Sekolah
Penuh Wisata
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy sedang fokus membangun karakter siswa dan mencegah agar siswa
tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang
dari kerja. Tantangan berat membangun karakter siswa karena masih banyak
lingkungan sekolah dengan kondisi bangunan yang tidak nyaman dan halaman yang
sempit sehingga siswa merasa seperti di penjara saat menerima pelajaran.
Untuk membentuk karakter siswa yang
sesuai dengan semangat zaman, tidak harus melalui metode yang sarat doktrin dan
cara-cara seperti penataran P-4 pada masa rezim Orde Baru. Untuk membentuk
karakter dan sikap positif para siswa perlu mengubah metode pengajaran sehingga
siswa merasa riang gembira dan terbuka imajinasinya dalam menerima pelajaran. Jangan
ada lagi siswa merasa tertekan saat menerima mata pelajaran apa pun. Mata
pelajaran yang dianggap momok, seperti matematika, IPA, dan bahasa asing tidak
lagi takut dan menjemukan.
Perlu membenahi karakter siswa sesuai dengan semangat zaman, yakni pentingnya daya inovasi. Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Di mana siswa harus terus-menerus menghasilkan inovasi dengan cara 3N (niteni, neroke, nambahi).
Metode 3N yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter siswa terkait dengan kemajuan zaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas inovasi. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan bagi pelajar hingga dunia usaha.
Para siswa diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama, yakni "niteni" atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah "neroke" atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk.
Perlu membenahi karakter siswa sesuai dengan semangat zaman, yakni pentingnya daya inovasi. Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Di mana siswa harus terus-menerus menghasilkan inovasi dengan cara 3N (niteni, neroke, nambahi).
Metode 3N yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter siswa terkait dengan kemajuan zaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas inovasi. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan bagi pelajar hingga dunia usaha.
Para siswa diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama, yakni "niteni" atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah "neroke" atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk.
Lalu unsur N yang ketiga adalah
"nambahi" atau menambahkan (modifikasi). Metode 3N ini sebaiknya
ditanamkan kepada siswa sekolah dengan cara-cara yang mengasyikkan dan penuh
ceria seolah mereka sedang berwisata.
Kondisi lingkungan sekolah yang ada
sekarang ini kebanyakan kurang ramah lingkungan dan kurang nyaman untuk
mengembangkan daya imajinasi anak. Bahkan, tidak sedikit bangunan fisik sekolah
yang mirip penjara yang gaduh, bising, dan dikepung aneka polusi udara.
Semestinya pendidikan dasar dan
menengah memiliki lingkungan belajar yang nyaman dan ramah lingkungan. Saatnya
menghilangkan penyeragaman atau conformity pendidikan dasar dan menengah lalu
memberikan nuansa yang lebih bersahabat dengan alam, mengedepankan aspek
kebudayaan lokal, serta bersendikan daya imajinasi.
Dalam mengembangkan kecerdasan,
karakter unggul, dan budi pekerti siswa, perlu bangunan sekolah yang lebih
ergonomik. Bangunan sekolah rindang karena dikelilingi pohon besar, lapangan
olahraga yang memadai, dan dilengkapi dengan danau buatan beserta instrumen
biotanya.
Ruang kelasnya dirancang lebih
natural dan membuat siswa bisa relaksasi karena tidak terkurung oleh tembok.
Kelas dengan dinding semiterbuka yang bercorak arsitektur tradisional. Sarana
belajar seperti meja, kursi, papan tulis, alat penerangan, dan lain-lain dibuat
dengan prinsip ergonomik sehingga tubuh siswa tidak merasa terpaku atau terikat
selama menerima pelajaran. Dengan suasana dan infrastruktur seperti itu,
serapan mata pelajaran dan daya tahan tubuh siswa dalam proses belajar bisa
lebih optimal. Siswa tidak lagi sering mengantuk dan merasa lelah dan stres di
sekolah.
Untuk menumbuhkan karakter unggul
siswa sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajinasi dan kapasitas
inovasi, sekolah mesti membuat setiap mata pelajaran menjadi menyenangkan dan
bisa dihayati lebih mendalam. Perlu menerapkan prinsip di mana sekolah sebagai
tempat wisata ilmu pengetahuan dan budaya sepanjang hari.
Prinsip ini bisa diimplementasikan
dengan menggalakkan metode eksperimental yang menarik dengan cara membuat
proyek-proyek ilmiah sederhana yang relevan dengan kemajuan teknologi dan
informasi. Para guru diarahkan untuk merangsang siswa dengan cara membuat
proyek ilmiah sederhana setelah pelajaran teori. Metode eksperimental menuntut
para guru dan pengelola sekolah untuk lebih kreatif dan inovatif guna
memperoleh modul-modul proyek ilmiah sederhana beserta informasi pendukungnya.
Pengajaran IPA selama ini belum
mampu memberikan motivasi berwisata ilmu, proses nilai tambah, dan solusi
praktis problema kemasyarakatan. Hal ini karena pengajaran IPA masih sebatas
hafalan rumus-rumus yang kurang mengasyikkan siswa. Perlu mencari model
pengajaran IPA yang mampu menumbuhkan inovasi dan sikap positif terhadap
kemajuan teknologi, proses nilai tambah, dan mampu menjaga lingkungan.
Idealnya, pengajaran IPA di sekolah
dasar dan menengah harus mampu menumbuhkan sikap ilmiah (scientific attitude).
Sikap ilmiah tersebut mengemuka dalam diri siswa dalam bentuk sikap ingin tahu
(curiosity), kebiasaan mencari bukti sebelum menerima pernyataan (respect for
evidence), sikap luwes dan terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity),
kebiasaan bertanya secara kritis (critical reflection), serta sikap peka
terhadap lingkungan sekitar (sensitifity to living things and environment).
Sikap ilmiah ini dapat mudah dicapai
jika proses belajar mengajar IPA banyak melibatkan metode eksperimental dalam
suasana wisata ilmu. Jadi, bukan sekadar interaksi satu arah dan menekankan
hafalan (rote learning), melainkan belajar yang sesungguhnya (meaningful
learning). Itulah yang menjadi titik berat kebijakan pengajaran IPA di Amerika
Serikat. Bahkan, pemerintah sering melibatkan para guru dalam program riset
nasional.
Salah satu contoh pelibatan guru
dalam riset nasional adalah misi pesawat ruang angkasa Endeavour dari NASA yang
salah satu astronotnya adalah seorang ibu guru IPA sekolah dasar yang bernama
Barbara Morgan. Sudah beberapa dekade program tersebut rutin dilakukan. Lembaga
riset, BUMN, hingga korporasi besar di Amerika Serikat selalu memberikan
kesempatan kepada guru sekolah dasar dan menengah untuk terlibat.
Tidak menariknya metode pengajaran
di sekolah disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, pertama, selama ini proses
belajar mengajar, terutama untuk mata pelajaran IPA terlalu menekankan aspek
kognitif. Artinya, konsep yang diajarkan hanya sekadar pengetahuan, kurang
direalisasikan sebagai sikap dan perilaku yang aktual.
Kondisinya semakin memprihatinkan
karena sistem ujian hanya mengukur aspek kognitif. Evaluasi terhadap sikap yang
terintegrasi dengan kognitif (pengetahuan) belum dilakukan dalam proses belajar
mengajar.
Kedua, seringnya guru menyepelekan
materi yang menyangkut pengetahuan praktis dan problema lingkungan hidup dengan
alasan bahwa materi tersebut tidak memerlukan hitungan matematik dan kurangnya
bahan referensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar