Rabu, 30 Mei 2018

Hari Pancasila dan Mentorship


Kamis 31/5/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Peringatan Hari lahir Pancasila tahun 2018 mengemukakan tema: “Kita Pancasila: Bersatu, Berbagi, Berprestasi”. Selain menekankan persatuan, tema tersebut juga mengandung relevansi untuk berbagi dan berprestasi bagi segenap bangsa. Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan program yang masif berbentuk mentorship.

Pada zaman Orde Baru peran mentorship diperankan oleh para penatar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Ditingkat nasional para mentor itu disebut dengan istilah Manggala P4.

Menurut Lowenstein & Bradshaw, mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang mendorong pencapaian program nasional. Karena perkembangan zaman bentuk penataran P4 tentunya berubah materi dan metodenya.

Para penatar atau mentor spesifikasi harus relevan dengan zaman yang tengah menginjak era Revolusi Industri 4.0. Mentorship dalam program pembinaan ideologi Pancasila pada saat ini sebaiknya menekankan kepada pembentukan pendidikan karakter dengan pendekataan yang konkrit yakni penguatan profesionalitas anak bangsa.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebaiknya segera menjalankan program mentorship. Sayangnya menjelang peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2018 terjadi gugatan publik terkait dengan besaran gaji fantastis yang diberikan kepada pejabat BPIP. Sungguh sayang, masalah gaji BPIP telah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang baru dibentuk oleh Presiden Joko Widodo.

Peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi momentum untuk evaluasi dan reinventing nilai kebangsaan yang mampu membentuk peradaban unggul. Apalagi tema peringatan kali ini menekankan terwujudnya prestasi SDM bangsa.

Perjalanan bangsa saat ini diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Generasi saat ini perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi dan mampu bersaing secara global.

Tema peringatan Hari Lahir Pancasila menekankan pembangunan karakter SDM bangsa. Pada hakekatnya memerlukan program nasional mentorship yang didukung peran sejumlah supermentor kekinian yang mampu menggerakkan masyarakat. dan turut menguatkan pendidikan.

Supermentor kebangsaan pada saat ini bisa diperankan oleh mereka yang memiliki kapasitas pendidikan karakter dan budi pekerti. Selain itu juga didukung oleh para inovator, pelaku start-up nation maupun perorangan yang memiliki pengalaman luar biasa.

Era Industri 4.0 dan gelombang disrupsi teknologi harus dipahami secara baik oleh generasi muda saat ini dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Banyak ragam profesi yang terkubur lalu muncul jenis profesi baru. Agar generasi muda memahami fenomena diatas lebih dini, dibutuhkan program mentorship yang para pengajarnya memiliki kapasitas dan pengalaman untuk menjadi navigator.

Peran supermentor sangat penting untuk menumbuhkan karakter unggul generasi muda sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajiansi dan kapasitas inovasi.

BPIP sebaiknya terjun langsung ikut menangani reformasi pendidikan yang tengah dijalankan pemerintah. Reformasi sebaiknya dalam bentuk penataran yang metodenya disempurnakan agar tidak membosankan para siswa. Saatnya BPIP merekrut para supermentor secara masif. Warga negara yang memiliki kriteria sebagai supermentor sebaiknya diterjunkan ke sekolah-sekolah secara berkesinambungan.

Para siswa sekolah pada saat ini perlu menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan metode yang lebih menarik. Yakni mengawinkan nilai Pancasila dengan aspek ragam profesi yang kelak akan digeluti oleh siswa. Program mentorship juga mengenalkan siswa terhadap ragam profesi masa depan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Tetnunya hal ini perlu sistematika dan disiplin ilmu yang aktual.

Saat ini ada fenomena yang menyedihkan terkait sempitnya lapangan kerja yang tidak mampu lagi menyerap jumlah penduduk angkatan kerja. Para supermentor bisa mengatasi akar persoalan tersebut, yang sebenarnya menyangkut pendalaman dan penguasaan ragam profesi yang sesuai dengan kemajuan zaman. Untuk itulah betapa mendesaknya program yang masif dan membumi guna mendalami berbagai ragam profesi sejak dini lewat penataran yang dijalankan BPIP.

Sejak duduk di bangku sekolah hingga perguruan tinggi seharusnya seseorang sudah diberikan bekal pendalaman ragam profesi secara intens. Dalam persaingan global yang sangat sengit sekarang ini, sekolah dituntut untuk mengenalkan sikap profesionalisme dan ragam profesi yang relevan dengan perkemabangan zaman sejak awal.

Lebih istimewa lagi jika supermentor bisa menunjukan ragam pofesi yang akan lahir serta mampu reinventing atau memunculkan kembali ragam profesi yang sudah menghilang dengan nuansa yang baru. Seperti misalnya profesi sebagai pengrajin tradisional dengan proses produksi dan model bisnis terkini sehingga memiliki nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi.

Para supermentor bisa membantu memperbarui konsep penyelenggaraan Career Days di sekolah atau perguruan tinggi.Sehingga bentuk aktivitas diatas bisa lebih mencerahkan siswa akan arti profesionalisme. Serta pengenalan ragam profesi unggulan masa depan.

Penyelenggaraan career days skalanya bisa ditingkatkan lagi dengan membuat semacam workshop yang bisa mengelaborasi profil karier dan profesi pada era Industri 4.0. Yang bisa membuka cakrawala siswa serta mampu menjadi alternatif pilihan siswa dalam menapaki masa depannya. Sudah saatnya para pengambil keputusan dibidang pendidikan memikirkan format career days di sekolah yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan. Pemahaman terhadap ragam profesi idealnya mulai diberikan kepada para siswa sejak dini.


Penulis Ketua Umum IABIE. Pendiri Euro Management Indonesia





Selasa, 15 Mei 2018

Tenaga Kerja Asing


Kamis 3/5/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Peringatan Hari Buruh sedunia atau May Day pada 1 Mei baru lewat. Nasib buruh kini ditentukan perkembangan bisnis global yang sangat dinamis dan ditandai dengan terjadinya disrupsi teknologi yang serbadigital. Perkembangan bisnis global juga diwarnai migrasi tenaga kerja antarnegara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa pekerja lokal meningkatkan kompetensi dan kemampuan berbahasa asing.

Saat ini, organsiasi buruh sedang menentang Perpres 20/ 2018 tentang Penggunaan TKA. Pasal-pasal dalam Perpres dinilai merugikan SDM nasional. Perpres juga dianggap bertentangan dengan UU Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa pasal yang dianggap merugikan antara lain tentang Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) dan izin yang sangat longgar. Pasal itu dibuat agar pemberi kerja/pengusaha bisa seenaknya merekrut TKA kapan pun dan dari mana pun.

Sebaiknya terkait RPTKA harus benar-benar dievaluasi dan dinilai secara ketat dan melibatkan organisasi profesi seperti buruh dan perguruan tinggi. Pasal mengenai kententuan tentang TKI pendamping TKA mestinya diatur supaya hasilnya lebih efektif. Kewajiban alih teknologi dan keahlian kepada TKI pendamping harus terukur. Misalnya, mesti ada tes khusus terhadap TKA untuk mengukur tingkat keahlian. Dengan demikian, TKA yang hadir di Indonesia benar-benar kredibel, bukan tenaga kasar yang dibungkus label tenaga ahli.

Pemerintah harus membatasi serbuan TKA terutama pada proyek infrastruktur. Selama ini banyak penyimpangan kompetensi TKA, sehingga jenis-jenis pekerjaan kasar juga diambil TKA. Meningkatnya jumlah TKA yang merambah berbagai sektor negeri ini membuat berbagai pihak gusar. Namun, kegusaran tersebut hendaknya tidak memicu kekacauan, tetapi harus diantisipasi secara adil dan langkah sistemik untuk meningkatkan kompetensi serta daya saing tenaga kerja lokal.
Buruh sebaiknya menekankan pembahasan masa depan terkait daya saing. Persoalan perburuhan masih menjadi bom waktu sosial yang siap meledak. Sebab hubungan industrial masih sering buntu. Posisi advokasi dan peraturan perburuhan masih compang-camping. Portofolio kompetensi di kalangan buruh terus merosot dan kualitas hak-hak normatif buruh makin tipis.

Pemerintahan dituntut lebih efektif dalam meningkatkan daya saing buruh. Apalagi pada era 2020 hingga 2030 bakal ada banyak penduduk baru (bonus demografi) sebagai puncak usia produktif penduduk Indonesia. Situasi ini harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM terutama kaum buruh.

Tak bisa dimungkiri gerakan buruh kini mudah eskalatif. Semua itu karena masih ada masalah ketenagakerjaan krusial yang tengah mengadang perjuangan mereka. Misalnya, soal outsourcing. Istilah outsourcing atau biasa disebut alih daya mengacu pada UU Ketenagakerjaan Pasal 65 dan 66 mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Hal ini tidak boleh menyebabkan pekerja kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja.

Lintas Negara

Perlu pengawas ketenagakerjaan yang kredibel dan berintegritas dalam menyikapi outsourcing. Selama ini personel pengawas ketenagakerjaan yang nota bene aparatur sipil negara (ASN) daerah kurang optimal kinerjanya. Pengawas ketenagakerjaan juga harus memiliki pengetahuan yang memadai terkait proses bisnis sekarang yang efektif luar biasa. Tingkatan ini bisa diraih, salah satunya, dengan faktor outsourcing.

Tak pelak lagi outsourcing lintas negara saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi global yang sangat besar dan sedang diperebutkan berbagai negera pemilik SDM tangguh seperti India yang menyiapkan SDM dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.

Untuk mengejar potensi dan berkah globalisasi Indonesia sebaiknya memiliki sistem disertai pengembangan SDM sejak sekarang. Sejak bangku sekolah menengah para pelajar diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Biasanya para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi luar negeri lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing perusahaan multinasional.

Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Pemerintah menyiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa, termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan tahun ini. Pelaku usaha outsourcing hendaknya menjalankan bisnis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia membenahi standar kualifikasi perusahaan. Mereka perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standarisasi manajemen fee, dan teknis lainnya.

Dengan demikian, sistem outsourcing Indonesia berkeadilan bagi karyawan maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama. Pemerintah bersama asosiasi dan organisasi buruh perlu membentuk program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing agar tidak kalah dari tetangga seperti Filipina. Negara ini mampu mendapat peluang usaha tersebut hingga mencapai 25 miliar dollar AS setahun.

Publikasi UNDP terkait tingkat kesejahteraan buruh di negeri ini ternyata lebih rendah dari kesejahteraan buruh negara tetangga. Hal itu dilihat dari aspek pendapatan perkapita berdasarkan Purchasing Power Parity atau kemampuan daya beli dan GNP. Dinamika perburuhan Tanah air kini terfragmentasi ke dalam bentuk pragmatis. Aksi buruh setelah gerakan reformasi daya dobraknya makin kuat, tetapi kurang efektif ditilik dari aspek tujuan kesejahteraan bersama.

Banyak yang tidak sadar bahwa aksi atau demonstrasi buruh dengan jumlah massa banyak memakan biaya sangat besar. Biaya itu mestinya bisa untuk menambah dana pembangunan perumahan buruh dan pemberian beasiswa anak-anak.

Penulis Lulusan North Carolina State University





Mendongkrak Indeks Pendidikan



Oleh Bimo Joga Sasongko | Rabu, 2 Mei 2018 | 8:27

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018 menjadi momentum mencari solusi untuk mendongkrak indeks pendidikan di Tanah Air. Hal ini selaras dengan tema peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini adalah “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan”.

Esensi menguatkan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari isu strategis pendidikan dan kebudayaan, yakni ketersediaan, peningkatan profesionalisme, dan perlindungan serta penghargaan guru.

Selain itu, pembiayaan pendidikan dan kebudayaan oleh pemerintah daerah; kebijakan revitalisasi pendidikan vokasi dan pembangunan ekonomi nasional; membangun pendidikan dan kebudayaan dari pinggiran; serta penguatan pendidikan karakter dan sekolah sebagai model lingkungan kebudayaan.

Peringatan Hardiknas kali ini diwarnai dengan permohonan maaf Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang dianggap terlalu sulit oleh para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pemerintah memang menaikkan tingkat kesulitan soal UNBK tahun ini dan menerapkan High Order Thinking Skills (HOTS). Penerapan HOTS untuk mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dan mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Hingga kini kita sangat prihatin melihat Indeks Pendididikan Indonesia yang masih rendah. Kualitas SDM Indonesia masih kalah dengan negara anggota Asean yang lain. Hal itu bisa dilihat dari hasil tes di lapangan. Dibanding Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina dan Vietnam, dalam hal tiga jenis tes untuk kategori membaca, matematika, sains, alhasil Indonesia ada di bawah. Bahkan kalau diuji seluruhnya, kita jauh tertinggal dibanding dengan Vietnam.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melakukan penelitian Right to Education Index (RTEI) guna mengukur pemenuhan hak atas pendidikan di berbagai negara. Hasil penelitian menyatakan indeks kualitas pendidikan di Indonesia masih di bawah Filipina.

Bangsa ini tidak boleh mengingkari kenyataan berada di peringkat bawah dalam hal pendidikan. Justru kondisi riil itu harus menjadi cambuk untuk mengejar ketertinggalan hingga peringkat naik signifikan. Mestinya tidak boleh cengeng dengan penerapan HOTS dalam UN.

Kondisi yang memprihatinkan juga ditunjukkan dari hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) yang menunjukkan posisi Indonesia di urutan 64 dari 72 negara yang disurvei. Penilaian dilakukan terhadap performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun di seluruh dunia dalam matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.

Tujuannya untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak demi peningkatan metode pendidikan dan hasilnya di setiap negara. Melihat hasil survei di atas kita harus berusaha sekuat tenaga untuk melakukan leapfrogging dalam mengembangkan SDM nasional.

Dibutuhkan program nasional yang massive action di bidang pendidikan yang bisa mencetak atau membentuk secara massal SDM kelas dunia. Salah satu cara untuk mengatasi terpuruknya indeks pendidikan adalah menerapkan sistem pembelajaran kontekstual.

Di negara maju Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

Sistem CTL membantu guru mengaitkan antara materi ajar dan situasi dunia nyata, serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Ciri pembelajaran kontekstual adalah siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai sosok yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
Sistem CTL menggunakan metode penilaian yang autentik (using authentic assesment). Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio.

Portofolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portofolio juga memberikan kesempatan lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif.

Penguatan pendidikan sangat tergantung proses sertifikasi guru. Jumlah guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) mencapai 3 juta orang. Jumlah tersebut sebagian besar sedang menunggu proses sertifikasi. Banyak yang kurang menyadari bahwa standar profesi guru yang digariskan dalam Undang- undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) dengan cara uji sertifikasi sejatinya bukanlah tujuan akhir.

Melainkan titik awal lintasan profesi guru untuk meningkatkan kompetensinya dengan progres yang lebih terukur. Sebagai titik awal, sertifikasi mesti disertai dengan tingkat kesejahteraan dan pengembangan karier guru secara progresif. Indonesia jangan kalah dengan Malaysia yang sangat bersemangat mengembangkan profesi guru dengan cara mengirim ke berbagai negara.

Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.

Insentif untuk guru sebaiknya tidak hanya berupa uang. Tetapi juga berupa kesempatan untuk kuliah lagi atau kursus keahlian tambahan di negara maju dan pusat peradaban dunia. Insentif tersebut bisa mengatasi sikap guru yang selama ini pragmatis dan menganggap sertifikasi semata hanya untuk menggapai tunjangan profesi demi meningkatkan penghasilan.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, pendiri Euro Management Indonesia, dan ketua umum IABIE