlarut-larut dan belum berhasil diambil alih oleh otoritas terkait di Indonesia. Pemerintahan sudah silih berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Inilah batu ujian pemerintah dan Panglima TNI yang baru untuk segera menuntaskan kewibawaan Wawasan Nusantara.
Masalah FIR mestinya bisa dituntaskan paling lambat 2018, karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sebenarnya sudah disiapkan, yaitu dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service (JAATS) yang sebenarnya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara di wilayah Indonesia Barat secara utuh dan penuh wibawa.
Hari Nusantara menjadi peringatan keras bagi setiap generasi bangsa agar mampu melakukan pengawasan wilayah NKRI secara efektif yang menggunakan teknologi terkini.
Sesuai dengan era Industri 4.0.
Memasuki tahun 2019, segenap bangsa jangan terlena dengan urusan pesta demokrasi. Justru memasuki 2019, ada masalah tersembunyi sehingga perlu menyempurnakan agenda bela negara yang paling esensial.
Hal itu adalah kemampuan menjaga kedaulatan wilayah negara dengan sistem ter- kini. Untuk itu, perlu meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi perta hanan. Perlu perencanaan strategis pengelolaan SDM bangsa sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
Target agenda bela negara tahun 2019 adalah meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara. Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang SDM ahli dan infrastruktur canggih.
Indonesia yang juga memiliki banyak pulau kecil strategis secara posisi ataupun potensi ekonomi harus selalu dijaga. Sayangnya, sifat strategis tersebut belum didayagunakan secara optimal. Pembangunan dan pengusahaan masih sulit dilakukan.
Pendekatan geospasial, yaitu dengan data dan informasi yang bereferensi bumi merupakan langkah yang efektif dalam pengelolaan.
Agenda bela negara juga harus klop dengan kebijakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan terhadap SDM untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan.
Wawasan Nusantara kini sangat bergantung pada kemajuan teknologi dan membutuhkan infrastruktur serta SDM pemantau yang andal dalam menjaga wilayah darat, laut, dan udara.
Sistem pemantau lazimnya terintegrasi dalam C4ISR(Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissanse), yang mengedepankan pesawat tanpa awak dan sebaran radar di titik-titik rawan.
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang biasa disebut pesawat tanpa awak bisa segera diterapkan secara massal, karena sudah ada riset dan rancang bangun yang dilakukan BPPT, PT Dirgantara Indonesia, dan LAPAN.
Bahkan, satelit buatan LAPAN yang bisa menunjang operasional pesawat tanpa awak juga sudah rampung.
Satelit Lapan A2 dan A3 mampu menjalankan berbagai misi strategis, seperti pemantauan daratan dan seisinya, muatan Automatic Identification System (AIS) untuk pemantauan berbagai aspek kemaritiman, muatan sains untuk pengukuran medan magnet bumi, serta muatan komponen satelit itu sendiri untuk menguji bermacam sensor.
Hari Nusantara mesti bisa menyadarkan segenap warga bangsa terkait potensi luar biasa di bumi Pertiwi yang harus dijaga dengan metode yang paripurna. Perlu mencari solusi jitu untuk atasi berbagai rintangan yang mengadang dalam mendayagunakan potensi besar tersebut untuk kemakmuran rakyat.
Keniscayaan, makna peringatan Hari Nusantara menjadi momentum meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara.
Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang dengan SDM ahli dan infrastruktur yang canggih.
Hingga kini, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil di negeri ini masih jauh dari harapan. Lingkup pengelolaan di atas menyangkut perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antarpemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Perlu juga mewujudkan optimasi dan keandalan infrastruktur radar nasional. Khususnya, sinergi dan integrasi radar yang dimiliki TNI ataupun instansi sipil. Alutsista radar sangat penting karena bisa mendeteksi secara dini adanya gangguan di wilayah udara dan laut.
Berbagai zona yang selama ini sangat rawan dan menjadi ancaman kedaulatan bangsa perlu dibangun infrastruktur radar. Dibutuhkan pula SDM yang ahli dalam hal desain dan optimasi radar yang mampu mengintegrasikan berbagai jenis radar, baik milik militer maupun instansi sipil.
Integrasi itu mampu mengatasi masalah kompatibilitas data, pengolahan, dan pendistribusiannya secara cepat. Sebuah keniscayaan, mengintegrasikan radar nasional 'yang mampu menampilkan sistem dengan satu layar besar untuk seluruh radar militer dan sipil di Tanah Air.
- Pendiri, Presiden Direktur dan CEO Euro Management Indonesia, - SekJen Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), - Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), - Pengagas Gerakan Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia, - Penerima Beasiswa STAID 1 USA, - Alumni Fachhochschule Pforzheim, Jerman, - Alumni Arizona State University, Arizona, USA, - Alumni North Carolina State University, North Carolina, USA.
Kamis, 13 Desember 2018
Rabu, 12 Desember 2018
Peraturan PPPK dan Daya Saing Global
Oleh Bimo Joga Sasongko | Senin, 10 Desember 2018 | 8:54
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Peraturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan untuk berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status PPPK.
Setelah peraturan ini berlaku, Presiden Jokowi menegaskan bahwa rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus pemerintah mulai 2019 menekankan pembangunan SDM yang berdaya saing global. Termasuk membentuk sosok tenaga pendidik yang mampu menyiapkan generasi milenial yang unggul pada eranya dan berkepribadian Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa persoalan guru sangat pelik pada saat ini. Menteri Muhadjir Effendy menyatakan jika masalah guru ini tertangani dengan baik, maka 70% masalah pendidikan di Indonesia telah teratasi.
Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah guru yang kreatif, cerdas, inovatif, bekerja berdasarkan panggilan jiwa sehingga pikiran dan hatinya akan terus tergerak. Masalah guru honorer yang tidak kunjung selesai selama ini telah menguras energi bangsa dan menenggelamkan isu strategis yang lain.
Seperti program untuk membentuk guru berkualitas global yang mampu membangkitkan kreativitas berbasis sumber daya lokal. Kreativitas merupakan kunci daya saing bangsa menghadapi era Industri 4.0 dan kondisi dunia yang semakin dilanda oleh disrupsi di segala bidang kehidupan.
Menyelesaikan masalah guru honorer dengan skema PPPK dan program mencetak guru berkualitas tidak bisa lepas dari masalah anggaran. Untuk ke depan pemerintah harus bisa merestrukturisasi anggaran pendidikan yang telah mencapai 20%. Dengan jumlah anggaran pendidikan sebesar itu mestinya masalah laten guru honorer bisa terurai di daerah. Sehingga masalahnya tidak mengalir seperti air bah ke pemerintah pusat.
Melihat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga bisa tepat sasaran dan bisa mereduksi persoalan guru.
APBN 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sector pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.
Saat ini Kemendikbud sedang meningkatkan metode pembelajaran pengelolaan manajemen sekolah baik negeri maupun swasta; pengembangan keterampilan pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dan peningkatan kemampuan siswa Indonesia dalam high order thinking skills (HOTS). Keberhasilan program di atas sangat tergantung kepada faktor guru.
Profesi guru memiliki peran strategis untuk menyadarkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan potensi luar biasa, namun belum didayagunakan seoptimal mungkin. Para guru mampu berperan mewujudkan gerakan Indonesia kreatif dan inovatif yang berbasis ruang kelas.
Saatnya menjadikan kelas di sekolah sebagai lumbung kreativitas. Guru mampu mendorong kegiatan kreatif apapun bentuknya di dalam kelas hingga menjadi entitas ekonomi yang tangguh di suatu daerah. Kegiatan itu mendasarkan diri pada filosofi alamiah tentang kemampuan merakit pada embrio makhluk hidup setelah mengalami fertilisasi.
Gen yang mengatur dan mengendalikan proses dan kemampuan merakit diri sejak sel telur hingga terus membelah diri menjadi bentuk dan performansi yang paripurna disebut sebagai gen-gen homeotik atau homeotic genes. Pada diri anak manusia, gen tersebut terletak di bagian tengah kromosom 12, yang bisa dianalogikan sebagai proses kreativitas alamiah yang sangat menakjubkan dan merupakan gambaran akan kebesaran Tuhan.
Filosofi Homeotik sebaiknya dijadikan landasan para guru untuk mengembangkan daya kreativitas bagi anak didiknya. Sehingga bermacam proses kreatif anak bangsa bisa membelah diri sesuai dengan karakter dan relevansinya masing-masing. Sehingga mampu memfasilitasi potensi lokal untuk bersaing secara global.
Guru harus memiliki tekad kuat yang bisa membuat bangsanya melakukan lompatan kemajuan yang tidak kalah dengan bangsa lain. Sayangnya, kini masih banyak guru yang kondisi kesehariannya bertolak belakang dengan pengembangan profesionalitas. Yakni masih banyak guru yang jauh dari buku-buku aktual yang bermutu, hilangnya kebiasaan diskusi, menulis, apalagi melakukan riset atau penelitian ilmiah.
Impitan ekonomi dan kurang kondusifnya budaya kerja menyebabkan para guru hanya bisa menghitung hari. Selama ini terdapat dua jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mendapatkan dana tambahan karena merupakan daerah otonomi khusus.
DAK terbagi menjadi dua, yakni DAK fisik dan DAK nonfisik. Dengan DAK fisik inilah, pemerintah daerah seharusnya mampu membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah yang rusak. Sedangkan DAK nonfisik terutama ditujukan untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.
Program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah koordinasi Menteri Keuangan sebaiknya menekankan asas keadilan. Yakni dengan menyelenggarakan program beasiswa bagi guru berprestasi untuk belajar atau magang ke negara maju. Sejak LPDP dibentuk, publik melihat belum banyak menyentuh kepentingan para guru. Oleh karena itu, arah dan sasaran LPDP perlu segera direvisi agar bisa mengakomodasi para guru dalam mengembangkan kariernya. Pengelola LPDP harus mampu mengarahkan segenap usahanya guna ikut mencetak guru masa depan.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Peraturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan untuk berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status PPPK.
Setelah peraturan ini berlaku, Presiden Jokowi menegaskan bahwa rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus pemerintah mulai 2019 menekankan pembangunan SDM yang berdaya saing global. Termasuk membentuk sosok tenaga pendidik yang mampu menyiapkan generasi milenial yang unggul pada eranya dan berkepribadian Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa persoalan guru sangat pelik pada saat ini. Menteri Muhadjir Effendy menyatakan jika masalah guru ini tertangani dengan baik, maka 70% masalah pendidikan di Indonesia telah teratasi.
Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah guru yang kreatif, cerdas, inovatif, bekerja berdasarkan panggilan jiwa sehingga pikiran dan hatinya akan terus tergerak. Masalah guru honorer yang tidak kunjung selesai selama ini telah menguras energi bangsa dan menenggelamkan isu strategis yang lain.
Seperti program untuk membentuk guru berkualitas global yang mampu membangkitkan kreativitas berbasis sumber daya lokal. Kreativitas merupakan kunci daya saing bangsa menghadapi era Industri 4.0 dan kondisi dunia yang semakin dilanda oleh disrupsi di segala bidang kehidupan.
Menyelesaikan masalah guru honorer dengan skema PPPK dan program mencetak guru berkualitas tidak bisa lepas dari masalah anggaran. Untuk ke depan pemerintah harus bisa merestrukturisasi anggaran pendidikan yang telah mencapai 20%. Dengan jumlah anggaran pendidikan sebesar itu mestinya masalah laten guru honorer bisa terurai di daerah. Sehingga masalahnya tidak mengalir seperti air bah ke pemerintah pusat.
Melihat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga bisa tepat sasaran dan bisa mereduksi persoalan guru.
APBN 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sector pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.
Saat ini Kemendikbud sedang meningkatkan metode pembelajaran pengelolaan manajemen sekolah baik negeri maupun swasta; pengembangan keterampilan pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dan peningkatan kemampuan siswa Indonesia dalam high order thinking skills (HOTS). Keberhasilan program di atas sangat tergantung kepada faktor guru.
Profesi guru memiliki peran strategis untuk menyadarkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan potensi luar biasa, namun belum didayagunakan seoptimal mungkin. Para guru mampu berperan mewujudkan gerakan Indonesia kreatif dan inovatif yang berbasis ruang kelas.
Saatnya menjadikan kelas di sekolah sebagai lumbung kreativitas. Guru mampu mendorong kegiatan kreatif apapun bentuknya di dalam kelas hingga menjadi entitas ekonomi yang tangguh di suatu daerah. Kegiatan itu mendasarkan diri pada filosofi alamiah tentang kemampuan merakit pada embrio makhluk hidup setelah mengalami fertilisasi.
Gen yang mengatur dan mengendalikan proses dan kemampuan merakit diri sejak sel telur hingga terus membelah diri menjadi bentuk dan performansi yang paripurna disebut sebagai gen-gen homeotik atau homeotic genes. Pada diri anak manusia, gen tersebut terletak di bagian tengah kromosom 12, yang bisa dianalogikan sebagai proses kreativitas alamiah yang sangat menakjubkan dan merupakan gambaran akan kebesaran Tuhan.
Filosofi Homeotik sebaiknya dijadikan landasan para guru untuk mengembangkan daya kreativitas bagi anak didiknya. Sehingga bermacam proses kreatif anak bangsa bisa membelah diri sesuai dengan karakter dan relevansinya masing-masing. Sehingga mampu memfasilitasi potensi lokal untuk bersaing secara global.
Guru harus memiliki tekad kuat yang bisa membuat bangsanya melakukan lompatan kemajuan yang tidak kalah dengan bangsa lain. Sayangnya, kini masih banyak guru yang kondisi kesehariannya bertolak belakang dengan pengembangan profesionalitas. Yakni masih banyak guru yang jauh dari buku-buku aktual yang bermutu, hilangnya kebiasaan diskusi, menulis, apalagi melakukan riset atau penelitian ilmiah.
Impitan ekonomi dan kurang kondusifnya budaya kerja menyebabkan para guru hanya bisa menghitung hari. Selama ini terdapat dua jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mendapatkan dana tambahan karena merupakan daerah otonomi khusus.
DAK terbagi menjadi dua, yakni DAK fisik dan DAK nonfisik. Dengan DAK fisik inilah, pemerintah daerah seharusnya mampu membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah yang rusak. Sedangkan DAK nonfisik terutama ditujukan untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.
Program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah koordinasi Menteri Keuangan sebaiknya menekankan asas keadilan. Yakni dengan menyelenggarakan program beasiswa bagi guru berprestasi untuk belajar atau magang ke negara maju. Sejak LPDP dibentuk, publik melihat belum banyak menyentuh kepentingan para guru. Oleh karena itu, arah dan sasaran LPDP perlu segera direvisi agar bisa mengakomodasi para guru dalam mengembangkan kariernya. Pengelola LPDP harus mampu mengarahkan segenap usahanya guna ikut mencetak guru masa depan.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE
Rabu, 05 Desember 2018
Menyoal SDM Kereta Cepat
Tenaga kerja pada proyek nasional kereta cepat (KA)
Jakarta-Bandung (KCJB) masih didominasi tenaga kerja asing (TKA). Hal itu
terungkap dalam pemberitaan Harian Umum Pikiran
Rakyat (3/12/2018). Pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui proyek KCJB
menyatakan bahwa tenaga kerja yang terlibat proyek itu masih sangat minim.
Tenaga lokal hanya untuk jenis pekerjaan kasar, seperti
kuli angkut. Bahkan untuk tenaga keamanan saja masih didatangkan dari Tiongkok.
Ada kesalahan mendasar yang perlu dibenahi terkait dengan pembentukan sumber
daya manusia untuk menangani proyek dan kegiatan operasional KCJB.
Mestinya, tenaga kerja lokal baik yang masuk kategori
teknisi hingga insinyur, bisa mendominasi proyek nasional yang didanai dari
utang itu. Karena pada gilirannya nanti utang akan dipikul oleh generasi
mendatang. Keniscayaan bagi bangsa ini untuk membentuk sumber daya manusia
perkeretaapian yang mandiri.
Pembangunan proyek infrastruktur seharusnya disertai
audit teknologi. Bertujuan untuk mengedepankan kepentingan komponen lokal dan
melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal. Pemerintah hendaknya tidak
memberikan cek kosong begitu saja kepada kontraktor asing untuk memilih dan
menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai
lembaga clearing house technology
bersama dengan pemerintah daerah yang wilayahnya dipakai pembangunan
infrastruktur, mestinya melakukan audit teknologi terhadap produk atau proyek
yang masih dalam perencanaan maupun yang sudah berlangsung. Ironisnya, pemda
justru lebih senang menjadi penonton yang hanya duduk manis dan cuma menjadi
pencatat dalam proses pembebasan tanah. Peran pemda seharusnya jauh lebih besar
dari itu. Peran pemda juga menyangkut penggunaan tenaga kerja lokal berbagai
kategori sebanyak banyaknya dan selamanya.
Pembangunan KA cepat yang digarap PT Kereta Cepat
Indonesia China (KCIC) harus mengacu dan sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007
tentang Perkeretaapian. Pembangunan harusnya terfokus kepada tahapan penguasaan
teknologi dan industri, dalam arti yang sebenar-benarnya, serta dilakukan penuh
totalitas oleh putra-putri bangsa sendiri.
Untuk membangun sisten perkeretaapian nasional yang
canggih, yang memadukan antara KA komuter atau perkotaan, KA biasa, hingga KA
cepat/supercepat, diperlukan penguasaan teknologi dan industri perkeretaapian
yang ditopang oleh SDM lokal yang andal dan jumlahnya cukup.
Proyek KA cepat jangan hanya bersifat sensasi pembangunan, sehingga tidak mampu menjadi wahana transformasi teknologi dan
industri. Idealnya tranformasi tersebut disertai dengan tahapan-tahapan yang
jelas. Yakni tahapan pengusaan teknologi KA cepat yang didukung dengan
persiapan SDM teknologi dengan berbagai spesialisasi dan jobs establishment yang bagus. Perlu grand strategy atau cetak biru transformasi KA cepat. Utamanya
terkait dengan SDM teknologi yang nantinya terbagi menjadi pelaksana
pembangunan infrastruktur dan moda KA cepat, operator dan pemeliharaan, serta
lembaga riset dan inovasi.
Proyek KA cepat Jakarta - Bandung semestinya dapat menyerap
lebih dari 50.000 tenaga kerja pada saat konstruksi, 20.000 tenaga kerja
konstruksi transit oriented development
(TOD), dan sekitar 30.000 pekerja saat operasi. Semua itu harus dirumuskan
secara detail dan konsisten bersama pihak pemerintah daerah.
Lembaga riset
Strategi transformasi perkeretaapian nasional selain
membutuhkan pelaksana pembangunan infrastruktur oleh BUMN dan wahana industri
perkeretaapian, juga membutuhkan lembaga riset dan inovasi untuk mengembangkan
KA cepat di masa mendatang. Tentunya lembaga riset dan inovasi ini membutuhkan
ribuan SDM teknologi yang ahli dan mampu menguasai teknologi KA super- cepat
yang sesuai dengan tren dunia. Perlu mengirimkan mahasiswa untuk belajar di perguruan
tinggi dan pusat industri KA supercepat, sehingga dalam kurun waktu lima tahun
ke depan SDM teknologi ini sudah bisa mengisi lembaga strategis tersebut.
Betapa dinamisnya riset dan inovasi terkait dengan KA
supercepat dewasa ini. Kita bisa menengok inovasi dan riset yang dilakukan oleh
perusahaan KA nasional Prancis SNCF. Selama ini SNCF merupakan pusat dunia
terkait dengan pengembangan KA canggih berkecepatan sangat tinggi. Yakni Train Grande Vitesse (TGV) yang terus
menerus berinovasi membuat rekor dunia dalam hal kecepatan tempuh.
Selain aspek kecepatan, SNFC juga melakukan berbagai
riset dan inovasi terkait dengan value conscious. Survei SNFC menunjukkan bahwa
pada saat ini faktor kecepatan saja tidaklah cukup untuk menjadi daya tarik
penumpang KA di benua Eropa. Dengan kondisi ini, SNFC selain terus
mengembangkan teknologi KA cepat juga berinovasi terhadap layanan, antara lain
bekerja sama dengan Disneyland untuk merancang gerbong TGV yang memiliki
fasilitas hiburan fantastis bagi keluarga.
Para belia di negeri ini sebaiknya segera diarahkan untuk
belajar KA supercepat di Prancis. Karena negara itu selama ini terbukti
memberikan transfer teknologi yang jelas dan komprehensif kepada negara lain,
termasuk dengan Tiongkok selama ini. Transformasi perkeretaapian nasional
menuju penerapan KA supercepat perlu strategi dan cetak biru yang tepat, yang
dikerjakan secara mandiri oleh putra-putri bangsa. Kemandirian itulah yang
menjadi roh dari Undang- Undang Perkeretaapian Nasional.
Keberhasilan transfer teknologi KA supercepat oleh kaum
belia Indonesia sangat menentukan perkembangan perkeretaapian nasional dan
sekaligus menjadi solusi bagi masalah yang akan timbul. Pengoperasian KA Cepat
Jakarta-Bandung jangan dikira tidak akan sarat masalah berikutnya. Tentunya
akan timbul masalah teknis yang serius terkait dengan kondisi geologi yang
rawan longsor dan gempa bumi. Selain itu juga rawan banjir, misalnya di daerah
Kabupaten Bandung yang direncanakan menjadi stasiun akhir KA cepat dan menjadi
depo teknologi dan perawatan.
SDM teknologi bangsa Indonesia harus mampu mengantisipasi
masalah serius di kemudian hari. Kita harus punya solusi yang mandiri terkait
dengan masalah fatal yang mungkin akan menimpa KA cepat. Termasuk yang
menyangkut keamanan penumpang dan inovasi layanan.***
Bimo Joga Sasongko
Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua
Umum Ikatan Alumni Program Habibie (ABIE)
Kamis, 15 November 2018
Pahlawan Kemajuan Bangsa
Oleh Bimo Joga Sasongko | Senin, 12 November 2018 | 17:05
Peringatan Hari Pahlawan 2018 bertema Semangat Pahlawan di Dadaku. Tema tersebut menjadi momentum untuk mempersiapkan generasi muda yang berpotensi menjadi sosok pahlawan masa kini. Yakni pahlawan kemajuan bangsa di tengah sengitnya persaingan global.
Dalam kaitan ini, kita perlu merumuskan figur pahlawan masa kini. Definisi pahlawan masa kini pada hakikatnya adalah sumber daya manusia (SDM) bangsa yang telah memperlihatkan karya unggul, kepeloporan, serta kerelaan berkorban demi kemajuan bangsa serta memperjuangkan kepentingan rakyat luas. Untuk menuju kemajuan dibutuhkan gagasan hebat dan karya-karya yang inovatif yang bisa menerobos pasar global.
Spirit bagi Pemuda
Pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 antara rakyat Indonesia dan pasukan sekutu Britania Raya dijadikan sebagai tonggak Hari Pahlawan. Pertempuran Surabaya sangat dahsyat sepanjang sejarah dunia, menyebabkan sekitar 16 ribu pejuang gugur di medan perang sebagai kusuma bangsa. Perang yang dahsyat itu berlangsung selama 20 hari.
Sebagian besar yang gugur adalah para pemuda dan pelajar. Semangat juang yang oleh Bung Tomo digambarkan bagaikan “banteng-banteng ketaton” dalam medan laga yang tidak takut mati karena disemangati oleh pekik takbir dan seruan merdeka.
Kehebatan Revolusi Surabaya 1945 yang digerakkan oleh pemuda dan pelajar diabadikan di Imperial War Museum di London, Inggris. Ada sebuah foto yang menarik, seorang anak muda sekitar 12 tahun digiring oleh serdadu Gurkha dengan bayonet terhunus. Penjelasan foto itu adalah: “Anak ini tertangkap setelah terkena tembakan pada kakinya dan pincang. Sebelumnya anak ini menembaki pasukan Sekutu dan melemparkan granat”. Inilah bukti sejarah betapa hebatnya daya juang, militansi dan semangat totalitas yang dipersembahkan untuk bangsanya.
Pertempuran Surabaya benar-benar melibatkan arek-arek yang tiada lain adalah pemuda dan pelajar. Para pejuang itu sangat belia, usianya antara 12 hingga 25 tahun. Mereka ini masih pelajar SMP hingga SMA. Yang sebagian bergabung dalam TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Di antaranya ada yang sudah kuliah di perguruan tinggi, serta ada pula yang sudah dilatih sebagai tentara Heiho dan Peta.
Hari Pahlawan menjadi spirit bagi pemuda pelajar zaman sekarang untuk terus berjuang untuk kejayaan bangsanya. Bentuk pertempuran pemuda pelajar zaman sekarang tersebar di berbagai bidang dan medan di seluruh dunia.
Pemuda zaman sekarang berpotensi menjadi pahlawan masa kini yang warisi semangat Hari Pahlawan. Hal ini sebagai keberlanjutan daya juang dan menyambung cita-cita para pahlawan muda yang gugur dalam pertempuran Surabaya yang tergabung dalam TRIP.
Hal di atas dari masa ke masa telah berlangsung. Setelah revolusi kemerdekaan para pejuang muda yang masih berstatus pelajar sekolah menengah itu beberapa di antaranya melanjutkan kuliah di dalam dan luar negeri.
Beberapa anggota TRIP telah dikirim ke Eropa untuk melakukan “pertempuran” yang lain di berbagai perguruan tinggi terkemuka di Jerman, Perancis, Swedia, Rusia, dan lain-lain. Mereka semua menyiapkan dirinya untuk melakukan revolusi pembangunan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setelah perang kemerdekaan para petinggi TNI banyak merekomendasikan pengiriman anggota TRIP untuk kuliah di luar negeri. Setelah berhasil kuliah mereka kembali ke Tanah Air dan berperan penting untuk membenahi perguruan tinggi di dalam negeri yang sebelumnya dikelola oleh ilmuwan Belanda. Seperti contohnya Profesor Suwondo B. Sutedjo, Dipl Ing, yang sebelumnya adalah anggota TRIP Divisi Ronggolawe. Ia berhasil menyelesaikan studinya pada Technische Hochshule di Hanover, Jerman. Sekembali ke Indonesia, Suwondo membenahi dan mengajar di Institute Teknologi Bandung (ITB).
Kini Indonesia butuh pahlawan masa kini, apalagi planet Bumi kondisinya semakin crowded sehingga perlu inisiatif yang mampu melahirkan berbagai inovasi dan karya teknologi. Melihat kondisi global seperti itu, Indonesia ini membutuhkan pahlawan masa kini, yakni tokoh-tokoh zeitgeist. Yakni tokoh yang benar-benar mampu mengendalikan semangat zaman dengan inisiatif besar lewat berbagai inovasi untuk menuju cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sejarah menunjukkan bahwa kaum belia lebih tangguh mengendalikan semangat zaman dan berani membuat revolusi alias perubahan mendasar. Pada era globalisasi predikat pahlawan layak diberikan kepada sosok yang memberi dampak positif pada masyarakat luas. Seperti para pelaku ekonomi, pengembang SDM kelas dunia, atau pahlawan lingkungan alam.
Saatnya mengajak seluruh elemen bangsa untuk mencermati hasil kajian yang dilakukan oleh Bill George, seorang profesor di Harvard University, yang menyatakan bahwa kepemimpinan otentik diakselerasi dan berkembang oleh dialektika dan perjuangan atau kepahlawanan yang berbasis lokalitas.
Pada saat ini bangsa Indonesia sangat membutuhkan pahlawan yang mampu membuat terobosan untuk menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Negeri ini membutuhkan sebanyak banyaknya pahlawan inovasi untuk menuju kejayaan bangsa. Inovasi segala macam disiplin ilmu, pelestari lingkungan dan keanekaragaman budaya. Baik inovasi tingkat dunia maupun tingkat lokal yang memiliki arti strategis dalam kehidupan berbangsa.
Kita perlu mencetak pahlawan masa kini yang bisa menggenjot nilai tambah bangsa dan memperluas lapangan kerja. Pahlawan yang mampu mengoptimalkan sumber daya kreatif yang berbasis lokalitas. Sehingga di negeri ini terwujud “Locality is the King”.
Lokalitas yang dimaksud sesuai dengan teori Thomas L Friedman yang bertajuk globalisasi lokal atau glokalitas. Fenomena glokalitas akan mempromosikan produk, konten dan budaya lokal bisa lebih bernilai tambah.
Masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh sumber daya kreatifnya. Indonesia membutuhkan pahlawan yang mampu menjadikan produk atau konten lokal bisa go international. Semangat Hari Pahlawan harus bisa menjadikan negeri ini gudangnya para kreator dan inovator di segala bidang kehidupan bangsa.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE
Rabu, 07 November 2018
Perluas Kerja Sama Uni Eropa
Kamis 8/11/2018 | 01:00
Oleh Bimo Joga Sasongko
Tulisan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Vincent Guérend, di Koran Jakarta (6/11) berjudul “Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan Bangsa” patut diapresiasi. Konten kerja sama dengan UE perlu diperluas cakupannya. Dubes Vincent menyatakan UE sepenuhnya mendukung fokus pemerintah Indonesia yang tengah mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Perlu menyegarkan kembali bentuk kerja sama, utamanya terkait hasil kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke UE. Gagasan dan inisiatif Dubes UE memiliki arti penting untuk meneguhkan persada Indonesia di jantung Eropa. Persada itu meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), produk, komoditas, dan kebudayaan.
Selama ini, Indonesia belum optimal meneguhkan semau itu. Kita masih kalah dibanding negara Asia lain seperti Korea Selatan, Tiongkok, atau India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa masih kalah jumlahnya dari ketiga macan Asia tersebut.
Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adamya PCA (Partnership Cooperation Agreement) antara Indonesia dan UE perlu dikonkretkan terutama terkait pengembangan SDM agar memiliki daya saing global.
UE sangat strategis bagi Indonesia sebagai tempat pengembangan mutu SDM, terutama SDM teknologi dan industri. UE juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan. Salah satu negara UE yang menjadi kiblat pendidikan vokasional adalah Jerman. Keberhasilan Jerman menata sistem ketenagakerjaan sehingga menjadi yang terbaik di Eropa dan dunia. Ini patut dicontoh otoritas ketenagakerjaan Indonesia.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman beberapa waktu lalu kini perlu dikonkretkan lewat kerja sama dengan perusahaan terkemuka. Bentuk kerja sama itu terkait alih teknologi pembangkitan energi dan teknologi logistik kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja sama seperti itu tentunya melibatkan pengembangan SDM.
Saatnya Indonesia mencontoh Jerman terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system telah sukses dan menjadi model ideal dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat pendidikan keterampilan di Siemenstadt. Hal itu bisa dijadikan acuan bagi kementerian pendidikan dan kementerian ketenagakerjaan.
“Dual System”
Negara UE sedang menerapkan pendidikan kejuruan dengan sistem mutakhir untuk mengatasi pengangguran kaum muda. Jerman tidak pernah didera masalah pengangguran yang hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan bernama duale ausbildung. Atau di kalangan internasional disebut sebagai duales system.
Pada prinsipnya, dalam sistem tersebut para siswa langsung belajar praktik di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktik kerja di perusahaan mendapat bobot sama. Contoh, perusahaan otomotif Volkswagen telah sukses merekrut ribuan calon tenaga kerja dari seluruh dunia untuk mengikuti duales system pendidikan. Hingga kini Volkswagen giat menerapkan sistem itu di semua cabangnya negara lain.
Sejak 2012, Menteri Pendidikan Jerman Annette Shavan menandatangani kerja sama dengan berbagai negara untuk mengadopsi sistem tersebut. Kerja sama itu menjadikan ribuan pemuda ikut serta dalam program pertukaran magang. Di negara-negara mitra akan dibangun 30 jaringan pendidikan kejuruan regional.
Target kerja sama tadi sampai tahun 2020 diharapkan 80 persen anak muda UE bisa mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri di sana. Mestinya Indonesia juga tidak ketinggalan dengan hal tersebut. Perlu kerja sama baik oleh pemerintah maupun konsultan pendidikan internasional di Indonesia.
Jerman juga sangat terbuka dalam ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undang-undang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non-UE.
Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menyongsong bonus demografi. Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta. Selanjutnya, sampai tahun 2060 menjadi 65 juta. Dengan demikian, ini dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.
Pemerintah Jerman sadar, jika program ketenagakerjaan tidak dikelola secara totalitas, negerinya pada 2030 diprediksi akan kekurangan enam juta tenaga kerja. Tentunya itu akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan kapasitas inovasi nasional di waktu mendatang.
Pertumbuhan home industry di Jerman menyebabkan perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Bahkan, Menteri Tenaga Kerja Jerman, pada saat itu Ursula von der Leyen, sering mengeluh. Untuk memenuhi kondisi tadi ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Kondisi ini menunjukan, pengembangan industri kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian bersama perusahaan besar.
Adanya Partnership Cooperation Agreement antara Indonesia dan UE perlu disertai langkah konkret. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia, yakni memberikan beasiswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi Eropa atas biaya perusahaan tersebut.
Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan sistem offset. Apalagi produk yang dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan perawatan yang membutuhkan biaya dan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni. Belanja BUMN seperti PT Garuda Indonesia (Persero) yang setiap tahun menyiapkan belanja modal atau Capex (Capital Expenditure) sekitar 500 juta dollar AS setara 6,8 triliun rupiah untuk ekspansi bisnis perseroan dan anak usaha juga harus memakai skema offset. Belanja Garuda tersebut antara lain pembelian pesawat untuk Garuda dan Citilink dari Prancis, Airbus A330.
Penulis Lulusan FH Pforzheim Jerman
Oleh Bimo Joga Sasongko
Tulisan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Vincent Guérend, di Koran Jakarta (6/11) berjudul “Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan Bangsa” patut diapresiasi. Konten kerja sama dengan UE perlu diperluas cakupannya. Dubes Vincent menyatakan UE sepenuhnya mendukung fokus pemerintah Indonesia yang tengah mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Perlu menyegarkan kembali bentuk kerja sama, utamanya terkait hasil kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke UE. Gagasan dan inisiatif Dubes UE memiliki arti penting untuk meneguhkan persada Indonesia di jantung Eropa. Persada itu meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), produk, komoditas, dan kebudayaan.
Selama ini, Indonesia belum optimal meneguhkan semau itu. Kita masih kalah dibanding negara Asia lain seperti Korea Selatan, Tiongkok, atau India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa masih kalah jumlahnya dari ketiga macan Asia tersebut.
Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adamya PCA (Partnership Cooperation Agreement) antara Indonesia dan UE perlu dikonkretkan terutama terkait pengembangan SDM agar memiliki daya saing global.
UE sangat strategis bagi Indonesia sebagai tempat pengembangan mutu SDM, terutama SDM teknologi dan industri. UE juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan. Salah satu negara UE yang menjadi kiblat pendidikan vokasional adalah Jerman. Keberhasilan Jerman menata sistem ketenagakerjaan sehingga menjadi yang terbaik di Eropa dan dunia. Ini patut dicontoh otoritas ketenagakerjaan Indonesia.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman beberapa waktu lalu kini perlu dikonkretkan lewat kerja sama dengan perusahaan terkemuka. Bentuk kerja sama itu terkait alih teknologi pembangkitan energi dan teknologi logistik kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja sama seperti itu tentunya melibatkan pengembangan SDM.
Saatnya Indonesia mencontoh Jerman terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system telah sukses dan menjadi model ideal dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat pendidikan keterampilan di Siemenstadt. Hal itu bisa dijadikan acuan bagi kementerian pendidikan dan kementerian ketenagakerjaan.
“Dual System”
Negara UE sedang menerapkan pendidikan kejuruan dengan sistem mutakhir untuk mengatasi pengangguran kaum muda. Jerman tidak pernah didera masalah pengangguran yang hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan bernama duale ausbildung. Atau di kalangan internasional disebut sebagai duales system.
Pada prinsipnya, dalam sistem tersebut para siswa langsung belajar praktik di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktik kerja di perusahaan mendapat bobot sama. Contoh, perusahaan otomotif Volkswagen telah sukses merekrut ribuan calon tenaga kerja dari seluruh dunia untuk mengikuti duales system pendidikan. Hingga kini Volkswagen giat menerapkan sistem itu di semua cabangnya negara lain.
Sejak 2012, Menteri Pendidikan Jerman Annette Shavan menandatangani kerja sama dengan berbagai negara untuk mengadopsi sistem tersebut. Kerja sama itu menjadikan ribuan pemuda ikut serta dalam program pertukaran magang. Di negara-negara mitra akan dibangun 30 jaringan pendidikan kejuruan regional.
Target kerja sama tadi sampai tahun 2020 diharapkan 80 persen anak muda UE bisa mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri di sana. Mestinya Indonesia juga tidak ketinggalan dengan hal tersebut. Perlu kerja sama baik oleh pemerintah maupun konsultan pendidikan internasional di Indonesia.
Jerman juga sangat terbuka dalam ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undang-undang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non-UE.
Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menyongsong bonus demografi. Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta. Selanjutnya, sampai tahun 2060 menjadi 65 juta. Dengan demikian, ini dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.
Pemerintah Jerman sadar, jika program ketenagakerjaan tidak dikelola secara totalitas, negerinya pada 2030 diprediksi akan kekurangan enam juta tenaga kerja. Tentunya itu akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan kapasitas inovasi nasional di waktu mendatang.
Pertumbuhan home industry di Jerman menyebabkan perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Bahkan, Menteri Tenaga Kerja Jerman, pada saat itu Ursula von der Leyen, sering mengeluh. Untuk memenuhi kondisi tadi ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Kondisi ini menunjukan, pengembangan industri kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian bersama perusahaan besar.
Adanya Partnership Cooperation Agreement antara Indonesia dan UE perlu disertai langkah konkret. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia, yakni memberikan beasiswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi Eropa atas biaya perusahaan tersebut.
Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan sistem offset. Apalagi produk yang dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan perawatan yang membutuhkan biaya dan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni. Belanja BUMN seperti PT Garuda Indonesia (Persero) yang setiap tahun menyiapkan belanja modal atau Capex (Capital Expenditure) sekitar 500 juta dollar AS setara 6,8 triliun rupiah untuk ekspansi bisnis perseroan dan anak usaha juga harus memakai skema offset. Belanja Garuda tersebut antara lain pembelian pesawat untuk Garuda dan Citilink dari Prancis, Airbus A330.
Penulis Lulusan FH Pforzheim Jerman
Rabu, 31 Oktober 2018
HSP dan Urgensi Pendidikan Kelas Dunia
Oleh Bimo Joga Sasongko | Sabtu, 27 Oktober 2018 | 11:05
Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-90 tahun 2018
mengetengahkan tema “Bangun Pemuda Satukan Bangsa”. Untuk membangun pemuda
dalam aspek mentalitas dan keahlian dibutuhkan pendidikan berkelas dunia.
Masalahnya, kondisi sebagian besar lembaga pendidikan saat ini kebanyakan masih
jauh dari standar dunia.
Adalah suatu keniscayaan membangun pendidikan berkelas
dunia untuk menggembleng para pemuda Indonesia agar mampu bersaing. Mendirikan
pendidikan berkelas dunia jangan dipandang sebagai program eksklusivisme.
Kemampuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun lembaga
pendidikan berkelas dunia masih banyak kendala. Sehingga instansi lain sangat
diharapkan bisa mengambil peran tersebut. Termasuk kalangan swasta.
Betapa pentingnya membangun pendidikan berkelas dunia di
Tanah Air, sampai-sampai TNI ikut berusaha secara total. Peringatan HSP ke-90
diwarnai dengan fenomena kepemimpinan yang semakin belia. Baik kepemimpinan
politik maupun korporasi. Patut angkat topi menyaksikan kepemimpinan dunia yang
kini semakin diisi oleh sosok belia.
Data demografi menunjukkan bahwa jumlah pemuda di
Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Kepemudaan dengan rentang usia
16-30 tahun, berjumlah 24,5% dari total penduduk Indonesia. Kondisi demografi
pemuda di atas harus dikelola secara tepat.
Bangsa Indonesia sedang menanti bangkitnya kaum muda yang
berani mengarungi kompetensi dunia untuk kendalikan semangat zaman. Perlu
membangun optimisme kebangsaan bahwa tidak lama lagi pemuda mampu mewujudkan
mimpi bangsa Indonesia, dan menjadi sangat terhormat di antara bangsa lain.
Bahkan lebih dari itu, bangsa ini perlu bermimpi untuk suatu saat memimpin
dunia.
Memimpin dalam aspek politik, budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Proyeksi dan prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa
besar dan maju pada tahun 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute. Berbagai
indikator telah dikemukakan oleh McKinsey Global Institute. Seperti potensi
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang amat hebat jika SDM muda dikelola dan
diarahkan dengan benar. Faktor di atas menjadi pendorong pimpinan TNI untuk
membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia untuk pendidikan
umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA).
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengambil
langkah cepat dan sesuai dengan tantangan zaman. Yakni bersiap menghadapi
perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi industry 4.0.
TNI telah membangun beberapa lembaga pendidikan untuk jenjang SMA berkelas
dunia. Antara lain SMA Taruna Nala di Malang, Jawa Timur yang telah diresmikan
oleh Presiden Joko Widodo. Lalu mendirikan SMA unggulan berkelas dunia lainnya
yang bernama Pradhita Dirgantara yang berlokasi di Lanud Adisoemarmo, Solo.
Pembangunan SMA berkelas dunia tersebut diharapkan mampu
mencetak SDM bangsa yang unggul dan berdaya saing global. Lulusan SMA itu juga
diproyeksikan mampu menembus perguruan tinggi terkemuka baik di dalam maupun
luar negeri. Saatnya Indonesia totalitas mengembangkan SMA unggulan sesuai
dengan persaingan global demi mencetak generasi emas.
Perlu terobosan seperti yang telah diterapkan SMA Taruna
Nala yang telah mengombinasikan antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum
internasional dari Cambridge University (IGCSE). Juga menekankan Program
Leadership Academy sehingga lulusannya bisa menjadi calon pemimpin masa depan
yang berwawasan internasional dan siap hadapi tantangan globalisasi.
Peringatan HSP 2018 diwarnai dengan spirit kesuksesan
Indonesia dalam menyelenggarakan pesta olahraga se Asia, Asian Games XVIII di
Jakarta-Palembang. Hal ini menjadi momentum lahirnya pahlawan masa kini dalam
sosok pemuda. Sukses Asian Games menjadi kesempatan emas untuk mengembangkan
SDM olahraga berkelas dunia.
Selain itu menjadi alas an kuat pentingnya mengirimkan
para atlet dan pelatih untuk belajar di luar negeri yang memiliki teknologi
tinggi dan sistem kompetisi yang lebih baik. Pengiriman atlet muda ke luar
negeri merupakan keniscayaan. Untuk memperlancar program tersebut para atlet
mesti diberikan pelatihan bahasa asing beserta kebudayaan negara tersebut.
Dalam dunia olahraga faktor ketidakpastian sangat besar
sehingga perlu melibatkan Iptek untuk memperkecil ketidakpastian itu dengan
usaha yang terukur. Serta mengetahui strategi para pesaing Indonesia dengan
sistem kepelatihan modern serta ilmu keolahragaan (sport science). Kini
olahraga menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan manusia. Selain untuk
membangun karakter dan kualitas SDM bangsa, olahraga sudah menjadi entitas
ekonomi dan industry dengan nilai tambah yang signifikan.
Pemerintahan Jokowi telah melakukan langkah
debirokratisasi olahraga agar tidak mengalami kelangkaan prestasi terus
menerus. Debirokratisasi pada prinsipnya membebaskan atlet cabang olahraga dari
belitan birokrasi dan politisasi. Dan selanjutnya mengembangkan profesionalitas
atlet dan pengurus cabang olahraga sesuai dengan perkembangan global.
Tantangan pengembangan olahraga di masa depan diwarnai
dengan kemampuan suatu bangsa melakukan ristek di bidang olahraga. Ristek
tersebut juga akan menumbuhkan industry olahraga serta melakukan banyak
kegiatan eksperimental yang melibatkan ahli teknik dan laboratorium.
Riset dan industri peralatan olahraga dunia telah
mengalami lompatan yang luar biasa berkat persenyawaan dengan kemajuan
teknologi virtual dan simulasi dengan tajuk teknologi olahraga 4.0. Hal itu
terlihat dengan desain peralatan olahraga melalui riset yang melibatkan
teknologi canggih.
Seperti penggunaan perangkat desain dari perusahaan
Prancis terkemuka Dassault Systemes yang terdiri atas aplikasi, layanan, dan
metodologi yang membahas kebutuhan unik pelanggan di industri peralatan
olahraga. Perangkat Dassault Systemes didedikasikan untuk mendukung inovasi
yang luas dalam hal peralatan olahraga, infrastruktur gedung atau stadion, dan
simulasi olahraga.
Selain itu, teknologi virtual di atas dapat digunakan
untuk mengoptimalkan kinerja peralatan atletik mulai dari sepatu lari hingga
pakaian atlet. SDM Indonesia perlu magang dan transfer teknologi pada
perusahaan multinasional seperti Dassault Systemes. Itu tidak hanya dimaksudkan
untuk meningkatkan kinerja atlet nasional saja, tetapi juga bisa membantu
meningkatkan tingkat kepuasan penonton di dalam stadion.
Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, pendiri Euro
Management Indonesia
Demokratisasi Teknologi
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia
&Ketua Umum IABIE.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda
(HSP) ke-90 Tahun 2018 mengusung tema Bangun Pemuda Satukan Bangsa. Diperlukan
demokratisasi teknologi untuk membangun pemuda dari aspek pembangunan mental
ataupun intelektualnya.
Kini pemuda Indonesia menghadapi era disrupsi dan menyongsong revolusi
industry 4.0. Ironisnya, pemuda Indonesia sebagian besar hanya menjadi objek
produk teknologi dari luar negeri.
Pemuda Indonesia semakin kecanduan konsumerisme produk teknologi tanpa
berdaya menumbuhkan nilai tambahnya. Kebutuhan ruang kreativitas bagi para
pemuda belum dipenuhi oleh pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga proses demokratisasi teknologi untuk pemuda sulit terwujud.
Padahal, tren menunjukkan korporasi dunia sedang menekankan inisiatif dan
program demokratisasi teknologi. Salah satu korporasi yang
tengah getol menerapkannya adalah
Microsoft.
Perusahaan yang kini dibawah kepemimpinan Satya Nadella, CEO
ketiga, setelah Bill Gates dan Steve Ballmer. Wujud demokratisasi teknologi ala
CEO Microsoft tersebut terlihat saat peluncuran Windows 10.
Dalam peluncuran itu, Microsoft tidak lagi menggelar pesta
penjualan super mewah seperti yang lalu. Satya lebih memilih
meluncurkan produknya di kawasan miskin Kenya. Satya ingin mendemonstrasikan
budaya korporasi baru. Dia ingin memahami keadaan setiap konsumen seperti
menyediakan internet murah bagi masyarakat, terutama para pemuda di desa-desa
terpencil Afrika.
Sebagai pakar computer, Satya merumuskan filosofi kepercayaan sebagai
E+SV+SR = T/t (Empathy+Shared Values+Safety and Reliability = Trust over Time).
Kepercayaan dibentuk dari adanya rasa empati, konsisten, adil dan keberagaman.
Ini
upaya membuat korporasi menjadi yang
lebih humanis dan berkontribusi bagi banyak manusia secara luas. Kini,
korporasi global tengah menumbuhkan jiwanya sebagai perusahaan kuat yang bisa
mendemokratisasi teknologi untuk warga dunia.
Sementara itu, korporasi besar dan perusahaan start up di Indonesia yang
kebanyakan dimiliki modal asing, masih enggan melakukan demokratisasi teknologi
kepada masyarakat, khususnya para pemuda.
Jumlah pemuda sesuai dengan undang-undang tentang kepemudaan dengan
rentang usia antara 16-30 tahun, menurut data BPS berjumlah 61,8 juta
orang. Jumlah tersebut 24,4 persen dari
total penduduk Indonesia.
Potensi demografi pemuda di atas
harus dikelola secara totalitas dengan berbasis kemajuan teknologi. Agar
nantinya, mereka tidak menjadi beban Negara hingga berubah menjadi bencana
sosial.
Ada tiga karakter dan kapasitas
yang perlu dikapitalisasi generasi muda untuk memenangi pertarungan masa depan
sekaligus mewujudkan mimpi Indonesia.
Pertama, diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas
tinggi, kedua, kapasitas keahlian dan intelektual yang cukup mumpuni, yang
ketiga, karakter kepemimpinan yang peduli dan professional di bidangnya.
Kapitalisasi di atas, membutuhkan wahana pengembangan teknologi serta
member kesempatan bagi pemuda agar bisa menjadi unggul di kelas dunia. Para
pemuda yang disebut generasi milenial kini terjerat masalah konektivitas.
Untuk itu, pemerintah perlu fokus kepada program teknologi informasi
komunikasi (TIK) kerakyatan yang bertujuan menjadikan TIK untuk kemaslahatan
rakyat seluas-luasnya dengan harga yang semurah-murahnya.
Hal
ini sebagai salah satu bentuk demokratisasi teknologi yang tepat sasaran. Perlu
terobosan teknologi dan inovasi tepat guna yang mengedepankan open sources dan membongkar regulasi yang selama ini
cenderung berpihak kepada vendor asing.
Pemerintah diharapkan bisa
mewujudkan e-Readiness Indonesia untuk memenuhi kebutuhan generasi milenial
dalam berkonektivitas. Perlu kesiapan infrastruktur TIK kerakyatan, sistem
inovasi, insentif pengembang TIK, dan factor sosio teknologi untuk memacu daya
saing generasi milenial. Hadirnya teknologi
digital harusnya menjadikan bangsa
Indonesia semakin kreatif dan
produktif.
Namun, nyatanya belum demikian. Teknologi baru digunakan untuk
mengonsumsi sedangkan untuk produktivitas masih langka. Belum ada kesadaran,
teknologi informasi dan media baru mesti dikapitalisasi atau
diproduktivitaskan.
Sejarah menunjukan, kaum muda lebih tangguh mengendalikan semangat
zaman. Saatnya pemuda menggelorakan kemajuan
Indonesia secara konkret dengan
membangkitkan sel-sel kreatif terkecil hingga desa.
Usaha membangkitkan perlu mencapai tingkat high concept dan high touch.
High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan
emosional, mengenali pola-pola danpeluang, menciptakan narasi yang indah dan menghasilkan
temuan atau inovasi teknologi yang belum disadari orang lain.
High touch merupakan kemampuan berempati, memahami esensi interaksi
manusia, dan menemukan makna. Dalam konteks
di atas, diperlukan inovasi teknologi
yang merupakan aspek high-tech
yang pada gilirannya akan mendorong
aspek high concept dan high touch bagi kluster ekonomi kreatif yang digeluti
kaum muda.
Besarnya jumlah pemuda selain merupakan potensi juga mengandung risiko.
Mulai 2020 sampai 2035, Indonesia menikmati era langka yang disebut bonus
demografi, ketika usia produktif diproyeksikan berada pada grafik tertinggi
dalam sejarah bangsa ini.
Jumlahnya mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia
sebesar 297 juta jiwa. Bonus demografi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi
merupakan peluang strategis bagi sebuah Negara melakukan percepatan pembangunan
ekonomi.
Sebab, Negara tersebut memiliki ketersediaan SDM usia produktif dalam
signifikan. Namun, jika salah kelola, bukan bonus yang didapat, tetapi bencana
sosial. Untuk mencegah bencana sosial, diperlukan mitigasi social jelang era
bonus demografi.
Mitigasi tersebut untuk mengatasi pemuda yang teralienasi dengan
tantangan zaman akibat kurangnya fasilitas untuk berkarya nyata. Bentuk
mitigasi ideal, antara lain, berupa kursus-kursus vokasional dan workshop
gratis bagi pemuda.
Daya saing suatu bangsa ditentukan sejauh mana para pemudanya berkreasi
dan berinovasi sesuai tren dunia, seperti
yang tergambar dalam kajian
lembaga pendidikan terkemuka di Amerika
Serikat, yakni Harvard Business.
Mereka menekankan pentingnya mendorong daya saing pemuda di bidang
system inovasi dan teknologi produksi. Pada prinsipnya, sistem inovasi, baik
itu produk maupun proses merupakan proses belajar.
Agar pemuda mampu melakukan
kegiatan inovatif, maka harus ada upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan
teknologinya, yaitu memperkuat kapasitas pembelajaran.
Kamis, 11 Oktober 2018
TNI dan Tantangan Revolusi Industri 4.0
Oleh Bimo Joga Sasongko | Selasa, 9 Oktober 2018 | 10:55
Peringatan HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-73 dilaksanakan secara sederhana tetapi sarat makna. Peringatan kali ini juga difokuskan untuk mengatasi situasi bangsa yang diliputi duka akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah mengerahkan secara optimal personel dan alutsista yang dimiliki ketiga angkatan untuk menangani korban gempa Sulteng serta mengatasi isolasi daerah akibat rusaknya berbagai infrastruktur.
Saat ini Panglima TNI juga tengah fokus untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tantangan era revolusi Industri 4.0. Salah satu caranya adalah lewat pendidikan dan kursus reguler bagi kesatuan TNI untuk mengikuti dan menguasai perkembangan bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0.
Apalagi Presiden Joko Widodo juga telah mencanangkan strategi Making Indonesia 4.0 yang telah menjadi pedoman bagi seluruh kementerian dan lembaga negara. TNI yang merupakan alat Negara tentunya sangat berkepentingan untuk mengantisipasi secara cepat dan tepat tentang perkembangan global terkait dengan Industri 4.0.
Apalagi seluruh alutsista TNI kini serba canggih yang dioperasikan dan dikontrol secara digital. TNI bersiap menghadapi perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi Industri 4.0. Dalam era tersebut tentunya kekuatan militer menjadi salah satu unsur penting karena perkembangan teknologi telah mengubah seluruh tatanan strategi militer. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh personel TNI maupun para Taruna-Taruni Akademi Militer.
Menurut konsultan dunia terkemuka Deloitte, bahwa Industri 4.0 mampu meningkatkan tingkat kesiapan operasional militer. Kemajuan dalam teknologi Industri 4.0 sangat membantu organisasi pertahanan negara meningkatkan kesiapan dan keefektifan mereka.
Bermacam alutsista dan infrastruktur militer penunjang kini telah menerapkan dan didukung dengan teknologi Internet of Things (IoT) dan teknologi Big Data. Teknologi pilar Industri 4.0 itu sangat membantu perencanaan tugas militer, operasi militer maupun untuk efektivitas anggaran militer suatu negara.
Dalam laporan terbaru, Deloitte menyatakan bahwa pasukan pertahanan AS mampu meningkatkan kesiapan mereka berkat teknologi Industri 4.0. Upaya keras pimpinan TNI untuk membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia harus didukung penuh.
Baik pendidikan dan latihan terkait bidang kemiliteran, maupun untuk pendidikan umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) unggulan yang dikelola oleh keluarga besar TNI. Seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Taruna Nala, dan SMA Pradhita Dirgantara. Semuanya memiliki misi besar untuk mencetak SDM unggul khususnya bidang hankam yang mampu mewujudkan metode pengamanan yang paling tepat untuk Indonesia.
Hal itu searah dengan visi Presiden Joko Widodo yang dikemukakan saat memberikan pembekalan kepada perwira remaja TNI/Polri, di Mabes TNI. Tak hentinya-hentinya Panglima TNI menyatakan bahwa Indonesia kini termasuk dalam wilayah Indo Pasifik yang sangat dinamis, sehingga memiliki peluang dan tantangan untuk menghadapi perubahan geopolitik yang terjadi tiba-tiba.
Oleh karena itu, Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan Negara maju untuk menjawab tantangan revolusi Industri 4.0 beserta dampak sosialnya. Panglima TNI menyatakan alutsista Indonesia harus segera mengikuti perkembangan pesat teknologi digital.
Alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI harus segera dikembangkan menjadi berbasis teknologi digital. Keniscayaan pembaruan alutsista itu perlu dilakukan mengingat jenis teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0 semakin bergerak cepat dan sulit dikuasai.
Tak pelak lagi sekarang setiap orang dan setiap pasukan TNI terhubung dengan internet satu sama yang lain. Keterbukaan informasi semakin lebar sehingga kita harus mengimbangi dengan perkembangan revolusi tersebut. Alutsista TNI juga harus secepatnya dikembangkan agar berbasis pada penggunaan teknologi big data dan artificial intelligence.
Berdasarkan renstra, kebijakan perencanaan pertahanan 2019 diwujudkan melalui arah kebijakan penguatan pertahanan, yaitu: penyelenggaraan Operasi Militer Selain Perang (OMSP); pengadaan Alutsista TNI dalam rangka pemenuhan Minimal Esential Force (MEF); serta pemeliharaan dan perawatan Alutsista TNI.
Selanjutnya, pembangunan sarana dan prasarana satuan alutsista TNI dan satuan baru; peningkatan sarana dan prasarana perbatasan; serta penguatan industry pertahanan. Sasaran yang akan dicapai melalui alokasi anggaran fungsi pertahanan tahun 2019 di antaranya ialah pengadaan 125 paket kendaraan taktis, suku cadang, kendaraan tempur, dan suku cadang kendaraan taktis; pengadaan/penggantian 3 unit kendaraan tempur; pengadaan/ penggantian 688 pucuk senjata dan amunisi; pembangunan 18 unit KRI, KAL, dan Alpung; serta modernisasi 1 paket Command Center Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).
Menurut kajian Global Power, Indonesia menempati peringkat ke-19 dari 55 negara yang disurvei dalam urutan kekuatan pertahananan negara. Terkait dengan unsur kekuatan pertahanan kapal perang, Indonesia menduduki peringkat 39 dunia.
Kondisi tersebut tentunya belum menggembirakan karena Indonesia adalah negara maritim. Jumlah kapal perang milik TNI AL masih kurang memadai untuk mendukung operasi ketiga armada wilayah. Visi kemaritiman Presiden Joko Widodo bisa terwujud jika didukung dengan kekuatan laut yang tangguh.
Perlu mewujudkan postur armada Nusantara bisa masuk lima besar dunia. Untuk itu dibutuhkan kekuatan Armada Nusantara yang terintegrasi antara kapal perang, pesawat udara maritim, dan ketangguhan pangkalan. Panglima TNI sangat memperhatikan faktor kapabilitas pertahanan negara yang mesti dikembangkan untuk mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta.
Kapabilitas itu dibuat berdasarkan strategi pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan, dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan strategi pertahanan negara, kapabilitas pertahanan negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan, yakni kapabilitas pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap warga bangsa.
Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Kamis, 04 Oktober 2018
Transformasi SDM TNI
Kamis 4/10/2018 | 01:00
Oleh Bimo Joga Sasongko
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan peringatan hari ulang tahun ke-73 TNI dilakukan dari Sabang hingga Merauke. Peringatan HUT tahun ini dilakukan secara sederhana, tidak besar-besaran. Sebab, tradisi TNI menggelar hari jadi bergantian antara perayaan besar dan biasa. Apalagi peringatan sekarang bertepatan dengan musibah gempa bumi Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Untuk mengatasi bencana tersebut sejumlah personel dan alutsista TNI dikerahkan membantu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pengembangan personel dan alutsista TNI saat ini disesuaikan dengan kemampuan operasi nonperang atau pertahanan nirmiliter seperti penanganan bencana alam. Kapabilitas personel dan alutsista bisa dialihfungsikan secara cepat untuk operasi keselamatan umum mencakup penanganan bencana alam dan operasi kemanusiaan lainnya.
Panglima tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan sumber daya manusia (SDM) TNI untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan. Keputusan tersebut dilandasi sistem merit yang merupakan kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Tak pelak, TNI memerlukan cetak biru pengembangan SDM berkualitas. Pengembangan postur SDM TNI yang modern dan profesional mendesak guna mengantisipasi perubahan tatanan global dan dinamika nasional. Pengembangan SDM TNI searah dengan doktrin bela negara yang terus diperbarui.
Dalam konteks sekarang bela negara adalah sikap dan tindakan warga dijiwai kecintaan tanah air. Upaya mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara sebagai nilai dasar bela negara mencakup cinta tanah air, sadar berbangsa, dan bernegara. Kemudian percaya akan Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta menjaga kedaulatan wilayah.
Untuk menjawab tantangan ke depan perlu mengaktualisasikan bentuk-bentuk konkret bela negara sesuai dengan tantangan zaman. Karena tantangan dan bentuk ancaman terhadap negara telah berubah. Tantangan tak hanya berupa ancaman perang dengan senjata dan perang asimetrik lainnya, tetapi juga mengatasi dampak bencana alam. Contoh, gempa bumi, kebakaran hutan, banjir dan longsor. Bahkan juga untuk antisipasi dan penanganan polusi atau pencemaran lingkungan hidup. Contoh, operasi Citarum Harum untuk mengatasi pencemaran sungai Citarum. Maka, SDM TNI mesti belajar ilmu lingkungan sungai serta pengolahan sampah.
Perlu strategi pengelolaan SDM sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Kondisi sekarang menuntut TNI secepatnya membangun SDM masa depan didukung sistem pembinaan jati diri. Melihat tantangan global dan revolusi Industri 4.0 yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan, diperlukan transformasi sistem pendidikan TNI yang lebih adaptif dimulai dari proses perekrutan.
Rekrutmen SDM harus terpadu, sehingga dalam pelaksanaan rekrutmen calon taruna Akademi Militer memiliki kualitas dengan standar sesuai dengan perkembangan iptek mutakhir bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0. Kemudian, harus menumbuhkan spirit mengembangkan alutsista dan industri pertahanan serta mengembangkan secara progresif SDM sesuai dengan rencana strategis ketiga angkatan.
Sudah Waktunya
Saatnya meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi pertahanan. Pengembangan industri pertahanan merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Ketersediaan peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung kemampuan industri secara optimal. Ini menyebabkan ketergantungan pada produk pertahanan luar negeri.
Industri pertahanan meliputi alat utama, komponen utama, pendukung (perbekalan), dan bahan baku. Saat ini dibutuhkan SDM yang menguasai teknologi pertahanan untuk menerapkan visi bagi kemajuan dan kemandirian industri pertahanan. SDM yang kapabel, sehingga mampu mendukung kemajuan teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan perkembangan zaman.
Untuk merumuskan cetak biru pengembangan SDM perlu dibentuk task force yang memiliki kredibilitas dan kompetensi pertahanan ke depan. Dalam rencana strategis, pertahanan negara dinyatakan bahwa SDM TNI sebagai komponen utama harus disiapkan dari segi pemenuhan personel di tiap matra, pelaksanaan latihan, dan pendidikan keterampilan agar profesional dalam pelaksanaan tugasnya baik berupa kegiatan maupun yang bersifat operasi. Namun, tuntutan kompetensi dan profesionalitas tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Cetak biru pengembangan SDM TNI perlu sinkronisasi dengan aspek ekonomi pertahanan. Saatnya memperbarui platform ekonomi pertahanan mengingat geopolitik global terus berubah. Menurut Britannica Encyclopedia, ekonomi pertahanan adalah manajemen ekonomi nasional terkait dengan dampak ekonomi dari belanja militer.
Implikasi yang terkait dengan ekonomi pertahanan antara lain tingkat belanja pertahanan, dampak pengeluaran pertahanan terhadap produk dan lapangan kerja di dalam atau luar negeri. Kemudian, pengaruh belanja pertahanan dengan perubahan teknologi, serta efek stabilitas nasional global.
Platform atau cetak biru ekonomi pertahanan yang sesuai dengan kondisi sekarang sangat membantu agenda bela negara. Beberapa masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa antara lain adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia oleh negara tetangga, Singapura.
Singapura hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR). Ini terkait pengaturan lalu lintas udara Indonesia bagian barat, di antaranya ruang udara Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya. Masalah tersebut masih berlarut-larut dan belum diambil alih otoritas Indonesia. Pemerintahan sudah sering berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Ini harus menjadi agenda bela negara 2018 untuk dituntaskan.
Masalah FIR mestinya bisa segera dituntaskan karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sudah disiapkan, yakni dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service yang sebenaranya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara wilayah Indonesia bagian barat secara utuh.
Penulis Lulusan North Carolina State University
Oleh Bimo Joga Sasongko
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan peringatan hari ulang tahun ke-73 TNI dilakukan dari Sabang hingga Merauke. Peringatan HUT tahun ini dilakukan secara sederhana, tidak besar-besaran. Sebab, tradisi TNI menggelar hari jadi bergantian antara perayaan besar dan biasa. Apalagi peringatan sekarang bertepatan dengan musibah gempa bumi Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Untuk mengatasi bencana tersebut sejumlah personel dan alutsista TNI dikerahkan membantu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pengembangan personel dan alutsista TNI saat ini disesuaikan dengan kemampuan operasi nonperang atau pertahanan nirmiliter seperti penanganan bencana alam. Kapabilitas personel dan alutsista bisa dialihfungsikan secara cepat untuk operasi keselamatan umum mencakup penanganan bencana alam dan operasi kemanusiaan lainnya.
Panglima tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan sumber daya manusia (SDM) TNI untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan. Keputusan tersebut dilandasi sistem merit yang merupakan kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Tak pelak, TNI memerlukan cetak biru pengembangan SDM berkualitas. Pengembangan postur SDM TNI yang modern dan profesional mendesak guna mengantisipasi perubahan tatanan global dan dinamika nasional. Pengembangan SDM TNI searah dengan doktrin bela negara yang terus diperbarui.
Dalam konteks sekarang bela negara adalah sikap dan tindakan warga dijiwai kecintaan tanah air. Upaya mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara sebagai nilai dasar bela negara mencakup cinta tanah air, sadar berbangsa, dan bernegara. Kemudian percaya akan Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta menjaga kedaulatan wilayah.
Untuk menjawab tantangan ke depan perlu mengaktualisasikan bentuk-bentuk konkret bela negara sesuai dengan tantangan zaman. Karena tantangan dan bentuk ancaman terhadap negara telah berubah. Tantangan tak hanya berupa ancaman perang dengan senjata dan perang asimetrik lainnya, tetapi juga mengatasi dampak bencana alam. Contoh, gempa bumi, kebakaran hutan, banjir dan longsor. Bahkan juga untuk antisipasi dan penanganan polusi atau pencemaran lingkungan hidup. Contoh, operasi Citarum Harum untuk mengatasi pencemaran sungai Citarum. Maka, SDM TNI mesti belajar ilmu lingkungan sungai serta pengolahan sampah.
Perlu strategi pengelolaan SDM sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Kondisi sekarang menuntut TNI secepatnya membangun SDM masa depan didukung sistem pembinaan jati diri. Melihat tantangan global dan revolusi Industri 4.0 yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan, diperlukan transformasi sistem pendidikan TNI yang lebih adaptif dimulai dari proses perekrutan.
Rekrutmen SDM harus terpadu, sehingga dalam pelaksanaan rekrutmen calon taruna Akademi Militer memiliki kualitas dengan standar sesuai dengan perkembangan iptek mutakhir bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0. Kemudian, harus menumbuhkan spirit mengembangkan alutsista dan industri pertahanan serta mengembangkan secara progresif SDM sesuai dengan rencana strategis ketiga angkatan.
Sudah Waktunya
Saatnya meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi pertahanan. Pengembangan industri pertahanan merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Ketersediaan peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung kemampuan industri secara optimal. Ini menyebabkan ketergantungan pada produk pertahanan luar negeri.
Industri pertahanan meliputi alat utama, komponen utama, pendukung (perbekalan), dan bahan baku. Saat ini dibutuhkan SDM yang menguasai teknologi pertahanan untuk menerapkan visi bagi kemajuan dan kemandirian industri pertahanan. SDM yang kapabel, sehingga mampu mendukung kemajuan teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan perkembangan zaman.
Untuk merumuskan cetak biru pengembangan SDM perlu dibentuk task force yang memiliki kredibilitas dan kompetensi pertahanan ke depan. Dalam rencana strategis, pertahanan negara dinyatakan bahwa SDM TNI sebagai komponen utama harus disiapkan dari segi pemenuhan personel di tiap matra, pelaksanaan latihan, dan pendidikan keterampilan agar profesional dalam pelaksanaan tugasnya baik berupa kegiatan maupun yang bersifat operasi. Namun, tuntutan kompetensi dan profesionalitas tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Cetak biru pengembangan SDM TNI perlu sinkronisasi dengan aspek ekonomi pertahanan. Saatnya memperbarui platform ekonomi pertahanan mengingat geopolitik global terus berubah. Menurut Britannica Encyclopedia, ekonomi pertahanan adalah manajemen ekonomi nasional terkait dengan dampak ekonomi dari belanja militer.
Implikasi yang terkait dengan ekonomi pertahanan antara lain tingkat belanja pertahanan, dampak pengeluaran pertahanan terhadap produk dan lapangan kerja di dalam atau luar negeri. Kemudian, pengaruh belanja pertahanan dengan perubahan teknologi, serta efek stabilitas nasional global.
Platform atau cetak biru ekonomi pertahanan yang sesuai dengan kondisi sekarang sangat membantu agenda bela negara. Beberapa masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa antara lain adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia oleh negara tetangga, Singapura.
Singapura hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR). Ini terkait pengaturan lalu lintas udara Indonesia bagian barat, di antaranya ruang udara Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya. Masalah tersebut masih berlarut-larut dan belum diambil alih otoritas Indonesia. Pemerintahan sudah sering berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Ini harus menjadi agenda bela negara 2018 untuk dituntaskan.
Masalah FIR mestinya bisa segera dituntaskan karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sudah disiapkan, yakni dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service yang sebenaranya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara wilayah Indonesia bagian barat secara utuh.
Penulis Lulusan North Carolina State University
Jumat, 28 September 2018
Rekomendasi Habibie tentang Nilai Tambah
Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 28 September 2018 | 10:42
Bangsa Indonesia harus berpikir keras untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang terkait dengan usaha repositioning produk nasional di tengah terjadinya perang dagang dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah.
Presiden RI ketiga BJ Habibie merekomendasikan pentingnya membenahi secara detail nilai tambah aneka produk nasional. Hal itu diungkapkan dalam kesempatan tatap muka dengan segenap SDM teknologi dan industri bertempat di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) beberapa waktu lalu.
Sektor manufakturing perlu kerja detail dalam menerapkan standarisasi dan peningkatan kapabilitas teknologinya. Masih rendahnya kapasitas nasional yang digarap dengan proses nilai tambah yang layak menjadi keprihatinan BJ Habibie.
Keprihatinan di atas sangat beralasan karena hingga kini terjadi penurunan kemampuan industri nasional menyeimbangkan neraca nilai ekspor impor secara signifikan. Secara makro ketidakseimbangan ini disebabkan oleh masalah efisiensi dan masalah produktivitas. Oleh karena itu para pemangku kepentingan perlu merumuskan kembali strategi dasar pelaku industri yang mengedepankan faktor nilai tambah.
BJ Habibie yang usianya telah menginjak 82 tahun menekankan perlunya langkah cepat pemerintah untuk mendorong industri dengan produk yang memiliki nilai tambah besar saat dijual ke pasaran. Salah satu cara agar produk tersebut bisa memiliki nilai tambah yang signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi yang tepat.
Semua negara sedang berlomba lomba memanfaatkan teknologi terkini, antara lain dengan tajuk Industri 4.0 demi untuk mendapatkan nilai tambah sebesar-besarnya dan seefisien mungkin terhadap produk industrinya.
Pada hakikatnya factory 4.0 atau pabrik cerdas yang saat ini sedang menjadi perhatian besar dunia adalah untuk mendapatkan nilai tambah yang paling ideal. BJ Habibie telah merumuskan konsep nilai tambah industri untuk Negara berkembang sejak awal dekade 80-an.
Menurut pakar ekonomi dunia Haller dan Stolowy (1995), value added (VA) atau nilai tambah adalah pengukuran performance entitas ekonomi. Arti nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut.
Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dengan nilai input suatu industri. Value added (VA) merupakan konsep utama pengukuran income suatu negara. Konsep ini secara tradisional berakar pada ilmu ekonomi makro, terutama yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan nasional yang diukur dengan performance produktif dari ekonomi nasional yang biasanya dinamakan produk domestik.
Pemerintah perlu mengonsolidasikan industri nasional, baik BUMN maupun swasta untuk mendongkrak nilai tambah produknya. SDM teknologi nasional sudah cukup jumlahnya untuk bergotong royong dan memeras pikiran guna merumuskan proses nilai tambah produk nasional. Sehingga tidak ada lagi bahan baku dan setengah jadi yang dijual begitu saja ke luar negeri dengan nilai tambah yang kecil. Kondisi itu tentunya tidak bisa menyerap tenaga kerja secara optimal dan belum mampu mendongkrak ekonomi lokal secara kuat.
Kondisi perekonomian dunia yang semakin dinamis bahkan sewaktu-waktu bisa fluktuatif perlu kebijakan yang masih terkait positioning produk nasional. Positioning produk diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Positioning produk nasional perlu mencermati perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Implikasi perang dagang bisa menyebabkan banjir produk ke Indonesia.
Perang dagang menyulitkan usaha pemerintah yang berusaha keras meningkatkan kinerja ekspor. Presiden Joko Widodo belum puas dengan kinerja ekspor nasional. Kekecewaan Presiden tersebut ditunjukkan dengan membandingkan nilai ekspor RI yang ketinggalan dari negara tetangga.
Presiden menyatakan bahwa sebagai bangsa besar seharusnya kinerja ekspor tidak kalah dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Apalagi kapasitas dan sumber daya alam serta jumlah SDM yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Sebagai catatan, Thailand mampu menghasilkan US$ 231 miliar dari ekspor. tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan Malaysia US$ 184 miliar, dan Vietnam mencapai US$ 160 miliar. Sementara Indonesia, hanya US$ 145 miliar.
Untuk menggenjot ekspor produk nasional tidak cukup lewat pameran perdagangan dengan skala lokal hingga global. Tapi perlu mencari terobosan yang bisa menggenjot perdagangan sekaligus menjadi sistem bagi pengusaha untuk bertukar informasi tentang produk unggulan.
Terkait dengan masalah positioning produk nasional ada baiknya kita mengkaji peta yang menggambarkan aliran produk yang terjadi. Seperti dalam elaborasi oleh Peter Dickens dalam bukunya Global Shift: Mapping The Changing Contours of the World Economy. Buku itu merekomendasikan kepada bangsa-bangsa pentingnya merancang ulang mata rantai jaringan produksi global. Dan selalu fokus pada pasar dan kematangan produk.
Hal itu sangat relevan, di tengah banyaknya perusahaan di Tanah Air yang kini menghadapi ketidakseimbangan biaya bahan baku yang diimpor dengan hasil penjualan produk yang diekspor atau diserap dalam pasar domestik. Usaha memacu perdagangan produk nasional sangat tergantung kepada sistem logistik. Oleh karena itu, kita perlu menetapkan produk atau komoditas penggerak utama dalam suatu tatanan jaringan logistik dan rantai pasok, tata kelola, dan tata niaga yang efektif dan efisien.
Saatnya mengintegrasikan simpul simpul infrastruktur logistik, baik simpul logistik (logistics node) maupun keterkaitan antarsimpul logistic (logistics link) yang berfungsi untuk mengalirkan barang dari titik asal ke titik tujuan. Simpul logistik meliputi pelaku logistik dan konsumen; sedangkan keterkaitan antarsimpul meliputi jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan keuangan, yang menghubungkan masyarakat perdesaan, perkotaan, pusat pertumbuhan ekonomi, antarpulau maupun lintas negara.
Volume perdagangan nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja logistik. Oleh karena kapasitas SDM di bidang logistik masih memprihatinkan maka perlu ditingkatkan. Kebutuhan tenaga-tenaga yang kompeten di sektor logistik tidak hanya diperlukan untuk pengembangan sistem logistik nasional, tetapi juga dalam menghadapi liberalisasi tenaga kerja.
Dibutuhkan strategi yang mampu mengembangkan SDM dengan kompetensi dan profesi logistik berstandar internasional. SDM logistik yang terpercaya baik pada tingkat operasional, manajerial dan strategis, dan mencukupi kebutuhan nasional untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas kinerja system logistik nasional.
Bimo Joga Sasongko. Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia.
Selasa, 18 September 2018
Industrialisasi Indonesia – Korsel
13 September 2018.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE
Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Korea Selatan (Korsel) belum lama ini, sangat relevan untuk mempelajari secara komprehensif bagaimana kebangkitan industri Korsel bisa terwujud dalam waktu yang relatif singkat.
Korsel merupakan mitra strategis Indonesia dan investor kelima terbesar Indonesia. Indonesia perlu belajar dan mencontoh kebangkitan nasional Korsel yang ditandai dengan suksesnya program industrialisasi serta monetisasi industri budayanya yang tumbuh luar biasa dan mampu mendunia.
Jika kita menengok sejarah, pada dekade 70-an sebenarnya Korsel dan Cina yang menyandang sebutan Macan Asia itu, memulai strategi Industrialisasi yang mirip dengan Indonesia.
Ketiga negara tersebut sama-sama sedang mencetak sumber daya manusia (SDM) teknologi sebanyak-banyaknya untuk menjalankan strategi transformasi teknologi dan industri.
Waktu itu, Indonesia juga memiliki strategi transformasi teknologi dan industri yang dipimpin Menristek BJ Habibie dengan membentuk sembilan wahana industrialisasi nasional serta pusat pengembangan iptek (Puspiptek) di Serpong.
Begitu juga, ada program pengiriman ribuan lulusan terbaik SMA dari seluruh Tanah Air. Dengan cara pemberian beasiswa ikatan dinas kepada mereka untuk berkuliah di perguruan tinggi terkemuka di negara maju.
Semua langkah Indonesia saat itu, boleh dibilang kongruen atau sebangun dengan langkah Korsel dan Cina. Namun dalam perjalanannya, strategi transformasi di Indonesia terkendala oleh kondisi politik sehingga stagnan dan teralienasi.
Dan akhirnya, Indonesia tertinggal oleh Cina dan Korsel. Fenomena ketertinggalan itu antara lain terlihat dari kondisi industri elektronik dan telekomunikasi, yang pada era 70-an sebenarnya BJ Habibie telah menyiapkan wahana pengembangan jenis industri di atas.
Yakni, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI), Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan berbagai macam laboratorium serta didukung SDM teknologi lulusan luar negeri yang termasuk ikatan dinas.
Ternyata kondisi industri nasional kini tertinggal jauh oleh Samsung kebanggaan Korsel dan Huawei kebanggaan Cina. Kondisi PT INTI dan LEN yang dulu direncanakan sebagai salah satu wahana tangguh Industrialisasi ternyata tidak tumbuh semestinya bahkan sering terpuruk dan kalah bersaing.
Kini pasar industri elektronik dan telekomunikasi telah didominasi Cina dan Korsel yang juga telah menggusur Jepang. Dominasi perusahaan Jepang di bisnis elektronik di Indonesia, semakin tergusur produk elektronik Korea Selatan dan Cina.
Ironisnya, produsen elektronik Jepang Toshiba menjual pabrik televisi dan mesin cucinya di Indonesia ke perusahaan Cina, Skyworth. Aksi pencaplokan perusahaan Jepang oleh investor Cina bukan kali pertama.
Sebelumnya, Haier Group dari Cina mengakuisisi perusahaan elektronik Jepang, Sanyo Electric
Padahal, seperti Toshiba, Sanyo juga memiliki akar bisnis cukup kuat di Indonesia. Kita sangat prihatin melihat industri elektronik nasional yang hanya menjadi penonton.
Padahal, pasar elektronik dan telekomunikasi di Indonesia sangat gemuk. Kondisi di atas menjadikan kunjungan Presiden Jokowi memiliki makna sangat signifikan untuk belajar bagaimana cara membangkitkan industri nasional.
Misalnya, membangkitkan PT INTI dan LEN sehingga Indonesia tidak hanya menjadi penonton dan pemain kecil-kecilan dalam hal pembangunan infrastruktur dan kebutuhan pasar elektronik di Indonesia.
Presiden Jokowi juga perlu konsisten dengan kebijakan lokalisasi komponen oleh perusahaan multinasional yang memenangkan proyek infrastruktur sehingga persentase TKDN komponen terus meningkat dan diproduksi oleh industry elektronik nasional.
Selain bidang Industrialisasi dan pengembangan industri kreatif, Indonesia perlu mencontoh keberhasilan Korsel dalam menata birokrasi pemerintahan dan bagaimana cara bangsa Korsel mencetak jutaan SDM unggul yang disebar di seluruh dunia.
Hal itu terlihat dari pada peneliti muda Samsung yang ditugaskan ke luar negeri, yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang. Belum lagi perusahaan lainnya yang juga melakukan program pengembangan SDM yang serupa.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Korsel, sebaiknya juga mempelajari cara Samsung mengelola dan mengembangkan SDM. Sebaiknya Presiden meminta Samsung untuk memberikan beasiswa kepada para lulusan SMA ternaik.
Tujuannya agar mereka bisa belajar di Korsel dan berkesempatan kerja magang di pusat pengembangan teknologi Samsung. Selama lima tahun terakhir, Samsung menekankan pentingnya program spesialis regional, unsure pokok dalam upaya globalisasi Samsung.
Program tersebut meliputi pelatihan SDM dengan wawasan internasional agar memahami situasi di pasar-pasar luar negeri. Pelatihan tersebut dengan cara menugaskan karyawan ke berbagai negara untuk belajar dan memahami budaya dan potensinya.
Samsung Electronics memiliki 21 ribu peneliti luar negeri yang tersebar di 29 lembaga penelitian di 16 negara yang mengkaji bidang-bidang strategis, yaitu di Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Cina, Jepang, India, Israel dan Polandia.
Dalam konteks inovasi terbuka, Samsung bekerja sama dengan universitas ternama dunia, seperti MIT, Universitas of California – Berkeley melalui program-program industrial affiliate dan visiting researcher.
Presiden Jokowi yang bertekad membentuk postur aparatur sipil negara (ASN) yang bersih dari korupsi, cerdas, cekatan, dan memiliki daya inovasi perlu mengacu kepada Korsel yang telah berhasil melakukan reformasi birokrasinya.
Program di atas dipelopori presiden kelima Korsel Chun Doo Wan yang menetapkan sejumlah prinsip utama reformasi administrasi dan birokrasi melalui Civil Servants Ethics Act, Civil Servant Consciousness Reform Movement, Retired Civil Servant Employment Control, Civil Servant Property Registration, dan Civil Servant Gifts Control.
Program revolusi mental bagi ASN di Indonesia oleh pemerintahan Jokowi, mestinya dilakukan dengan mengambil referensi Korsel di atas.
Platform Gotong Royong Intelektual Bangsa
Oleh Bimo Joga Sasongko | Rabu, 5 September 2018 | 9:46
Usia Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) telah menginjak 73 tahun. Kini postur intelektual bangsa semakin banyak jumlahnya. Mereka adalah kelas menengah yang memiliki tugas sejarah untuk bergotong royong lewat pikiran dan tenaga demi mewujudkan Indonesia yang unggul dan berkelas dunia.
Peringatan Hari Kemerdekaan yang baru saja digelorakan harus menjadi spirit untuk mendongkrak indeks daya saing sumber daya manusia (SDM) dan terus mengembangkan kapasitas inovasi. Apalagi proses inovasi sarat kerja gotong royong dan membutuhkan SDM unggul dalam jumlah besar.
Selaras dengan hal itu maka sudah selayaknya dibentuk platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan pembangunan manusia Indonesia, khususnya membentuk SDM terbarukan. Karena selama ini para intelektual bangsa lebih suka kerja sendiri dan terlalu sibuk dengan ambisi masing-masing.
Akibatnya progres kemajuan bangsa tersendat dan indeks daya saing SDM bangsa belum menggembirakan. Dalam konteks itulah maka perlu terobosan dalam pembangunan manusia agar bisa membuahkan produktivitas yang tinggi serta meningkatnya nilai tambah lokal. Saatnya kerja yang cerdas dan berkualitas, bukan kerja asal kerja.
Intelektual Indonesia kerja bersama disemangati oleh nilai tradisi keindonesiaan yang telah membumi berabad-abad. Esensi kerja bersama adalah “holopis kuntul baris” yang identik dengan perilaku gotong royong ajaran leluhur bangsa. Lalu diformulasikan secara ideologis oleh Presiden RI pertama Soekarno.
Gotong royong mesti tulus memikul beban bersama, menikmati bersama secara murah meriah dan guyup. Oleh karenanya, perlu dirumuskan arah dan platform gotong royong sebagai energi kolektif kebangsaan untuk menghadapi persaingan global yang makin sengit.
Menurut Bung Karno, gotongroyong merupakan pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, dan perjuangan bantu membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Dalam konteks zaman sekarang, gotong royong memiliki arti yang luar biasa bagi kemajuan bangsa jika kaum intelektual mampu bersinergi dan menghilangkan eksklusivisme.
Gotong royong bukanlah sesuatu yang sudah jadi atau given. Gotong-royong memerlukan rekayasa dan pembangunan manusia untuk mencetak SDM terbarukan yang sesuai dengan kemajuan zaman. SDM terbarukan memiliki daya kreatif dan inovasi yang lebih unggul dari generasi sebelumnya.
Di situlah urgensi perlunya kembali merumuskan platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan tantangan zaman. Pada saat Kemerdekaan RI dikumandangkan, SDM bangsa yang mampu memutar roda organisasi negara masih sangat sedikit. Namun begitu, dalam hitungan bulan setelah hari merdeka, para pemuda yang notabene SDM bangsa mampu mengambil alih lembaga penting dari tangan penjajah. Lalu mereka dengan penuh tekad bergotong royong berusaha menjalankan aktivitas berbagai lembaga dan badan usaha yang dibutuhkan oleh negara.
Sebulan setelah hari kemerdekaan, angkatan muda kereta api mengambil alih sektor perkeretaapian. Kemudian disusul oleh sektor pos dan telekomunikasi, perminyakan, dan sektor lainnya. Begitu juga dengan kebutuhan untuk SDM pertahanan untuk bela negara. Setelah perang kemerdekaan para petinggi TNI banyak merekomendasikan pengiriman anggota TRIP untuk kuliah di luar negeri.
Setelah berhasil kuliah mereka kembali ke Tanah Air dan berperan penting untuk membenahi perguruan tinggi di dalam negeri yang sebelumnya dikelola oleh ilmuwan Belanda. Seperti contohnya Profesor Suwondo B Sutedjo Dipl Ing, yang sebelumnya adalah anggota TRIP Divisi Ronggolawe, yang berhasil menyelesaikan studinya pada Technische Hochshule di Hanover Jerman. Sekembali ke Indonesia, Suwondo membenahi dan mengajar di Institute Teknologi Bandung (ITB).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo bertekad mulai tahun 2019 pembangunan bangsa menekankan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan tahun berikutnya difokuskan untuk membenahi SDM bangsa lewat penguatan keahlian dan produktivitas.
Platform gotong royong intelektual bangsa diharapkan bisa menjadi ujung tombak untuk mendongkrak indeks daya saing SDM bangsa. Masyarakat prihatin melihat indeks GTCI 2018, di mana Indonesia berada di urutan ke-77 dari total 119 negara di dunia dalam peringkat Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2018.
Bangsa Indonesia menduduki peringkat ke-77, masih kalah dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan, Malaysia di peringkat 27, Filipina di posisi 54, dan Thailand di peringkat 70. GTCI merupakan laporan komprehensif tahunan yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur bagaimana suatu negara menyediakan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing mereka.
Dalam mengukur indeks GTCI, lima pilar yang digunakan antara lain enable atau keberagaman dalam pengetahuan, pengalaman, dan cara menyelesaikan masalah. Pilar kedua dan ketiga adalah attract atau kemampuan menarik sumber daya asing, dan grow atau kemampuan untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan.
Sementara dua pilar lainnya yang digunakan sebagai penilaian adalah pendidikan vokasional dan teknikal, serta pengetahuan global. Para intelektual bangsa mesti memiliki modal alamiah berupa portofolio kompetensi serta daya kreativitas dan inovasi. Modal itu untuk mewujudkan kepemimpinan unggul, khususnya kepemimpinan dalam domain Iptek dan dunia usaha.
Platform gotong royong intelektual bangsa perlu masive action berupa program mentorship di seluruh pelosok Tanah Air. Menurut Lowenstein & Bradshaw, mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang mendorong pencapaian program nasional.
Perjalanan bangsa saat ini diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Generasi saat ini perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi dan mampu bersaing secara global.
Cita-cita bangsa sering terhambat oleh perdebatan para intelektual bangsa yang tidak berkesudahan karena belum adanya grand design pembangunan yang strategis dan visioner. Alhasil, pembangunan nasional setelah era Orde Baru masih berjalan tanpa panduan yang jelas sehingga menjadi tindakan tambal sulam tanpa konsep serta cenderung pragmatis dan berorientasi jangka pendek.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE
Usia Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) telah menginjak 73 tahun. Kini postur intelektual bangsa semakin banyak jumlahnya. Mereka adalah kelas menengah yang memiliki tugas sejarah untuk bergotong royong lewat pikiran dan tenaga demi mewujudkan Indonesia yang unggul dan berkelas dunia.
Peringatan Hari Kemerdekaan yang baru saja digelorakan harus menjadi spirit untuk mendongkrak indeks daya saing sumber daya manusia (SDM) dan terus mengembangkan kapasitas inovasi. Apalagi proses inovasi sarat kerja gotong royong dan membutuhkan SDM unggul dalam jumlah besar.
Selaras dengan hal itu maka sudah selayaknya dibentuk platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan pembangunan manusia Indonesia, khususnya membentuk SDM terbarukan. Karena selama ini para intelektual bangsa lebih suka kerja sendiri dan terlalu sibuk dengan ambisi masing-masing.
Akibatnya progres kemajuan bangsa tersendat dan indeks daya saing SDM bangsa belum menggembirakan. Dalam konteks itulah maka perlu terobosan dalam pembangunan manusia agar bisa membuahkan produktivitas yang tinggi serta meningkatnya nilai tambah lokal. Saatnya kerja yang cerdas dan berkualitas, bukan kerja asal kerja.
Intelektual Indonesia kerja bersama disemangati oleh nilai tradisi keindonesiaan yang telah membumi berabad-abad. Esensi kerja bersama adalah “holopis kuntul baris” yang identik dengan perilaku gotong royong ajaran leluhur bangsa. Lalu diformulasikan secara ideologis oleh Presiden RI pertama Soekarno.
Gotong royong mesti tulus memikul beban bersama, menikmati bersama secara murah meriah dan guyup. Oleh karenanya, perlu dirumuskan arah dan platform gotong royong sebagai energi kolektif kebangsaan untuk menghadapi persaingan global yang makin sengit.
Menurut Bung Karno, gotongroyong merupakan pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, dan perjuangan bantu membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Dalam konteks zaman sekarang, gotong royong memiliki arti yang luar biasa bagi kemajuan bangsa jika kaum intelektual mampu bersinergi dan menghilangkan eksklusivisme.
Gotong royong bukanlah sesuatu yang sudah jadi atau given. Gotong-royong memerlukan rekayasa dan pembangunan manusia untuk mencetak SDM terbarukan yang sesuai dengan kemajuan zaman. SDM terbarukan memiliki daya kreatif dan inovasi yang lebih unggul dari generasi sebelumnya.
Di situlah urgensi perlunya kembali merumuskan platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan tantangan zaman. Pada saat Kemerdekaan RI dikumandangkan, SDM bangsa yang mampu memutar roda organisasi negara masih sangat sedikit. Namun begitu, dalam hitungan bulan setelah hari merdeka, para pemuda yang notabene SDM bangsa mampu mengambil alih lembaga penting dari tangan penjajah. Lalu mereka dengan penuh tekad bergotong royong berusaha menjalankan aktivitas berbagai lembaga dan badan usaha yang dibutuhkan oleh negara.
Sebulan setelah hari kemerdekaan, angkatan muda kereta api mengambil alih sektor perkeretaapian. Kemudian disusul oleh sektor pos dan telekomunikasi, perminyakan, dan sektor lainnya. Begitu juga dengan kebutuhan untuk SDM pertahanan untuk bela negara. Setelah perang kemerdekaan para petinggi TNI banyak merekomendasikan pengiriman anggota TRIP untuk kuliah di luar negeri.
Setelah berhasil kuliah mereka kembali ke Tanah Air dan berperan penting untuk membenahi perguruan tinggi di dalam negeri yang sebelumnya dikelola oleh ilmuwan Belanda. Seperti contohnya Profesor Suwondo B Sutedjo Dipl Ing, yang sebelumnya adalah anggota TRIP Divisi Ronggolawe, yang berhasil menyelesaikan studinya pada Technische Hochshule di Hanover Jerman. Sekembali ke Indonesia, Suwondo membenahi dan mengajar di Institute Teknologi Bandung (ITB).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo bertekad mulai tahun 2019 pembangunan bangsa menekankan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan tahun berikutnya difokuskan untuk membenahi SDM bangsa lewat penguatan keahlian dan produktivitas.
Platform gotong royong intelektual bangsa diharapkan bisa menjadi ujung tombak untuk mendongkrak indeks daya saing SDM bangsa. Masyarakat prihatin melihat indeks GTCI 2018, di mana Indonesia berada di urutan ke-77 dari total 119 negara di dunia dalam peringkat Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2018.
Bangsa Indonesia menduduki peringkat ke-77, masih kalah dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan, Malaysia di peringkat 27, Filipina di posisi 54, dan Thailand di peringkat 70. GTCI merupakan laporan komprehensif tahunan yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur bagaimana suatu negara menyediakan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing mereka.
Dalam mengukur indeks GTCI, lima pilar yang digunakan antara lain enable atau keberagaman dalam pengetahuan, pengalaman, dan cara menyelesaikan masalah. Pilar kedua dan ketiga adalah attract atau kemampuan menarik sumber daya asing, dan grow atau kemampuan untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan.
Sementara dua pilar lainnya yang digunakan sebagai penilaian adalah pendidikan vokasional dan teknikal, serta pengetahuan global. Para intelektual bangsa mesti memiliki modal alamiah berupa portofolio kompetensi serta daya kreativitas dan inovasi. Modal itu untuk mewujudkan kepemimpinan unggul, khususnya kepemimpinan dalam domain Iptek dan dunia usaha.
Platform gotong royong intelektual bangsa perlu masive action berupa program mentorship di seluruh pelosok Tanah Air. Menurut Lowenstein & Bradshaw, mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang mendorong pencapaian program nasional.
Perjalanan bangsa saat ini diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Generasi saat ini perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi dan mampu bersaing secara global.
Cita-cita bangsa sering terhambat oleh perdebatan para intelektual bangsa yang tidak berkesudahan karena belum adanya grand design pembangunan yang strategis dan visioner. Alhasil, pembangunan nasional setelah era Orde Baru masih berjalan tanpa panduan yang jelas sehingga menjadi tindakan tambal sulam tanpa konsep serta cenderung pragmatis dan berorientasi jangka pendek.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE
Langganan:
Postingan (Atom)