Rabu, 05 Desember 2018

Menyoal SDM Kereta Cepat


Tenaga kerja pada proyek nasional kereta cepat (KA) Jakarta-Bandung (KCJB) masih didominasi tenaga kerja asing (TKA). Hal itu terungkap dalam pemberitaan Harian Umum Pikiran Rakyat (3/12/2018). Pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui proyek KCJB menyatakan bahwa tenaga kerja yang terlibat proyek itu masih sangat minim.

Tenaga lokal hanya untuk jenis pekerjaan kasar, seperti kuli angkut. Bahkan untuk tenaga keamanan saja masih didatangkan dari Tiongkok. Ada kesalahan mendasar yang perlu dibenahi terkait dengan pembentukan sumber daya manusia untuk menangani proyek dan kegiatan operasional KCJB.

Mestinya, tenaga kerja lokal baik yang masuk kategori teknisi hingga insinyur, bisa mendominasi proyek nasional yang didanai dari utang itu. Karena pada gilirannya nanti utang akan dipikul oleh generasi mendatang. Keniscayaan bagi bangsa ini untuk membentuk sumber daya manusia perkeretaapian yang mandiri.

Pembangunan proyek infrastruktur seharusnya disertai audit teknologi. Bertujuan untuk mengedepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal. Pemerintah hendaknya tidak memberikan cek kosong begitu saja kepada kontraktor asing untuk memilih dan menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga clearing house technology bersama dengan pemerintah daerah yang wilayahnya dipakai pembangunan infrastruktur, mestinya melakukan audit teknologi terhadap produk atau proyek yang masih dalam perencanaan maupun yang sudah berlangsung. Ironisnya, pemda justru lebih senang menjadi penonton yang hanya duduk manis dan cuma menjadi pencatat dalam proses pembebasan tanah. Peran pemda seharusnya jauh lebih besar dari itu. Peran pemda juga menyangkut penggunaan tenaga kerja lokal berbagai kategori sebanyak banyaknya dan selamanya.

Pembangunan KA cepat yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus mengacu dan sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pembangunan harusnya terfokus kepada tahapan penguasaan teknologi dan industri, dalam arti yang sebenar-benarnya, serta dilakukan penuh totalitas oleh putra-putri bangsa sendiri.

Untuk membangun sisten perkeretaapian nasional yang canggih, yang memadukan antara KA komuter atau perkotaan, KA biasa, hingga KA cepat/supercepat, diperlukan penguasaan teknologi dan industri perkeretaapian yang ditopang oleh SDM lokal yang andal dan jumlahnya cukup.

Proyek KA cepat jangan hanya bersifat sensasi pembangunan, sehingga tidak mampu menjadi wahana transformasi teknologi dan industri. Idealnya tranformasi tersebut disertai dengan tahapan-tahapan yang jelas. Yakni tahapan pengusaan teknologi KA cepat yang didukung dengan persiapan SDM teknologi dengan berbagai spesialisasi dan jobs establishment yang bagus. Perlu grand strategy atau cetak biru transformasi KA cepat. Utamanya terkait dengan SDM teknologi yang nantinya terbagi menjadi pelaksana pembangunan infrastruktur dan moda KA cepat, operator dan pemeliharaan, serta lembaga riset dan inovasi.

Proyek KA cepat Jakarta - Bandung semestinya dapat menyerap lebih dari 50.000 tenaga kerja pada saat konstruksi, 20.000 tenaga kerja konstruksi transit oriented development (TOD), dan sekitar 30.000 pekerja saat operasi. Semua itu harus dirumuskan secara detail dan konsisten bersama pihak pemerintah daerah.

Lembaga riset

Strategi transformasi perkeretaapian nasional selain membutuhkan pelaksana pembangunan infrastruktur oleh BUMN dan wahana industri perkeretaapian, juga membutuhkan lembaga riset dan inovasi untuk mengembangkan KA cepat di masa mendatang. Tentunya lembaga riset dan inovasi ini membutuhkan ribuan SDM teknologi yang ahli dan mampu menguasai teknologi KA super- cepat yang sesuai dengan tren dunia. Perlu mengirimkan mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi dan pusat industri KA supercepat, sehingga dalam kurun waktu lima tahun ke depan SDM teknologi ini sudah bisa mengisi lembaga strategis tersebut.

Betapa dinamisnya riset dan inovasi terkait dengan KA supercepat dewasa ini. Kita bisa menengok inovasi dan riset yang dilakukan oleh perusahaan KA nasional Prancis SNCF. Selama ini SNCF merupakan pusat dunia terkait dengan pengembangan KA canggih berkecepatan sangat tinggi. Yakni Train Grande Vitesse (TGV) yang terus menerus berinovasi membuat rekor dunia dalam hal kecepatan tempuh.

Selain aspek kecepatan, SNFC juga melakukan berbagai riset dan inovasi terkait dengan value conscious. Survei SNFC menunjukkan bahwa pada saat ini faktor kecepatan saja tidaklah cukup untuk menjadi daya tarik penumpang KA di benua Eropa. Dengan kondisi ini, SNFC selain terus mengembangkan teknologi KA cepat juga berinovasi terhadap layanan, antara lain bekerja sama dengan Disneyland untuk merancang gerbong TGV yang memiliki fasilitas hiburan fantastis bagi keluarga.

Para belia di negeri ini sebaiknya segera diarahkan untuk belajar KA supercepat di Prancis. Karena negara itu selama ini terbukti memberikan transfer teknologi yang jelas dan komprehensif kepada negara lain, termasuk dengan Tiongkok selama ini. Transformasi perkeretaapian nasional menuju penerapan KA supercepat perlu strategi dan cetak biru yang tepat, yang dikerjakan secara mandiri oleh putra-putri bangsa. Kemandirian itulah yang menjadi roh dari Undang- Undang Perkeretaapian Nasional.

Keberhasilan transfer teknologi KA supercepat oleh kaum belia Indonesia sangat menentukan perkembangan perkeretaapian nasional dan sekaligus menjadi solusi bagi masalah yang akan timbul. Pengoperasian KA Cepat Jakarta-Bandung jangan dikira tidak akan sarat masalah berikutnya. Tentunya akan timbul masalah teknis yang serius terkait dengan kondisi geologi yang rawan longsor dan gempa bumi. Selain itu juga rawan banjir, misalnya di daerah Kabupaten Bandung yang direncanakan menjadi stasiun akhir KA cepat dan menjadi depo teknologi dan perawatan.

SDM teknologi bangsa Indonesia harus mampu mengantisipasi masalah serius di kemudian hari. Kita harus punya solusi yang mandiri terkait dengan masalah fatal yang mungkin akan menimpa KA cepat. Termasuk yang menyangkut keamanan penumpang dan inovasi layanan.***

Bimo Joga Sasongko Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (ABIE)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar