Kamis, 11 Oktober 2018

TNI dan Tantangan Revolusi Industri 4.0


Oleh Bimo Joga Sasongko | Selasa, 9 Oktober 2018 | 10:55

Peringatan HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-73 dilaksanakan secara sederhana tetapi sarat makna. Peringatan kali ini juga difokuskan untuk mengatasi situasi bangsa yang diliputi duka akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah mengerahkan secara optimal personel dan alutsista yang dimiliki ketiga angkatan untuk menangani korban gempa Sulteng serta mengatasi isolasi daerah akibat rusaknya berbagai infrastruktur.

Saat ini Panglima TNI juga tengah fokus untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tantangan era revolusi Industri 4.0. Salah satu caranya adalah lewat pendidikan dan kursus reguler bagi kesatuan TNI untuk mengikuti dan menguasai perkembangan bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0.

Apalagi Presiden Joko Widodo juga telah mencanangkan strategi Making Indonesia 4.0 yang telah menjadi pedoman bagi seluruh kementerian dan lembaga negara. TNI yang merupakan alat Negara tentunya sangat berkepentingan untuk mengantisipasi secara cepat dan tepat tentang perkembangan global terkait dengan Industri 4.0.

Apalagi seluruh alutsista TNI kini serba canggih yang dioperasikan dan dikontrol secara digital. TNI bersiap menghadapi perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi Industri 4.0. Dalam era tersebut tentunya kekuatan militer menjadi salah satu unsur penting karena perkembangan teknologi telah mengubah seluruh tatanan strategi militer. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh personel TNI maupun para Taruna-Taruni Akademi Militer.

Menurut konsultan dunia terkemuka Deloitte, bahwa Industri 4.0 mampu meningkatkan tingkat kesiapan operasional militer. Kemajuan dalam teknologi Industri 4.0 sangat membantu organisasi pertahanan negara meningkatkan kesiapan dan keefektifan mereka.

Bermacam alutsista dan infrastruktur militer penunjang kini telah menerapkan dan didukung dengan teknologi Internet of Things (IoT) dan teknologi Big Data. Teknologi pilar Industri 4.0 itu sangat membantu perencanaan tugas militer, operasi militer maupun untuk efektivitas anggaran militer suatu negara.

Dalam laporan terbaru, Deloitte menyatakan bahwa pasukan pertahanan AS mampu meningkatkan kesiapan mereka berkat teknologi Industri 4.0. Upaya keras pimpinan TNI untuk membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia harus didukung penuh.

Baik pendidikan dan latihan terkait bidang kemiliteran, maupun untuk pendidikan umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) unggulan yang dikelola oleh keluarga besar TNI. Seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Taruna Nala, dan SMA Pradhita Dirgantara. Semuanya memiliki misi besar untuk mencetak SDM unggul khususnya bidang hankam yang mampu mewujudkan metode pengamanan yang paling tepat untuk Indonesia.

Hal itu searah dengan visi Presiden Joko Widodo yang dikemukakan saat memberikan pembekalan kepada perwira remaja TNI/Polri, di Mabes TNI. Tak hentinya-hentinya Panglima TNI menyatakan bahwa Indonesia kini termasuk dalam wilayah Indo Pasifik yang sangat dinamis, sehingga memiliki peluang dan tantangan untuk menghadapi perubahan geopolitik yang terjadi tiba-tiba.

Oleh karena itu, Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan Negara maju untuk menjawab tantangan revolusi Industri 4.0 beserta dampak sosialnya. Panglima TNI menyatakan alutsista Indonesia harus segera mengikuti perkembangan pesat teknologi digital.

Alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI harus segera dikembangkan menjadi berbasis teknologi digital. Keniscayaan pembaruan alutsista itu perlu dilakukan mengingat jenis teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0 semakin bergerak cepat dan sulit dikuasai.

Tak pelak lagi sekarang setiap orang dan setiap pasukan TNI terhubung dengan internet satu sama yang lain. Keterbukaan informasi semakin lebar sehingga kita harus mengimbangi dengan perkembangan revolusi tersebut. Alutsista TNI juga harus secepatnya dikembangkan agar berbasis pada penggunaan teknologi big data dan artificial intelligence.

Berdasarkan renstra, kebijakan perencanaan pertahanan 2019 diwujudkan melalui arah kebijakan penguatan pertahanan, yaitu: penyelenggaraan Operasi Militer Selain Perang (OMSP); pengadaan Alutsista TNI dalam rangka pemenuhan Minimal Esential Force (MEF); serta pemeliharaan dan perawatan Alutsista TNI.

Selanjutnya, pembangunan sarana dan prasarana satuan alutsista TNI dan satuan baru; peningkatan sarana dan prasarana perbatasan; serta penguatan industry pertahanan. Sasaran yang akan dicapai melalui alokasi anggaran fungsi pertahanan tahun 2019 di antaranya ialah pengadaan 125 paket kendaraan taktis, suku cadang, kendaraan tempur, dan suku cadang kendaraan taktis; pengadaan/penggantian 3 unit kendaraan tempur; pengadaan/ penggantian 688 pucuk senjata dan amunisi; pembangunan 18 unit KRI, KAL, dan Alpung; serta modernisasi 1 paket Command Center Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).

Menurut kajian Global Power, Indonesia menempati peringkat ke-19 dari 55 negara yang disurvei dalam urutan kekuatan pertahananan negara. Terkait dengan unsur kekuatan pertahanan kapal perang, Indonesia menduduki peringkat 39 dunia.

Kondisi tersebut tentunya belum menggembirakan karena Indonesia adalah negara maritim. Jumlah kapal perang milik TNI AL masih kurang memadai untuk mendukung operasi ketiga armada wilayah. Visi kemaritiman Presiden Joko Widodo bisa terwujud jika didukung dengan kekuatan laut yang tangguh.

Perlu mewujudkan postur armada Nusantara bisa masuk lima besar dunia. Untuk itu dibutuhkan kekuatan Armada Nusantara yang terintegrasi antara kapal perang, pesawat udara maritim, dan ketangguhan pangkalan. Panglima TNI sangat memperhatikan faktor kapabilitas pertahanan negara yang mesti dikembangkan untuk mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta.

Kapabilitas itu dibuat berdasarkan strategi pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan, dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan strategi pertahanan negara, kapabilitas pertahanan negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan, yakni kapabilitas pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap warga bangsa.

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar