Sabtu, 23 Juni 2018

Revitalisasi Pelayaran Rakyat



Bimo Joga Sasongko
Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Musibah tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba menimbulkan duka seluruh bangsa. Ada hikmah yang besar dari musibah tersebut, yakni perlu segera revitalisasi pelayaran rakyat (Pelra).
Kondisi Pelra kini didera berbagai persoalan krusial. Perlu program revitalisasi yang tidak hanya membutuhkan dana besar, tetapi juga persiapan SDM kompeten terhadap pengadan dan peremajan kapal rakyat.
Sebenarnya sudah banyak SDM ahli perkapalan yang dimiliki bangsa Indonesia. Mereka lulusan dalam dan luar negeri yang mampu mendesain berbagai jenis kapal yang cocok untuk Pelra.
Kesulitan aspke desain, produksi dan bahan baku yang selama ini menjadi kendala sebenarnya sudah ada solusinya. Bahan baku konstruksi kapal rakyat dari kayu pilihan selama ini merupakan kendala terbesar.
Namun, kini sudah ada solusinya dengan material baru yang lebih feasible dan mudah diproduksi. Selain masalah desain dan produksi, pelayaran rakyat juga dihadang masalah kompetensi para pelaut.
Perlu program aksi masif untuk memberikan pendidikan bagi SDM pelayaran yang selama ini beroperasi tanpa pengetahuan pelayaran memadai. Satnya memberikan pelatihan gatis bagi puluhan ribu pelaut.
Ini untuk meningkatkan kompetensi pelaut di Pelra agar mereka bisa berlayar lebih aman dan paham ilmu pelayaran.
Pembenahan Pelra yang pernah dirancang oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kini masih tersendat. Perlu akselerasi karena kondisi Pelra semakin rawan kecelakaan fatal.
Revitalisasi juga bisa meningkatkan konektivitas laut di Tanah Air menjadi lebih efisien dan efektif. Operasional dan layanan Pelra selama ini tidak terjadwal dengan baik. Pelayaran masih berdasarkan pesanan.
Implikasi negatifnya banyak, antara lain tidak adanya manifest penumpang dan barang. Kalau terjadi kecelakaan seperti kasus KM Sinar Bangun, sulit ditangani dengan cepat. Dalam operasionalnya, Pelra mengalami dilemma okupansi dan pemborosan bahan bakar.
Masalah ini sama dengan yang dialami perusahaan kapal niaga nasional dan BUMN, yakni kapal dalam perjalanan kembali dalam kondisi kosong setelah mengantar penumpang dan barang.
Untuk itu, pemerintah juga harus memberikan insentif atau subsidi beban operasional karena kapal pulang kososng tanpa muatan. Perlu cetak biru bagi pelayaran rakyat sesuai karakter daerah. Selama ini, cetak biru Pelra belum jelas bentuk ataupun gambar desainnya.
Implikasinya, kalau gambar desainya tidak ada, tidak ada perusahaan asuransi yang mau menjamin jika terjadi kecelakaan atau tenggelam.
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran PAsal 15 ayat 1 dan 2, perusahaan Pelra pada umumnya identik dengan konstruksi kapal kayu yang dioperasikan pelaut tradisional atau bakat alami dengan model manajemen yang sangat sederhana.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93/2013 tentang penyelenggaraan angkutan laut yang menggunakan kapal layar tradisional yang sepenuhnya digerakkan  tenaga angin, kapal layar motor berukuran sampai 500 GT (gross tonnage) yang digerakkan  tenaga angin sebagai pengerak utama dan motor sebagai tenaga penggerak bantu, serta kapal motor dengan ukuran antara 7 GT sampai 35 GT.
Menurut pengurus organisasi pelayaran rakyat, eksistensi kapal Pelra kian tersingkir dan dieliminasi dari aktivitas logistic. Akibatnya, jumlah kapal kian menyusut. Dalam tiga tahun terakhir, menyusut hingga 50 persen karena krisis permodalan dan dipinggirkan sebagai moda angkutan dan usaha logistik.
Langkah pertama program revitalisasi Pelra adalah menetapkan standar nasional kapal pelayaran rakyat dengan bobot yang sesuai kondisi alam, jalur pelayaran, serta operasional mereka sebagai feeder kapal  niaga nasional khususnya untuk angkutan perbatasan, daerah perairan pedalaman, dan program rintisan.
Adapun bobot kapal yang perlu standarisasi dan penataan ulang supaya tidak timbul konflik kepentingan dengan kapal niaga nasional adalah maksimal 174 GT untuk angkutan antarpulau ( dibawah bobot kapal niaga nasional) atau maksimal 35 GT untuk angkutan perairan pedalaman atau sesuai level air.
Perlu peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai kompetensi standar keselamatan dan keamanan transportasi. Proyeksi kebutuhan SDM pelayaran hingga 2019 mencapai 1,3 juta orang.
Tingginya kebutuhan SDM pelayaran, baik untuk memenuhi kebutuhan perhubungan laut nasional maupun asing memerlukan dukungan peningkatan kualitas serta kapasitas Sekolah Tingi Ilmu Pelayaran, Politeknik Ilmu Pelayaran, dan lainnya.
Perlu link and match antara lembaga pendidikan dan riset dengan industri transportasi , serta regulator untuk mendukung terwujudnya sistem pelayaran nasional berkelas dunia. Perlu SDM shiping and ship building dan perombakan diklat pelaut.
Sebagai negara maritim, Indonesia perlu mengembangkan SDM bidang kemaritiman ahli. BPPT sebaiknya konsolidasi kompetensi dan merangkul kembali SDM ahli yang pernah disekolahkan di luar negeri.
Banyak ahli kemaritiman dan teknik perkapalan yang pernah diberikan beasiswa ke luar negeri oleh Menristek BJ Habibie pada era 80-an. Tentunya, mereka pada saat ini kompetensinya sudah sangat mumpuni.
Dengan demikian, mereka sangat tepat membantu revitalisasi Pelra dan program nasional kemaritiman yang lain. Dibutuhkan pula, penyiapan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik yang ahli dalam bidang kemaritiman.
Selain itu, wahana pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan bidang kelautan. Ada beberapa faktor yang masih menjadi masalah pelik dalam pengembangan pendidikan kemaritiman.
Masalah yang krusial adalah pemenuhan guru produktif serta perbaikan infrastruktur pendidikan maritim.
Saat ini, banyak guru di SMK kemaritiman yang sejatinya bukan guru produktif, melainkan dikaryakan menjadi  guru produktif.
Selain itu, SMK kemaritiman di Indonesia juga masih kekurangan laboratorium dan peralatan praktik. Ini tentu mempengaruhi kompetensi lulusan SMK di bidang kemaritiman di dunia kerja.
Peralatan seperti simulator kapal untuk praktik siswa bisa diadakan melalui kerjasama dengan BPPT dan industry strategis, seperti PT LEN, PT DI, dan PT PAL.
Simulator yang digunakan dalam pembelajaran di SMK bidang kemaritiman sesuai standar kinerja yang sudah disusun BPSDM Kemenhub dalam hal penggunaan simulator dalam pembelajaran.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar