Sabtu, 26 Maret 2016

Koran Kontan - Taksi Berbasis Aplikasi dan Era Platform

Taksi Berbasis Aplikasi dan Era Platform
Oleh  :  Bimo Joga Sasongko  *)

Unjuk rasa menentang taksi ilegal berbasis aplikasi atau transportasi online terus berlangsung. Paguyuban pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang beranggotakan para sopir taksi dan angkutan umum mendesak pemerintah segera melarang taksi ilegal.

Model bisnis angkutan umum ilegal berbasis aplikasi teknologi informasi atau angkutan online menimbulkan aksi unjuk rasa dan menjurus kepada konflik horizontal. Layanan transportasi online seperti Uber Taxi dan Grab Car jelas melanggar Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dan UU nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Namun, aturan tersebut kurang sesuai dengan semangat jaman dan kebutuhan masyarakat akan transportasi.

Pemerintah harus mencari solusi terkait irisan krusial antara domain inovasi teknologi dengan aspek hukum dan dampak sosial yang ditimbulkan. Solusi tersebut hendaknya bisa atasi rintangan pengembangan inovasi teknologi dan ekonomi digital. Namun tetap sesuai dengan ketentuan hukum, perpajakan dan kondisi sosial. Otoritas hukum di negeri ini memahami secara komprehensif tentang pengembangan teknologi dan proses inovasi yang berpotensi mengusik tatanan sosial dan ekonomi lokal. Perkembangan (TIK) akan terus mengubah model bisnis yang sudah ada bahkan bisa mematikan  usaha jika tidak mau melakukan transformasi teknologi.

Pemerintah harus mengantisipasi sebaik mungkin terkait sistem online dan berbagai macam aplikasi berbasis Android yang menyuburkan berbagai macam modus ekonomi bawah tanah. Ekonomi bawah tanah cenderung menghindari pajak dan kewajiban tertentu. Ekonomi bawah tanah adalah aktivitas ekonomi yang tidak terdaftar dalam lembaga resmi. Aktivitas ini memang tersembunyi atau disembunyikan, berbentuk ilegal seperti misalnya perjudian, prostitusi, human trafficking, hingga penyelundupan barang dan jasa. Modus diatas kini sudah memakai sistem online. Ekonomi bawah tanah menyebabkan sulitnya pemerintah membuat ukuran yang pasti mengenai transaksi dan nilai tambah yang harus dikenai pajak. Karena nilai transaksi dan aktivitas tersebut tidak tercatat.

Di sejumlah negara seperti di India, Jerman, dan Prancis, aplikasi Uber juga menimbulkan resistensi yang luar biasa karena menciptakan ketidakadilan bagi supir taksi konvensional dan menyuburkan praktik ekonomi bawah tanah yang menggelapkan pajak. Di Tiongkok, Uber malah melaporkan kerugian hingga Rp 13,5 trilliun karena kalah bersaing dengan layanan taksi lokal yang telah bertransformasi menggunakan aplikasi buatan pengembang lokal.

TREN LAYANAN GRATIS

Pemerintah perlu menggalakkan difusi inovasi layanan online atau aplikasi terhadap perusahaan taksi atau angkutan umum. Tak pelak lagi, aksesibilitas pada angkutan online akan menimbulkan perluasan dan diversifikasi yang besar pada usaha logistik lokal hingga nasional. Sistem logistik dan jasa kurir segera menyatu dalam platform bersama. Jasa pengiriman paket, produk hingga bahan baku industri telah menjadi kegiatan insourcing yang volumenya semakin membesar dari waktu ke waktu.

Aksesibilitas sangat tergantung pada daya inovasi suatu bangsa. Pemerintah perlu mendorong terwujudnya platform otentik yang khas Indonesia untuk mengimplementasikan berbagai macam aplikasi untuk bermacam usaha dan konten lokal. Sehingga ada nilai tambah dan daya saing bagi usaha dan bermacam profesi anak negeri.

Saatnya segenap SDM bangsa menyambut bangkitnya era platform dengan kondisi faktual di dalam negeri. Mengingat platform merupakan ekosistem yang sangat berharga dan berpengaruh yang dapat dengan cepat dan mudah mengukur, mengubah dan menggabungkan plank atau fitur-fitur baru, pengguna, konsumen, vendor dan rekanan.

Perusahaan raksasa seperti Google dan perusahaan-perusahaan UMKM mestinya bisa bersinergi dalam platform yang notabene merupakan model bisnis yang tak memandang ukuran dan jenis usaha atau industri. Sebuah keniscayaan bahwa platform telah menjadi model bisnis paling penting. Era platform mencuat karena kesuksesan Amazon, Apple, Facebook dan Google. Dampaknya adalah semakin menjamurnya perusahaan rintisan atau start-up yang membangun platform dan plank yang lebih kolaboratif dan mampu merangkul konsumen secara efektif.

Para Inovator negeri ini perlu diarahkan untuk menciptakan platform yang searah dengan perkembangan ekonomi digital. Para inovator negeri ini perlu mengatasi fenomena aplication is eating the world.  Kapasitas inovasi juga perlu mengkaji lebih dalam fenomena long tail economic. Yang merupakan pergeseran ekonomi dalam hal ini produk utama dan pemimpin pasar yang jumlahnya hanya beberapa menuju niche-niche kecil yang jumlahnya banyak. Pergeseran seperti itu diprediksi akan meningkat berbanding lurus dengan waktu. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya biaya produksi dan distribusi khususnya dalam bisnis online.

Dengan rendahnya biaya-biaya tersebut maka ada kebebasan memasarkan produk-produk spesifik tanpa harus berpikir tentang cost yang tinggi. Teori long tail digagas oleh Chris Anderson. Teori itu menyatakan bahwa dengan melayani pasar minoritas, membuat dan menyediakan produk dan jasa (low in demand) yang sesuai secara konsisten akan dapat meningkatkan keuntungan yang besar dibandingan jika harus bertarung dan hanya terfokus pada produk atau jasa yang sudah lebih dulu popular.

Inovasi tentang aplikasi layanan jasa akan terus berkembang dan membutuhkan kreatifitas terus menerus. Bisa jadi inovasi angkutan online semacam Uber Taxi dan Grab Car akan tumbang dengan kreatifitas model bisnis baru. Ada model bisnis yang menarik terkait dengan asumsi diatas.  Hal itu bisa kita lihat di kota Paris, disana ada model bisnis yang menyewakan sepeda secara gratis. Model bisnis yang dikenal dengan istilah Velib ( kependekan dari velo libre atau sepeda gratis ) itu beroperasi pada 1.451 stasiun dengan jumlah sepeda yang dioperasikan mencapai ratusan ribu. Model gratis diatas sangat menguntungkan masyarakat dan para wisatawan dalam aktivitas transportasinya. Sementara operator sepeda gratis diatas juga memperoleh keuntungan dari sisi yang lain seperti kerjasama mutual dengan pusat perbelanjaan atau restoran disekitar pangkalan sepeda gratis. Karena data menunjukan bahwa pemakai sepeda gratis tersebut cenderung membelanjakan uangnya didekat pangkalan sepeda tersebut.

Platform usaha akan diwarnai dengan kondisi free atau menjadi gratis. Salah satu model bisnis global yang akan terus menjadi kejutan adalah menawarkan layanan gratis dan memetik keuntungan dari sisi yang lain. Chris Anderson dalam buku best seller-nya berjudul gFreeh menyebutkan bahwa gratis adalah harga radikal yang akan mengubah masa depan. Teori Chris Anderson tersebut sebaiknya menjadi inspirasi bagi para pengembang aplikasi dan platform baru di negeri ini. Teori diatas telah  dibuktikan oleh Facebook dan Google. Dimana kedua perusahaan internet global tersebut menyediakan layanan gratis kepada warga dunia. Andai saja kedua raksasa internet tersebut sejak awal mensyaratkan pengguna untuk membayar layanannya, mungkin kedua perusahaan tersebut tidak bisa berkembang seperti sekarang.

*) BIMO JOGA SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA,
President Director & CEO Euro Management Indonesia. Sekjen Pengurus Pusat IABIE (Ikatan  Alumni Program Habibie).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar