Sister City dan Mencetak SDM Unggul
Oleh: Bimo Joga Sasongko
Alumni
SMAN 3 Bandung, Sekjen Pengurus Pusat IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Pengembangan
Kota Bandung dengan bermacam produk dan kompetensi sumber daya manusia (SDM)
membutuhkan kerja sama internasional. Kerja sama itu khususnya antar
pemerintahan kota. Hal itu tidak hanya terkait dengan bagaimana mencari ruang
atau infrastruktur untuk memasarkan produk kota Bandung di luar negeri.
Seperti misalnya
langkah Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang memboyong puluhan produk industri
kreatif ke pusat promosi bernama Little Bandung
di Korea Selatan. Pusat promosi berwujud restoran ini terletak di Hongdae,
Seol, Korea Selatan. Di sana produk-produk industri kreatif tersebut
dipasarkan.
Langkah Wali Kota
Bandung di atas spektrumnya perlu ditingkatkan degan kelembagaan yang lebih
kokoh dan relevan, yakni dengan
reinventing program sister city
yang selama ini telah dilaksanakan.
Program sister city perlu di revitalisasi
sehingga kegiatannya tidak sekadar monumental dan seremonial belaka. Tetapi
lebih relevan dan konkret dengan kondisi kekinian. Tidak bisa dimungkiri,
otonomi daerah, dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan
kapasitas pemerintah daerah untuk membuka jalinan kerja sama yang lebih
luas.
Perlu mendorong
berkembangnya kerja sama sister city
yang dijadikan instrumen bagi kota dan komunitas untuk membantu satu sama lain
dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana
pengetahuan, sumber daya manusia, teknologi, dan keahlian antar kota.
Hingga saat ini kota
Bandung telah menjalin kemitraan dengan 5 kota di dunia. Kota Braunschweig,
Jerman menjadi sister city terlama
Kota Bandung. Pada tanggal 24 Mei 1960 telah ditandatangani piagam ikatan
persahabatan Bandung-Braunschweig oleh Duta Besar RI Dr. Zairin Zain dan Hans
Gunther Weber (Direktur Kota) dan Ober-burgermeister (Wali Kota
Braunschweig)Martha Fuchs. Piagam tersebut disempurnakan oleh Wali Kota Bandung
R. Priyatna Kusumah serta utusan Braunschweig Prof. Dr. George Eckert pada 2
Juni 1960 di Bandung.
Segenap warga Kota
Bandung boleh bangga bahwa kerja sama Braunschweig merupakan kerja sama yang
paling tua di tanah air. Bidang kerja sama meliputi ekonomi, sosial budaya,
pendidikan, pertukaran pemuda, pelatihan, kesenian, dan olahraga.
Sister
city
berikutnya adalah kota Fort Worth di Texas, Amerika Serikat. Latar belakang
kerja sama dengan Fort Worth terjadi karena perjanjian kerja sama antara IPTN
(PT Dirgantara Indonesia), dengan pabrik helikopter BELL. Ini terjadi pada saat
BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus direktur
utama PT DI. Yang lain adalah sister city
Kota Bandung dengan Kota Suwon, Korea Selatan ditandatangani tangal 27 Agustus
1997. Dan dua kota dari Tiongkok yakni Liuzhou dan Yingkou yag juga menjadi sister city dari Kota Bandung.
Salah satu aspek
penting terkait dengan revitalisasi sister
city adalah wahana strategis untuk mengembangkan atau mencetak SDM unggul.
Sebaiknya Pemkot membuat program pengiriman kaum belia lulusan SMA terbaik di
daerahnya untuk diberi beasiswa kuliah di luar negeri dalam konteks sister city. Para lulusan SMA atau
sekolah kejuruan terbaik dikirim kuliah ke luar negeri atas biaya pemerintah
melalui seleksi secara terbuka.
Pemkot Bandung
sebaiknya bekerja sama dengan lembaga atau konsultan pendidikan internasional
seperti Euro Management Indonesia (EMI). Itu adalah lembaga profesional yang
bergerak di bidang pelayanan jasa dan konsultasi pendidikan internasional
secara terpadu dan terintegrasi untuk calon mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang
ingin melanjutkan studinya ke berbagai perguruan tinggi di negara maju.
Khususnya perguruan tinggi di Eropa.
Perlu kerja sama antara
Pemkot Bandung dengan EMI terkait langkah untuk mencetak SDM unggul yang
nantinya menjadi aset yang sangat berharga bagi Pemkot Bandung dalam
memenangkan persaingan global. Kerja sama di atas sangat strategis untuk
menangkap peluang dan memberikan jalan untuk kaum belia warga kota yang kuliah
di luar negeri.
Sudah saatnya kaum
belia Kota Bandung tidak hanya puas kuliah di perguruan tinggi dalam negeri.
Mereka juga harus di motivasi agar bisa mewujudkan kuliah di perguruan tinggi
terkemuka di luar negeri. Apalagi disana banyak kesempatan emas seperti
keunggulan studi di Jerman yang biaya kuliahnya gratis. Dengan masa studi
delapan semester (S1) yang tergolong 300 universitas negeri terbaik di dunia.
Disana ada sekitar 2000 pilihan program studi. Dengan biaya hidup yang hanya
sekitar 400-650 euro per bulan. Peluang seperti di atas seharusnya segera
ditangkap olah kaum belia Kota Bandung dengan bantuan Wali Kota yang memliki
langkah dan strategi dalam konteks sister
city.
Program revitalisasi sister city sebaiknya juga melibatkan
BUMN yang ada di Kota Bandung. Apalagi di kota ini banyak terdapat BUMN dalam
berbagai sektor. Dari BUMN sektor transportasi dan logistik yakni PT KAI dan PT
Pos Indonesia. BUMN industri strategis yakni PT DI, PT Pindad, PT Inti, PT LEN,
PT Telkom, dan lain-lainnya.
Saatnya Wali Kota
Bandung mengkonkretkan kerja sama untuk mencetak SDM unggul. SDM tersebut
nantinya akan membantu Wali Kota untuk mewujudkan visinya. Seperti visi Kota
Bandung Teknopolis yang diproyeksikan menjadi pusat industri elektronika dan
perangkat lunak terkemuka ini tentunya perlu dipersiapkan SDM unggul sedini
mungkin.
Sebenarnya usaha untuk
menjadikan Bandung sebagai Kota Teknopolis pernah dirintis oleh BJ Habibie.
Pada era 70an sebenarnya Habibie telah menyiapkan wahana untuk pengembangan
jenis industri di atas, yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti)
Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan berbagai macam laboratorium serta di
dukung oleh SDM teknologi lulusan luar negeri yang termasuk ikatan dinas.
Perlu membangkitkan
industri nasional seperti PT INTI dan LEN sehingga tidak hanya menjadi penonton
dan pemain kecil-kecilan dalam hal pembangunan infrastruktur dan kebutuhan
pasar elektronika di Indonesia. Kita perlu belajar dari Samsung dalam mengelola
dan mengembangkan SDM. Selama lima tahun terakhir Samsung menekankan pentingnya
program spesialis regional yang merupakan unsur pokok dalam upaya globalisasi
Samsung. Program tersebut meliputi pelatihan SDM dengan wawasan internasional
agar memahami situasi di pasar-pasar luar negeri. Pelatihan tersebut dengan cara
mengirimkan ribuan karyawan ke berbagai negara untuk belajar dan memahami
potensinya.