Minggu, 12 Juli 2020

BJ Habibie dan Jembatan Udara

BJ Habibie dan Jembatan Udara

Bimo Sasongko
President Director & CEO | Founder
EURO MANAGEMENT INDONESIA


Sepanjang bulan Juni sangat istimewa untuk Bangsa Indonesia. Istimewa karena empat dari Presiden RI lahir di bulan Juni, yakni Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Joko Widodo. Presiden ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ) Habibie, di lahirkan pada 25 Juni 1936 di Pare-pare, Sulawesi Selatan.

Ada peran sejarah BJ Habibie untuk mewujudkan impian Ibu Pertiwi yang menginginkan adanya jembatan udara Nusantara, yang menghubungkan kepulauan Indonesia dan kawasan regional.Serta mampu mendarat pada bandara perintis di daerah terpencil.

Semua Presiden RI senantiasa berpikir keras demi mewujudkan kemajuan bangsa. Presiden ke-3 RI BJ Habibie sejak remaja hingga akhir hayat, langkah dan sumpahnya berorientasi pada impian Ibu pertiwi. Impian itu semakin mengkristal ketika Habibie muda pada 1955 bertemu dengan Presiden pertama RI.

Saat itu Bung Karno menyatakan impian-impian Ibu Pertiwi terkait dengan pentingnya kemandirian di sarana-prasarana perhubungan di Indonesia. Untuk itu dibutuhkan kapal laut dan pesawat terbang yang dibuat di dalam negeri dan dilakukan dengan kompetensi putra-putri bangsa sendiri.

Dalam perjalanan sang waktu, harapan dan keinginan Bung Karno di atas telah diwujudkan oleh BJ Habibie. Karena berhasil mendirikan bermacam wahana transformasi teknologi dan industri. Serta menyiapkan SDM unggul yang mampu bekerja sama dan bergotong-royong mewujudkan impian Ibu Pertiwi.

Selain menyiapkan wahana dan SDM kelas dunia, BJ Habibie telah menyiapkan cetak biru pembangunan infrastruktur bangsa yang berbasis kemandirian dan proses nilai tambah optimal yang berarti bagi perekonomian bangsa.

Pemerintahan saat ini seyogianya melanjutkan tahapan dan kerja detail dari BJ Habibie dalam membangun berbagai infrastruktur.

Pembangunan Infrastruktur selayaknya dipersiapkan secara matang dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan proses rancang bangunnya harus melibatkan semaksimal mungkin pihak dalam negeri.

Dengan dihapuskannya program R80 dan N245 dari proyek strategis nasional (PSN) maka bisa terjadi mislink SDM kedirgantraan bangsa.

Rakyat berharap kepada Presiden Jokowi agar meninjau kembali penghapusan program R80 dan N245. Hal itu agar tidak terjadi musnahnya kompetensi dari ribuan ahli penerbangan/kedirgantaraan.

Brain drain SDM kedirgantaraan tentunya akan memperburuk ekosistem industri kedirgantaraan nasional dan menyebabkan ketergantungan terhadap asing.

Pada era new normal akibat pandemik Covid-19, meskipun dunia industri penerbangan menjadi suram, namun “badai pasti berlalu", lalu industri penerbangan akan berperan lebih tangguh dan teknologi penerbangan akan mengalami lompatan yang berarti.

Peran jembatan udara bagi negara kepulauan seperti Indonesia semakin strategis. Untuk itu, pemerintah perlu menjalankan strategi yang jitu.

Pertama, Indonesia mesti tetap melakukan rekayasa dan rancang bangun sevcara mandiri. Lewat rancang bangun pesawat N219, R80, dan N245.

Kedua, strategi dengan melakukan rekayasa dan rancang bangun, modal bersama dengan mitra, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Ketiga, strategi mengundang mitra dari negara yang menguasai teknologi tinggi untuk berinvestasi dan memindahkan kompetensi teknologi tingginya ke Indonesia.

Strategi nomor tiga ini ikut terlibat dalam pengembangan teknologi tinggi dunia dalam strategic partnership . Meskipun dampak pandemik Covid-19 sangat dahsyat, namun tetap perlu menjadikan Indonesia bagian dari supply chain industri penerbangan dunia.

Dengan demikian akan menjadikan SDM Indonesia tidak hanya ter-upgrade dengan perkembangan teknologi terkini, tetapi juga sekaligus bisa mewujudkan pekerjaan outsourcing teknologi tinggi masuk ke Tanah Air.

Kondisi pesawat komuter saat ini yang dipakai untuk penerbangan perintis juga masih sarat dengan masalah. Jumlah pesawat dan SDM penerbangan yang mendukung penerbangan perintis masih kurang. Pesawat komuter kebanyakan bekas pakai atau sewa dari luarnegeri. Kompetensi SDM bangsa di bidang teknologi dan industry dirgantara merupakan satu dari sedikit negara yang memiliki SDM terbaik.

Perlu dicatat untuk mencetak SDM bangsa itu diperlukan anggaran besar dan waktu yang panjang. Para ahli bidang dirgantara tidak hanya berkarier di dalam negeri melainkan juga terlibat langsung dalam berbagai proses pembuatan pesawat terbang terkemuka dunia, seperti Airbus maupun Boeing.

Proyek pengembangan pesawat R80 yang sebelumnya masuk dalam PSN dikerjakan oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI). Sedangkan proyek pesawat N245 digarap oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan LAPAN.

Pesawat N245 merupakan modifikasi atau pengembangan yang berbasis pesawat CN235 yang dirancang bangun dan diproduksi pada era Menristek BJ Habibie pada era 80-an.

Kegiatan R80 tahap pertama ( phase 1) berupa preliminary design dibiayai secara private atau pribadi oleh Presiden ke-3 RI BJ Habibie.

Sebenarnya status PSN dibutuhkan hanya untuk menunjukkan adanya dukungan moril dari pemerintah dan itu menunjukkan supremasi bangsa di bidang industri dirgantara.

Political will dari pemerintah itu sebenarnya bisa menjadi modal sosial untuk melangkah ke fase pengembangan R80 berikutnya, yakni tahap strategic investment dan tahap komersial.

Meskipun dampak pandemik Covid-19 sangat dahsyat, namun tetap perlu menjadikan Indonesia bagian dari supply chain industri penerbangan dunia.

Dengan demikian akan menjadikan SDM Indonesia tidak hanya ter-upgrade dengan perkembangan teknologi terkini, tetapi juga sekaligus bisa mewujudkan pekerjaan outsourcing teknologi tinggi masuk ke Tanah Air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar