Meneguhkan Indonesia di Eropa
Oleh: Bimo Joga Sasongko
Selama ini, Indonesia belum sekuat tenaga dalam meneguhkan hal di atas. Kita masih kalah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Tiongkok, India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di jantung Eropa masih kalah jumlahnya jika dibandingkan dengan ke tiga macan Asia di atas.
Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adanya Partnership Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dan Uni Eropa perlu dikonkretkan terutama yang terkait dengan pengembangan SDM unggul.
Belajar dari Jerman
Jerman merupakan negara yang sangat strategis
bagi Indonesia sebagai tempat untuk pengembangan mutu SDM, terutama teknologi
dan industri. Apalagi kini ada momentum membaiknya iklim investasi Jerman di
Indonesia. Setelah mengalami penurunan investasi beberapa tahun terakhir, tahun
2015 terlihat peningkatan penanaman modal Jerman di Indonesia.
Bahkan Duta Besar RI untuk Jerman Fauzi
Bowo sangat progresif untuk menggenjot penanaman modal tersebut. Hasilnya pada
2015 ada peningkatan 14% dibandingkan 2014. Dengan kunjungan Presiden Jokowi ke
Jerman diharapakan semakin meningkatkan presentase di atas.
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman
juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman juga diwarnai dengan kerjasama dengan perusahaan
terkemuka Jerman, Siemens terkait teknologi pembangkitan energi dan kerjasama
terkait teknologi logistic kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja
sama seperti di atas tentunya melibatkan pengembangan SDM.
Saatnya Indonesia belajar dari Jerman
terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk
menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system sukses dan menjadi
model ideal bagi dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat
pendidikan ketrampilan di Siemenstadt, hal itu bisa dijadikan acuan bagi
kementerian pendidikan dan kementerian tenaga kerja.
Saat ini, negara Uni Eropa memang
sedang menerapkan system pendidikan kejuruan dengan system baru untuk mengatasi
pengangguran kaum muda. Jerman tidak didera oleh masalah pengangguran yang
hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan yang dinamakan duale ausbildung. Atau di kalangan
internasional itu disebut sebagai duales system.
Berdasarkan prinsip tersebut para siswa
langsung belajar praktek di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktek kerja
di perusahaan mendapat bobot yang sama. Contohnya, perusahaan otomotif
Volkswagen telah sukses merekrut 17 ribu calon tenaga kerja dari seluruh dunia
untuk mengikuti duales system pendidikan.
Hingga kini Volkswagen giat menerapkan
sistemitu pada semua cabangnya di negara lain. Sejak 2012 Menteri Pendidikan
Jerman Annette Shavan menandatangani kerjasama dengan berbagai Negara untuk
mengadopsi sistem tersebut. Kerjasama itu menjadikan sekitar 30.000 pemuda ikut
serta dalam program pertukaran magang.
Di negara-negara mitra akan dibangun 30
jaringan pendidikan kejuruan regional. Target kerja sama di atas adalah sampai
tahun 2020 diharapkan 80 % anak muda di Uni Eropa bisa mendapat pekerjaan yang layak
dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri disana.
Sikap Terbuka Jerman
Mestinya Indonesia juga tidak
ketinggalan dengan hal tersebut, perlu kerja sama baik oleh pihak pemerintah maupun
oleh konsultan pendidikan internasional yang ada di Indonesia. Selama sepuluh
tahun terakhir, Jerman memiliki tingkat pengangguran pemuda yang rendah di bawah
ratarata negara maju di dunia yang mencapai sekitar 8%.
Apalagi kondisi Eropa akhir-akhir ini
sangat rentan krisis ekonomi. Hal itu terjadi di Yunani yang mana satu dari
tiga orang pemuda di bawah usia 25 adalah pengangguran. Jerman juga sangat
terbuka dalam hal ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja
asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah asing di bidang pekerjaan tertentu.
Juga dengan adanya undangundang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja
asing berkualifikasi dari negara-negara non Uni Eropa.
Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan
di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menghadapi datangnya bonus demografi.
Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi di sana
ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77
juta, dan sampai tahun 2060 menjadi 65 juta, sehingga dapat membahayakan
pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.
Pertumbuhan home industri di Jerman
menyebabkan negeri itu perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar
negeri setiap tahunnya. Kondisi di atas menunjukan bahwa pengembangan industri
kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian
bersama perusahaan besar.
Ada tren peningkatan minat di kalangan
pemuda Indonesia untuk belajar di Eropa. Pada akhir 2014, jumlah mahasiswa
Indonesia yang berangkat untuk studi ke Eropa mencapai 5.800 mahasiswa. Jumlah ini
mengalami kenaikan tiga kali lipat dari tahun 2011 atau meningkat lebih dari
30% dibandingkan dengan 2013.
Secara keseluruhan, sekitar 9.000 mahasiswa
Indonesia saat ini sedang belajar di Eropa. Adanya Partnership Cooperation Agreement
antara Indonesia dan Uni Eropa perlu disertai langkah konkret. Salah satu
langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari
perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia. Mereka
memberikan bea-siswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi di
Eropa atas biaya perusahaan tersebut.
Bimo Joga Sasongko, President Director
& CEO Euro Management
Indonesia; sekjen Pengurus Pusat
Ikatan Alumni Program Habibie
(IABIE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar