Kamis, 25 April 2019

Buku dan Kepemimpinan


Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Penulis Buku Anak Intelektual Habibie

Makna peringatan hari buku sedunia 23 April lalu adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan buku menjadi tolak ukur kadar kepemimpinan bangsa.

Prakarsa Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tentang hari buku bertujuan memajukan peradaban.

Di Indonesia, peringatan hari buku kali ini sangat relevan saat bangsa ini tengah melalukan seleksi kepemimpinan eksekutif ataupun legislatif. Usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sangat bergantung pada sejauh mana animo rakyat dalam membaca buku serta volume penerbitan buku bermutu.

Melihat peradaban bangsa yang paling afdal adalah lewat buku yang auntentik karya anak bangsa. karena itu, peringatan hari buku kali ini mesti disambung lewat kancah pameran buku Internasional.

Kehadiran Indonesia di event buku dunia, antara lain, di Frankfurt Book Fair dan London Book Fair merupakan eksistensi diri untuk mengejar  tertinggalnya negeri ini dibandingkan negara lain yang jauh lebih agresif dan produktif dalam hal perbukuan.

Buku dan kepemimpinan bangsa bagaikan dua pasang kaki kuda yang saling memacu kemajuan menuju negeri harapan. kita bisa melihat betapa hebatnya kadar kepemimpinan para perintis dan pendiri bangsa.

Mereka memiliki konsepsi dan pemikiran yang brilian, runtun, dan kontennya melesat ke depan. Begitu pula, opini publik pada waktu itu mengalir jernih. itu pertanda, pada zaman itu indeks literasi elite bangsa amat menggembirakan.

Para elite politik saat ini perlu menengok jendela sejarah kelahiran bangsa. Di situ akan terlihat, semangat kebangsaan hanya dapat dikendalikan dengan baik oleh kepemimpinan yang lengket dengan buku.

Layar sejarah telah menyajikan kisah, betapa hebatnya gaya kepemimpinan para perintis dan pendiri Indonesia yang telah mencapai tingkat kematangan.

Indikator kematangan itu terlihat jelas ketika kita membaca gagasan dan pemikiran dalam karya tulisnya yang sangat intelektualistik. Mereka adalah figur-figur politisi-cendikia yang sangat visioner.

Melalui buku karyanya, rakyat tergerak dan memahami dialektika kebangsaan yang mengalir jernih. Dalam usia yang sangat belia Bung Karno menulis buku Indonesia Menggugat yang pernah mendapat perhatian dunia.

Mohammad Natsir sangat produktif menulis artikel ideologis yang dibukukan dengan judul Capita Selecta, buku yang mencerahkan kehidupan demokrasi. Bung Hatta menulis buku Indonesia Merdeka dan sederet buku lainnya.

Sementara itu, Bung Sjahrir menulis Renungan dalam Tahanan. Dan demikianlah para pejuang lainnya. Mereka semua sangat piawai di dalam memimpin wacana karena giat menulis sekaligus merupakan kutu buku.

Menyelami buku karya perintis dan pendiri bangsa yang ditulis saat usia belia seperti menikmati orkestra simfoni. Karya tulis itu digali dari tesis dan sintesis pemikiran tokoh-tokoh besar dunia, lalu dikawinkan dengan kondisi sosial budaya bangsa Indonesia.

Buah pemikiran para elite politik yang tertuang dalam buku pada era perjuangan kemerdekaan bangsa yang mengalir jernih menyebabkan rakyat mudah menangkap secara baik, jalan pikiran dan gagasan para pemimpinnya.

Setiap saat rakyat selalu menunggu dan menunggu kehadiran konsepsi, gagasan, dan pemikiran para pemimpinnya.

Kini kehidupan bangsa dilanda keprihatinan terkait dengan terpuruknya minat baca dan menulis para elite politik dan masyarakat. Kondisinya bertambah memprihatinkan karena usaha penerbitan buku masih sepi.

Untuk menggairahkan usaha penerbitan buku, Indonesia mesti sering membuat event perbukuan serta mengikuti secara penuh pameran buku dunia. Misalnya, Frankfurt International Book Fair, London Book Fair, dan sebagainya.

Event seperti itu akan membawa semangat dan harapan baru bagi perbukuan nasional. Tahun ini, ada 450 judul buku yang mewakili Indonesia dalam London Book Fair (LBF) pada Maret 2019. Pada masa mendatang, jumlahnya mesti ditingkatkan.

Terutama untuk buku-buku yang auntentik keindonesiaan sehingga Indonesia  terus menjadi sorotan utama dan menjadi market focus bursa buku internasional. Langkah Komite Buku Nasional (KBN) yang mendorong partisipasi kaum milenial dalam digital publisher patut diapresiasi.

Saatnya penulis milenial melakukan diversifikasi karya dan produknya menjadi elektronik (e-book). Hal ini sekaligus merupakan sumber pendapatan tambahan baginya.

Indeks literasi bangsa perlu segera ditingkatkan agar tidak semakin jauh tertinggal oleh bangsa lain. Salah satu upaya perbaikan kualitas literasi bangsa lewat paltform story-teeling Wattpad. Kini di negeri ini semakin banyak yang berminat membaca karya fiksi.

Mungkin ada pengaruh dari medium seperti itu (Wattpad) dan banyak karya tulisan yang ditertibkan. Saatnya pemerintah mawas diri dan berusaha bangkit terkait dengan masih terpuruknya usaha perbukuan dan rendahnya minat baca masyarakat.

Perhatian dan pengembangan terhadap buku searah dengan program utama UNESCO. Sering kali lembaga dunia ini menyerukan pengembangan buku dan literasi bagi suatu bangsa.

Apalagi sejak 1995, UNESCO memutuskan Hari Buku Sedunia yang salah satu maknanya untuk menghormati sastrawan dan pengarang besar, seperti Shakespeare, Cervantes, Inca Garcilaso de La Vega dan Josep Pla, Maurice Droun, Vladimir Nabokov, Manuel Mejia Vallejo, dan Halldor Laxness.

Badan PBB itu juga menekankan perlunya sinergi antara pemangku kepentingan, yakni pengarang, penerbit, distributor, perpustakaan, organisasi perbukuan, serta berbagai komunitas yang semuanya bekerjasama mempromosikan buku dan literasi sebagai aktivitas untuk menguatkan nilai -nilai sosial, mencerahkan kebudayaan, dan meneguhkan kemanusiaan.

Perlu pembenahan usaha percetakan dan penerbitan buku di Indonesia yang bersifat mendasar serta sesuai dengan perkembangan zama. Usaha itu memerlukan transformasi proses bisnis agar bisa bersaing menghadapi era ekonomi digital.