Agar Bonus
Demografi tak Jadi Bencana
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank
Dunia memprediksi Indonesia bakal menjadi negara terbesar ketujuh di dunia pada
2030. Hal ini karena pada 2030 Indonesia akan memiliki bonus demografi yang 70
persen penduduknya berada di usia profuktif. Terlebih, Indonesia juga memiliki
sumber daya alam yang melimpah.
Namun,
prediksi positif tersebut justru membuat Presiden Direktur Euro Management
Indonesia Bimo Sasongko khawatir. Dia mengatakan, prediksi yang dibuat 'bangsa
Barat' tentang Indonesia biasanya benar. Namun, jika itu terbukti, alih-alih
menjadi negara makmur, Indonesia justru bisa menjadi negara terbelakang jika
mayoritas sumber daya manusianya berpendidikan rendah dan tak memiliki keahlian.
"Jangan
sampai kita punya bonus demografi tapi SDM-nya tidak berkualitas," kata
Bimo ketika berbincang dengan Republika, Ahad (19/6).
Dia
berpendapat, pemerintah harusnya mulai fokus menyiapkan generasi muda agar
dapat menguasai ilmu pengetahuan yang akan dibutuhkan bangsa ini ke depan. Bimo
mencontohkan, saat ini pemerintah tengah membangun sejumlah infrastruktur
seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Train (LRT) dan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU).
Namun,
ketika proyek-proyek hasil kerjasama dengan asing itu selesai dibangun, Bimo
khawatir belum ada SDM Indonesia yang memiliki kemampuan untuk mengelolanya.
Oleh karenanya, dia berharap pemerintah ke depan tak hanya getol menggenjot
pembangunan infrastruktur, tapi juga sambil menyiapkan SDM-nya.
Menurut
Bimo, cara paling tepat untuk menyiapkan SDM yaitu dengan mengirimkan
sebanyak-banyaknya mahasiswa Indonesia untuk belajar di pusat teknologi dan
peradaban dunia saat ini, yakni Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Dari
pengamatannya pada data statistik yang ada, Bimo menyebut jumlah mahasiswa
Indonesia di luar negeri sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara
Asia lain.
Misalnya
saja Korea Selatan saat ini memiliki 130 ribu mahasiswa yang menuntut ilmu di
luar negeri. Sementara jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri hanya 60 ribu.
Padahal, jumlah penduduk Indonesia hampir sembilan kali lipat banyaknya dari
negeri ginseng tersebut.
Menurut
Bimo, negara-negara lain seperti Cina, India dan Malaysia sudah sadar betul
pentingnya menyiapkan SDM yang berkualitas. Karenanya, pemerintah mereka pun
getol memfasilitasi generasi muda agar bisa 'mencuri' ilmu dari negara-negara
maju.
"Coba
perhatikan siapa yang paling banyak menikmati pendidikan gratis di Jerman? Itu
Cina. Ada satu juta mahasiswa Cina di luar negeri," ujar dia.
Bimo
mengaku tak setuju dengan pendapat yang menyatakan belajar di Indonesia dan
luar negeri sama saja. Memang, kata dia, pelajaran yang diajarkan di
universitas tak berbeda. Namun, dengan belajar di negeri maju, mahasiswa
sekaligus dapat berinteraksi dengan para ilmuan ternama, mempelajari etos
kerja, budaya belajar dan cara berpikir kreatif mereka yang tak akan ditemui
jika hanya berkutat di dalam negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar