Membumikan
Hakteknas
RMOL. Tantangan kebangkitan teknologi di negeri ini masih dihadang oleh
persoalan klasik, yakni belum membaiknya sistem inovasi. Untuk memperkuat
sistem inovasi nasional maupun daerah dibutuhkan regulasi yang ketat tentang
teknologi impor baik yang masuk secara komersial, kerjasama investasi, maupun
hibah.
Langkah
tersebut sesuai dengan UU Nomor 18/2002 ayat c yakni penguatan kemampuan audit
teknologi impor yang dikaitkan dengan penguatan Standar Nasional Indonesia
untuk melindungi konsumen dan memfasilitasi pertumbuhan industri dalam negeri.
Untuk
lebih membumikan Hakteknas, Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)
merekomendasikan pentingnya reinventing teknologi tepat guna.
Definisi
tepat guna yang selama ini telah dibiaskan dan terdegradasi perlu dirumuskan
kembali sesuai dengan semangat jaman. Teknologi tepat guna tidak harus
berkonotasi kuno dan sepele. Bisa saja tepat guna mengandung tingkat teknologi
yang canggih.
Dalam
tataran sosio-engineering, tepat guna lebih menekankan solusi jitu terhadap
berbagai persoalan bangsa saat ini. Teknologi tepat guna harus cocok dengan
kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan pada rentang waktu tertentu
sesuai dengan kondisi budaya dan ekonomi serta penggunaannya harus ramah
lingkungan.
Sejarah
membuktikan bahwa konsistensi terhadap pengembangan teknologi tepat guna yang
diikuti jiwa atau semangat berdikari telah mengantarkan sebuah bangsa mengalami
kebangkitan teknologi yang luar biasa.
Untuk
membumikan Hakteknas perlu mengedepankan kreativitas masyarakat. Kreativitas
pada prinsipnya melekat pada individu warga bangsa, sedangkan pemerintah
berfungsi sebagai regulator dan fasilitator.
Benih-benih
kreativitas warga bangsa tidak akan tumbuh subur tanpa disertai dengan
penguatan sistem inovasi. Sayangnya sistem inovasi di negeri ini masih belum
progresif dan masih terjerat birokrasi sehingga sulit terserap oleh masyarakat
luas.
Padahal,
sistem inovasi dunia telah ditandai dengan kencangnya laju open innovation atau
inovasi terbuka. Antara lain menjadikan hasil-hasil riset yang dilakukan oleh
berbagai pihak bisa dikolaborasi dan digunakan oleh masyarakat secara mudah.
Apalagi akibat globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin cepat
membuat produk baru memiliki daur hidup yang semakin singkat.
Di sisi
lain, jika ingin survive maka perusahaan harus terus mengeluarkan produk baru.
Implikasinya varian dari biaya riset yang semakin besar dan periode waktu yang
lebih singkat untuk meraih keuntungan. Akibatnya banyak perusahaan yang tidak
mampu mengembangkan produk-produk inovatif.
Bimo
Sasongko BSAE MSEIE MBA
Pendiri
Euro Management Indonesia, penggagas Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030
dan
ketua
Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar