OPINI DAN GAGASAN
Bimo Sasongko, BSIE, MSEIE, MBA
Pendiri Euro Management Indonesia
Sekjen IABIE - Ikatan Alumni Program Habibie
Harian Koran Investor Daily, Hal. 4, Kolom Opinion, terbit Sabtu/Minggu, 23-24 April 2016.
Mengulas tuntas lebih dalam mengenai Kunjungan Presiden Joko Widodo ke
empat negara di Uni Eropa dan peluang Kunjungan tersebut untuk
peningkatan kualitas SDM Maju Indonesia : "Meneguhkan Indonesia di
Eropa"
http://id.beritasatu.com/home/meneguhkan-indonesia-ke-eropa/143283
- Pendiri, Presiden Direktur dan CEO Euro Management Indonesia, - SekJen Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), - Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), - Pengagas Gerakan Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia, - Penerima Beasiswa STAID 1 USA, - Alumni Fachhochschule Pforzheim, Jerman, - Alumni Arizona State University, Arizona, USA, - Alumni North Carolina State University, North Carolina, USA.
Selasa, 26 April 2016
Tayangan Berita Program Beasiswa Indonesia 2030 "Sejuta Indonesia Di Jantung Dunia"
BREAKING NEWS
Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia
Tayangan Berita Program Beasiswa Indonesia 2030 "Sejuta Indonesia Di Jantung Dunia"
Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia
Tayangan Berita Program Beasiswa Indonesia 2030 "Sejuta Indonesia Di Jantung Dunia"
Kolaborasi dan inisiatif Euro Management Indonesia & Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI)
NET 12 - NET TV, Tayang 21 April 2016.
https://youtu.be/_9M9CrgWchI
Berita Satu, 17 april 2016
http://m.beritasatu.com/…/360446-pelajar-indonesia-didorong…
Suara.com, 17 april 2016
http://m.suara.com/…/yayasan-pendidikan-indonesia-sediakan-…
Bisnis Indonesia, 17 april 2016
http://m.bisnis.com/…/sekolah-ke-ln-euro-management-tawarka…
Media kampus IPB Bogor
http://ikk.fema.ipb.ac.id/…/program-beasiswa-indonesia-2030/
Media Release, 18 april 2016
http://www.media-release.info/euro-management-buka-program…/
NET 12 - NET TV, Tayang 21 April 2016.
https://youtu.be/_9M9CrgWchI
Berita Satu, 17 april 2016
http://m.beritasatu.com/…/360446-pelajar-indonesia-didorong…
Suara.com, 17 april 2016
http://m.suara.com/…/yayasan-pendidikan-indonesia-sediakan-…
Bisnis Indonesia, 17 april 2016
http://m.bisnis.com/…/sekolah-ke-ln-euro-management-tawarka…
Media kampus IPB Bogor
http://ikk.fema.ipb.ac.id/…/program-beasiswa-indonesia-2030/
Media Release, 18 april 2016
http://www.media-release.info/euro-management-buka-program…/
TV Muhammadiyah
Jumat, 22 April 2016
Euro Management Indonesia
Jl.RP.Soekarno No.6
Menteng - Jakarta Pusat
Euro Management Indonesia
Jl.RP.Soekarno No.6
Menteng - Jakarta Pusat
Jumat, 22 April 2016
Meneguhkan Indonesia di Eropa
Meneguhkan Indonesia di Eropa
Oleh: Bimo Joga Sasongko
Selama ini, Indonesia belum sekuat tenaga dalam meneguhkan hal di atas. Kita masih kalah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Tiongkok, India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di jantung Eropa masih kalah jumlahnya jika dibandingkan dengan ke tiga macan Asia di atas.
Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adanya Partnership Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dan Uni Eropa perlu dikonkretkan terutama yang terkait dengan pengembangan SDM unggul.
Belajar dari Jerman
Jerman merupakan negara yang sangat strategis
bagi Indonesia sebagai tempat untuk pengembangan mutu SDM, terutama teknologi
dan industri. Apalagi kini ada momentum membaiknya iklim investasi Jerman di
Indonesia. Setelah mengalami penurunan investasi beberapa tahun terakhir, tahun
2015 terlihat peningkatan penanaman modal Jerman di Indonesia.
Bahkan Duta Besar RI untuk Jerman Fauzi
Bowo sangat progresif untuk menggenjot penanaman modal tersebut. Hasilnya pada
2015 ada peningkatan 14% dibandingkan 2014. Dengan kunjungan Presiden Jokowi ke
Jerman diharapakan semakin meningkatkan presentase di atas.
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman
juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman juga diwarnai dengan kerjasama dengan perusahaan
terkemuka Jerman, Siemens terkait teknologi pembangkitan energi dan kerjasama
terkait teknologi logistic kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja
sama seperti di atas tentunya melibatkan pengembangan SDM.
Saatnya Indonesia belajar dari Jerman
terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk
menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system sukses dan menjadi
model ideal bagi dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat
pendidikan ketrampilan di Siemenstadt, hal itu bisa dijadikan acuan bagi
kementerian pendidikan dan kementerian tenaga kerja.
Saat ini, negara Uni Eropa memang
sedang menerapkan system pendidikan kejuruan dengan system baru untuk mengatasi
pengangguran kaum muda. Jerman tidak didera oleh masalah pengangguran yang
hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan yang dinamakan duale ausbildung. Atau di kalangan
internasional itu disebut sebagai duales system.
Berdasarkan prinsip tersebut para siswa
langsung belajar praktek di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktek kerja
di perusahaan mendapat bobot yang sama. Contohnya, perusahaan otomotif
Volkswagen telah sukses merekrut 17 ribu calon tenaga kerja dari seluruh dunia
untuk mengikuti duales system pendidikan.
Hingga kini Volkswagen giat menerapkan
sistemitu pada semua cabangnya di negara lain. Sejak 2012 Menteri Pendidikan
Jerman Annette Shavan menandatangani kerjasama dengan berbagai Negara untuk
mengadopsi sistem tersebut. Kerjasama itu menjadikan sekitar 30.000 pemuda ikut
serta dalam program pertukaran magang.
Di negara-negara mitra akan dibangun 30
jaringan pendidikan kejuruan regional. Target kerja sama di atas adalah sampai
tahun 2020 diharapkan 80 % anak muda di Uni Eropa bisa mendapat pekerjaan yang layak
dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri disana.
Sikap Terbuka Jerman
Mestinya Indonesia juga tidak
ketinggalan dengan hal tersebut, perlu kerja sama baik oleh pihak pemerintah maupun
oleh konsultan pendidikan internasional yang ada di Indonesia. Selama sepuluh
tahun terakhir, Jerman memiliki tingkat pengangguran pemuda yang rendah di bawah
ratarata negara maju di dunia yang mencapai sekitar 8%.
Apalagi kondisi Eropa akhir-akhir ini
sangat rentan krisis ekonomi. Hal itu terjadi di Yunani yang mana satu dari
tiga orang pemuda di bawah usia 25 adalah pengangguran. Jerman juga sangat
terbuka dalam hal ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja
asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah asing di bidang pekerjaan tertentu.
Juga dengan adanya undangundang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja
asing berkualifikasi dari negara-negara non Uni Eropa.
Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan
di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menghadapi datangnya bonus demografi.
Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi di sana
ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77
juta, dan sampai tahun 2060 menjadi 65 juta, sehingga dapat membahayakan
pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.
Pertumbuhan home industri di Jerman
menyebabkan negeri itu perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar
negeri setiap tahunnya. Kondisi di atas menunjukan bahwa pengembangan industri
kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian
bersama perusahaan besar.
Ada tren peningkatan minat di kalangan
pemuda Indonesia untuk belajar di Eropa. Pada akhir 2014, jumlah mahasiswa
Indonesia yang berangkat untuk studi ke Eropa mencapai 5.800 mahasiswa. Jumlah ini
mengalami kenaikan tiga kali lipat dari tahun 2011 atau meningkat lebih dari
30% dibandingkan dengan 2013.
Secara keseluruhan, sekitar 9.000 mahasiswa
Indonesia saat ini sedang belajar di Eropa. Adanya Partnership Cooperation Agreement
antara Indonesia dan Uni Eropa perlu disertai langkah konkret. Salah satu
langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari
perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia. Mereka
memberikan bea-siswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi di
Eropa atas biaya perusahaan tersebut.
Bimo Joga Sasongko, President Director
& CEO Euro Management
Indonesia; sekjen Pengurus Pusat
Ikatan Alumni Program Habibie
(IABIE)
Rabu, 20 April 2016
Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia
Ulasan Tuntas Indonesia 2030 bersama Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE,
MBA, President Director & CEO Euro Management Indonesia di Tabloid The
Politic, Hal 7, terbit April-Mei/Edisi 04/ 2016 mengulas tuntas lebih dalam
mengenai Gerakan "Indonesia 2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia."
Bimo
Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA,
President Director & CEO EURO Management Indonesia
President Director & CEO EURO Management Indonesia
‘Indonesia
2030: Sejuta Indonesia di Jantung Dunia’
Perlu Dukungan Pemerintah Gaung
semangat anak bangsa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan melanjutkan
kuliah ke luar negeri membutuhkan dukungan berbagai pihak. Terutama peran aktif
pemerintah baik material maupun moril. Bimo Sasongko berharap semua komponen
bangsa dari level pusat sampai daerah memiliki gerakan yang sama agar mahasiswa
bisa kuliah ke luar negeri. Ia pun termotivasi untuk mewujudkan program
beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia). Seperti apa
kiprahnya?Bimo Sasongko, MSEIE, MBA, President Director & CEO EURO Management
Indonesia.
Masih rendahnya jumlah lulusan SMA yang melanjutkan kuliah di luar negeri memberikan tantangan tersendiri bagi Bimo Sasongko. Ia merasa prihatin diantara negara-negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Malaysia apalagi dibandingkan Korea Selatan dan China, Indonesia masih kalah jauh dalam hal pengiriman mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri. Lihat saja, jumlah penduduk Malaysia 30 juta orang dan penduduk Indonesia 250 juta, namun jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri hanya 30 ribu, sementara jumlah mahasiswa di luar negeri asal Malaysia justru dua kali lipat jumlah mahasiswa Indonesia. Korea Selatan dengan jumlah penduduk 50 juta orang atau seperlima penduduk Indonesia, faktanya 130 ribu orang penduduk Korea Selatan menimba ilmu di luar negeri. Tak heran Korea menjadi bangsa yang maju dengan cepat.
Untuk mempercepat penyerapan teknologi
informasi dan kemajuan bangsa, menurut Bimo Indonesia harus mempelajari
pengetahuan langsung dari pusatnya, dan itu dipercaya dari generasi ke generasi
dari era Presiden Bung Karno dan Habibie sudah mengirimkan siswa studi di luar
negeri karena kita masih menjadi bangsa yang tertinggal. Dari report World Bank dan McKinsey menyatakan di
tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara 6 besar dunia, dengan peringkat satu
China, lalu Amerika, Jepang, Brasil, Rusia dan Indonesia, artinya Jerman,
Perancis dan Inggris akan bergeser, syaratnya tentu dengan SDM unggul. Satu-
satunya cara untuk mempercepat adalah studi ke luar negeri. Kita berharap, di
tahun 2030 orang-orang yang kuliah di luar negeri sudah kembali ke Indonesia
untuk membangun negara
Untuk itu, Bimo termotivasi, membuat
program beasiswa, Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia, di Jantung Dunia). Program
ini, merupakan program beasiswa bahasa yang ditargetkan untuk 1000 pelajar SMA
di Jabodetabek di tahun 2016 ini. Program ini pertama kalinya dilakukan oleh
Euro Management Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia
untuk lima pilihan bahasa Jerman, Perancis, Inggris, Belanda dan Jepang.
Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia dan
Euro Management Indonesia mengeluarkan pendanaan untuk program ini sekitar Rp
10 miliar untuk target 1000 siswa per tahun. Hingga kini sudah ada 900 peserta
dari 70 SMA di Jabodetabek baik negeri maupun swasta. Program yang sudah dilaunching
pada Januari 2016 ini bertujuan untuk membuka mindset masyarakat Indonesia
pentingnya kuliah ke luar negeri. Program beasiswa bahasa ini berlangsung selama
60 jam dalam dua semester di hari Sabtu dan Minggu. Tak hanya itu, siswa juga
mengikuti kegiatan workshop mengenai budaya di luar negeri, pelatihan dasar kepemimpinan,
wawasan kuliah di luar negeri, pergaulan, hingga psikotes minat dan bakat.
Setelah siswa mengikuti program beasiswa ini diharapkan sudah siap mental untuk
melanjutkan kuliah ke luar negeri.
“Terkadang calon mahasiswa memiliki
semangat besar namun terkendala biaya, atau orang tua siap pendanaan namun
mental dan ketrampilan bahasanya kurang. Program beasiswa ini membantu siswa
untuk bisa siap kuliah di luar negeri. Program ini benar-benar free dan tidak
ada ikatan apa pun. Namun tata tertib harus dipatuhi seperti siswa harus
serius, pakaian rapi, jika tidak hadir dikenakan hukuman atau dianggap tidak
melanjutkan lagi, karena di luar negeri konsep dasar utama harus tertib. Tanpa
tes, dengan niat serius siswa SMA kelas 10,11, 12 bisa mendaftar ke Euro Management
dengan didampingi orang tua dan memilih jenis bahasa yang diminati. Mental,
kepribadian dan perilaku siswa yang mengikuti program ini diharapkan bisa
berubah selain mendapat ketrampilan bahasa. Terlambat 5 menit saja tidak boleh masuk
kelas, dan tiga kali dalam satu semester tidak masuk kita anggap mengundurkan
diri. Kita juga berikan laporan ke orang tua,” terang Bimo.
Euro
Management Indonesia pernah mengadakan program Sejuta Habibie untuk Indonesia
yang juga merupakan program beasiswa untuk bahasa namun ruang lingkupnya lebih
terbatas. Program beasiswa perdana Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung
Dunia) ini diharapkan akan terus berkembang dan diharapkan dari ribuan siswa
yang mengikuti program ini, sekitar 5-10 persen mahasiswa bisa berangkat kuliah
ke luar negeri per tahun. Saat ini Euro Management tiap tahun rutin memberangkatkan
100-200 mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri.
Sejauh ini, pengiriman mahasiswa untuk
kuliah ke luar negeri masih menggunakan dana pribadi mahasiswa dan cukup
terjangkau mengingat kuliah di Perancis maupun Jerman mendapat subsidi pemerintah,
sehingga mahasiswa hanya membutuhkan biaya hidup dan dana awal persiapan
kuliah. Seperti tiket pesawat one
way sekira Rp 15
jutaan, biaya hidup per bulan 400-600 Euro atau Rp 4-6 jutaan per bulan sudah
termasuk tempat tinggal, makan kesehatan, biaya transportasi dan lainnya.
Tantangan
Berkecimpung
di dunia pendidikan memberikan tantangan tersendiri bagi Bimo Sasongko. Ia melihat
kemampuan Indonesia untuk mengirimkan mahasiswa ke luar negeri seharusnya bisa
sampai seribu hingga dua ribu orang per tahun, namun fakta menunjukkan hanya
sekitar seratus hingga dua ratus orang mahasiswa Indonesia yang melanjutkan
kuliah ke luar negeri setiap tahun. “Sebenarnya kemampuan dan informasi serta motivasi
ada, tapi banyak faktor orang tua tidak mengijinkan dan anak tidak berani padahal
di negara lain untuk bisa kuliah ke luar negeri merupakan sebuah kebanggaan.
Dengan informasi lebih luas dan sosialisasi yang semakin masif ke seluruh Indonesia
untuk program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia) maka
prediksi kita bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju akan tercapai, sehingga
di tahun 2030 Indonesia benar-benar akan terwujud sebagai negara ranking 6
dunia,” tegasnya.
Bimo
melihat antusiasme mahasiswa untuk kuliah S1 ke luar negeri sebenarnya tinggi
namun ketika mengambil keputusan banyak yang mundur karena pendanaan dan ketidakberanian,
padahal seharusnya hal itu tidak jadi halangan. “Euro Management akan membantu memberikan
solusinya, dan kita berharap sebanyak mungkin anak bangsa bisa menikmati
pendidikan ke luar negeri. Harapan saya semua komponen bangsa dari level pusat sampai
daerah memiliki gerakan yang sama agar mahasiswa bisa kuliah ke luar negeri.
Passion saya bahwa ini merupakan perjuangan jangka panjang yang tidak kenal lelah.
Sebuah kebanggaan kalau saya bisa melihat bahwa tidak hanya generasi saya yang
bisa kuliah ke luar negeri tapi juga generasi-generasi berikutnya tidak pandang
kaya miskin bisa kuliah di luar negeri dengan mudah. Sehingga nantinya bisa membangun
bangsa dengan lebih maju,” tegas Bimo semangat.
Banyak orang bersuara tak perlu
kuliah ke luar negeri karena universitas di Indonesia sudah maju menurut Bimo
adalah sebuah kesalahan fatal. Pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal. Bahkan
Jepang saja masih mengirimkan mahasiswa kuliah ke luar negeri. “Indonesia ini masih
negara miskin. Kita butuh 1 juta orang saja dari penduduk Indonesia sebanyak
250 juta, untuk dikirim kuliah ke Amerika, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman,
Belanda, Australia dan Jepang. Dengan belajar di pusat pengetahuan dunia mahasiswa
kita akan mengenal cara berpikir masyarakat negara maju, mengetahui trik-trik
cara bernegosiasi dan sebagainya, sehingga bisa mengambil manfaat yang baik dan
meninggalkan yang tidak baik. Nah, program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta
Indonesia di Jantung Dunia) merupakan sarana untuk mewujudkan keinginan siswa
SMA agar nantinya bisa kuliah ke luar negeri. Setiap siswa baik kaya dan miskin
termotivasi untuk mendaftar secara gratis,” terang Bimo.
Saat ini
Euro Management Indonesia menanggung pendanaan program beasiswa bahasa dalam rangka
program beasiswa Indonesia 2030 (Sejuta Indonesia di Jantung Dunia). Untuk itu
ke depan dukungan pemerintah sangat penting dalam hal pendanaan bagi pendidikan
mahasiswa ke luar negeri karena SDM merupakan proses panjang yang tidak bisa
dinilai dengan uang, dan tingkat pendidikan juga meningkatkan kualitas hidup
dan kualitas bangsa. Saat ini pemerintah memang memiliki program beasiswa dari
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) namun hanya ditujukan untuk kuliah S2
di luar negeri, bukan kuliah S1. “Lulusan SMA dinilai masih muda dan labil,
tetapi justru kuliah di luar negeri memberikan peluang lebih bagi lulusan SMA
karena mereka lebih lama tinggal luar negeri hingga 4 atau 5 tahun yang membuat
akses networking lebih banyak, lebih percaya diri dibanding mahasiswa S2, dan
belum berkeluarga sehingga masih belum ada keterbatasan,” terang Bimo.
Bimo berharap peran nyata
pemerintah untuk mendukung dan memberikan kemudahan bagi mahasiswa kuliah ke
luar negeri, baik dari segi material atau moril karena bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Seperti pendanaan dari pemerintah maupun BUMN, dan program corporate social
responsibility (CSR). “Dengan institusi kecil ini saya bersyukur bisa menggerakkan
seribu hingga duaribu orang siswa untuk mengikuti program beasiswa gratis, apalagi
kalau ada dukungan pihak Kementerian, BUMN dan lainnya. Saya ingin sebanyak
mungkin orang mengenal bahasa apalagi kelemahan orang Indonesia terutama dari kemampuan
untuk berbahasa asing,” pungkas Bimo. (*)
Info Lebih Lanjut:
Euro Management Indonesia
Gedung Ir.H. M. Suseno
Jl. R.P. Soeroso No. 6 Menteng
Jakarta Pusat
Telp. 021-398 38 706, 314 0379
Website www.euromanagement.co.id
Senin, 18 April 2016
Kunjungan Ke Eropa dan Sistem Offset
Opini dan Gagasan Bimo Sasongko, Pendiri Euro Management
Indonesia & Sekjen IABIE di Harian Kontan, Hal. 23, Kolom Surat &
Opini, terbit Selasa 19 April 2016
mengulas tuntas lebih dalam mengenai Kunjungan Kerja Presiden Joko Widodo ke Uni Eropa "Kunjungan Ke Eropa dan Sistem
Offset"
"Kunjungan Ke Eropa dan Sistem
Offset" Oleh : Bimo Joga Sasongko
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Uni Eropa, yaitu Jerman,
Inggris, Belgia dan Belanda. Indonesia merupakan negara pertama di Asia
Tenggara yang memiliki Comprehensive Partnership Agreement (CPA) dengan Uni Eropa.
Keberadaan CPA perlu segera disertai langkah konkret dan strategis. Salah satu
langkah konkret itu sebaiknya terkait sistem offset untuk mencetak sumber daya
manusi (SDM) berkelas dunia untuk membangun Indonesia.
Pemerintah perlu mengelola sistem offset
terkait dengan berbagai macam belanja ke luar negeri maupun pembangunan
berbagai macam infrastruktur. Terutama bagi pembelian dengan jumlah anggaran
yang besar. Misalnya pembelian pesawat terbang untuk penerbangan sipil maupun
keperluan militer.
Offset dapat diartikan sebagai mekanisme timbal balik. Perlu
lembaga pengelola offset yang diisi
oleh para ahli yang mengerti tentang ahli teknologi, konsultan pendidikan
internasional dan ahli tentang bisnis dan nilai tambah industri. Lembaga offset harus mengerti betul tujuan
ekonomis dari offset yang bisa
memperluas lapangan kerja dan mengoptimalkan devisa keluar negeri. Selanjutnya lembaga
offset juga harus memahami betul
tujuan ahli teknologi di berbagi tingkatan.
Idealnya lembaga offset dibentuk
oleh Presiden dan harus mampu berkoordinasi lintas kementerian. Sehingga belanja
kementerian dan belanja negara lain keluar negeri dengan jumlah nominal
tertentu, sebaiknya ditempuh dengan mekanisme offset. Begitu juga ada ketentuan offset tersendiri bagi perusahaan patungan swasta dan pemerintah,
atau swasta murni, bagaimana pemberlakuan offset
yang ideal.
Lembaga offset harus mampu
menjalankan fungsi strategisnya yakni inventarisasi potensi yang bisa
dikembangkan terkait offset. Kemudian
memiliki data base yang akurat terkait perusahaan-perusahaan dalam negeri yang
mampu menerima offset. Kemudian melakukan
monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan offset serta mengatasi jika ada hambatan di lapangan.
Skema offset sebaiknya mencakup
transfer teknologi, co-production
atau produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan struktur, serta fasilitas
pemeliharaan dan perbaikan. Yang terdiri dari direct offset dan indirect
offset.
Direct offset merupakan konpensasi langsung berhubungan dengan
kontrak pembelian. Sedangkan indirect
offset atau biasa disebut offset
komersial biasanya berbentuk buyback,
bantuan pemasaran/pembelian senjata yang sudah diproduksi oleh negara
berkembang tersebut, produksi lisensi, hingga transfer teknologi dengan
mendidik SDM.
Perjanjian kontrak pengadaan sebaiknya menekankan transfer of technology
(ToT) dengan mengirimkan SDM untuk belajar dan magang diluar negeri. Apalagi kondisi
SDM penerbangan saat ini seperti tergambar pada postur SDM pada PT Dirgantara
Indonesia, sebagian besar sudah berusia menjelang pensiun.
Kemandirian Bangsa
Mereka itu adalah kebanyakan adalah hasil didikan atau program pengembangan
SDM teknologi nasional pada tahun 80-an yang dilakukan oleh BJ Habibie. Program
di atas ditempuh dengan mengirimkan lulusan SMA untuk kuliah ke luar negeri lewat
beasiswa. Program pengembangan SDM teknologi ini berhasil mengirimkan ribuan
pemuda Indonesia untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri
hingga meraih gelar S-3.
Strategi Pembangunan Presiden Jokowi mengedepankan kemandirian bangsa dan
penguasaan teknologi oleh putra-putri bangsa sendiri. Untuk itu perlu memasukan
faktor pengembangan SDM teknologi dalam setiap perjanjian pembangunan
infrastuktur dan pembelian teknologi canggih dari luar negeri. Baik yang
dilakukan oleh kementerian, BUMN maupun swasta.
Pembangunan infrastruktur akan terus berkelanjutan dan mengalami berbagai
masalah pelik ke depan. Sehingga perlu tenaga ahli anak negeri yang berhasil
melakukan transfer teknologi dan industri.
Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan
sistem offset. Apalagi produk yang
dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan
perawatan yang membutuhkan biayadan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni.
Belanja BUMN, misalnya PT Garuda Indonesia yang tahun ini menyiapkan
belanja modal atau capital expenditure
(capex) sebesar US$500 Juta setara Rp. 6,8 Triliun untuk ekspansi bisnis juga
harus memakai skema offset. Belanja Garuda
tersebut antara lain pembelian sebanyak 23 pesawat terdiri dari 15 pesawat
untuk garuda dan delapan pesawat untuk citilink. Selain itu juga menambah lima
airbush A330 dan satu boeing 777 untuk memenuhi kebutuhan penerbangan rute
internasional.
Mestinya pembelian oleh Garuda harus disertai offset. Itu bisa saja dengan
mengandeng industri dalam negeri seperti PT Dirgantara Indonesia yang
sebenarnya pernah membuat pesawat N-250. Dengan demikian langkah Garuda yang
terus bertransformasi sejalan pertumbuhan postif industri penerbangan dan
rencana pemerintah mengembangkan infrastruktur transportasi udara dengan
membuka bandara-bandara baru bisa berfungsi ganda.
Perlu juga transparasi pengadaan pesawat terbang, menyangkut masalah teknis
pesawat, skema pembiayaan, pengembangan SDM, hingga jadwal penyerahan pesawat
untuk dioperasikan.
Beberapa waktu lalu publik sempat tercengang oleh pengumuman Airbush yang
mendapat pesanan dari maskapai Lion Air sebanyak 234 unit Airbus. Kontrak yang
ditandatangani Lion Air pada 2013 dilakukan di Istana Elysee merupakan pemecah
rekor. Nilai Kontrak yang mencapai € 18,4 miliar atau sekitar 230 triliun merupakan
order terbanyak yang pernah diterima sepanjang sejarah Airbus.
Kontrak diatas menjadi leverage
bagi Airbus dan juga Prancis untuk mengatasi kelesuan ekonomi di kawasan Eropa.
Dengan nilai kontrak yang fantastis tersebut mestinya Presiden Prancis juga
turut mendorong adanya offset SDM penerbangan untuk ratusan bahkan ribuan
pemuda Indonesia untuk belajar perguruan tinggi dan pusat ristek penerbangan di
Prancis.
Langganan:
Postingan (Atom)