Selasa, 04 Juli 2017

Diaspora dan Potensi Outsourcing Global

Oleh Bimo Joga Sasongko

Kongres Diaspora Indonesia ke-4 di Jakarta dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama. Tujuan utama kongres adalah untuk menghimpun potensi yang dimiliki para diaspora Indonesia agar bisa memberikan nilai tambah dan pemikiran strategis bagi pembangunan di Tanah Air.
                Istilah “diaspora” berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti penyebaran atau penaburan. Dalam konteks pergerakan warga negara, diaspora merujuk pada penduduk yang menetap di negara lain karena berbagai faktor, misalnya mencari penghidupan yang lebih baik. Dalam perkembangan globalisasi, diaspora menjadi kekuatan ekonomi baru bagi suatu bangsa.
                Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya menjadikan bangsa ini memiliki jumlah diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India. Peran diaspora sangat penting untuk ikut memperluas lapangan kerja di Tanah Air dengan cara menangkap potensi outsourcing global. Potensi tersebut selama ini banyak dinikmati oleh India dan Tiongkok. Para diaspora dari dua negara tersebut sangat gigih merebut potensi outsourcingglobal untuk diarahkan ke negaranya.
                Untuk mewujudkan hal di atas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi mengarahkan rezeki globalisasi outsourcing ke Tanah Air. Untuk itu pemerintah harus memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini.
                Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang yang dibutuhkan outsourcing global. Biasanya para diaspora lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.
                Apalagi Presiden Jokowi memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Untuk itu disiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan pemerintah. Hal itu mengingat jumlah angkatan kerja yang kian bertambah dari tahun ke tahun.
                Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di Indonesia tahun 2016 mencapai angka 127,8 juta jiwa. Jumlah pengangguran akan mengalami penurunan yang berarti berkat outsourcing. Dengan itu para fresh graduate juga mendapatkan pelatihan kerja secara insentif sebelum disalurkan ke perusahaan rekanan.
                Pelaku usaha outsourcing hendaknya jalankan bisnisnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) membenahi standar kualifikasi perusahaan. Juga perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standardisasi manajemen fee, dan hal teknis lainnya.
                Hal itu agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan, maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama. Pemerintah bersama asosiasi dan organisasi buruh perlu program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing (BPO). Sehingga usaha outsourcing tidak kalah dengan Negara tetangga seperti Filipina. Negara tetangga ini mampu mendapatkan peluang usaha tersebut hingga mencapai US$ 25 miliar dalam satu tahun. Bidang outsourcing yang berpotensi didapat dari pasar global antara lain sektor grafis, animasi, aplikasi software.
                Sektor ketenagakerjaan kini ditentukan oleh perkembangan bisnis global yang sangat dinamis. Ditandai dengan migrasi tenaga kerja antarnegara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa tenaga kerja lokal harus meningkatkan kompetensi dan kemampuan berbahasa asing.
                Tak bisa dimungkiri perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata para kepala daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Di mana ada jenis profesi kerja yang sudah ketinggalan zaman tetapi luput dari perhatian.
                Sedangkan jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan belum dipersiapkan secara baik. Pemerintahan dituntut lebih efektif meningkatkan daya saing tenaga kerja. Apalagi pada era 2020 hingga 2030 terjadi fenomena bonus demografi, di mana usia produktif penduduk Indonesia mencapai puncaknya.
                Bonus demografi harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM bangsa terutama bagi kaum buruh. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6% dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.
                Meningkatnya jumlah penduduk pada 2035 tersebut menjadikan Indonesia negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Idealnya era tersebut menjadi momentum untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi dan daya saing ketenagakerjaan yang berstandar global.
                Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh. India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Karena SDM di sana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.
                Memajukan usaha outsourcing harus disertai pembenahan SDM perdesaan. Untuk membenahi SDM perlu terobosan yang luar biasa. Dan berani banting setir dengan program pembangunan yang ada. Masalah pemerataan pembangunan yang paling krusial terdapat di perdesaan. Kebangkitan nasional yang paling esensial adalah dengan cara membangkitkan SDM di perdesaan. Dan membangkitkan proses nilai tambah terhadap sumber daya alam (SDA) yang tersedia di masing-masing daerah.
                Saatnya membangkitkan SDM di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau kabupaten yang masih terbelakang. Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM perdesaan lewat pendidikan. Seperti yang pernah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, agar mengirim para lulusan SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah di Jepang guna mendalami teknologi budidaya mutiara dan proses nilai tambahnya. Terobosan memberikan beasiswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperluas.
               

Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)



Senin, 03 Juli 2017

Bimo Sasongko Persiapkan Sejuta Anak Bangsa Belajar ke Pusat-Pusat Peradaban di Dunia

Oleh Anwar Tandjung

Bermula dari keresahan melihat pemerintah bangsa indonesia yag belum maksimal mengurusi pendidikan ke arah yang lebih baik, Bimo Sasongko BSAE, MSEIE, MBA (sang penerima penghargaan Top Eksekutif Muslim 2017 dari Majalah Ibadah yang bekerjasama dengan Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia-IPEMI), yang waktu itu sedang melaksanakan program MBA-nya di Pforzheim University of Applied Science Fachhochschule (FH), Pforzheim, Jerman, merasa prihatin dan tertantang untuk ikut serta berkonstribusi memajukan Indonesia lewat sebuah pendidikan nonformal. Institusi itu kemudian muncul dengan nama Euro Management Indonesia (EMI).
Institusi yang fokus pada konsultan pendidikan internasional itu, sejak berdirinya pada tahun 2003, hingga kini terus berkembang, baik secara fisik maupun non fisik. Mulai dari pengiriman beberapa Siswa ke negara Jerman dan Prancis, kini sudah lebih dari 2000 siswa yang melanjutkan studi ke Inggris, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Spanyol dan Jepang. Mulai dari beberapa karyawan hingga ratusan karyawan. Dari tempat yang terbatas, sampai beberapa ruang belajar dan kantor yang cukup representatif, yang kini berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Program Beasiswa
Pendidikan adalah suatu yang wajib bagi suatu kemajuan bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan MEA ini. Agar Indonesia dapat bergabung dengan negara-negara maju lain, SDM Indonesia haruslah berkualitas. Untuk itu, Bimo Sasongko, CEO dan Founder dari EMI yang juga merupakan Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) memfasilitasi beberapa program bagi anak bangsa, salah satunya adalah program beasiswa belajar lima bahasa asing (Jerman, Prancis, Inggris, Belanda dan Jepang)
Terhitung sejak tahun 2016 (Q2, 2017) sudah lebih dari 3000 partisipan yang mengikuti program ini. Mereka terdiri dari SLTA, Mahasiswa, Jurnalis, PNS, Pegawai BUMN dan Guru yang masing-masing berjumlah 1000-an lebih.
Walaupun pemerintah sejak lama memberikan program beasiswa, tapi sifatnya sangat terbatas hanya untuk S2 dan S3. Untuk S1 masih sangat minim. Padahal belajar diluar negeri sejak masa muda itu sangat penting. Karena masih bersifat fleksibel, belum memiliki tanggungan dan tidak memiliki banyak beban. Untuk itu, Bimo Sasongko lewat Euro Management menargetkan (hingga tahun 2030) bisa mengirimkan 1 Juta anak bangsa ini menuntut ilmu ke luar negeri. Program Beasiswa ini, dulu pernah dilakukan oleh Pak Habibie pada tahun 1980 dan berhenti 1988 karena persoalan politik.
Hal ini sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena bukan hanya mengadopsi keilmuannya saja, tetapi juga cara berpikir dan budaya positifnya, agar peradaban bangsa Indonesia dapat lebih berkembang dan maju.

Menggalang Umat Islam Untuk Maju
Kemajuan suatu bangsa atau ummat, salah satunya ditentukan dengan pendidikan. Kalau pendidikannya lemah, bangsa dan ummatnya akan menjadi ejekan, injakan, dan jajahan bangsa dan ummat lain yang lebih maju.
Kelemahan umat Islam (dari dulu) adalah yang tak lagi mementingkan pendidikan (formal non-formal, terlebih ilmu pengetahuan alam). Bimo mengajak, ummat Islam haruslah belajar. Harus maju.
Walaupun banyak tantangan, menggerakan ummat Islam supaya belajar dan maju haruslah beerjalan terus. Hanya dengan ilmulah kita bisa maju dan menguasai dunia. Seperti halnya pada peradaban keemasan Islam dahulu. Peradaban Keilmuan Islam yang disegani dan mampu menhjadi inspirasi negara-negara Barat untuk mengirimkan para sarjananya mempelajari budaya dan keilmuan Islam. Karena terlena, hingga saat ini ummat Islam dikuasai.

Untuk membangkitnya lagi, belajar ilmu pengetahuan di dunia Barat disertai dengan keimanan dan nasionalisme yang tinggi, adalah salah satu caranya. Langkah itulah yang ditempuh Bimo Sasongko lewat Euro Management-nya.


Pengembangan SDM Polri



Pengembangan SDM Polri
Oleh Bimo Joga Sasongko
Peringatan Hari Bhayangkara ke-71 pada 1 Juli diwarnai dengan tantangan yang makin kompleks. Kini seluruh jajaran Polri dituntut lebih profesional. Sesuai dengan makna lambang kepolisian yang bernama Rastra Sewakotama. Yang berarti Polri adalah abdi utama dari pada nusa dan bangsa. Sebutan itu adalah brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup segenap Polri. 
Sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat harus menghindari sikap sebagai penguasa. Ini sejalan dengan prinsip dasar kepolisian di semua negara yang disebut new modern police philosophy
Penugasan penting Presiden kepada Kapolri Tito Karnavian menekankan pengembangan karir dan SDM Polri secara progresif. Sehingga kompetensi personel diseluruh lini bisa berkembang dengan baik. 
Presiden Jokowi meminta agar Kapolri melakukan reformasi total demi kesempurnaan organisasi. Kompetensi sebaiknya menjadi kata kunci bagi Kapolri dalam menyempurnakan organisasi. 
Istilah kompetensi dalam kamus bahasa Inggris Webster mendefinisikan “Competence” sebagai kondisi yang cocok, cukup dan tepat (suitable, sufficient and fit). Istilah tersebut menggambarkan tugas-tugas yang menjadi elemen dari sebuah pekerjaan. Istilah ini berasal dari Management Charter Initiative, Inggris pada 1988 yang menyatakan bahwa kompetensi didefinisikan secara resmi sebagai; “kemampuan seseorang untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam konteks tertentu. Dan kemampuan untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan ke konteks yang baru dan atau berbeda. 
Sistem rekrutmen dan pendidikan SDM Polri perlu dibenahi karena pelaku dan modus kejahatan semakin canggih dan memerlukan teknologi dan lintas disiplin ilmu. Prestasi dan kompetensi yang tinggi pada diri Kapolri saat ini merupakan hasil dari sederet pendidikan dan penugasan di luar negeri yang pernah dia tempuh. Antara lain pendidikan di University of Exeter di Inggris yang meraih gelar MA dalam bidang Police Studies. Dan meraih PhD di Nanyang Technological University, Singapura. Hampir seluruh pendidikan dan kursus kepolisian yang terbaik di dunia pernah diiikutinya. Sederet pendidikan dan penugasan di luar negeri itu sangat membantu tugas dan menunjang prestasi. 
Sistem perekrutan di Polri mesti dibenahi secara mendasar. Sistem perekrutan pada berbagai jenjang sebaiknya dilakukan secara transparan. Tidak boleh lagi terjadi kolusi dan nepotisme dalam sistem rekrutmen. Selama ini dalam organisasi Polri ada empat sumber perekrutan. Yakni rekrutmen Tantama (Khusus Brimob dan Polair), Bintara, Perwira Akademi Kepolisian dan Perwira Sumber Sarjana, dengan syarat dari umur 18 hingga 22 tahun. 
Sistem rekrutmen SDM Polri berbasis empat nilai dasar yang menjadi pedoman berdasarkan universalitas watak peran dan fungsi dari institusi ini. Empat nilai dasar tersebut adalah integritas, akuntabilitas, legitimasi, dan bisa dipercaya. Empat nilai dasar yang universal tersebut tentu harus dikontekstualiasikan dengan situasi empirik pemolisian di negeri ini. 

“Merit System” 
Agenda Kapolri Tito untuk memotivasi personel atau SDM Polri sebaiknya menerapkan Merit system. Selama ini Polri belum sepenuhnya menerapkan Merit System dalam pengembangan karir dan kompetensi. Hingga kini masih berlaku sistem Time Based atau sistem yang sangat konvensional. Dalam arti ada waktu tertentu yakni antara empat sampai dengan lima tahun diberlakukan kenaikan satu pangkat bagi setiap anggota Polri. Memang ada persyarat an tambahan untuk bisa naik pangkat, yaitu dengan kewajiban menjalani pendidikan tertentu dan tidak bermasalah dalam dinas. Namun hal itu lebih bernuansa hanya formalitas belaka, bukan untuk peningkatan kompetensi yang esensial. Merit System memacu anggota Polri untuk selalu meningkatkan kompetensinya, lebih berinovasi dan kreatif agar mempunyai kelebihan dibanding rekan lainya. 
Merit System seharusnya segera diterapkan secara sistemik di seluruh Polres sehingga mendorong terciptanya personil yang memiliki kinerja baik. Proses wanjak di Polres harus didasarkan pada pertimbangan yang matang sehingga setiap penempatan personil akan terwujud “the rihgt man in the right job in the right time”. Untuk menempatkan personil pada jabatan tertentu, misalnya jabatan Kanit Lantas di Satlantas maka personil yang bersangkutan harus memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan dalam jabatan Kanit Lantas tersebut. Hanya personil yang memenuhi standar kompetensi jabatan itulah yang dapat ditempatkan pada posisi tersebut. 
Polri kini juga membutuhkan kerja sama dan pendidikan global bagi para perwira. Jika hanya mengandalkan pendidikan dan kursus di dalam negeri saja tentunya tidak memadai. Selain masalah pembenahan integritas, personil kepolisian juga perlu pengembangan kompetensi dan profesionalitas untuk 400 ribu personel Polri. 
Saat ini postur SDM Polri terkendala oleh komposisi struktur yang 90 persen terdiri dari kepangkatan bintara ke bawah yang memiliki kapasitas dan ketrampilan pemolisian yang minim dan dengan tingkat kesejahteraan yang kurang memadai. Sedangkan perwira Polri yang persentasenya sekitar 10 persen juga belum memiliki pola pengembangan profesi yang sesuai dengan tantangan jaman. 

Level Perwira 
Untuk mengatasi disparitas karir dan kompetensi itu perlu sistem pengembangan SDM Polri pada level perwira dengan berbagai program pendidikan di luar negeri. Untuk itu perlu penguasaan bahasa asing dan memilih perguruan tinggi di LN yang tepat untuk pendidikan para perwira Polri. 
Kompetensi Kapolri Tito yang sarat pendidikan internasional dan kerjasama global tentunya menjadi pengalaman berharga untuk melakukan pengembangan SDM Polri. 
Kapolri setiap saat perlu meningkatkan kemampuan Densus 88 yang menjadi ujung tombak personel anti teroris. Penanganan terorisme di negeri ini sangat membutuhkan kerja sama bilateral dan multilateral. Dalam konteks global, Kapolri sebaiknya lebih proaktif dalam penguatan dan peningkatan kerjasama ASEANAPOL (Asean National Police) yang merupakan sebuah organisasi kepolisian ASEAN yang terbentuk pada tahun 1981, terdiri dari 10 negara anggota ASEAN dan semenjak 2010 mempunyai sekretariat tetap di Kuala Lumpur.
Untuk mewujudkan ASEANAPOL yang tangguh dibutuhkan komitmen kuat di antara negara anggota ASEANAPOL dalam hal SDM kepolisian agar keamanan ASEAN dan pemberlakuan ASEAN Community bisa berlangsung dengan baik. 
Postur dan kompetensi SDM Polri mesti ditingkatkan dalam waktu yang singkat karena modus terorisme telah berubah menjadi aksi individual yang lepas dari kelompok atau organisasi terorisme. Terorisme individual bisa tumbuh secara sporadis dan beraksi tiba-tiba tanpa bisa diantisipasi.

Penulis, Lulusan North Carolina State University, USA. Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE 



Jumat, 30 Juni 2017

Optimasi Peran Diaspora

Optimasi Peran Diaspora

Oleh : Bimo Joga Sasongko  *)

Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama dijadwalkan hadir untuk membuka Kongres Diaspora Indonesia ke-4 di Jakarta. Tujuan utama kongres untuk menghimpun potensi yang dimiliki Diaspora Indonesia agar bisa memberikan nilai tambah dan pemikiran bagi pembangunan di Tanah Air.
Dialektika kehidupan dan gaya kepemimpinan Obama sangat menginspirasi masyarakat dan Diaspora Indonesia. Konektivitas dunia yang berkembang pesat menjadikan negara seolah tanpa batas. Warga dunia semakin mudah menjalin kerjasama dan bekerja di negara lain.
Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya  menjadikan bangsa ini memiliki jumlah diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India.
                Diaspora adalah penghasil devisa yang sangat signifikan. Peran diaspora Indonesia juga penting dalam proses global brain circulation yang sangat menentukan bagi pengembangan iptek dan pendidikan. Begitupun promosi industri budaya dan produk nasional bisa tersebar ke seantero dunia lewat diaspora.
                Untuk mewujudkan hal diatas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi  bangun negeri dengan kiprahnya masing-masing di luar negeri. 
Kongres Diaspora Indonesia adalah perhelatan yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali oleh IDNG. Jaringan ini dibentuk saat kongres Diaspora Indonesia yang pertama di Los Angeles pada 2012. Kongres ke-4 kali ini untuk membahas berbagai isu ekonomi, sosial dan budaya. Dengan tujuan meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia di tanah air maupun di luar negeri.
Kementerian Luar Negeri RI perlu membuat sistem informasi dan menerbitkan kartu Diaspora Indonesia untuk memetakan secara detail  kiprah dan potensi.Terutama spesialisasi profesi dan domisili diaspora. Sistem informasi dan pembuatan kartu untuk memberikan dukungan kepada para diaspora terkait aktivitasnya di luar negeri. Seperti misalnya dukungan fasilitas yang diberikan mereka dalam bentuk insentif dalam bisnis maupun investasi.
Sistem informasi dan kartu diaspora harus diikuti dengan kebijakan yang konkrit untuk membantu para diaspora yang kini menjadi pekerja migran. Eksistensi IDNG harusnya bisa bantu pekerja migran yang kini butuh sistem kontrak mandiri. Kontrak mandiri merupakan proses penempatan tanpa memakai jasa komersial yakni  PJTKI/PPTKIS  di dalam negeri atau pihak agensi di negara penempatan.
Kontrak mandiri sangat dibutuhkan pekerja migran agar mereka tidak lagi terkena overcharging sebagai imbas langsung penempatan oleh PJTKI dan agensi.  Hal itu juga bisa menghemat biaya penempatan buruh migran. Kontrak mandiri juga bisa membuat pekerja migran menjadi lebih tangguh dan lincah karena tertantang untuk terus mengembangkan diri. Mestinya pemerintah Indonesia jangan kalah dengan Filipina yang telah memberi kebebasan bagi warganya yang menjadi diaspora dalam hal kontrak mandiri jika bekerja di luar negeri.
Pemerintah bersama IDNG harus segera merumuskan peta jalan untuk  mengoptimasikan  peran diaspora dan memperbanyak jumlahnya hingga menjadi  tiga besar dunia. Hal itu tentunya membutuhkan strategi dan skema pembiayaan yang konsisten. Perlu program untuk mentransformasikan Diaspora Indonesia yang kini berprofesi sebagai  penata laksana rumah tangga (PLRT) berubah menjadi TKI formal dengan kompetensi serta lebih bermartabat dan bernilai tambah.
Para diaspora juga sangat penting untuk membantu merumuskan jenis profesi di luar negeri yang bisa diambil oleh WNI berpendidikan yang kini banyak menganggur. Seperti misalnya SDM kesehatan khususnya perawat yang terpaksa menganggur atau kerja tak menentu sebagai pegawai honorer. Sebaiknya mereka diarahkan menjadi pekerja migran. Hal ini tentunya perlu pemberian fasilitas pembiayaan. Sudah waktunya perbankan nasional menyiapkan plafon kredit. 
Kini Diaspora Indonesia banyak yang berperan penting dalam berbagai profesi dan bidang keilmuwan. Seperti diaspora di Malaysia yang tergabung dalam Indonesia Brain Gain (IBG) Association Chapter Kuala Lumpur yang telah menerbitkan buku yang bertajuk Indonesia Brain Gain. Buku ini membahas  tentang industri energi, penerbangan, inovasi teknologi, kewirausahaan, produk halal dan trend  global.
Tak pelak lagi, diaspora saat ini makin mendapatkan perhatian serius oleh semua negara. Posisi penyumbang diaspora terbesar dunia kini ditempati Tiongkok dan posisi kedua ditempati India. Kedua posisi ini seiring dengan total populasi kedua negara tersebut. Diaspora Indonesia layak belajar dari diaspora Tiongkok maupun India. Banyak diantaranya yang  berhasil menjadi  pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri.
Diaspora memiliki peranan penting dalam mempromosikan Indonesia di negara-negara lain. Diaspora Tiongkok mampu berkontribusi bagi negaranya sekitar  780 miliar dollar AS setiap tahunnya. Sedangkan diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar 180 miliar dollar AS. Sementara diaspora Indonesia pada 2016 baru bisa mendatangkan devisa sekitar 9 miliar dollar AS.
Semangat voluntarisme dari para diaspora harus terus difasilitasi agar mereka tetap memiliki kecintaan pada Tanah Air dan berbakti nyata demi pembangunan  Indonesia. 
Saatnya peningkatkan human capital investment dengan mencetak sebanyak mungkin Diaspora Indonesia yang unggul dan berkompeten. Karena permasalahan terkait dengan pekerja migran menyangkut tingkat pendidikan dan kompetensi yang memadai.  Indonesia harus malu karena standar kompetensi pekerja migran asal Filipina rata-rata lebih tinggi. Karena sistem sertifikasi dan standar kompetensi disana lebih kredibel, cepat berkembang dan tertata dengan baik.
Trend global menunjukkan bahwa jumlah wirausaha dari kalangan pekerja migran saat ini berkembang pesat. Para diaspora sedang bertransformasi menjadi pengusaha atau wirausaha. Ada fenomena yang sangat menarik dan bisa dijadikan model yang bagus. Yakni semakin banyaknya pekerja migran dari berbagai negara yang menjadi wirausaha di Jerman. 
Menurut laporan Bank Pembangunan Jerman, seperlima perusahaan baru di Jerman didirikan oleh para enterpreneur muda dari kalangan pekerja migran. Para migran di Jerman banyak punya gagasan bisnis yang konkrit dan berhasil meluncurkan produk baru ke pasaran. Mereka sekaligus membuka lapangan kerja baru. Para migran menjadi pengusaha dalam usia jauh lebih muda. Sekitar 48 persen wiraswasta berlatar belakang migran berusia di bawah 30 tahun. Mereka kebanyakan langsung mendirikan perusahaan begitu menyelesaikan pendidikan.


*) BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE).  Pendiri Euro Management Indonesia.

Selasa, 13 Juni 2017

Terobosan Strategis untuk Siswa Berbakat

Baru saja Sekolah Menengah Atas (SMA) melakukan wisuda bagi siswa yang dinyatakan lulus. Begitu pula dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA). Tahun ini sebanyak 1.812.407 siswa SMA dan MA dinyatakan lulus. Sedangkan siswa SMK yang dinyatakan lulus berjumlah 1.323.160 orang.
              Setiap tahun banyak siswa berbakat atau memiliki prestasi luar biasa tetapi belum tertangani dengan tepat. Bahkan di antara mereka banyak yang tidak diterima di perguruan tinggi karena faktor terbatasnya kursi bagi prodi tertentu.
              Melihat angka Hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2017, kita bisa melihat masih banyak siswa berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan. Jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi pada 78 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia sebanyak 101.906 siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Panitia Pusat dari jumlah pendaftar sebanyak 517.166 siswa.
              Begitu juga dengan Panitia Pusat Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Saat ini daya tampungnya cuma mencapai 128.085 kursi. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta yang ada juga memiliki daya tampung yang terbatas. Oleh karena itu, perlu terobosan yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri.
              Berbagai skema pengiriman siswa berbakat perlu dibuat. Seperti skema beasiswa dari negara lewat LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), beasiswa pemerintah daerah, maupun pengiriman secara mandiri oleh para orang tua yang memiliki kemampuan dana. Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing, seperti bahasa Jerman, Prancis, atau Jepang.
              Karena pengajaran bahasa tersebut kini tidak ada lagi di SMA. Selain itu, konsultan pendidikan internasional bisa membantu memberikan materi matrikulasi untuk menyesuaikan materi ajar dan memberikan gambaran tentang budaya dan kondisi social dari negara yang akan dituju.
              Selain itu, juga membantu para siswa untuk mendapatkan akomodasi hingga pendampingan bila mana perlu. Perlu navigator yang bisa membuka jalan bagi anak muda bangsa untuk menatap dunia. Selain navigator juga perlu lembaga yang bisa mumpuni membantu lulusan SMA untuk melewati ujian kemampuan berbahasa asing. Juga membantu dalam proses test untuk memasuki perguruan tinggi di luar negeri.
              Navigator diperankan oleh lembaga atau konsultan pendidikan internasional yang mampu mengarahkan lulusan SMA menuju negara-negara maju yang menyediakan pendidikan tinggi gratis dengan syarat masuk yang tidak rumit. Fungsi lembaga di atas termasuk memfasilitasi dan membantu mengurus aplikasi visa, aplikasi studinya, workshop dan faktor kemahiran bahasanya.
Negara maju seperti Jerman dan Prancis selama ini memilki sejumlah perguruan tinggi terkemuka yang tanpa membayar uang kuliah alias gratis.
              Selain membantu penguasaan bahasa asing dan prosedur test masuk perguruan tinggi di luar negeri perlu juga staf pendampingan siswa jika sudah dinyatakan diterima. Pendampingan dimaksudkan untuk pengenalan budaya dan infrastruktur kota, dan membantu proses matrikulasi mata pelajaran sehingga mahasiswa asal Indonesia itu bisa efektif pada tahun pertamanya.
              Sekadar gambaran singkat, bahwa belajar di Jerman dan Prancis sebenarnya tidak mahal. Para orangtua cukup membayar untuk biaya administrasi pengurusan studi ke luar negeri seperti konsultasi pemilihan studienkolleg, legalisir dokumen akademik di Kedutaan, pengurusan tes masuk Studienkolleg di Jakarta dan Jerman. Kemudian pendaftaran ke perguruan tinggi di Jerman atau Prancis, pengurusan paspor, pengurusan visa belajar dan lainnya.
              Selama ini Indonesia masih kalah dibanding dengan Malaysia yang telah mengirim 60 ribu orang dari 30 juta jiwa penduduk Malaysia. Sementara Korea Selatan telah mengirimkan 120 ribu anak mudanya kuliah di perguruan tinggi favorit di luar negeri dari jumlah penduduk 30 juta lebih. Tiongkok lebih hebat lagi. Jumlah anak mudanya yang sekolah ke Eropa dan negara-negara maju lainnya mencapai 1 juta orang.
              Sebaiknya napak tilas program pengiriman siswa lulusan SMA berbakat dari seluruh Indonesia, untuk belajar di negara maju, yakni di Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Program di atas adalah success story Program Beasiswa BJ Habibie yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan Teknologi Periode 1992-1996. Tentunya perlu diadopsi lagi sesuai dengan kondisi terkini.
              Sejak Januari 2017 menjadi era baru bagi sekolah SMA/SMK. Amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah provinsi. Bagi pemerintah provinsi, kebijakan pengalihan kewenangan pengelolaan di atas merupakan dan sekaligus memberikan kesempatan baik untuk kepentingan dua hal: redistribusi dan penyetaraan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
              Kemudian, membuat program terobosan yang perlu dilakukan. Bermacam terobosan perlu dilakukan sendiri oleh pemprov. Seperti halnya terobosan yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengirimkan puluhan siswa SMA berbakat ke Amerika Serikat untuk mengikuti olimpiade penelitian internasional.
              Para pelajar tersebut telah diseleksi melalui ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan Kemendikbud dan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) oleh LIPI. Para pelajar berbakat tersebut mengikuti kompetisi penelitian tingkat internasional bernama Intel-International Science EngineeringFair (ISEF) di Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan Mei ini.
              Kebangkitan Iptek nasional bisa berkelanjutan jika ditopang dengan tradisi ilmiah yang kokoh dari para remaja berbakat yang duduk di sekolah menengah. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh kaum remaja adalah investasi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini. Para ilmuwan remaja yang tergabung dalam wadah kelompok ilmiah remaja (KIR) sekolah menengah adalah calon ilmuwan unggul.
              Di masa lampau di antara ribuan remaja anggota KIR itu banyak yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ Habibie untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Kini, di antara mereka telah berperan penting dalam berbagai proyek infrastruktur dan program Iptek nasional.


Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)


Rabu, 24 Mei 2017

Memaksimalkan Bonus Demografi

Memaksimalkan  Bonus Demografi
Oleh  Bimo Joga Sasongko   *)

Kebangkitan Nasional pada 1908 pada hakekatnya adalah era bangkitnya rasa dan semangat persatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan cita-cita bangsa. Era ini ditandai dengan peristiwa penting yaitu berdirinya pergerakan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.  
Kini untuk mewujudkan kebangkitan nasional kedua, cara yang paling esensial dengan membangkitkan SDM di perdesaan melalui proses pendidikan yang progresif sesuai tantangan globalisasi. Serta membangkitkan proses nilai tambah terhadap sumber daya lokal dengan kapasitas inovasi teknologi.
Saatnya membangkitkan SDM unggul di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau kabupaten yang masih terbelakang. Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM perdesaan lewat pendidikan yang lebih berkualitas. Terutama pendidikan vokasi yang sesuai dengan tipologi daerah.
Mencetak ilmuwan yang berbasis perdesaan sejak usia belia atau lulusan SMA/SMK merupakan kredo terwujudnya kebangkitan nasional yang dimulai dari pinggiran.
Langkah untuk mencetak ilmuwan berbasis perdesaan telah dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo. Yakni menginstruksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti agar membuat program pengiriman para lulusan SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah di luar negeri. Seperti belajar di Jepang guna mendalami teknologi budidaya mutiara dan proses nilai tambahnya. Terobosan memberikan bea-siswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperbanyak.
Peringatan Harkitnas ke-109 hendaknya bisa mencerahkan publik tentang tahapan atau milestones kebangkitan nasional yang kedua bagi bangsa. Ini bisa terwujud dengan cepat berkat adanya Bonus Demografi yang dipersiapkan dengan baik. Yakni struktur kependudukan  yang potensial dan bisa didayagunakan negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya.
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.
Meningkatnya jumlah penduduk pada 2035 tersebut menjadikan Indonesia negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Idealnya era tersebut menjadi momentum kebangkitan nasional kedua. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun).
Pada 2010, proporsi penduduk usia produktif sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada tahun 2028 sampai tahun 2031. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan, yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen pada periode 2028-2031. Tetapi angka ketergantungan ini mulai naik kembali menjadi 47,3 persen pada tahun 2035.
Kontribusi penduduk berusia produktif menyebabkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan catatan adanya peningkatan kompetensi tenaga kerja dan semakin banyaknya SDM yang berkelas dunia.
Antisipasi dan proyeksi yang tepat terhadap bonus demografi menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara yang signifikan. Dengan bonus demografi, negara berkembang (antara lain Indonesia, India, Brasil) mendapat berkah berupa penduduk dengan umur produktif sangat besar dan usia lanjut yang belum banyak.
Dilain pihak, negara maju, termasuk Amerika Serikat, justru menghadapi aging population, dengan kondisi proporsi penduduk usia lanjut yang meningkat tajam.
Kondisi demografi dengan aging population berdampak negatif pada kinerja perekonomian. Pada saat Indonesia menginjak bonus demografi dilain pihak data menunjukkan adanya akselerasi aging population pada negara maju. Seperti yang direlease US Census Bureau menunjukkan akselerasi peningkatan proporsi penduduk lansia (di atas 60 tahun) dari 14,1 persen pada tahun 1970 menjadi 24,7 persen pada tahun 2030.
Sedangkan negara maju lainnya, yakni di kawasan Eropa dan Jepang, akselerasi aging population juga meningkat tajam dari 16,0 persen pada tahun 1970 menjadi 29,0 persen pada tahun 2030. Tentunya ini berdampak negatif berupa penurunan produktivitas, ketimpangan pasar ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi yang terganggu.
Tranformasi menjadi negara maju pada era bonus demografi akan sulit terwujud tanpa disertai dengan mencetak SDM unggul disegala bidang sebanyak-banyaknya. Sejarah menunjukkan bahwa untuk mencetak SDM unggul pada era Presiden Soekarno dengan cara mengirim ratusan pemuda untuk belajar di negara maju guna transfer teknologi.
Begitu juga pada saat BJ Habibie menjadi Menristek, telah dikirim ribuan lulusan SMA ke berbagai negara maju. Langkah ini sebagai persiapan untuk menjalankan strategi tranformasi teknologi dan industri. Sayangnya sejak 1997 berbagai program bea siswa ke luar negeri yang dirintis oleh BJ Habibie dihentikan dengan alasan yang sangat politis. Sehingga kesempatan pemuda Indonesia berbakat dari berbagai golongan untuk kuliah di luar negeri menjadi tertutup.
Data statistik menunjukkan bahwa di Amerika Serikat lima tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa asal Cina sekitar 157.000 orang, India 103.000, Jepang 21.000 orang, dan Indonesia sekitar 5000 – 6000 orang. Di Jerman, mahasiswa asal Indonesia sekitar 2000 orang, namun mahasiswa Cina di Jerman sampai 25.000 orang. Penduduk Cina itu 5 kali lipat penduduk Indonesia, jadi kalau mahasiswa Indonesia di Jerman hanya 2.000 orang artinya mahasiswa Cina di Jerman itu 10.000. Tapi nyatanya mahasiswa Cina di Jerman sampai 23.000. Begitu juga di Australia, mahasiswa Indonesia 11.000 orang, sedangkan asal Vietnam 10.000 orang. Padahal penduduk Vietnam hanya sekitar 90 juta orang.
Artinya kalau penduduk Indonesia 250 juta orang atau sekitar 3 kali Vietnam, idealnya mahasiswa Indonesia di Australia 30.000 orang, nyatanya hanya 11.000 orang Artinya Indonesia masih tertinggal dalam mengirimkan mahasiswa Indonesia ke negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Australia & Jerman.
Selama ini mindset orang Indonesia adalah ingin sekolah keluar negeri untuk program S2 nya saja, ini lah yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Kenapa bisa tertinggal, karena zaman dulu informasi tidak ada, keuangan keluarganya masih rendah, kuliah S1 di Indonesia masih murah sehingga banyak orang menganggap bahwa S2 saja keluar negerinya.

Pada era konseptual saat ini, dengan jiwa muda yang mudah beradaptasi, kemampuan bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar negeri kuliah lebih lama mencapai 4 – 5 tahun dibandingkan dengan kuliah S2 hanya 1 – 2 tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih mudah. Dengan alasan itulah pemerintah bersama pihak swasta dan masyatakat yang mampu harus menggalakkan kembali pengiriman tamatan SMA ke LN. Termasuk reorientasi program dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan menitikberatkan pembinaan siswa SMA/SMK berbakat untuk di dikirim kuliah ke negara-negara maju.



Rabu, 03 Mei 2017

Menata Kerja Sama RI – AS

Menata Kerja Sama RI – AS
Oleh Bimo Joga Sasongko

Hasil kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Michael Pence di Indonesia janganlah berlalu begitu saja. Pertemuan Wapres Pence dengan Presiden Joko Widodo dan pejabat tinggi Indonesia lainnya diharapkan membuahkan hasil yang konkret dan berkelanjutan.
Perlu menata kembali kerja sama Amerika Serikat (AS) dengan Republik Indonesia (RI), utamanya bentuk kerja sama yang lebih esensial terkait pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kerja sama dan bantuan AS terkait pengembangan SDM di masa lalu sangat berarti bagi negeri ini. Pemberian beasiswa kepada pemuda untuk kuliah di perguran tinggi AS sangat bermakna dan telah mendorong kemajuan dan mencerahkan iklim demokrasi.
Program beasiswa tersebut juga melahirkan para cendekiawan terkemuka. Seperti Nurcholish Madjid, Amien Rais, dan Ahmad Syafi’I Ma’arif yang terkenal dengan julukan tiga Pendekar Chicago. Mereka itu generasi gelombang pertama yang mendapat beasiswa di Universitas Chicago.
Kunjungan Wapres Pence yang didampingi istrinya, Karen Pence dan dua putrinya ke Masjid Istiqlal, lalu melakukan dialog dengan pemuka lintas agama, mengandung makna yang dalam. Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak hanya melakukan negosiasi secara government to government atau business to business. Tetapi harus bisa mendayung di antara dua karang untuk menata kembali hubungan kedua negara lewat diplomasi publik.
Diplomasi publik di antara kedua negara perlu diperbanyak. Diplomasi tersebut bisa berupa pemberian beasiswa kepada generasi muda, pertukaran remaja, membina diaspora, hingga memperbanyak kerja sama antarkota dalam skema sister city.
Dengan diplomasi publik yang efektif maka hubungan kedua Negara menjadi kokoh dan saling pengertian. Sehingga kesalahpahaman dan fenomena outrageous fallacy terhadap AS atau sebaliknya bisa diatasi. Yakni sebuah fenomena penyesatan pengertian terhadap suatu negara, sehingga menimbulkan ketidakserasian karena kesalahpahaman.
Fenomena tersebut seperti terjadi baru-baru ini terkait dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait dengan daftar Negara curang yang memanipulasi mata uang demi menggenjot ekspornya ke AS. Yang mana hingga saat ini Indonesia masih berada dalam deretan daftar negara curang penyebab deficit neraca perdagangan AS. Sementara Tiongkok sudah dicoret dari daftar berkat diplomasi publik yang efektif.
Selama ini Indonesia mengandalkan ekspor ke AS, selain komoditas, juga ada pakaian jadi, sepatu, dan produk lainnya. Segala macam barang bermerek Nike diproduksi di Indonesia. Begitu juga dengan produk-produk pakaian jadi yang diproduksi di sini, banyak yang diberi merek Indonesia dan merek AS. Hal ini seharusnya dilihat secara mendalam oleh Pemerintah Presiden Trump.
Kunjungan Wapres AS merupakan momentum menata kerja sama terkait SDM Iptek kedua negara. Kerja sama SDM Iptek perlu diperluas. Banyak ahli dari Indonesia yang berkarya di negara Paman Sam dan mendapat posisi strategis di sana sebagai ilmuwan berkelas dunia.
Para ilmuwan lulusan AS lainnya siap untuk bersinergi membentuk jejaring Indonesia integrated untuk memajukan Iptek. Lewat Indonesia integrated, kompetensi teknolog Indonesia bisa diintegrasikan secara langsung atau melalui perusahaan/ organisasi tempat mereka bekerja. Para teknolog dan profesional di Tanah Air yang lebih menguasai lapangan sebaiknya bersinergi dengan para diaspora Indonesia di AS untuk melengkapi dengan pengetahuan dan jejaring yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan di Tanah Air. Karena diaspora memiliki akses ke sejumlah ilmu yang belum ada.
Di lain pihak, diaspora tidak tahu persis apa yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia. Sinergi saling melengkapi itulah yang ingin dicapai gerakan Indonesia integrated. Kerja sama SDM Iptek AS-RI sebaiknya diawali dengan pembentukan task force untuk mengelola system offset kedua negara. Apalagi produk pesawat Boeing Company banyak digunakan oleh maskapai di Indonesia.
Begitu juga dengan pesawat militer buatan Lockheed Martin seperti F-16 telah dipakai oleh TNI. Tentunya perlu skema offset yang lebih baik lagi dengan Boeing yang bermarkas di Chicago, Illinois, dengan fasilitas produksi terbesarnya di Everett, Washington, dekat Seattle, Washington.
Definisi offset secara umum dapat diartikan sebagai mekanisme timbale balik. Kalau kita membeli pesawat terbang senilai X dari negara lain, maka kita meminta timbal balik senilai Y dari nilai pembelian tersebut. Ketentuan, jenis dan nilai Y tersebut sebaiknya segera didetailkan. Skema of fset mencakup transfer teknologi, co-production atau produksi bersama di Indonesia untuk komponen dan struktur, serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Yang terdiri atas direct of fset dan indirect of fset. Direct of fset merupakan kompensasi yang langsung berhubungan dengan kontrak pembelian.
Sedangkan indirect of fset atau biasa disebut offset komersial biasanya berbentuk buyback, bantuan pemasaran/pembelian alutsista yang sudah diproduksi oleh Negara berkembang tersebut, produksi lisensi, hingga transfer teknologi dengan mendidik SDM. Kerja sama lainnya yang tidak kalah penting bagi kedua Negara adalah terkait dengan bidang pertambangan. Perlu solusi yang tepat untuk membantu SDM pertambangan nasional, misalnya pekerja PT Freeport Indonesia yang kini sedang bermasalah padahal memiliki kompetensi yang baik.
Seyogianya perlu menyegarkan profesi pertambangan di Tanah Air dengan cara magang di AS atau negara lain yang selama ini menjadi afiliasi tambang. Langkah pertama dengan cara menambah keahlian di bidang bahasa asing terkait bidang pertambangan. Untuk itu, perlu peran lembaga atau konsultan pendidikan internasional untuk menambah keahlian bahasa asing bagi SDM pertambangan.
Kemampuan berbahasa asing sangat menunjang penguasaan teknologi pertambangan. Apalagi sebagian besar investasi proyek smelter atau pengolahan bahan mentah tambang merupakan pihak asing yang membawa teknologi dan proses produksinya yang berbasis dari negaranya. Contohnya fasilitas smelter PT Freeport Indonesia yang ada di Kota Gresik bekerja sama dengan Freeport pusat dan Mitsubishi dari Jepang. Metode Mitsubishi banyak dipakai oleh usaha smelter karena lebih efisien dan ramah lingkungan.
Selain itu, perlu mengirimkan pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk mendalami mining safety and processing technology di AS maupun Jepang. Seluruh pemangku kepentingan pertambangan di Indonesia berkewajiban mengembangkan SDM yang berdaya saing global. SDM kelas dunia sangat penting mengingat Indonesia menduduki peringkat enam besar dunia dalam hal kepemilikan bahan-bahan tambang.
Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), menempatkan Indonesia pada peringkat keenam sebagai negara kaya akan sumber daya tambang. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi teratas untuk proyek-proyek pertambangan baru, diikuti oleh Filipina dan Vietnam. Nilai industri pertambangan Indonesia diperkirakan akan mencapai US$ 200 miliar pada 2019. Dengan potensi sebesar ini, kesiapan SDM dan kematangan rencana pembangunan smelter untuk memajukan sector pertambangan sangat dibutuhkan.
Bagaimanapun sektor pertambangan tetap akan menjadi sumber utama devisa Indonesia, dengan melihat potensi sumber daya mineral yang masih luas untuk digarap baik oleh perusahaan lokal maupun asing. Selain usaha dari pihak swasta, dukungan dari pemerintah berupa kemudahan dan keringanan bagi para investor smelter akan menjadi faktor pendukung yang signifikan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pembangunan smelter nasional.
Indonesia masih membutuhkan ratusan smelter yang kapasitas dan teknologinya seperti yang dimiliki smelting di Gresik, Jawa Timur. Kapasitas smelter atau pengolah hasil tambang ini memiliki kapasitas satu juta ton konsentrat per tahun.

Pemetaan SDM
Kondisi SDM pertambangan nasional perlu dipetakan lagi. Pemetaan untuk mengetahui spesifikasi keahlian atau keterampilan serta untuk membantu bagi mereka yang tidak terserap lagi. Bagi yang terkena PHK perlu penyaluran ke usaha pertambangan lainnya.
Saatnya bagi Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian terkait lainnya untuk menata lagi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di sektor pertambangan. Standar kompetensi ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan para pekerja Indonesia. Saat ini standar kompetensi bagi para tenaga kerja khususnya yang bekerja di industri pertambangan mineral dan batubara masih terbatas.
Akibatnya juga berpengaruh dalam penilaian produktivitas secara global karena masih terbatasnya baku mutu acuan yang digunakan untuk menilai kualitas produk atau proses yang dihasilkan.


Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, ketua umum IABIE