Selasa, 02 Mei 2017

Hardiknas dan Visi Kebangsaan



Hardiknas dan Visi Kebangsaan



Oleh :  Bimo Joga Sasongko

Esensi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap 2 Mei terkait erat dengan visi kebangsaan menjadi negara maju. Peringatan Hardiknas 2017 bertema Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas. Tema tersebut menyiratkan upaya besar agar SDM bangsa ini memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi untuk mendukung suksesnya Visi Indonesia 2045.
Cita-cita pendiri bangsa dan konstitusi negara menekankan pentingnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu tentunya melalui sistem dan infrastruktur pendidikan yang terbaik.
Visi kebangsaan 2045 terwujudnya Indonesia sebagai negara maju sangat tergantung kepada hasil pendidikan nasional. Visi kebangsaan tersebut sebenarnya memiliki alasan yang obyektif. Seperti digambarkan oleh lembaga riset Internasional, McKinsey Global Institute. Yang telah memproyeksikan dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang stabil serta rasio usia produktif yang dikelola dengan sistem pendidikan yang paripurna dalam rentang bonus demografi (tahun 2020-2035). Maka Indonesia bisa mewujudkan diri sebagai negara maju dan unggul pada 2045.
Prasyarat utama terwujudnya visi adalah menyempurnakan sistem pendidikan nasional. Serta membangun infrastruktur pendidikan secara besar-besaran sesuai dengan tantangan era gelombang keempat atau era konseptual. Orientasi konten atau kurikulum pendidikan harus mengedepankan daya kreatif dan inovatif untuk memacu kekuatan ekonomi bangsa.
                Kini perkembangan sistem pendidikan dunia mengarah kepada pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Dimana CTL merupakan konsep belajar yang menuntut para guru dan dosen mampu mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi aktual. Konsep diatas juga mengharuskan guru dan dosen lebih banyak berperan sebagai pendorong daya inovasi dan kreatifitas para siswa. CTL akan membuat sektor pendidikan klop dengan sektor industri.
Meneropong visi kebangsaan ada kendala besar terkait postur SDM yang eksis pada saat ini. Postur itu tergambar dalam data ketenagakerjaan 2016 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dimana jumlah angkatan kerja mencapai 127,67 juta orang.  Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebesar 47,37 persen masih didominasi oleh lulusan SD dan SD ke bawah, berpendidikan SMTP sebesar 18,57 persen dan SMTA beserta SMK sebesar 25,09 persen. Sedangkan lulusan diploma ke atas (DI, DII, DIII dan Universitas) hanya berjumlah 8,96 persen. Komposisi jumlah angkatan kerja diatas tentunya tantangan berat untuk bisa bersaing secara global.
Dengan kondisi postur SDM diatas perlu totalitas program unggulan nasional terkait pendidikan yang dikelompokkan menjadi tiga kategori. Kategori pertama, adalah program penjaringan siswa lulusan SMA yang berbakat dan memiliki prestasi akademis yang bagus untuk diberi kesempatan dan dipacu agar menjadi tenaga ahli atau ilmuwan kelas dunia. Jumlah siswa lulusan SMA berbakat setiap tahun meningkat dan tidak sebanding dengan daya tampung atau kapasitas perguruan tinggi terbaik di Tanah Air. Bahkan untuk prodi tertentu sangat tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMA berbakat.
                Dengan kondisi tersebut perlu terobosan dengan membuka kesempatan lulusan SMA berbakat untuk belajar ke luar negeri. Agar mampu menembus perguruan tinggi ternama di LN. Mereka diarahkan hingga diberi insentif lewat bea siswa atau kredit mahasiswa. Perlu program matrikulasi, penguasaan bahasa asing beserta aspek budayanya, tangguh menghadapi proses seleksi masuk perguruan tinggi, serta mendapatkan program pendampingan agar lancar sewaktu belajar di LN.
Sebaiknya setiap pemerintah daerah bekerja sama dengan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) membuat program pengiriman kaum belia lulusan SMA terbaik di daerahnya untuk diberi beasiswa kuliah di LN. Apalagi studi di negara maju seperti di Jerman dan Prancis biaya kuliahnya gratis. PT di sana tergolong  universitas terbaik di dunia.
Kedua, adalah ketegori program vokasional berbasis link and match yang harus digenjot secara totalitas. Penekanan program adalah mengembangkan sistem apprenticeship seluas-luasnya di Tanah Air. Apalagi para pemimpin pemerintahan dan bisnis di negara anggota G-20 telah menekankan pentingnya apprenticeship yang bermutu dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan bagi lulusan SMTA atau SMK.
Ketiga, adalah ketegori program pendidikan informal untuk segmen masyarakat berpendidikan rendah, lulusan SD atau tidak tamat SD serta lulusan SMP. Pendidikan informal bisa mereduksi masalah sosial khususnya di perdesaan. Tahap pertama untuk program ini adalah membenahi organisasi pendidikan nonformal yang ada. Baik di tingkat desa atau kecamatan yang biasa disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) dan di tingkat Kabupaten/Kota yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Organisasi ini harus dimodernisasi prasarananya serta kurikulumnya disesuaikan dengan kemajuan jaman.
Jika ketiga kategori program unggulan nasional diatas berhasil dilaksanakan maka pada saat bonus demografi bangsa berlangsung, SDM bangsa bisa terkelola dengan baik. Sekedar catatan, rasio sederhana bonus demografi dapat digambarkan bahwa disetiap 100 penduduk Indonesia, terdapat 64 orang yang berusia produktif, sisanya 46 orang adalah usia anak-anak dan lansia. Rasio usia produktif di atas 64 persen sudah cukup bagi Indonesia untuk bergerak menjadi negara maju. Itu adalah rasio usia produktif terbaik Indonesia yang berlangsung dari 2020 dan akan berakhir pada 2035. Suksesnya program unggulan terkait pendidikan akan mengamini prediksi McKinsey Global Institute yang menyatakan Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi tujuh besar dunia pada 2030.  
Peringatan Hardiknas 2017 merupakan momentum untuk meneguhkan milestone pengembangan SDM nasional agar bisa bersaing secara global. Dalam lintasan abad, kita bisa menyimak sejarah perkembangan bangsa-bangsa di dunia. Perjalanan dari negara kurang maju sampai menjadi maju terlihat siklusnya semakin pendek. Pada era peradaban Mesir kuno perlu beberapa ribu tahun, Peradaban Romawi dan Yunani dalam order kurang dari seribu tahun, Era Renaisance dan Peradaban Islam sepanjang 700-an tahun, Eropa kurang dari 400 tahun, Amerika Serikat perlu sekitar 200-an tahun, Jepang kurang dari seratus tahun, dan kemajuan naga Asia seperti Korea Selatan dan Tiongkok adalah fenomena yang menarik karena butuh waktu efektif kurang dari lima puluh tahun untuk mewujudkan kemajuan.

*) BIMO SASONGKO BSAE, MSEIE, MBA, Presdir & CEO Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE,  Wakil Sekjen ICMI.
 



Minggu, 09 April 2017

Ucapan Selamat & Sukses Menempuh Ujian Nasional 2017

Ucapan Selamat & Sukses Menempuh Ujian Nasional 2017

IABIE ADDRESS To 3.2 Million
Indonesian Students Across The *Nation. *

IABIE menyampaikan ucapan selamat kepada 3.2 juta siswa-siswi SMA/SMK/MA, Tahun Ajaran 2016 - 2017 yang menempuh Ujian Nasional (UN) serentak di Seluruh Pelosok Tanah Air Indonesia pada tanggal 10 April - 13 April 2017 yang disampaikan oleh Ketua Umum IABIE, Bimo Sasongko.

"Semoga kalian semua menjadi calon-calon pemimpin Bangsa Indonesia yang akan membangun Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang maju, unggul, dan dihormati oleh berbagai Bangsa di Dunia ini."

Pernyataan & Ucapan IABIE tersebut dapat dilihat di link video yang berdurasi 1 menit di bawah ini:

https://youtu.be/KjUrGm0XtYM



Sabtu, 08 April 2017

Sambutan CEO Menyambut UN 2017

President Director & CEO Euro Management Indonesia, Bapak Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA menyampaikan ucapan selamat kepada 3.2 juta siswa-siswi SMA/SMK/MA, Tahun ajaran 2016 - 2017 yang menempuh Ujian Nasional (UN) serentak di Seluruh Pelosok Tanah Air Indonesia pada tanggal 10 April - 13 April 2017.

"Tunjukan bahwa kalian adalah Generasi Unggul yang Berkualitas, Cerdas dan Jujur yang akan membawa Bangsa Indonesia Menjadi Bangsa Maju & Beradab yang di segani oleh Bangsa Lain di Dunia"

Pernyataan & Ucapan Selamat Bimo Sasongko dapat dilihat di link video di bawah ini:

https://youtu.be/Jk7hL1NrtVc


Minggu, 02 April 2017

Kerja Sama Iptek Prancis - RI

Kerja Sama SDM Iptek Indonesia-Prancis
Oleh  Bimo Joga Sasongko

Kunjungan bersejarah Presiden Prancis François Hollande ke Tanah Air merupakan momentum menata kerja sama terkait SDM Iptek kedua negara. Presiden Hollande membawa 40 pengusaha yang akan melakukan kerja sama investasi senilai 2,6 miliar dollar.
Selain agenda utama tentang kerja sama di sektor maritim dan ekonomi kreatif sebaiknya perlu menjabarkan secara detail kerja sama SDM Iptek yang selama ini telah terjalin namun belum optimal.
Perlu kejelian untuk mengambil manfaat kerjasama. Sehingga tidak lagi terjadi defisit transaksi perdagangan kedua negara yang mencapai sekitar 315 hingga 490 juta dollar AS selama ini. Defisit tersebut disebabkan karena Indonesia mengimpor berbagai jenis pesawat terbang dan infrastruktur pendukungnya dari Prancis.
Beberapa waktu yang lalu publik sempat tercengang oleh pengumuman Airbus yang mendapat pesanan dari salah satu maskapai Indonesia sebanyak 234 unit pesawat terbang. Kontrak yang ditandatangani di Istana Elysee merupakan pemecah rekor. Nilai kontrak yang mencapai 18,4 miliar euro atau sekitar Rp 230 triliun merupakan order terbanyak yang pernah diterima sepanjang sejarah Airbus.
Kontrak diatas menjadi leverage bagi Airbus dan juga Prancis untuk mengatasi kelesuan ekonomi di kawasan Eropa. Mengingat pentingnya kontrak tersebut  sampai-sampai dihadiri langsung oleh Presiden Prancis Francois Hollande.
Dengan nilai kontrak yang fantastis tersebut mestinya Presiden Prancis juga turut mendorong adanya offset SDM penerbangan untuk ratusan bahkan ribuan pemuda Indonesia untuk belajar perguruan tinggi dan pusat ristek penerbangan di Prancis.
Saatnya pemerintah  dalam hal ini Kementerian Perhubungan, Kemeterian Perdagangan dan BPPT merumuskan sistem offset dan ToT terkait dengan pembelian pesawat oleh pihak swasta dan BUMN. Perlu meneliti seluruh dokumen pengadaan pesawat yang menyangkut dokumen teknis, sertifikasi, potensi offset dan ToT maupun skema pembiayaan. 
Perjanjian kontrak pengadaan sebaiknya menekankan transfer of technology (ToT) dengan mengirimkan SDM untuk belajar dan magang di luar negeri. Apalagi kondisi SDM penerbangan di Tanah Air kini masih kurang.
Perlu program pengiriman lulusan SMA untuk kuliah ke Prancis. Apalagi strategi pembangunan Presiden Jokowi mengedepankan kemandirian bangsa dan penguasaan teknologi oleh putra-putri bangsa sendiri. Untuk itu perlu memasukkan faktor pengembangan SDM teknologi dalam setiap perjanjian pembangunan infrastruktur dan pembelian teknologi canggih dari luar negeri.
Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan sistem offset. Apalagi produk yang dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan perawatan yang membutuhkan biaya dan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni. Belanja BUMN seperti misalnya PT Garuda Indonesia (Persero) yang setiap tahun menyiapkan belanja modal atau Capex (Capital Expenditure) sekitar 500 juta dolar AS setara Rp 6,8 triliun untuk ekspansi bisnis perseroan dan anak usaha juga harus memakai skema offset. Belanja Garuda tersebut antara lain pembelian pesawat untuk Garuda dan Citilink dari Prancis yakni Airbus A330.
            Mestinya pembelian oleh Garuda harus disertai offset. Itu bisa saja dengan menggandeng industri dalam negri seperti PT Dirgantara Indonesia. Dengan demikian langkah Garuda yang terus bertransformasi sejalan pertumbuhan positif industri penerbangan dan rencana pemerintah mengembangkan infrastruktur transportasi udara dengan membuka bandara-bandara baru bisa berfungsi ganda.Perlu transparansi pengadaan pesawat terbang. Transparansi itu menyangkut masalah teknis pesawat, skema pembiayaan, pengembangan SDM, hingga jadwal penyerahan pesawat untuk dioperasikan.
Kersama SDM Iptek antara Indonesia-Prancis perlu diperluas. Banyak ahli dari Indonesia yang berkarya di Prancis dan mendapat posisi strategis disana sebagai ilmuwan berkelas dunia. Beberapa diantaranya menjadi profesor tamu dan peneliti di ENSICA Toulouse. Ilmuwan dari Indonesia lulusan Prancis juga banyak yang menjadi ahli pembuatan berbagai jenis turbin. Hal ini tentunya bisa menjadi solusi pembangunan pembangkit listrik di Tanah Air yang selama ini tergantung kepada ahli dari Cina. Para ahli Indonesia sebenarnya sudah mampu merancang bangun turbin dengan sertifikasi global.
Para ilmuwan lulusan Prancis dan Eropa lainnya siap untuk bersinergi membenuk jejaring Indonesia Integrated untuk memajukan Iptek. Lewat Indonesia Integrated, kompetensi teknolog Indonesia bisa diintegrasikan secara langsung atau melalui perusahaan/organisasi tempat mereka bekerja.
Para teknolog dan profesional di Tanah Air yang lebih menguasai lapangan sebaiknya bersinergi dengan para diaspora di luar negeri untuk melengkapi dengan pengetahuan dan jejaring yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Karena diaspora memiliki akses ke sejumlah ilmu yang belum ada di Indonesia. Di lain pihak, diaspora tidak tahu persis apa yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia. Sinergi saling melengkapi itulah yang ingin dicapai gerakan Indonesia Integrated.
Kerja sama SDM Iptek Indonesia-Prancis sebaiknya diawali dengan task force untuk mengelola sistem offset. Definisi Offset secara umum dapat diartikan sebagai mekanisme timbal balik. Kalau kita membeli pesawat terbang senilai X dari negara lain, maka kita meminta timbal balik senilai Y dari nilai pembelian tersebut. Ketentuan, jenis dan nilai Y tersebut sebaiknya segera didetailkan.  
Task force  harus mampu menjalankan fungsi strategisnya yakni  inventarisasi potensi yang bisa dikembangkan terkait offset.  Kemudian menyusun data base yang akurat terkait perusahaan-perusahaan dalam negri yang mampu menerima offset. Lalu melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan offset serta mengatasi jika ada hambatan di lapangan.
Skema offset mencakup transfer teknologi, co-production atau produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan struktur, serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Yang terdiri dari direct offset dan indirect offset. Direct offset merupakan kompensasi yang langsung berhubungan dengan kontrak pembelian. Sedangkan indirect offset atau biasa disebut offset komersial biasanya berbentuk buyback, bantuan pemasaran/pembelian alutsista yang sudah diproduksi oleh negara berkembang tersebut, produksi lisensi, hingga transfer teknologi dengan mendidik SDM.

*) BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum IABIE. Pendiri Euro Management Indonesia.



Minggu, 12 Maret 2017

Mencetak SDM Keamanan Siber



Mencetak SDM Keamanan Siber
Oleh Bimo Joga Sasongko

Kementerian Kominfo tengah menjaring warga negara yang memiliki talenta keamanan siber atau cyber security. Untuk itu diluncurkan program merekrut 10.000 SDM siber atau biasa disebut tentara siber. Merekalah yang nantinya memiliki kemampuan untuk mengamankan domain teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai lini.
Demi suksesnya program di atas, dilakukan roadshow di sepuluh kota besar di Tanah Air. Rekrutmen SDM keamanan siber terutama difokuskan bagi generasi muda. Mereka akan dididik lalu diterjunkan untuk menjaga keamanan informasi di Indonesia. Dari sepuluh ribu tentara siber akan dipilih seribu orang untuk diberi sertifikat khusus. Dan bagi seratus orang terbaik akan dilatih secara khusus dalam Digital Camp, lalu diberikan peran untuk membantu industri strategis dan lembaga pemerintah dalam sebuah program yang bertajuk Born to Control.
Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat dalam hal penggunaan internet selama ini belum dibarengi dengan pembentukan tentara siber. Akibatnya kondisi dunia maya sangat riskan dan berpotensi terjadinya kejahatan dan serangan yang bisa merugikan bangsa dan kepentingan masyarakat.
Selama ini garda terdepan keamanan siber adalah Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri. Namun jumlah personelnya hingga 2016 sangat terbatas, hanya sekitar 25 orang. Sebagai pembanding jumlah SDM keamanan siber di Tiongkok mencapai 18.000 orang. Untuk mewujudkan keamanan siber, pemeritah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto membentuk Badan Siber Nasional (Basinas). Badan ini dimaksudkan untuk mengatasi serangan siber (cyber attack) dan memberantas berbagai macam kejahatan dunia maya.
Serangan siber terjadi ketika intensitas dan skala ancaman siber meningkat dan berubah dari ancaman yang bersifat potensial menjadi aktual berupa kegiatan atau tindakan yang bertujuan untuk memasuki, menguasai, memodifikasi, mencuri, merusak, menghancurkan atau melumpuhkan sistem dan aset informasi.
Selain mengatasi serangan siber, Basinas juga bertugas menghadapi perang siber (cyber war) yang dilakukan secara terkoordinasi dengan tujuan mengganggu kedaulatan negara. Salah satu contoh serangan siber adalah Worm Stuxnet terhadap sistem komputer fasilitas reactor nuklir di Iran. Contoh lain adalah di Amerika Serikat yang pernah mengalami serangan siber yang menyebabkan 25.000 data pemerintah dicuri dan kantor Gedung Putih sempat mengalami kondisi darurat dan nyaris lumpuh beberapa saat.
Basinas sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap keamanan siber nasional membutuhkan SDM yang tangguh terhadap keamanan siber. Oleh karena itu relevan untuk perlu mencetak SDM siber dari berbagai kalangan dan latar belakang pendidikan. Para diaspora Indonesia yang selama ini bergerak dalam bidang teknologi informasi dan teknologi di perusahaan terkemuka dunia bisa direkrut untuk memperkuat Basinas.
Indonesia harus segera mencetak SDM siber untuk memperkuat matra tempur baru. Dengan demikian dari aspek pertahanan negara, Indonesia kini memiliki empat matra pertahanan, yakni angkatan darat, laut, udara, dan dunia maya (siber).
Sistem keamanan siber untuk setiap negara diawasi dan dikoordinasikan oleh Computer Emergency Response Team (CERT) yang berpusat di Amerika Serikat. Di Indonesia yang selama ini menjadi country cordinator untuk CERT adalah ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure). Namun selama ini lembaga ini belum mampu menjangkau keseluruhan pertahanan dan keamanan cyber space.
Masih banyak infrastruktur nasional yang terbuka dan telanjang sehingga bisa menjadi sasaran empuk serangan siber. Seperti pembangkit tenaga listrik, pengendali lalu lintas udara, pasar keuangan, pengendali lalu lintas jalan raya dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu dibutuhkan SDM siber yang tangguh tersebar di berbagai lembaga dan tim CERT yang ada di Indonesia. Yang meliputi, pertama, pertahanan siber militer yakni Center of Cyber (COC) Kementerian Pertahanan.
Kedua, keamanan publik siber pemerintah (KP-CERT). Ketiga, instansi pemerintah dan badan usaha (I/P/ BU-CERT). Keempat, komunitas dan akademik (K/A-CERT). Kementerian Pertahanan membutuhkan SDM yang andal untuk mengkoordinasikan Center of Cyber (CoC) sebagai unit induk terdepan. Keberadaan CoC diikuti dengan pembentukan unit khusus CERT di setiap angkatan, yakni ADCERT, AL-CERT, AU-CERT. Setiap angkatan membutuhkan unit yang lebih kecil lagi seperti di kesatuan setingkat batalyon.
Semua itu membutuhkan SDM siber yang memiliki spesialisasi tinggi lewat pendidikan atau pelatihan khusus untuk menghadapi serangan atau perang siber. Sehingga di lapangan mampu bertanggung jawab menjaga jaringannya dan senantiasa mengikuti dinamika modus-modus peretasan, pemantauan dan perlindungan jaringan. SDM siber sekaligus juga meneguhkan sistem e-Defense yang pada saat ini telah menjadi doktrin militer global. Solusi masalah pertahanan harus ditangani dengan optimalisasi teknologi informasi.
Solusi tersebut antara lain perlu segera mewujudkan electronics defense system atau e-Defense. Pengembangan teknologi e-Defense menuju integrated digitalized battlefield bagi ke-4 matra pertahanan negara. Mencetak jumlah SDM siber juga untuk mengembangkan sistem pertahanan negara yang menekankan faktor geostrategis, baik ke dalam maupun ke luar. Faktor geostrategi ke dalam mengarahkan pembuatan kebijakan pertahanan untuk menciptakan sistem pertahanan yang tangguh didasarkan atas konsep unified approach yang mencakup seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Sedangkan faktor geostrategic ke luar memerlukan kebijakan pertahanan untuk mengembangkan kemampuan penangkal yang tangguh melalui pengembangan TIK dan sistem peringatan dini.
Dengan e-Defense bisa dilakukan evaluasi secara cepat dan akurat terhadap postur pertahanan nasional, akuisisi persenjataan yang diperlukan, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan. Selama ini evaluasi di atas sulit dilakukan karena harus mengombinasikan alokasi sumber daya nasional yang diperlukan untuk memper tahankan postur pertahanan yang eksis dan untuk memulai program modernisasi atau arms build-up.
Program modernisasi sangat mendesak dilakukan untuk mencegah semakin lebarnya kesenjangan kapabilitas militer negeri ini dengan negara tetangga. E-Defense sangat menunjang strategi pertahanan yang kini mengarah kepada transformasi sistem persenjataan ke arah konektivitas. Dengan kata lain kekuatan militer sekarang ini banyak tergantung pada TIK atau networking yang mampu meningkatkan kewaspadaan di segala medan.
Tak bisa dimungkiri internet protocol (IP) memegang peranan penting dalam jaringan sistem informasi karena bisa menghubungkan komunikasi dari darat, laut, udara, bahkan dari luar angkasa. IP juga memiliki kemampuan untuk membuat bermacam-macam sistem komunikasi. Komunikasi antarmatra pertahanan bisa dijembatani.
Selain itu, IP juga bisa diintegrasikan dengan sistem GPS untuk memberikan informasi posisi yang akurat dan realtime mengenai keadaan di lapangan. Eksistensi COC Kementerian Pertahanan sangat penting untuk pengembangan e-Defense. Antara lain untuk memonitor aktivitas operasional di markas dan alutsista hingga menyangkut unit personel terkecil yang sedang bertugas di lapangan.
Seperti dalam hal penjagaan terhadap garis perbatasan dan pulau-pulau terluar yang membutuhkan personel infanteri yang tangguh dan modern. Beberapa konsep pasukan infanteri masa depan tidak terlepas dari dunia TIK. Personel pasukan infanteri masa depan harus dilengkapi alat navigasi dan komunikasi digital, perangkat komunikasi taktis untuk suara dan data serta persenjataan baru yang termonitor secara baik. Pasukan infanteri masa depan merupakan integrated fighting system individual.
Perangkat yang melekat pada personel infanteri di garis depan itu berupa persenjataan, helmet, komputer, digital and voice communications, system penanda posisi dan navigasi, pakaian pelindung serta perlengkapan personel.
Kelengkapan lain berupa GPS dan pedometer dead recording system yang dapat mengikuti gerak prajurit di lapangan. Dengan perangkat yang demikian maka wilayah perbatasan dan pulau terluar bisa diamankan dengan baik.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University. Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE

http://www.beritasatu.com/investor/419024-mencetak-sdm-keamanan-siber.html

Kamis, 02 Maret 2017

Makna Kunjungan Raja Salman



Makna Kunjungan Raja Salman
Oleh Bimo Joga Sasongko

Kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi membuka pintu kerja sama berbagai sektor, tidak hanya investasi sektor migas, misalnya pengembangan sumber daya manusia (SDM). Apalagi Visi 2030 Arab Saudi juga mengandung transformasi SDM nasional yang mengurangi kebergantungan sektor migas. 
Wakil Putra Mahkota, Muhammad bin Salman, yang juga sebagai Ketua Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan telah mengumumkan Visi Saudi 2030 yang menetapkan goal 15 tahun ke depan beserta agenda kebijakan Rencana Transformasi Nasional. Utamanya terkait diversifikasi pendapatan negara dan transformasi postur SDM nasional agar berdaya saing global.
Sekadar catatan, Arab memiliki 7,2 juta pekerja asing yang berbagi tempat dengan warga Arab sekitar 27 juta jiwa. Kerajaan melihat perlu reformasi postur SDM nasional dan komposisi ideal antara pekerja asing dan lokal. Kerajaan menyadari selama ini boleh dibilang mentalitas warganya tak mau bersusah payah serta berpikir keras untuk bangsanya. 
Segala sesuatunya diserahkan kepada tenaga kerja asing dengan imbalan gaji besar. Bahkan, fasilitas vital dan persenjataan canggih yang dibeli dari luar negeri untuk masalah operasional dan perawataannya juga bergantung pada tenaga asing.
Pemerintah Indonesia perlu mengemukakan kembali bantuan dana sektor pendidikan yang selama ini dikucurkan Arab kepada lembaga pendidikan Tanah Air, terutama pondok pesantren. 
Apresiasi dan penghargaan Arab terhadap Polri dalam mengatasi ancaman terorisme sebaiknya juga diwujudkan dalam bentuk bantuan pendidikan bagi personel kepolisian untuk belajar lagi di luar negeri. Perlu menyiapkan SDM Polri yang memiliki kompetensi tinggi bidang Threat Identification and Risk Assesment (TIRA) dalam menghadapi aksi teroris yang semakin ganas. 
Mereka kelak bisa mengidentifikasikan ancaman dan menyusun perencanaan sistem keamanan infrastruktur dengan baik. Tak pelak, semakin dibutuhkan SDM Polri yang mumpuni di bidang engineering security beserta peralatan seperti pendeteksi bahan peledak atau senjata. Juga semakin penting teknologi surveillance dengan CCTV menggunakan computer based yang mampu mengolah gambar dan video.
Sistem rekrutmen dan pendidikan SDM Polri perlu segera dirombak karena pelaku dan modus kejahatan semakin canggih. Ini memerlukan teknologi dan lintas disiplin ilmu. Apalagi perwira Polri yang persentasenya sekitar 10 persen, juga belum memiliki pola pengembangan profesi sesuai dengan tantangan zaman. 
Untuk mengatasi disparitas karier dan kompetensi perlu sistem pengembangan SDM Polri pada level perwira. Untuk itu, perlu penguasaan bahasa asing dan memilih perguruan tinggi LN untuk pendidikan para perwira Polri.
Para ulama yang mendapat kesempatan bertemu langsung dengan Salman, sebaiknya mengajukan program untuk meningkatkan kompetensi santri yang berpotensi memajukan bangsa. 
Perlu cara yang efektif untuk mencetak santri wirausaha menjadi pelaku UMKM yang kreatif dan ulet. Produktivitas sangat relevan untuk dijalankan. Kini, Arab menjadi kekuatan baru dunia yang diperhitungkan. Dia memainkan peran sentral di kawasan Timur Tengah dan forum G-20. Dunia melihat keperkasaan Arab saat melancarkan Operasi Decisive Strom ke Yaman dan membentuk Koalisi Militer Islam untuk melawan terorisme.

Kerja Sama

Arab belanja militer sekitar 10,4 persen dari PDB, sedangkan per kapitanya sekitar 17 ribu dollar AS. Belanja tersebut termasuk peringkat atas dunia. Sekadar perbandingan belanja negara lain dihadapkan PDB-nya, AS 4,8 persen, Russia 4,3 persen, Korea Selatan 2,9 persen, Malaysia 2 persen, dan Indonesia 0,89 persen. Senjata terbaru Arab yang dipamerkan antara lain pesawat tempur generasi terbaru F-15SA Elang buatan Amerika Serikat.
Besarnya belanja militer Arab dan jumlah alutsista tentu membutuhkan tenaga ahli untuk mengoperasikan dan merawat berkala. Teknisi Indonesia yang selama ini berkecimpung dalam industri pertahanan, seperti PTDI, PAL, Pindad bisa mengisi kebutuhan SDM di Arab.
SDM Iptek Indonesia bisa dikirim ke Arab untuk menambah kompetensi dan pengalaman. Apalagi Arab dan Indonesia telah resmi meneken perjanjian kerja sama di bidang pertahanan. Memorandum kerja sama resmi ditandatangani pada 2014 di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. 
Penandatanganan dilakukan Wakil Menteri Pertahanan Arab dengan Kementerian Pertahanan Indonesia. Ini merupakan pertama kalinya ada kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Arab sejak hubungan diplomatik dibuka pada 1950-an. Kesepakatan dua lembaga itu, meliputi kerja sama penelitian dan transfer teknologi alat utama sistem persenjataan (alutsista), pelatihan pasukan khusus terkait penanganan teror, dan kerja sama dalam penanganan bencana. 
Arab, yang memiliki teknologi dan senjata canggih, mengajak Indonesia dalam penelitian dan pengembangan alutsista. Kerajaan juga telah menyempatkan diri melihat sejumlah alutsista TNI yang diproduksi atau dirakit di Indonesia, seperti panser Anoa buatan Pindad di Markas Kopassus. Selain itu juga, pesawat jenis CN-295 rakitan PT DI kerja sama Airbus Military. 

Penulis Lulusan North Carolina State University
*) BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum IABIE. Pendiri Euro Management Indonesia.

http://www.koran-jakarta.com/makna-kunjungan-raja-salman/

 

Rabu, 01 Maret 2017

Video Kegiatan Kerjasama Euro Management Indonesia dengan Hartnackshule, Berlin Jerman

Rabu, 01 Maret 2017
Video Kegiatan Kerjasama Euro Management Indonesia dengan Hartnackshule, Berlin Jerman

Euro Management Indonesia sebagai Konsultan Pendidikan Internasional Terbesar di Indonesia bekerjasama dengan berbagai Institusi Bahasa Ternama di Luar Negeri. Salah satunya dengan Sekolah Bahasa Jerman Hartnackschule di Berlin, Sekolah Bahasa Jerman yg telah berdiri sejak 1915.

Sebagai salah satu penghargaan terhadap kerjasama yang baik Euro Management Indonesia dengan Sekolah Bahasa Jerman Hartnackschule, yang telah terjalin lebih dari 10 tahun lebih, sejak tahun 2006.

Pemilik sekaligus Kepala Sekolah Hartnackschule Herr Henning Lauterbach membuat video dokumentasi Kegiatan Kerjasama sebagai bentuk Penghargaan Kerjasama dengan Euro Management Indonesia sebagai salah satu partner terbesar di Indonesia.




-0:47