Minggu, 12 Maret 2017

Mencetak SDM Keamanan Siber



Mencetak SDM Keamanan Siber
Oleh Bimo Joga Sasongko

Kementerian Kominfo tengah menjaring warga negara yang memiliki talenta keamanan siber atau cyber security. Untuk itu diluncurkan program merekrut 10.000 SDM siber atau biasa disebut tentara siber. Merekalah yang nantinya memiliki kemampuan untuk mengamankan domain teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai lini.
Demi suksesnya program di atas, dilakukan roadshow di sepuluh kota besar di Tanah Air. Rekrutmen SDM keamanan siber terutama difokuskan bagi generasi muda. Mereka akan dididik lalu diterjunkan untuk menjaga keamanan informasi di Indonesia. Dari sepuluh ribu tentara siber akan dipilih seribu orang untuk diberi sertifikat khusus. Dan bagi seratus orang terbaik akan dilatih secara khusus dalam Digital Camp, lalu diberikan peran untuk membantu industri strategis dan lembaga pemerintah dalam sebuah program yang bertajuk Born to Control.
Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat dalam hal penggunaan internet selama ini belum dibarengi dengan pembentukan tentara siber. Akibatnya kondisi dunia maya sangat riskan dan berpotensi terjadinya kejahatan dan serangan yang bisa merugikan bangsa dan kepentingan masyarakat.
Selama ini garda terdepan keamanan siber adalah Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri. Namun jumlah personelnya hingga 2016 sangat terbatas, hanya sekitar 25 orang. Sebagai pembanding jumlah SDM keamanan siber di Tiongkok mencapai 18.000 orang. Untuk mewujudkan keamanan siber, pemeritah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto membentuk Badan Siber Nasional (Basinas). Badan ini dimaksudkan untuk mengatasi serangan siber (cyber attack) dan memberantas berbagai macam kejahatan dunia maya.
Serangan siber terjadi ketika intensitas dan skala ancaman siber meningkat dan berubah dari ancaman yang bersifat potensial menjadi aktual berupa kegiatan atau tindakan yang bertujuan untuk memasuki, menguasai, memodifikasi, mencuri, merusak, menghancurkan atau melumpuhkan sistem dan aset informasi.
Selain mengatasi serangan siber, Basinas juga bertugas menghadapi perang siber (cyber war) yang dilakukan secara terkoordinasi dengan tujuan mengganggu kedaulatan negara. Salah satu contoh serangan siber adalah Worm Stuxnet terhadap sistem komputer fasilitas reactor nuklir di Iran. Contoh lain adalah di Amerika Serikat yang pernah mengalami serangan siber yang menyebabkan 25.000 data pemerintah dicuri dan kantor Gedung Putih sempat mengalami kondisi darurat dan nyaris lumpuh beberapa saat.
Basinas sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap keamanan siber nasional membutuhkan SDM yang tangguh terhadap keamanan siber. Oleh karena itu relevan untuk perlu mencetak SDM siber dari berbagai kalangan dan latar belakang pendidikan. Para diaspora Indonesia yang selama ini bergerak dalam bidang teknologi informasi dan teknologi di perusahaan terkemuka dunia bisa direkrut untuk memperkuat Basinas.
Indonesia harus segera mencetak SDM siber untuk memperkuat matra tempur baru. Dengan demikian dari aspek pertahanan negara, Indonesia kini memiliki empat matra pertahanan, yakni angkatan darat, laut, udara, dan dunia maya (siber).
Sistem keamanan siber untuk setiap negara diawasi dan dikoordinasikan oleh Computer Emergency Response Team (CERT) yang berpusat di Amerika Serikat. Di Indonesia yang selama ini menjadi country cordinator untuk CERT adalah ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure). Namun selama ini lembaga ini belum mampu menjangkau keseluruhan pertahanan dan keamanan cyber space.
Masih banyak infrastruktur nasional yang terbuka dan telanjang sehingga bisa menjadi sasaran empuk serangan siber. Seperti pembangkit tenaga listrik, pengendali lalu lintas udara, pasar keuangan, pengendali lalu lintas jalan raya dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu dibutuhkan SDM siber yang tangguh tersebar di berbagai lembaga dan tim CERT yang ada di Indonesia. Yang meliputi, pertama, pertahanan siber militer yakni Center of Cyber (COC) Kementerian Pertahanan.
Kedua, keamanan publik siber pemerintah (KP-CERT). Ketiga, instansi pemerintah dan badan usaha (I/P/ BU-CERT). Keempat, komunitas dan akademik (K/A-CERT). Kementerian Pertahanan membutuhkan SDM yang andal untuk mengkoordinasikan Center of Cyber (CoC) sebagai unit induk terdepan. Keberadaan CoC diikuti dengan pembentukan unit khusus CERT di setiap angkatan, yakni ADCERT, AL-CERT, AU-CERT. Setiap angkatan membutuhkan unit yang lebih kecil lagi seperti di kesatuan setingkat batalyon.
Semua itu membutuhkan SDM siber yang memiliki spesialisasi tinggi lewat pendidikan atau pelatihan khusus untuk menghadapi serangan atau perang siber. Sehingga di lapangan mampu bertanggung jawab menjaga jaringannya dan senantiasa mengikuti dinamika modus-modus peretasan, pemantauan dan perlindungan jaringan. SDM siber sekaligus juga meneguhkan sistem e-Defense yang pada saat ini telah menjadi doktrin militer global. Solusi masalah pertahanan harus ditangani dengan optimalisasi teknologi informasi.
Solusi tersebut antara lain perlu segera mewujudkan electronics defense system atau e-Defense. Pengembangan teknologi e-Defense menuju integrated digitalized battlefield bagi ke-4 matra pertahanan negara. Mencetak jumlah SDM siber juga untuk mengembangkan sistem pertahanan negara yang menekankan faktor geostrategis, baik ke dalam maupun ke luar. Faktor geostrategi ke dalam mengarahkan pembuatan kebijakan pertahanan untuk menciptakan sistem pertahanan yang tangguh didasarkan atas konsep unified approach yang mencakup seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Sedangkan faktor geostrategic ke luar memerlukan kebijakan pertahanan untuk mengembangkan kemampuan penangkal yang tangguh melalui pengembangan TIK dan sistem peringatan dini.
Dengan e-Defense bisa dilakukan evaluasi secara cepat dan akurat terhadap postur pertahanan nasional, akuisisi persenjataan yang diperlukan, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan. Selama ini evaluasi di atas sulit dilakukan karena harus mengombinasikan alokasi sumber daya nasional yang diperlukan untuk memper tahankan postur pertahanan yang eksis dan untuk memulai program modernisasi atau arms build-up.
Program modernisasi sangat mendesak dilakukan untuk mencegah semakin lebarnya kesenjangan kapabilitas militer negeri ini dengan negara tetangga. E-Defense sangat menunjang strategi pertahanan yang kini mengarah kepada transformasi sistem persenjataan ke arah konektivitas. Dengan kata lain kekuatan militer sekarang ini banyak tergantung pada TIK atau networking yang mampu meningkatkan kewaspadaan di segala medan.
Tak bisa dimungkiri internet protocol (IP) memegang peranan penting dalam jaringan sistem informasi karena bisa menghubungkan komunikasi dari darat, laut, udara, bahkan dari luar angkasa. IP juga memiliki kemampuan untuk membuat bermacam-macam sistem komunikasi. Komunikasi antarmatra pertahanan bisa dijembatani.
Selain itu, IP juga bisa diintegrasikan dengan sistem GPS untuk memberikan informasi posisi yang akurat dan realtime mengenai keadaan di lapangan. Eksistensi COC Kementerian Pertahanan sangat penting untuk pengembangan e-Defense. Antara lain untuk memonitor aktivitas operasional di markas dan alutsista hingga menyangkut unit personel terkecil yang sedang bertugas di lapangan.
Seperti dalam hal penjagaan terhadap garis perbatasan dan pulau-pulau terluar yang membutuhkan personel infanteri yang tangguh dan modern. Beberapa konsep pasukan infanteri masa depan tidak terlepas dari dunia TIK. Personel pasukan infanteri masa depan harus dilengkapi alat navigasi dan komunikasi digital, perangkat komunikasi taktis untuk suara dan data serta persenjataan baru yang termonitor secara baik. Pasukan infanteri masa depan merupakan integrated fighting system individual.
Perangkat yang melekat pada personel infanteri di garis depan itu berupa persenjataan, helmet, komputer, digital and voice communications, system penanda posisi dan navigasi, pakaian pelindung serta perlengkapan personel.
Kelengkapan lain berupa GPS dan pedometer dead recording system yang dapat mengikuti gerak prajurit di lapangan. Dengan perangkat yang demikian maka wilayah perbatasan dan pulau terluar bisa diamankan dengan baik.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University. Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE

http://www.beritasatu.com/investor/419024-mencetak-sdm-keamanan-siber.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar