Melanjutkan
Cita-Cita Habibie, Ini Mimpi Saya!
Bimo Sasongko
Bila satu Habibie saja bisa membangun industri
kedirgantaraan sehebat itu, bayangkan
apa yang bisa dilakukan sejuta Habibie untuk negara dan tanah air tercinta
ini. (Bimo Sasongko)
BIMO SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA
Sekjen IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja, ICMI Pusat
Sekjen IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja, ICMI Pusat
Lolos
dari seleksi beasiswa STAID 1 Menristek Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie
mengantarkan Saya menjadi bagian dari mimpi besar membangun Indonesia.
Apalagi setelah melihat hanya segelintir mahasiswa asal Indonesia di luar negeri. Bayangkan, dengan penduduk
sebesar 252 juta jiwa, hanya 60.000 siswa/mahasiswa Indonesia yang bersekolah
ke luar negeri. Sedih dan miris, perasaan itu bercampur aduk di hati saya. Sebab, saya merasakan sendiri bahwa program pengiriman siswa Indonesia
sangat besar dampaknya bagi peningkatan kualitas SDM. Saat itulah muncul
gagasan saya
untuk berinvestasi di bidang pendidikan, dengan mendirikan sebuah konsultan
pendidikan Euro Management Indonesia yang hingga kini sukses mengirimkan ribuan
tamatan SMA untuk belajar ke negara-negara maju seperti Jerman, Prancis,
Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Australia & Jepang.
Saya
melihat dari perjalanan sejarah yang menunjukkan ada 4 kejayaan, yaitu kejayaan
Islam di abad pertengahan, kejayaan Eropa,
lalu kejayaan Jepang dan kejayaan Amerika Serikat. Islam maju karena
ribuan orang dikirim untuk menerjemahkan buku-buku dari Yunani dan Romawi.
Perlahan Eropa mulai bangkit dengan banyak mengirimkan ribuan orang ke Cordova,
Turki, Irak, dan Baghdad untuk menyerap ilmu pengetahuan dari Islam hingga
menjadi maju. Amerika Serikat pun maju dengan menyerap ilmu pengetahuan dari
Eropa. Jepang juga mengirimkan ribuan bahkan ratusan ribu orang ke Amerika
Serikat tahun 1800 an. Bahkan hingga saat ini semua negara maju masih
mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju lainnya. Jepang yang sangat maju
sekali masih mengirimkan mahasiswanya sebanyak 10.000/20.000 ke negara maju
Amerika Serikat.
Untuk
itu, Saya pun ingin mewujudkan mimpinya, muncul Jutaan Habibie – Habibie baru
yang bisa membuat bangsa Indonesia disegani negara lain, minimal ASEAN atau di
dunia.
Saya
lulus dari SMA 3 Bandung tahun 1990. Lalu ikut UMPTN dan masuk ITB Bandung
jurusan Teknik Informatika. Nah, baru sebulan di ITB saya ikut Program Beasiswa
Prof. DR. B.J. Habibie yang waktu itu menjabat menteri riset dan teknologi
(ristek). Program itu rutin tiap tahun mulai dari tahun 1982 yang mengirim
mahasiswa ke-9 negara maju dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada,
Jepang, Jerman, Perancis, Belanda, Austria dan Australia, untuk bidang studi
teknik dan teknologi. Lebih dari 150.000
peserta yang ikut seleksi, yang diterima berkisar sekitar 100 orang. Saya
termasuk salah satu yang diterima untuk kuliah di Amerika Serikat dan mengambil
jurusan sama seperti Prof. DR. B.J. Habibie dulu, yaitu teknik penerbangan atau
aerospace enginering, di North
Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA.
Saya
kuliah S1 dari tahun 1991 – 1995. Lalu setelah lulus saya ambil S2 juga di
Amerika Serikat mengambil program master di jurusan industrial enginering atau
teknik industri di Arizona State University. Tahun 1996 saya pulang ke Indonesia
dan berkarir sebentar di BPPT. Di tahun 2001 saya melanjutkan studi ke Jerman
mengambil program MBA sampai lulus 2003, dan bekerja kembali di BPPT sambil
mendirikan Euro Management Indonesia.
Saat
itu hanya segelintir orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Padahal
Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk yang banyak, dan sekolah
ke luar negeri itu tidak sesusah, serumit dan semahal yang dibayangkan. Bahkan
ketika Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie berhenti di tahun 1997 karena Pak
Habibie berhenti dari jabatan sebagai Presiden, hampir tidak ada lagi tamatan
SMA yang sekolah ke luar negeri. Sungguh miris, di tengah banyak negara lain
seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, China yang justru gencar mengirimkan
puluhan ribu tamatan SMA untuk kuliah ke negara maju seperti Amerika,
Inggris, Australia, Jepang, Jerman,
Perancis, Belanda. Saya ingin sebanyak mungkin tamatan SMA bisa kuliah S1 ke
negara – negara maju tersebut.
Menurut
datastatistik menunjukkan bahwa di Amerika, jumlah mahasiswa asal Cina sekitar
157.000 orang, India 103.000, Jepang 21.000 orang, dan Indonesia sekitar 5000 –
6000 orang. Di Jerman, mahasiswa asal Indonesia sekitar 2000 orang, namun
mahasiswa Cina di Jerman sampai 25.000 orang. Penduduk China itu 5 kali lipat
penduduk Indonesia, jadi kalau mahasiswa Indonesia di Jerman hanya 2.000 orang
artinya mahasiswa Cina di Jerman itu 10.000. Tapi nyatanya mahasiswa Cina di
Jerman sampai 23.000.
Begitu
juga di Australia, mahasiswa Indonesia 11.000 orang, sedangkan asal Vietnam
10.000 orang. Padahal penduduk Vietnam hanya sekitar 90 juta orang. Artinya
kalau penduduk Indonesia 250 juta orang atau sekitar 3 kali Vietnam, idealnya
mahasiswa Indonesia di Australia 30.000 orang, nyatanya hanya 11.000 orang
Artinya Indonesia masih tertinggal dalam mengirimkan mahasiswa Indonesia ke
negara-negara maju seperti US, UK, Jepang, Australia, Jerman begitu juga di
negara – negara lain.
Banyak
manfaat yang akan didapatkan jika kuliah ke luar negeri, tidak hanya ilmu
pengetahuan tapi juga mental, percaya diri, kemandirian, dan keberanian dan itu
yang dibutuhkan bangsa Indonesia untuk maju bersaing di tingkat global dengan
Cina, Malaysia, Kamboja dll. Indonesia yang sedang berkembang, seharusnya bisa
lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju. Indonesia
masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk
digunakan di Indonesia. Tetapi saat ini
ketika Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan orang untuk kuliah di negara
maju, justru mahasiswa dari Indonesia semakin berkurang. Di Amerika jaman saya
kuliah ada 15.000 orang, sekarang justru turun hanya 6.000. Di tahun 1980
sampai 1990 mahasiswa Indonesia di Jerman sekitar 7000 orang dan sekarang ini
tinggal 2500 orang, apalagi di Perancis hanya 400 orang. Itu menyedihkan
padahal saat ini zaman globalisasi dan informasi dimana-mana dan tingkat
kehidupan masyarakat sudah miningkat jauh dibanding 20 tahun yang lalu
Selama
ini mindset orang Indonesia ingin sekolah keluar negeri S2 saja, ini lah
yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Karna zaman dulu
informasi tidak ada, keuangan keluarganya masih sedikit, kuliah S1 di Indonesia
masih murah sehinga banyak orang menganggap S2 saja keluar negeri nya, akan
tetapi zaman sekarang infomasi sudah ada, globalisasi, biaya kuliah gratis,
teknologi sudah canggih, mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, kemampuan
bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar
negeri tinggalnya lebih lama 4 – 5 tahun dibandingkan dengan S2 hanya 1 – 2
tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih
mudah sehingga saya merekomendasikan untuk tamatan SMA kesana sama halnya
dengan Pak Habibie, karna yang dibutuhkan sekolah itu tidak hanya ilmu akan
tetapi cara berfikir, mental, kepercaya dirian itulah tamatan SMA dibutuhkan.
Pemerintah
Indonesia masih kalah dengan pemerintah Malaysia, Vietnam, atau Kamboja
apalagi Cina. Di Kamboja penduduknya hanya 13 juta orang, se per 20-nya bangsa
Indonesia, tetapi mahasiswanya yang kuliah negeri sekitar 18.000. Kondisi ini
miris, kalau mengacu pada jumlah penduduk Kamboja dibanding Indonesia maka
seharusnya Indonesia mengirim tamatan SMA untuk kuliah ke luar negeri sekitar
360.000 faktanya 60.000.
Untuk
itu pemerintah perlu membuat program beasiswa yang dibiayai dengan seleksi yang
bagus dan seleksi yang ketat. Tamatan SMA yang cerdas, pintar, bermental baik,
memiliki nasionalisme bisa dikirim sekolah ke luar negeri baik pemerintah pusat atau daerah seperti Gubernur, Walikota,
kementrian - kementrian, BUMN, Bank – Bank Nasional, Institusi – Institusi
sosial, Partai politik atau dukungan
pinjaman dari perbankan. Saya yakin 20 tahun lagi bangsa Indonesia akan maju.
Seperti pada era kejayaan Islam, banyak siswa dari negara Eropa dikirim ke
negara-negara Islam seperti Syiria, Irak, dan Turki. Akhirnya setelah mereka
menguasai ilmu, Eropa menjadi maju, begitu juga Amerika, Jepang, China. Tak
heran jika percepatan teknologi China itu berkembang pesat.
Jadi
perlu dukungan besar dari pemerintah, agar program pak Habibie yang berhenti
tahun 1997 bisa berjalan lagi. Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) persaingan semakin ketat, seluruh
masyarakat ASEAN bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah dari
berbagai negara di dunia. Bangsa ini harus unggul berwawasan global
internasional.
Alhamdulillah,
Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di
Jantung Dunia” berawal dengan membangun sebuah
perusahaan Euro Management Indonesia yang sudah lebih dari 13 tahun berdiri dan
sebuah yayasan pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) yang sudah berdiri hampir 6 tahun. Hingga kini saya sudah
mengirimkan sebanyak hampir dari 2000 tamatan SMA seluruh Indonesia dari sabang
sampai merauke. Baik laki-laki maupun perempuan berbagai jenis SMA dari
berbagai suku di daerah. Bayangkan zaman pak Habibie dulu, hanya mengirimkan
1500 orang mahasiswa tamatan SMA, dan kini saya sudah mengirim 2000 orang. Saya
cukup puas dan bangga dan akan terus berjuang mengirimkan lebih banyak lagi
orang Indonesia untuk bersaing dengan Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lainnya.
Saya
memiliki komitmen untuk men-drive
pemerintah dan seluruh stake holdernya lain agar terus mengirimkan siswa-siswa
tamatan SMA agar bisa kuliah ke luar negeri. Di era pak Habibie dulu dengan
uang masih terbatas bahkan pinjaman, masih bisa mengirim siswa Indonesia ke
luar negeri. Itu karena pak Habibie punya visi untuk mengirimkan siswa-siswanya
tamatan SMA ke luar negeri. Saat ini, Indonesia semakin maju, infomasi ada dan
semakin mudah didapat, teknologi maju, uang ada dan uang kuliah juga tidak
mahal. Kenapa tidak mengirimkan ribuan orang kuliah ke luar negeri?
Saya
ingin terus berjuang dan berjuang mengirimkan ribuan orang Indonesia untuk
kuliah di negara maju melalui Gerakan Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di Jantung Dunia”.
Saya yakin bangsa ini akan maju karena banyak orang Indonesia yang pintar,
tinggal diberikan akses saja. Di era Habibie bisa ada satu Habibie, masa
sekarang ngga ada Habibie-habibie lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar