Rasionalisasi ASN Mendesak
Dalam perombakan Kabinet Kerja jilid II Asman
Abnur ditunjuk Presiden Joko Widodo selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menggantikan Yuddy Chrisnandi.
Kementerian PANRB selama ini ibarat menghadapi buah simalakama dalam
mereformasi birokrasi.
Ketika reformasi birokrasi akan dilakukan dengan
jalan rasionalisasi, situasinya menjadi gaduh dan penuh aksi politisasi
terhadap rencana kebijakan itu. Namun, jika rasionalisasi tidak dilakukan, maka
kinerja birokrasi tetap terpuruk seperti sebelumnya dan postur ASN tetap gemuk
sehingga tidak efisien.
Produktivitasnya tetap rendah. Kegaduhan terkait
resionalisasi telah terjadi dan Yuddy Chrisnandi menerima risiko terpental dari
Kabinet Kerja. Untuk mengatasi kegaduhan, Presiden Joko Widodo akhirnya
menyatakan rasionalisasi ASN dilakukan secara alamiah menunggu pensiun.
Program rasionalisasi merupakan keharusan untuk
mewujudkan birokrasi nasional yang efektif dan berdaya saing global. Tanpa
rasionalisasi, produktivitas bangsa dan daya saing ASN tetap terpuruk. Postur
ASN saat ini gemuk tidak disertai portofolio kompetensi berstandar global.
Sesuai dengan roadmap, ada sekitar 1,37 juta ASN
yang sebenarnya menjadi sasaran program rasionalisasi Yuddy pada jabatan
fungsional umum berpendidikan SMA, SMP, dan SD. Rasionalisasi perlu ditawarkan
secara sukarela dengan kompensasi menarik.
Ini dilakukan bertahap selama empat tahun agar
pada 2019 jumlah PNS menjadi 3,5 juta dari 4,517 juta pegawai. Moratorium
penerimaan ASN dijadwalkan selama lima tahun sejak 2015 untuk semua tingkatan.
Namun langkah ini akan sia-sia, bila tanpa rasionalisasi sejak awal.
Moratorium dan rasionalisasi merupakan paket
reorganisasi, meningkatkan kompetensi, serta memperbaiki etos kerja mentalitas
ASN. Kondisi postur ASN sekarang tidak mendukung birokrasi yang melayani.
Birokrasi tetap saja lambat dan sangat boros anggaran. Jadi, APBN hanya
dihabiskan membayar pegawai.
Terobosan Rasionalisasi
sebaiknya disertai terobosan rekrutmen dan
pendidikan calon ASN. Sistem pendidikan dan latihan (diklat) ASN selama ini
sudah kurang sesuai dengan tantangan zaman. Maka, sistem dan kurikulum diklat
mesti disesuaikan dengan kaidah korporasi global yang mengedepankan informasi
dan layanan elektronik.
Etos kerja dan daya inovator hebat korporasi
dunia yang saat ini sedang berjasa seperti Google, General Electric (GE),
Samsung, atau Toyota perlu diadopsi. Mereka memilki budaya kerja tinggi. Pola
rekrutmen ASN membutuhkan terobosan.
Untuk level manajerial perlu diterapkan transfer
manajemen dari CEO BUMN atau perusahaan swasta sebaiknya dilalukan hingga
eselon dua. Jabatan SKPD kapupaten dan kota sebaiknya dilelang sehingga ada
transfer manajemen dari korporasi swasta ke birokrat negara.
Beberapa kementerian dan lembaga negara
membutuhkan terobosan rekrutmen pada level lulusan SMA terbaik untuk
dikuliahkan di luar negeri dalam bidang keilmuan khusus. Bidang teknologi dan
industri sangat membutuhkan SDM. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kunci
menumbuhkan perekonomian.
Pemerintah sebaiknya memiliki sistem informasi
pengelolaan SDM nasional, termasuk ASN agar efektifitas dan produktivitasnya
bisa dibenahi setiap saat. Kinerja ASN mestinya bermuara terhadap produktivitas
nasional yang selama ini belum tampak. Ada ketimpangan produktivitas
antarnegara.
Misalnya produktivitas Korea Selatan lebih tinggi
6,35 kali (635%) dari Indonesia. Produktivitas Malaysia lebih tinggi 2,93 kali
(293%) dari Indonesia. Produktivitas Korea Selatan lebih tinggi 2,17 kali
(217%) dari Malaysia. Produktivitas tinggi Korea Selatan merupakan buah
reformasi birokrasi dan pemangkasan jumlah pegawai.
Rasionalisasi birokrasi Korsel sejak 1980
dipelopori Presiden Chun Doo Wan dengan beberapa peraturan seperti Civil
Servants Ethics Act, Civil Servant Consciousness Reform Movement, Retired Civil
Servant Employment Control, Civil Servant Property Registration dan Civil
Servant Gifts Control.
Pada tahapan terakhir reformasi birokrasi Korsel
dengan meningkatkan kualitas otonomi pemerintahan daerah dan penerapan
e-Government serta layanan elekronik seluruh lini penyelenggaraan pemerintahan
atau pelayanan publik. Korea Selatan dan Malaysia lebih dulu mencetak SDM
unggul secara besar-besaran.
Pemerintahan Jokowi jangan ragu-ragu menjalankan
program rasionalisasi ASN disertai kompensasi layak. Dengan demikian banyak ASN
bersedia ikut program dan bisa memikirkan alternatif pekerjaan. Pesangon
diberikan sekaligus, tidak dicicil agar bisa dimanfaatkan untuk modal
berwiraswasta.
Ukuran kinerja dan bobot pekerjaan ASN perlu
dirumuskan sebaik-baiknya. Selama ini kinerja mereka tidak pernah terukur
secara benar. Padahal, di negara maju sudah dirumuskan standar kinerjanya
secara rinci. Sedangkan untuk ASN negeri ini baru sebatas kode etik yang sangat
normatif dan belum terukur secara objektif.
Untuk meningkatkan kapasitas ASN perlu dilakukan
sistem pembobotan pekerjaan dan evaluasi jabatan dengan metoda Hay Group yang
menekankan domain of knowledge and skill. Ada beberapa tools yang bisa dipakai
mengevaluasi kinerja, kompetensi, dan bobot pekerjaan ASN. Contoh lain Hay
Group, Mercer, Watson & Hyatt, Malcolm Balridge. Tools atau metode tadi
sudah diadopsi beberapa lembaga negara dan korporasi kelas dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar