Membumikan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bimo Joga Sasongko (Ketua
Ikatan Alumni Program Habibie/IABIE)
Tantangan kebangkitan teknologi di negeri ini masih
diadang oleh persoalan klasik yakni belum membaiknya sistem inovasi. Untuk
memperkuat sistem inovasi nasional maupun daerah dibutuhkan regulasi yang ketat
tentang teknologi impor, baik yang masuk secara komersial, kerjasama investasi,
maupun hibah.
Langkah tersebut sesuai dengan UU Nomor 18/2002
ayat c yakni penguatan kemampuan audit teknologi impor yang dikaitkan dengan
penguatan Standar Nasional Indonesia untuk melindungi konsumen dan
memfasilitasi pertumbuhan industri dalam negeri.
Untuk lebih membumikan Hari Kebangkitan Teknologi
Nasional (Hakteknas) ke-21, pada 10 Agustus 2016, IABIE merekomendasikan
pentingnya reinventing teknologi tepat guna. Definisi tepat guna yang selama
ini telah dibiaskan dan terdegradasi perlu dirumuskan kembali sesuai dengan
semangat zaman. Teknologi tepat guna tidak harus berkonotasi kuno dan sepele.
Bisa saja tepat guna mengandung tingkat teknologi yang canggih.
Dalam tataran sosio-engineering, tepat guna lebih
menekankan solusi jitu terhadap berbagai persoalan bangsa saat ini. Teknologi
tepat guna harus cocok dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan
pada rentang waktu tertentu sesuai dengan kondisi budaya dan ekonomi serta
penggunaannya harus ramah lingkungan.
Sejarah membuktikan bahwa konsistensi terhadap
pengembangan teknologi tepat guna yang diikuti jiwa atau semangat berdikari
telah mengantarkan sebuah bangsa mengalami kebangkitan teknologi yang luar
biasa.
Untuk membumikan Hakteknas perlu mengedepankan
kreativitas masyarakat. Kreativitas pada prinsipnya melekat pada individu warga
bangsa, sedangkan pemerintah berfungsi sebagai regulator dan fasilitator.
Benih-benih kreativitas warga bangsa tidak akan tumbuh subur tanpa disertai
dengan penguatan sistem inovasi. Sayangnya sistem inovasi di negeri ini masih
belum progresif dan masih terjerat birokrasi sehingga sulit terserap oleh
masyarakat luas.
Padahal, sistem inovasi dunia telah ditandai dengan
kencangnya laju open innovation atau inovasi terbuka. Antara lain menjadikan
hasil-hasil riset yang dilakukan oleh berbagai pihak bisa dikolaborasi dan
digunakan oleh masyarakat secara mudah. Apalagi akibat globalisasi dan
perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat produk baru memiliki daur
hidup yang semakin singkat.
Di sisi lain, jika ingin survive maka perusahaan
harus terus mengeluarkan produk baru. Implikasinya varian dari biaya riset yang
semakin besar dan periode waktu yang lebih singkat untuk meraih keuntungan.
Akibatnya banyak perusahaan yang tidak mampu mengembangkan produk-produk
inovatif.
Hakteknas
dan Konten Lokal
Peringatan Hakteknas hendaknya bisa mencerahkan
rakyat tentang milestones menuju bangsa yang maju. Juga diharapkan bisa membuka
cakrawala baru terkait dengan pengembangan konten lokal pada era konseptual
yang diakselerasi oleh konvergensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Perlu menggelorakan rasa optimis warga bangsa untuk
bisa menguasai iptek. Saat ini dunia tengah memasuki era konseptual atau conceptual age. Era ini dipacu oleh
pesatnya perkembangan konvergensi TIK yang sangat menunjang pertumbuhan
industri kreatif. Era konseptual ditandai dengan sengitnya kompetisi global
untuk menciptakan konten yang menarik dan bernilai tambah tinggi.
Dalam era konseptual, konten merupakan raja dari segala
bentuk industri kreatif. Sayangnya, negeri ini belum memiliki sistem nasional
yang baik untuk mengelola dan mengembangkan konten. Akibatnya, negeri ini
dibanjiri oleh konten asing yang sedemikian rakusnya menyedot devisa negara.
Untuk menggenjot nilai tambah bangsa dan memperluas
lapangan kerja, perlu mengoptimalkan sumber daya kreatif yang berbasis
lokalitas. Isu strategis terkait dengan konvergensi TIK di negeri ini adalah
pentingnya regulasi yang komprehensif disertai insentif untuk pengembangan konten
multimedia. Dengan demikian, ketika mega proyek infrastruktur seperti Palapa
Ring telah terbangun, jangan sampai jalan tol informasi itu justru lengang
konten lokal.
Lokalitas yang dimaksud diatas sesuai dengan premis
Thomas L Friedman yang menyatakan fenomena globalisasi lokal atau glokalitas.
Fenomena glokalitas akan mempromosikan budaya lokal lebih bernilai tambah.
Pengertian budaya merujuk maestro kebudayaan
Koentjaraningrat adalah sebuah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia. Dari
pengertian diatas bisa ditarik pengetian bahwa budaya lokal merupakan hasil
cipta, karsa dan rasa yang khas serta tumbuh dan berkembang didalam suku bangsa
yang ada disuatu daerah.
Saatnya Pemerintahan Presiden Joko Widodo melakukan
regulasi industri konten menuju kepada kondisi dimana tercipta perkembangan
industri konten yang berbasis lokalitas. Masa depan suatu bangsa ditentukan
oleh sumber daya kreatifnya. Ekonomi kreatif akan menjadi pilar kelangsungan
hidup bangsa.
Pengembang konten multimedia diharapkan bisa mendongkrak
inovasi bangsa yang kini sedang tumbuh. Karena data menunjukkan bahwa Indonesia
yang merupakan anggota G-20, ternyata dalam hal paten berada dinomor sepatu
alias rangking terakhir.
Untuk kedepan bangsa ini membutuhkan konten lokal
yang mampu go international. Sehingga bangsa ini menjadi gudangnya para kreator
dan inovator disegala bidang kehidupan. Benih-benih kreatifitas warga bangsa
tidak akan tumbuh subur tanpa disertai dengan penguatan sistem inovasi.
Sayangnya, sistem inovasi di negeri ini masih sepi
insentif. Padahal, sistem inovasi dunia telah ditandai dengan kencangnya laju
open innovation. Antara lain menjadikan hasil-hasil riset yang dilakukan oleh
berbagai pihak bisa dikolaborasi dan digunakan oleh masyarakat secara mudah
karena adanya bermacam insentif.
Urgensi
Indonesian Science Fund
IABIE mendukukung gagasan dan langkah Presiden RI
ketiga BJ Habibie yang juga pendiri Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
yang tengah menghimpun seribu ilmuwan untuk membantu pemerintah menyelesaikan persoalan
bangsa.
Segenap elemen bangsa perlu mendukung dan menyokong
AIPI terkait penghimpunan Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia atau dana abadi. Dana
Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Science Fund/ISF) tersebut diharapkan
berasal dari APBN, CSR perusahaan dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam
maupun luar negeri. Dana tersebut akan dikelola oleh badan otonom di bawah
AIPI.
Pemerintah sebaiknya segera mendukung secara
konkrit sistem dan kelembagaan ISF. Apalagi pada saat ini betapa rendahnya
investasi nasional dalam penelitian dan pengembangan yang kurang dari 0,1
persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Hal ini tentunya menghambat kapasitas Indonesia
untuk berkembang menjadi negara maju. Serta untuk memberi dorongan agar ada
usaha terus menerus membangkitkan daya inovasi dan kreasi guna kesejahteraan
dan peradaban Indonesia.
Kebijakan nasional untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek), khususnya kegiatan inovasi sebaiknya
mencermati fenomena global. Ada dua strategi global yang bisa dijadikan masukan
berharga. Strategi pertama adalah pendirian taman-taman bisnis yang
diperuntukkan bagi sektor industri spesifik.
Contoh negara yang sangat progresif dalam
mendirikan aneka taman bisnis adalah Dubai. Dibawah kepemimpinan Sheikh
Mohammed, negara itu telah membangun secara spektakuler Dubai Internet City
(DIC) yang dirancang dengan bantuan Arthur Andersen dan McKinsey & Company.
Selain itu juga didirikan Dubai Healthcare City, Dubai Biotechnology and
Research Park, Dubai Industrial
Park, Dubai Studio Park, dan Dubai Media
Park.
Dengan terbangunnya taman-taman bisnis tersebut
Dubai menjadi basis yang ideal bagi perusahaan multinasional apapun. Dalam
waktu singkat perusahaan top dunia hadir dan membuat kontrak jangka panjang
dengan nilai investasi yang besar. Diantaranya adalah Microsoft, Oracle, HP,
Compaq, Siemens, Sony Ericsson. Begitu juga perusahaan raksasa media massa dan
penyiaran memiliki cabang utama di Dubai Media Park. Seperti Reuters, CNN, CNBC, BBC, Arabian Radio
Network.
Strategi global yang kedua ditunjukan oleh Israel
yang sukses membentuk perusahaan-perusahaan inovatif yang sukses menarik
ventura global serta mampu menciptakan ekosistem teknologi yang terus menerus mencari produk dan pasar
baru.
Penting untuk dicatat bahwa hingga saat ini
infrastruktur fisik di Israel masih kalah dibanding Dubai. Namun hukum alam
telah menunjukkan bahwa aspek budaya dan ideologi ternyata merupakan tanah yang
lebih subur untuk menumbuhkan pranata inovasi.
Strategi Israel untuk menumbuhkan perusahaan
inovatif bermula dari program pemerintah yang bernama Yozma, yang dalam bahasa
Ibrani berarti inisiatif. Program Yozma diluncurkan dengan penyertaan dana
pemerintah sebesar 100 juta dollar AS kepada perusahaan yang melakukan proses
inovasi sebagai stimulus untuk mendatangkan modal ventura.
Pada saat ini ada sekitar 300 modal ventura raksasa
yang beroperasi di Israel baik dari perusahaan asing maupun domestik yang
menginvestasikan sejumlah besar dananya dalam rintisan dan proses inovasi.
Persoalan daya inovasi bangsa terkait dengan
persoalan mendasar yang menyangkut budaya, geo-politik dan kesiapan SDM.
Eksistensi Indonesian Science Fund hendaknya jangan layu sebelum berkembang.
Meskipun saat ini terjadi pemangkasan belanja negara, Pemerintahan Presiden
Joko Widodo sebaiknya segera mengalokasikan dana sebagai katalis dana abadi
pengembangan iptek dan prakarsa modal
ventura untuk kegiatan inovasi.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo agar secepatnya
mencari solusi terhadap kondisi masih ada sebagian ilmuwan dan teknolog dari
instansi pemerintah dan BUMN yang kapasitasnya masih idle. Untuk itu perlu
insentif dan program terobosan agar kapasitas mereka bisa digunakan secara
optimal.
Salah satu yang perlu insentif dan terobosan adalah
Puspiptek ( Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ) Serpong yang
berupa infrastruktur Iptek yang sangat luas dan beragam. Berbagai laboratorium
teknik, fasilitas pengujian, fasilitas kalibrasi, hingga reaktor nuklir perlu
dioptimalkan.
Saatnya pemerintah membenahi wahana riset dan
teknologi seperti halnya kawasan Puspiptek agar komponen laboratorium tidak
menjadi besi tua. Perlu peta jalan baru
terkait kebijakan riset dan teknologi yang bertumpu kepada inovasi produk.
Untuk itu pemerintah harus segera mensinergikan lembaga-lembaga riset dan
pengkajian seperti halnya BPPT, LIPI, BATAN, LAPAN dengan perusahaan atau
komunitas inovatif yang ada di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar