Senin, 23 Juli 2018

Legislator Cendekiawan Semakin Langka



Partai politik telah menyerahkan daftar calon legislatif (caleg) Pemilu 2019 untuk diverifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seperti sebelumnya postur caleg yang disodorkan banyak dari kalangan kader partai, artis, pengusaha dan mantan atlet. Parpol mengandalkan sederet selebritis yang gaya hidupnya super mewah untuk mendulang suara rakyat. Terjadi juga transaksi atau transfer artis antarpaprpol dengan nilai cukup tinggi.
Melihat postur caleg yang disodorkan oleh parpol, terlihat postur legislatif mendatang  mengalami kelangkaan legislator cendekiawan. Publik menyambut dingin  daftar caleg dan merisaukan integritas serta kompetensi para legistrator yang disodorkan parpol. Kerisauan publik itu pada pemilu legislatif yang lalu juga dinyatakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP).
Proses penyusunan caleg belum sesuai dengan harapan rakyat luas. Padahal sosok legistrator yang didambakan rakyat sangat kontradiktif dengan kepentingan pengurus parpol. Masih kuat dalam persepsi  publik, moralitas, integritas dan kapasitas legistrator masih jauh dari harapan. Moralitas dan integritas mereka hingga periode legislatif saat ini masih sarat dengan perilaku korup. Dengan mata telanjang publik melihat aktifitas dan gaya hidup para anggota DPR/DPRD masih penuh kemewahan dan boros.
Kompetensi dan kinerja anggota legislatif yang belum menggembirakan mestinya menjadi perhatian parpol. Sesuai dengan harapan rakyat, parpol seharunya menekankan pentingnya sosok legislator cendekiawan nan bersahaja. Mereka adalah figur politisi cendekia yang artikulatif dan visioner pada zamannya. Pada kapasitas diri mereka telah bersenyawa antara aktivis politik dan kecendekiawanan secara utuh.
Sejarah negara ini banyak menghadirkan sosok politisi cendekiawan yang kehidupan pribadinya bersahaja atau hidupnya penuh keserhanaan, namun kiprah dan pemikirannya luar biasa. Mereka adalah politisi paripurna yang telah hadir dan menghiasi sejarah bangsanya. Kini rakyat merindukan sosoknya pada saat ini tengah mengalami kekeringan politisi cendekiawan.
Rakyat merindukan politisi cendekiawan seperti Agus Salim, Mohammad Natsir, atau Kasman Singodimedjo. Mereka itu sosok sederhana yang sikapnya lembut dan toleran, namun dia adalah cendekiawan dan organisator yang hebat.
Legislator pertama Indonesia yakni Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa memimpin adalah menderita, sesuai dengan pepatah Belanda ”leiden is lijden”. Pepatah itu menjadi suatu keharusan jalan pengabdian, bagi mereka yang memahami bahwa kebahagiaan rakyat lebih utama ketimbang pemimpinnya. Ini sangat tepat jika kita meneropong sepak terjang para pahlawan bangsa yang notabene sebenarnya mereka itu adalah politisi cendekiawan.
Seharusnya parpol menjunjung kewajiban sejarah untuk mencetak dan menemukan kembali sosok-sosok politisi cendekiawan. Meminjam istilah Presiden ketiga RI BJ Habibie, sosok tersebut pada saat ini adalah SDM bangsa yang terbarukan dan unggul dalam profesinya. Biasanya kader pembangunan itu bukan aktivis ataupun pengurus parpol. Karena waktunya banyak tercurah untuk mengembangkan profesi dan memupuk karyanya. Mereka itu adalah sosok-sosok professional non partai, tetapi memiliki visi, kompetensi dan karya inovasi yang sangat berguna bagi pembangunan.
Keniscayaan bagi parpol untuk memberikan porsi pencalegan kepada kader pembangunan. Namun, pengurus parpol kurang berminat menarik kader pembangunan agar mereka mau duduk di lembaga legislatif.
Kinerja yang terukur

Tak bisa dimungkiri, rakyat masih prihatin karena hingga kini negeri ini belum memiliki postur lembaga legislatif yang memiliki integritas dan bobot profesionalitas yang memadai. Tahapan pemilu legislatif semakin tidak kondusif untuk menjaring anak-anak intelektual bangsa agar bersedia menjadi wakil rakyat. Spektrum tahapan pemilu tahun 2019 terlalu luas karena pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Masyarakat banyak lah yang kuatir terkait dengan kecakapan, kompetensi dan kejujuran para legislator. Selama ini banyak legislator yang kurang memiliki kecakapan intelektual dalam membedah berbagai persoalan nasional dan daerah. Padahal mereka diberi gaji besar dan fasilitas mewah.
Kecakapan intelektual  legislator juga menyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual  maupun digital. Hingga saat ini sistem informasi lembaga legislatif di Indonesia masih belum efektif. Buruknya sistem informasi legislatif yang ada sekarang ini juga menghambat peningkatan profesionalitas. Akibatnya, proses check and balance tidak berjalan baik. Mestinya, sistem informasi legislatif bisa membantu para politisi untuk mengelola aspirasi. Juga merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif dalam tugas legislasi seperti proses penyusunan undang –undang atau peraturan daerah, menyusun APBN/APBD dan lainnya.
Di masa mendatang publik terus menuntut adanya ukuran kinerja dan bobot pekerjaan bagi legislator yang tertata dan terukur dengan baik. Selama ini kinerja legislator tidak pernah terukur secara benar.
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, sudah dirumuskan standar kinerja legislator secara rinci. Perlu dicontoh Amerika Serikat yang sudah ada standarisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi legislator yang setiap tahun selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Disana juga terdapat lembaga yang melakukan penilaian, yakni National Standards for Civics and Government. Lembaga tersebut mengukur kemampuan legislator dalam menjalankan tugasnya. Persaingan sengit untuk menggapai kursi legislatif dan besarnya ongkos politik yang harus dikeluarkan selama kampanye menyebabkan ketulusan dalam berpolitik sekarang ini semakin menipis. Pesta demokrasi berlangsung dengan biaya yang amat tinggi. Baik biaya yang harus ditanggung oleh negara, parpol, maupun yang dipikul individu politisi.
Akibatnya legislator cendekiawan semakin sulit terwujud. Risikonya, kedepan masih banyak legislator yang berkinerja buruk. Karena tingkatan problem solving para legislator juga masih rendah, utamanya yang menyangkut thinking challenge, yakni kemampuan berpikir kreatif dan inovatif untuk memecahkan masalah pembangunan.

*Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar