Jumat, 22 April 2016

Meneguhkan Indonesia di Eropa

Meneguhkan Indonesia di Eropa

Oleh:  Bimo Joga Sasongko


Selama ini, Indonesia belum sekuat tenaga dalam meneguhkan hal di atas. Kita masih kalah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea Selatan, Tiongkok, India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di jantung Eropa masih kalah jumlahnya jika dibandingkan dengan ke tiga macan Asia di atas.

Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adanya Partnership Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dan Uni Eropa perlu dikonkretkan terutama yang terkait dengan pengembangan SDM unggul.

Belajar dari Jerman
Jerman merupakan negara yang sangat strategis bagi Indonesia sebagai tempat untuk pengembangan mutu SDM, terutama teknologi dan industri. Apalagi kini ada momentum membaiknya iklim investasi Jerman di Indonesia. Setelah mengalami penurunan investasi beberapa tahun terakhir, tahun 2015 terlihat peningkatan penanaman modal Jerman di Indonesia.

Bahkan Duta Besar RI untuk Jerman Fauzi Bowo sangat progresif untuk menggenjot penanaman modal tersebut. Hasilnya pada 2015 ada peningkatan 14% dibandingkan 2014. Dengan kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman diharapakan semakin meningkatkan presentase di atas.

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan. Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman juga diwarnai dengan kerjasama dengan perusahaan terkemuka Jerman, Siemens terkait teknologi pembangkitan energi dan kerjasama terkait teknologi logistic kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja sama seperti di atas tentunya melibatkan pengembangan SDM.

Saatnya Indonesia belajar dari Jerman terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system sukses dan menjadi model ideal bagi dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat pendidikan ketrampilan di Siemenstadt, hal itu bisa dijadikan acuan bagi kementerian pendidikan dan kementerian tenaga kerja.

Saat ini, negara Uni Eropa memang sedang menerapkan system pendidikan kejuruan dengan system baru untuk mengatasi pengangguran kaum muda. Jerman tidak didera oleh masalah pengangguran yang hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan yang dinamakan duale ausbildung. Atau di kalangan internasional itu disebut sebagai duales system.

Berdasarkan prinsip tersebut para siswa langsung belajar praktek di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktek kerja di perusahaan mendapat bobot yang sama. Contohnya, perusahaan otomotif Volkswagen telah sukses merekrut 17 ribu calon tenaga kerja dari seluruh dunia untuk mengikuti duales system pendidikan.

Hingga kini Volkswagen giat menerapkan sistemitu pada semua cabangnya di negara lain. Sejak 2012 Menteri Pendidikan Jerman Annette Shavan menandatangani kerjasama dengan berbagai Negara untuk mengadopsi sistem tersebut. Kerjasama itu menjadikan sekitar 30.000 pemuda ikut serta dalam program pertukaran magang.

Di negara-negara mitra akan dibangun 30 jaringan pendidikan kejuruan regional. Target kerja sama di atas adalah sampai tahun 2020 diharapkan 80 % anak muda di Uni Eropa bisa mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri disana.

Sikap Terbuka Jerman
Mestinya Indonesia juga tidak ketinggalan dengan hal tersebut, perlu kerja sama baik oleh pihak pemerintah maupun oleh konsultan pendidikan internasional yang ada di Indonesia. Selama sepuluh tahun terakhir, Jerman memiliki tingkat pengangguran pemuda yang rendah di bawah ratarata negara maju di dunia yang mencapai sekitar 8%.

Apalagi kondisi Eropa akhir-akhir ini sangat rentan krisis ekonomi. Hal itu terjadi di Yunani yang mana satu dari tiga orang pemuda di bawah usia 25 adalah pengangguran. Jerman juga sangat terbuka dalam hal ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah asing di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undangundang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non Uni Eropa.

Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menghadapi datangnya bonus demografi. Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi di sana ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta, dan sampai tahun 2060 menjadi 65 juta, sehingga dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.

Pertumbuhan home industri di Jerman menyebabkan negeri itu perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Kondisi di atas menunjukan bahwa pengembangan industri kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian bersama perusahaan besar.

Ada tren peningkatan minat di kalangan pemuda Indonesia untuk belajar di Eropa. Pada akhir 2014, jumlah mahasiswa Indonesia yang berangkat untuk studi ke Eropa mencapai 5.800 mahasiswa. Jumlah ini mengalami kenaikan tiga kali lipat dari tahun 2011 atau meningkat lebih dari 30% dibandingkan dengan 2013.

Secara keseluruhan, sekitar 9.000 mahasiswa Indonesia saat ini sedang belajar di Eropa. Adanya Partnership Cooperation Agreement antara Indonesia dan Uni Eropa perlu disertai langkah konkret. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia. Mereka memberikan bea-siswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi di Eropa atas biaya perusahaan tersebut.

Bimo Joga Sasongko, President Director & CEO Euro Management Indonesia; sekjen Pengurus Pusat Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar