Minggu, 14 Februari 2016

Koran Jakarta - Kemandirian Perkeretaapian

Kemandirian Perkeretaapian

OLEH BIMO JOGA SASONGKO, BSAE, MSEI, MBA

Kereta api (KA) cepat Jakarta-Bandung  digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebaiknya mengacu dan sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pembangunan sebaiknya fokus pada tahapan penguasaan teknologi dan industri  serta dilakukan putra-putri bangsa sendiri.

Jika dilihat dari trase KA cepat Jakarta-Bandung yang cuma 150 kilometer,  jarak ini sangatlah pendek. Idealnya jarak  KA cepat atau super cepat  ribuan kilometer. Di masa mendatang Indonesia perlu mengembangkan jalur KA cepat dan super cepat. Jadi,  trase KA Cepat Jakarta-Bandung hanya sebagai rintisan awal.

Untuk membangun sistem perkeretaapian nasional canggih,  memadukan KA komuter atau perkotaan, KA biasa, hingga KA cepat/supercepat diperlukan penguasaan teknologi dan industri perkeretaapian  dengan  SDM teknologi andal dan jumlahnya cukup. Komitmen  KCIC  bahwa proyek pembangunan KA cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan tenaga kerja nasional harus dirumuskan secara detail. Ini perlu perencanaan SDM dan audit teknologi KA cepat agar kelak  program tersebut  berlanjut dan berkembang sesuai arah perkeretaapian nasional berkelas dunia.

Proyek KA Cepat jangan hanya bersifat sensasi pembangunan sehingga tidak mampu menjadi wahana transformasi teknologi dan industri. Idealnya tranformasi tersebut disertai tahapan-tahapan yang jelas. Pengusaan teknologi KA cepat yang didukung  persiapan SDM  berbagai spesialisasi dan jobs establishment yang bagus. Perlu grand strategi atau cetak biru transformasi KA cepat. Utamanya terkait  SDM teknologi yang kelak  terbagi menjadi pelaksana pembangunan infrastruktur-moda KA cepat, operator-pemeliharaan, serta  lembaga riset-inovasi.

Proyeksi KA cepat Jakarta-Bandung  akan menyerap 39.000 tenaga kerja  saat konstruksi, 20.000 tenaga kerja konstruksi transit oriented development (TOD), dan 28.000  pekerja saat operasi TOD. Semua harus dirumuskan secara detail. Maka,  kasus krisis SDM teknologi lokal  seperti  megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan 10.000 Megawatt  lalu tidak terulang.

Tragedi ketenegakerjaan pada proyek-proyek PLTU yang dananya pinjaman dari Tiongkok  telah gagal mencetak tenaga ahli dari anak negeri. Tenaga kerja yang terserap  proyek PLTU hanyalah level rendahan seperti satpam, sopir, cleaning service dan pekerja kasar lainnya. Para engineer dan teknisi didominasi  tenaga kerja asing (TKA) dari Tiongkok.

Pengembangan KA cepat atau supercepat di Indonesia tidak bisa dilakukan secara serampangan dan sangat tergesa-gesa seperti dikejar hantu. Diperlukan persiapan dan peran serta wahana industri pendukung seperti  PT Industri Nasional Kereta Api  (INKA) di Madiun serta sinergi dengan beberapa Balai Yasa KA milik PT KAI di beberapa kota. Perlu juga peran serta laboratorium uji konstruksi milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan laboratorium elektronika milik lembaga Elektronika Nasional.

Jangan Berkiblat
Transformasi perkeretaapian nasional tidak harus berkiblat ke Tiongkok. Bisa jadi trace KA cepat atau supercepat atau KA perkotaan lainnya dibangun kerja sama dengan negara lain seperti Jepang dan Prancis. Sebenarnya transfer teknologi KA cepat bisa dari negara maju lainnya. Sejarah menunjukkan,  transfer teknologi KA supercepat Tiongkok juga dari Prancis dan negara lain.

Strategi transformasi perkeretaapian nasional  selain membutuhkan pelaksana pembangunan infrastruktur oleh BUMN dan wahana industri perkeretaapian, juga membutuhkan lembaga riset dan inovasi untuk mengembangkan KA cepat masa datang. Lembaga riset dan inovasi ini tentu membutuhkan ribuan SDM teknologi. Maka, perlu mengirim mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi dan pusat industri KA supercepat agar dalam kurun lima tahun ke depan mereka bisa mengisi lembaga strategis tadi.

Betapa dinamisnya riset dan inovasi terkait KA supercepat dewasa ini. Kita bisa menengok inovasi dan riset yang dilakukan perusahaan KA nasional Prancis SNCF. Selama ini SNCF merupakan pusat dunia terkait pengembangan KA canggih berkecepatan sangat tinggi, Train Grande Vitesse (TGV) yang terus menerus berinovasi membuat rekor dunia dalam kecepatan tempuh.

Selain aspek kecepatan, SNFC juga melakukan berbagai riset dan inovasi terkait dengan value conscious. Survei SNFC menunjukkan,   saat ini faktor kecepatan saja tidaklah cukup untuk menjadi daya tarik penumpang KA di benua Eropa. Dengan kondisi ini maka SNFC selain terus mengembangkan teknologi KA cepat juga berinovasi terhadap layanan. Di antaranya,  bekerja sama dengan Disneyland untuk merancang gerbong TGV yang memiliki fasilitas hiburan fantastis bagi keluarga.

Para belia  negeri ini sebaiknya segera diarahkan untuk belajar KA supercepat di Prancis yang terbukti canggih mentransfer teknologi dan komprehensif pada negara lain, termasuk ke Tiongkok. Transformasi perkeretaapian nasional menuju penerapan KA supercepat perlu strategi dan cetak biru tepat yang dikerjakan putra-putri bangsa. Kemandirian itulah yang menjadi roh  Undang-Undang Perkeretaapian Nasional.

Keberhasilan transfer teknologi KA supercepat oleh kaum belia Indonesia sangat menentukan perkembangan perkeretaapain nasional dan sekaligus menjadi solusi berbagai masalah yang akan timbul. Pengoperasian KA Cepat Jakarta-Bandung jangan dikira tidak akan sarat masalah berikutnya. Tentunya akan timbul masalah teknis yang serius terkait  kondisi geologi yang rawan bencana longsor dan gempa bumi. Juga rawan banjir untuk daerah Tegal Luar di Kabupaten Bandung yang direncanakan menjadi stasiun akhir KA cepat sekaligus  depo teknologi dan perawatan.

SDM teknologi  Indonesia harus mampu mengantisipasi masalah serius. Kita harus punya solusi  mandiri terkait masalah fatal yang mungkin  menimpa KA cepat. Ini termasuk  keamanan penumpang dan inovasi layanan.

Ada baiknya kita tengok kasus tragis pertengahan 2011 saat dua rangkaian KA supercepat Tiongkok  bertabrakan di trase Ningbo-Taizhou-Wenzhou karena satu rangkaian kesambar petir. KA  kehilangan daya dorong tenaga listrik sehingga tiba-tiba berhenti. Rangkaian KA anjlok menutup jalur sebelah, maka terjadilah tabrakan hebat yang menewaskan  40 penumpang.

Dampaknya penumpang KA  turun drastis. Kini ada pembatasan kecepatan di Tiongkok. Untuk KA biasa dari 250 km menjadi 200 km per jam. KA supercepat dari 350 km menjadi 300 km per jam. Hingga kini keselamatan perjalanan KA supercepat menjadi isu utama di Beijing.

Pemerintah Indonesia dan otoritas perkeretaapian nasional perlu mengaji secara tepat terkait strategi transformasi KA cepat. Indonesia boleh saja bekerja sama Tiongkok, tetapi tidak harus berkiblat. Selama ini ada paradigma yang cukup menarik, Jepang dan Tiongkok sangat bertolak belakang, berbeda kepentingan dalam kerja sama perkeretaapian.

Pertimbangan Jepang dalam proyek ini lebih ke arah geo-ekonomi. Jepang menitikberatkan terhadap peran strategis dengan high added value. Sementara Tiongkok cenderung memiliki kepentingan geopolitik,  menguasai jalur darat untuk disambungkan ke  jalur laut yang berpangkal di Shanghai sebagai pelabuhan terbesar dunia.

Penulis lulusan North Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA.
http://www.koran-jakarta.com/kemandirian-perkeretaapian/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar