Selasa, 31 Mei 2016

Tribun Jabar - Sister City dan Mencetak SDM Unggul



Sister City dan Mencetak SDM Unggul 

Oleh: Bimo Joga Sasongko
Alumni SMAN 3 Bandung, Sekjen Pengurus Pusat IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)

Pengembangan Kota Bandung dengan bermacam produk dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) membutuhkan kerja sama internasional. Kerja sama itu khususnya antar pemerintahan kota. Hal itu tidak hanya terkait dengan bagaimana mencari ruang atau infrastruktur untuk memasarkan produk kota Bandung di luar negeri.  

Seperti misalnya langkah Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang memboyong puluhan produk industri kreatif ke pusat promosi bernama Little Bandung di Korea Selatan. Pusat promosi berwujud restoran ini terletak di Hongdae, Seol, Korea Selatan. Di sana produk-produk industri kreatif tersebut dipasarkan.  

Langkah Wali Kota Bandung di atas spektrumnya perlu ditingkatkan degan kelembagaan yang lebih kokoh dan relevan, yakni dengan reinventing program sister city yang selama ini telah dilaksanakan. 

Program sister city perlu di revitalisasi sehingga kegiatannya tidak sekadar monumental dan seremonial belaka. Tetapi lebih relevan dan konkret dengan kondisi kekinian. Tidak bisa dimungkiri, otonomi daerah, dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah daerah untuk membuka jalinan kerja sama yang lebih luas.  

Perlu mendorong berkembangnya kerja sama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana pengetahuan, sumber daya manusia, teknologi, dan keahlian antar kota.

Hingga saat ini kota Bandung telah menjalin kemitraan dengan 5 kota di dunia. Kota Braunschweig, Jerman menjadi sister city terlama Kota Bandung. Pada tanggal 24 Mei 1960 telah ditandatangani piagam ikatan persahabatan Bandung-Braunschweig oleh Duta Besar RI Dr. Zairin Zain dan Hans Gunther Weber (Direktur Kota) dan Ober-burgermeister (Wali Kota Braunschweig)Martha Fuchs. Piagam tersebut disempurnakan oleh Wali Kota Bandung R. Priyatna Kusumah serta utusan Braunschweig Prof. Dr. George Eckert pada 2 Juni 1960 di Bandung. 

Segenap warga Kota Bandung boleh bangga bahwa kerja sama Braunschweig merupakan kerja sama yang paling tua di tanah air. Bidang kerja sama meliputi ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertukaran pemuda, pelatihan, kesenian, dan olahraga. 

Sister city berikutnya adalah kota Fort Worth di Texas, Amerika Serikat. Latar belakang kerja sama dengan Fort Worth terjadi karena perjanjian kerja sama antara IPTN (PT Dirgantara Indonesia), dengan pabrik helikopter BELL. Ini terjadi pada saat BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus direktur utama PT DI. Yang lain adalah sister city Kota Bandung dengan Kota Suwon, Korea Selatan ditandatangani tangal 27 Agustus 1997. Dan dua kota dari Tiongkok yakni Liuzhou dan Yingkou yag juga menjadi sister city dari Kota Bandung. 

Salah satu aspek penting terkait dengan revitalisasi sister city adalah wahana strategis untuk mengembangkan atau mencetak SDM unggul. Sebaiknya Pemkot membuat program pengiriman kaum belia lulusan SMA terbaik di daerahnya untuk diberi beasiswa kuliah di luar negeri dalam konteks sister city. Para lulusan SMA atau sekolah kejuruan terbaik dikirim kuliah ke luar negeri atas biaya pemerintah melalui seleksi secara terbuka.

Pemkot Bandung sebaiknya bekerja sama dengan lembaga atau konsultan pendidikan internasional seperti Euro Management Indonesia (EMI). Itu adalah lembaga profesional yang bergerak di bidang pelayanan jasa dan konsultasi pendidikan internasional secara terpadu dan terintegrasi untuk calon mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang ingin melanjutkan studinya ke berbagai perguruan tinggi di negara maju. Khususnya perguruan tinggi di Eropa.

Perlu kerja sama antara Pemkot Bandung dengan EMI terkait langkah untuk mencetak SDM unggul yang nantinya menjadi aset yang sangat berharga bagi Pemkot Bandung dalam memenangkan persaingan global. Kerja sama di atas sangat strategis untuk menangkap peluang dan memberikan jalan untuk kaum belia warga kota yang kuliah di luar negeri.

Sudah saatnya kaum belia Kota Bandung tidak hanya puas kuliah di perguruan tinggi dalam negeri. Mereka juga harus di motivasi agar bisa mewujudkan kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Apalagi disana banyak kesempatan emas seperti keunggulan studi di Jerman yang biaya kuliahnya gratis. Dengan masa studi delapan semester (S1) yang tergolong 300 universitas negeri terbaik di dunia. Disana ada sekitar 2000 pilihan program studi. Dengan biaya hidup yang hanya sekitar 400-650 euro per bulan. Peluang seperti di atas seharusnya segera ditangkap olah kaum belia Kota Bandung dengan bantuan Wali Kota yang memliki langkah dan strategi dalam konteks sister city.

Program revitalisasi sister city sebaiknya juga melibatkan BUMN yang ada di Kota Bandung. Apalagi di kota ini banyak terdapat BUMN dalam berbagai sektor. Dari BUMN sektor transportasi dan logistik yakni PT KAI dan PT Pos Indonesia. BUMN industri strategis yakni PT DI, PT Pindad, PT Inti, PT LEN, PT Telkom, dan lain-lainnya.

Saatnya Wali Kota Bandung mengkonkretkan kerja sama untuk mencetak SDM unggul. SDM tersebut nantinya akan membantu Wali Kota untuk mewujudkan visinya. Seperti visi Kota Bandung Teknopolis yang diproyeksikan menjadi pusat industri elektronika dan perangkat lunak terkemuka ini tentunya perlu dipersiapkan SDM unggul sedini mungkin.

Sebenarnya usaha untuk menjadikan Bandung sebagai Kota Teknopolis pernah dirintis oleh BJ Habibie. Pada era 70an sebenarnya Habibie telah menyiapkan wahana untuk pengembangan jenis industri di atas, yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti) Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan berbagai macam laboratorium serta di dukung oleh SDM teknologi lulusan luar negeri yang termasuk ikatan dinas.

Perlu membangkitkan industri nasional seperti PT INTI dan LEN sehingga tidak hanya menjadi penonton dan pemain kecil-kecilan dalam hal pembangunan infrastruktur dan kebutuhan pasar elektronika di Indonesia. Kita perlu belajar dari Samsung dalam mengelola dan mengembangkan SDM. Selama lima tahun terakhir Samsung menekankan pentingnya program spesialis regional yang merupakan unsur pokok dalam upaya globalisasi Samsung. Program tersebut meliputi pelatihan SDM dengan wawasan internasional agar memahami situasi di pasar-pasar luar negeri. Pelatihan tersebut dengan cara mengirimkan ribuan karyawan ke berbagai negara untuk belajar dan memahami potensinya.













Workshop Angkatan 13

Selasa, 31 Mei 2016
Euro Management Indonesia
Menteng - Jakarta Pusat, Indonesia

Workshop dan konsolidasi internal yang disampaikan Presdir & CEO Euro Management Indonesia, Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA kepada 100 siswa PPS S1 Jerman, angkatan 13 grup Leibniz dan PPS S1 Prancis, angkatan 10 grup Coubertin, tahun 2016-2017. Dalam kegiatan ini pun diadakan perkenalan calon ketua angkatan dan wakil ketua angkatan yang pemilihannya akan dimulai di bulan Juni.








Senin, 23 Mei 2016

KONFERENSI PERS HARI KEBANGKITAN NASIONAL 2016

KONFERENSI PERS
HARI KEBANGKITAN NASIONAL 2016

“Kebangkitan Bangsa dengan Memaksimalkan Bonus Demografi
Menuju SDM Canggih & Unggul Indonesia 2030”

Jumat, 20 Mei 2016
Euro Management Indonesia
Gd. Ir. H.M. Suseno
Jl. R.P. Soeroso No.6 Menteng
Jakarta Pusat - Indonesia

Hari Kebangkitan Nasional, hari yang menjadi momentum perjuangan seluruh rakyat Indonesia, hari bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan dan kesatuan. Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2016 menjadi momentun tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan SDM bangsa Indonesia. Melalui momentum ini, Euro Management Indonesia, YPEI & PWI mengadakan acara yang luar biasa:

KONFERENSI PERS HARI KEBANGKITAN NASIONAL & LAUNCHING PROGRAM BEASISWA JURNALIS
GERAKAN INDONESIA 2030

Untuk menambah rasa nasionalisme, acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA., dengan penuh antusias dan semangat, memberikan sambutan dihadapan 100 wartawan Nasional dari berbagai media baik cetak maupun online.




Konferesnsi pers yang ditunggu-tunggu berbagai pihak, disampaikan oleh narasumber terbaik di bidangnya, yaitu:

1. Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA
-CEO & President Director Euro Management Indonesia
-Penggagas Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030
2. Marah Sakti Siregar
Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
3. Ilham Bintang
Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

Partisipasi peserta konferensi disampaikan melalui tanya jawab antara wartawan dan narasumber. Acara ini dihadiri oleh 100 wartawan media cetak dan elektronik nasional.


Acara yang sangat dinanti oleh para wartawan adalah:

LAUNCHING
“PROGRAM BEASISWA JURNALIS”
GERAKAN INDONESIA 2030

Program ini bertujuan untuk Menciptakan wartawan Indonesia yang unggul dengan kemampuan bahasa asing sehingga dapat bersaing di Masyarakat Ekonomi ASEAN menuju Indonesia Maju 2030.
Sebagai bentuk keseriusan program, maka diadakan Penandatanganan Kesepakatan Bersama (MoU)
Persatuan Wartawan Indonesia dengan Euro Management Indonesia & Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI)

Tentang

Pemberian Bea Siswa Belajar Bahasa Asing untuk Wartawan Indonesia
MoU ini ditandatangani oleh:

1. Bapak Marah Sakti Siregar selaku Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
2. Bapak Bimo Sasongko selaku Presdir & CEO Euro Management Indonesia serta Penggagas Gerakan Indonesia 2030.

Rangkaian acara ini ditutup dengan doa dan foto bersama dengan seluruh pengisi acara dari Euro Management Indonesia, YPEI dan PWI.

Kamis, 19 Mei 2016

Umroh - Ust. Selamet

Kamis, 19 Mei 2016
Euro Management Indonesia
Menteng – Jakarta Pusat, Indonesia

Setiap tahun PT. Euro Management Indonesia memberangkatkan staf dan karyawan terbaik ke tanah suci. Umroh dibiayai penuh oleh perusahaan. Untuk mengantarkan pemberangkatan umroh staf Euro Management Indonesia, pada Kamis, 19 Mei 2016 diadakan acara pelepasan calon jamaah umroh a.n. Ustadz Selamet, selaku pengajar agama Islam di PT.Euro Management Indonesia. Program Umroh Perusahaan ini bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dan dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas pencapaian perusahaan serta memberikan apresiasi kepada staf terbaik.














Selamat Hari Kebangkitan Nasional


Praktikan - Shayma Nabaoui

Rabu, 18 Mei 2016
Euro Management Indonesia
Menteng, Jakarta Pusat - Indonesia

Penyambutan Praktikan Asal Prancis a.n. Shayma Nabaoui dari Université De Strasbourg, jurusan Appplied Foreign Language untuk Program Magang Mahasiswa Prancis ke-17, dari Bulan Mei sampai Juli 2016.
















Melanjutkan Cita-Cita Habibie


Melanjutkan Cita-Cita Habibie, Ini Mimpi Saya!
Bimo Sasongko

Bila satu Habibie saja bisa membangun industri kedirgantaraan sehebat itu,  bayangkan apa yang bisa dilakukan sejuta Habibie untuk negara dan tanah air tercinta ini.  (Bimo Sasongko)

BIMO SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA
Sekjen IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja, ICMI Pusat


Lolos dari seleksi beasiswa STAID 1 Menristek Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie mengantarkan Saya menjadi bagian dari mimpi besar membangun Indonesia. Apalagi setelah melihat hanya segelintir mahasiswa asal Indonesia  di luar negeri. Bayangkan, dengan penduduk sebesar 252 juta jiwa, hanya 60.000 siswa/mahasiswa Indonesia yang bersekolah ke luar negeri. Sedih dan miris, perasaan itu bercampur aduk di hati saya.  Sebab, saya merasakan sendiri bahwa program pengiriman siswa Indonesia sangat besar dampaknya bagi peningkatan kualitas SDM. Saat itulah muncul gagasan saya untuk berinvestasi di bidang pendidikan, dengan mendirikan sebuah konsultan pendidikan Euro Management Indonesia yang hingga kini sukses mengirimkan ribuan tamatan SMA untuk belajar ke negara-negara maju seperti Jerman, Prancis, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Australia & Jepang. 

Saya melihat dari perjalanan sejarah yang menunjukkan ada 4 kejayaan, yaitu kejayaan Islam di abad pertengahan, kejayaan Eropa,  lalu kejayaan Jepang dan kejayaan Amerika Serikat. Islam maju karena ribuan orang dikirim untuk menerjemahkan buku-buku dari Yunani dan Romawi. Perlahan Eropa mulai bangkit dengan banyak mengirimkan ribuan orang ke Cordova, Turki, Irak, dan Baghdad untuk menyerap ilmu pengetahuan dari Islam hingga menjadi maju. Amerika Serikat pun maju dengan menyerap ilmu pengetahuan dari Eropa. Jepang juga mengirimkan ribuan bahkan ratusan ribu orang ke Amerika Serikat tahun 1800 an. Bahkan hingga saat ini semua negara maju masih mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju lainnya. Jepang yang sangat maju sekali masih mengirimkan mahasiswanya sebanyak 10.000/20.000 ke negara maju Amerika Serikat. 

Untuk itu, Saya pun ingin mewujudkan mimpinya, muncul Jutaan Habibie – Habibie baru yang bisa membuat bangsa Indonesia disegani negara lain, minimal ASEAN atau di dunia. 

Saya lulus dari SMA 3 Bandung tahun 1990. Lalu ikut UMPTN dan masuk ITB Bandung jurusan Teknik Informatika. Nah, baru sebulan di ITB saya ikut Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie yang waktu itu menjabat menteri riset dan teknologi (ristek). Program itu rutin tiap tahun mulai dari tahun 1982 yang mengirim mahasiswa ke-9 negara maju dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jepang, Jerman, Perancis, Belanda, Austria dan Australia, untuk bidang studi teknik dan teknologi. Lebih dari  150.000 peserta yang ikut seleksi, yang diterima berkisar sekitar 100 orang. Saya termasuk salah satu yang diterima untuk kuliah di Amerika Serikat dan mengambil jurusan sama seperti Prof. DR. B.J. Habibie dulu, yaitu teknik penerbangan atau aerospace enginering, di North Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA.

Saya kuliah S1 dari tahun 1991 – 1995. Lalu setelah lulus saya ambil S2 juga di Amerika Serikat mengambil program master di jurusan industrial enginering atau teknik industri di Arizona State University. Tahun 1996 saya pulang ke Indonesia dan berkarir sebentar di BPPT. Di tahun 2001 saya melanjutkan studi ke Jerman mengambil program MBA sampai lulus 2003, dan bekerja kembali di BPPT sambil mendirikan Euro Management Indonesia. 

Saat itu hanya segelintir orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Padahal Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk yang banyak, dan sekolah ke luar negeri itu tidak sesusah, serumit dan semahal yang dibayangkan. Bahkan ketika Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie berhenti di tahun 1997 karena Pak Habibie berhenti dari jabatan sebagai Presiden, hampir tidak ada lagi tamatan SMA yang sekolah ke luar negeri. Sungguh miris, di tengah banyak negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, China yang justru gencar mengirimkan puluhan ribu tamatan SMA untuk kuliah ke negara maju seperti Amerika, Inggris,  Australia, Jepang, Jerman, Perancis, Belanda. Saya ingin sebanyak mungkin tamatan SMA bisa kuliah S1 ke negara – negara maju tersebut. 

Menurut datastatistik menunjukkan bahwa di Amerika, jumlah mahasiswa asal Cina sekitar 157.000 orang, India 103.000, Jepang 21.000 orang, dan Indonesia sekitar 5000 – 6000 orang. Di Jerman, mahasiswa asal Indonesia sekitar 2000 orang, namun mahasiswa Cina di Jerman sampai 25.000 orang. Penduduk China itu 5 kali lipat penduduk Indonesia, jadi kalau mahasiswa Indonesia di Jerman hanya 2.000 orang artinya mahasiswa Cina di Jerman itu 10.000. Tapi nyatanya mahasiswa Cina di Jerman sampai 23.000. 

Begitu juga di Australia, mahasiswa Indonesia 11.000 orang, sedangkan asal Vietnam 10.000 orang. Padahal penduduk Vietnam hanya sekitar 90 juta orang. Artinya kalau penduduk Indonesia 250 juta orang atau sekitar 3 kali Vietnam, idealnya mahasiswa Indonesia di Australia 30.000 orang, nyatanya hanya 11.000 orang Artinya Indonesia masih tertinggal dalam mengirimkan mahasiswa Indonesia ke negara-negara maju seperti US, UK, Jepang, Australia, Jerman begitu juga di negara – negara lain. 

Banyak manfaat yang akan didapatkan jika kuliah ke luar negeri, tidak hanya ilmu pengetahuan tapi juga mental, percaya diri, kemandirian, dan keberanian dan itu yang dibutuhkan bangsa Indonesia untuk maju bersaing di tingkat global dengan Cina, Malaysia, Kamboja dll. Indonesia yang sedang berkembang, seharusnya bisa lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju. Indonesia masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk digunakan di Indonesia.  Tetapi saat ini ketika Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan orang untuk kuliah di negara maju, justru mahasiswa dari Indonesia semakin berkurang. Di Amerika jaman saya kuliah ada 15.000 orang, sekarang justru turun hanya 6.000. Di tahun 1980 sampai 1990 mahasiswa Indonesia di Jerman sekitar 7000 orang dan sekarang ini tinggal 2500 orang, apalagi di Perancis hanya 400 orang. Itu menyedihkan padahal saat ini zaman globalisasi dan informasi dimana-mana dan tingkat kehidupan masyarakat sudah miningkat jauh dibanding 20 tahun yang lalu 

Selama ini mindset orang Indonesia ingin sekolah keluar negeri S2 saja, ini lah yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Karna zaman dulu informasi tidak ada, keuangan keluarganya masih sedikit, kuliah S1 di Indonesia masih murah sehinga banyak orang menganggap S2 saja keluar negeri nya, akan tetapi zaman sekarang infomasi sudah ada, globalisasi, biaya kuliah gratis, teknologi sudah canggih, mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, kemampuan bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar negeri tinggalnya lebih lama 4 – 5 tahun dibandingkan dengan S2 hanya 1 – 2 tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih mudah sehingga saya merekomendasikan untuk tamatan SMA kesana sama halnya dengan Pak Habibie, karna yang dibutuhkan sekolah itu tidak hanya ilmu akan tetapi cara berfikir, mental, kepercaya dirian itulah tamatan SMA dibutuhkan. 

Pemerintah Indonesia masih kalah dengan pemerintah Malaysia, Vietnam, atau Kamboja apalagi Cina. Di Kamboja penduduknya hanya 13 juta orang, se per 20-nya bangsa Indonesia, tetapi mahasiswanya yang kuliah negeri sekitar 18.000. Kondisi ini miris, kalau mengacu pada jumlah penduduk Kamboja dibanding Indonesia maka seharusnya Indonesia mengirim tamatan SMA untuk kuliah ke luar negeri sekitar 360.000 faktanya 60.000.

Untuk itu pemerintah perlu membuat program beasiswa yang dibiayai dengan seleksi yang bagus dan seleksi yang ketat. Tamatan SMA yang cerdas, pintar, bermental baik, memiliki nasionalisme bisa dikirim sekolah ke luar negeri baik pemerintah pusat  atau daerah seperti Gubernur, Walikota, kementrian - kementrian, BUMN, Bank – Bank Nasional, Institusi – Institusi sosial, Partai politik  atau dukungan pinjaman dari perbankan. Saya yakin 20 tahun lagi bangsa Indonesia akan maju. Seperti pada era kejayaan Islam, banyak siswa dari negara Eropa dikirim ke negara-negara Islam seperti Syiria, Irak, dan Turki. Akhirnya setelah mereka menguasai ilmu, Eropa menjadi maju, begitu juga Amerika, Jepang, China. Tak heran jika percepatan teknologi China itu berkembang pesat. 

Jadi perlu dukungan besar dari pemerintah, agar program pak Habibie yang berhenti tahun 1997 bisa berjalan lagi. Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN  (MEA) persaingan semakin ketat, seluruh masyarakat ASEAN bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah dari berbagai negara di dunia. Bangsa ini harus unggul berwawasan global internasional.

Alhamdulillah, Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di Jantung Dunia” berawal dengan membangun sebuah perusahaan Euro Management Indonesia yang sudah lebih dari 13 tahun berdiri dan sebuah yayasan pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) yang sudah berdiri hampir 6 tahun. Hingga kini saya sudah mengirimkan sebanyak hampir dari 2000 tamatan SMA seluruh Indonesia dari sabang sampai merauke. Baik laki-laki maupun perempuan berbagai jenis SMA dari berbagai suku di daerah. Bayangkan zaman pak Habibie dulu, hanya mengirimkan 1500 orang mahasiswa tamatan SMA, dan kini saya sudah mengirim 2000 orang. Saya cukup puas dan bangga dan akan terus berjuang mengirimkan lebih banyak lagi orang Indonesia untuk bersaing dengan Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lainnya. 

Saya memiliki komitmen untuk men-drive pemerintah dan seluruh stake holdernya lain agar terus mengirimkan siswa-siswa tamatan SMA agar bisa kuliah ke luar negeri. Di era pak Habibie dulu dengan uang masih terbatas bahkan pinjaman, masih bisa mengirim siswa Indonesia ke luar negeri. Itu karena pak Habibie punya visi untuk mengirimkan siswa-siswanya tamatan SMA ke luar negeri. Saat ini, Indonesia semakin maju, infomasi ada dan semakin mudah didapat, teknologi maju, uang ada dan uang kuliah juga tidak mahal. Kenapa tidak mengirimkan ribuan orang kuliah ke luar negeri? 

Saya ingin terus berjuang dan berjuang mengirimkan ribuan orang Indonesia untuk kuliah di negara maju melalui Gerakan Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di Jantung Dunia”. Saya yakin bangsa ini akan maju karena banyak orang Indonesia yang pintar, tinggal diberikan akses saja. Di era Habibie bisa ada satu Habibie, masa sekarang ngga ada Habibie-habibie lainnya.