Press Release
Ikatan Alumni Program
Habibie (IABIE)
Refleksi
Hari Ulang Tahun Ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia
Dalam rangka
memperingati Hari Hari Ulang Tahun Ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun
2016 pengurus Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) menyampaikan refeleksi
kebangsaan terkait produktivas ketenanagakerjaan yang merupakan kunci daya
saing.
Kemerdekaan dan Produktivitas Bangsa
Peringatan Hari
Kemerdekaan RI ke-71dengan slogan “Indonesia Kerja Nyata” merupakan momentum
untuk mawas diri lalu memperbaiki kualitas kerja segenap bangsa. Utamanya
terkait faktor produktivitas yang merupakan kunci untuk mewujudkan kemakmuran
dan keadilan sosial.
Memperbaiki
produktivitas nasional yang hingga kini masih rendah adalah tanggung jawab
seluruh elemen bangsa. Dalam konteks diatas IABIE menyatakan perlu memperbaiki
kualitas dan efektivitas kerja segenap bangsa secara sistemik sehingga bisa
membuahkan produktivitas yang tinggi serta meningkatnya nilai tambah lokal.
Perlu kerja yang cerdas dan berkualitas, bukan kerja asal kerja.
Masalah
produktivitas masuk dalam sembilan agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko
Widodo yang disebut Nawacita. Pemerintah bertekad meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional.Tentunya semua itu membutuhkan
strategi dan inovasi. Strategi untuk meningkatkan produktivitas nasional tidak
cukup dengan membangun berbagai macam infrastruktur. Yang paling mendesak untuk
dibenahi adalah produktivitas terkait aspek luas ketenagakerjaan dan usaha
pertanian. Karena kedua aspek tersebut akan menimbulkan multiplier effect bagi
sektor lainnya.
Pengertian
produktivitas ketenagakerjaan adalah tingkat kemampuan pekerja dalam
menghasilkan produk dan jasa. Berbagai faktor mempengaruhi produktivitas tenaga
kerja, termasuk juga faktor sosial ketenagakerjaan. Searah dengan itu
pemerintahan Jokowi-JK diharapkan memakai strategi yang lebih tepat dan
mendunia yakni strategi global reverse innovation. Strategi tersebutjuga bisa
memperluas lapangan kerja karena berbasis inovasi disegala bidang.
IABIE
merekomendasikan pentingnya menata dan memperluas portofolio kompetensi ketenagakerjaan
di Tanah Air demi menggenjot produktivitas nasional. Hal itu sebagai solusi
untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia yang sekitar 2,9 juta
per tahun, sebagian besar atau sekitar 80 % di antaranya adalah tenaga kerja
yang kurang terlatih. Perlu transformasi ketenagakerjaan dengan merombak sistem
pendidikan kejuruan yang lebih sesuai dengan kebutuhan sektor pertanian dan
industri. Juga perlunya kemampuan angkatan kerja berbahasa asing untuk
adaptasi, pergaulan kerja serta peningkatan daya saing global.
Sudah saatnya menata
kompetensi ketenagakerjaan yang diwujudkan dengan sertifikat dari Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP). Sertifikasi tersebut selain untuk menghadapi
kompetisi global juga untuk menciptakan competitive advantage atau keunggulan
daya saing melalui peningkatan kualitas dan produktivitas. Bobot standarisasi
dan sertifikasi bagi pekerja sesuai dengan Standar Kompetensi Nasional
Indonesia yang ditetapkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Eksistensi BNSP mestinya bisa mengelola dan mengembangkan portofolio kompetensi
tenaga kerja nasional dan daerah.
Strategi terkait
dengan peningkatan produktivitas dan nilai tambah lokal sangat relevan untuk
memajukan masyarakat perdesaan. Apalagi
produktivitas sektor pertanian di negara maju dengan negara berkembang
seperti halnya Indonesia masih sangat timpang. Sistem atau pola pertanian yang
ada di dunia ini dapat dibagi menjadi dua pola yang berbeda yaitu; pertama,
pola pertanian di negara-negara maju yang memiliki tingkat efisiensi tinggi,
dengan kapasitas produksi dan rasio output per tenaga kerja yang juga tinggi.
Kedua, pola pertanian yang tidak atau kurang berkembang yang terjadi di
negara-negara berkembang. Tingkat produktivitasnya masih rendah sehingga hasil
yang diperoleh acapkali tidak dapat memenuhi kebutuhan para petaninya sendiri.
Sehingga antara negara maju dan negara berkembang muncul suatu kesenjangan yang
disebut sebagai kesenjangan produktivitas. Sejak tahun 2000 kesenjangan
produktivitas tersebut berkisar 50 banding 1.
IABIE berpendapat
Indonesia kini membutuhkan banyak pahlawan masa kini, yaknitokoh yang mampu
menggenjot produktivitas bangsa. Dibandingkan dengan negara lain, produktivitas
tenaga kerja Tanah Air masih lebih rendah dari rata-rata negara anggota Asian
Productivity Organization (APO) atau Organisasi Produktivitas Asia.Singapura
memiliki tingkat produktivitas tertinggi di dunia pada tahun 2015, yaitu
sekitar 121,9 dolar AS, sementara Indonesia hanya sekitar 21,9 dolar AS. Posisi
Indonesia pada 2015, juga masih berada di bawah Malaysia dan Thailand bahkan
Sri Lanka.
Di Indonesia, produktivitas
tertinggi terjadi di sektor pertambangan yakni sekitar Rp137, 2 juta per tenaga
kerja per tahun, sedangkan terendah terjadi di sektor pertanian, sekitar Rp 8,7
juta. Bila dilihat per daerah, tingkat produktivitas tertinggi ada di provinsi
DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 102, 2 juta per tenaga kerja per tahun, diikuti
oleh Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp 76 juta per tenaga kerja per tahun.
Produktivitas tenaga kerja yang paling rendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu
hanya sebesar Rp 7 per tenaga kerja per tahun, diikuti oleh Provinsi Gorontalo
sebesar Rp 7,9 juta per tenaga kerja per tahun.
IABIE yang
anggotanya terdiri dari para ahli dan berbagai disiplin ilmu merekomendasikan
dan menyumbangkan karya dan pemikiran untuk memperbaiki produktivitas nasional
secara sistemik dengan inovasi dan proses bisnis atau produksi yang lebih baik.
Sehingga bisa didapat metode yang jitu agar produktivitas nasional bisa
meningkat secara signifikan diseluruh wilayah. IABIE sangat prihatin melihat
fenomena gap produktivitas (productivity gap analysis) antara Korea Selatan,
Malaysia, dan Indonesia. Dimana
produktivitas Korea Selatan lebih tinggi sekitar 6,35 kali (635%) dari
produktivitas Indonesia. ·Produktivitas Malaysia lebih tinggi sekitar 2,93 kali
(293%) dari produktivitas Indonesia. ·Produktivitas Korea Selatan lebih tinggi
sekitar 2,17 kali (217%) dari produktivitas Malaysia.
Ada korelasi antara
kebijakan pembangunan ekonomi dengan kemajuan pembangunan sumber daya manusia
(SDM). Angka produktivitas di Korea Selatan dan Malaysia ternyata hasil dari
pencetakan SDM unggul secara besar-besaran. Terutama pencetakan SDM dengan cara
mengirimkan para remajanya untuk belajar ke luar negeri utamanya ke pusat Iptek
dan peradaban unggul dunia. Kemajuan yang diraih Korea Selatan dan Malaysia
selama masa pembangunan 1960-2015 mengandalkan pada peningkatan produktivitas
dan menggenjot kualitas sumber daya manusia. Bukan mengandalkan pada
kepemilikan sumber daya alam (SDA).
Berlakunya
Masyarakat EkonomiASEAN pada 2015 semakin mempertegas hal diatas. Tak ada kata
kalimat lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas
produktivitas dan nilai tambah lokal.
Sektor pertama yang mesti dibenahi adalah sektor industri pengolahan
agar bisa memainkan peranyang lebih besar dalam perekonomian Indonesia. Saatnya
sektor industri pengolahan berkontribusi untukmendongkrak perekonomian dan
menyediakan sumber pekerjaan yangberkualitas bagi angkatan kerja.
IABIE prihatin bahwa
akhir-akhir ini peransektor pengolahan dalam perekonomian Indonesia mengalami
penurunan,atau dalam terminologi umum dikatakan terjadinya proses
deindustrialisasi. IABIE mencatatbahwa kontribusi sektor pengolahandalam
perekonomian Indonesia mencapai puncaknya pada 2004 ketikakontribusi sektor
tersebut mencapai kisaran 28 persen.Meskipun begitu, secara komparatif angka
itu bisa dikatakan masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Sebagai contoh, puncak dari kontribusisektor pengolahan di Jepang adalah
sekitar 36 persen, di Uni Eropa sekitar32 persen dan di negara-negara industri
maju sekitar 30 persen.
Saatnya bagi
pemerintah daerah untuk merancang sebaik-baiknya pengembangan tenaga kerja
serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya
portofolio yang berbasis sumber daya lokal. Perlu strategi pembangunan
ketenagakerjaan yang bersifat multi-skiling, retrainable dan kompetensi technopreneurship yang bisa meningkatkan
nilai tambah lokal. Perlu dibuat sistem informasi ketenagakerjaan yang canggih
untuk mengembangkan lapangan kerja serta memproyeksikan jumlah kebutuhan tenaga
kerja dari sisi permintaan pasar.
Segera, pemerintah
pusat dan daerah memperbaiki dan modernisasi Balai Latihan Kerja (BLK) sehingga bisa menunjang dual system
pendidikan kejuruan. Sehingga bisa memenuhi standar kompetensi bidang
industriserta bisa meningkatkan nilai tambah lokal. Untuk itu IABIE
merekomendasikan agar pemerintah menambah jumlah BLK di daerah-daerah sesuai
dengan potensi alamiahnya. Serta memperbarui muatan pendidikan di BLK agar
sesuai dengan perkembangan teknologi dan mampu memenuhi kebutuhan pasar tenaga
kerja lokal hingga pasar global.
Jakarta, 14 Agustus
2016
Bimo Joga Sasongko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar