Senin, 16 April 2018

Mewujudkan Indonesia 4.0


Oleh Bimo Joga Sasongko

Bangsa ini harus lulus mewujudkan Indonesia 4.0, sebuah era Revolusi Industri (RI) yang tidak lama lagi melanda. Semua negara tidak mau menjadi bangsa gagal. Mereka harus lulus menghadapi berbagai ujian di depan mata seperti masalah disruptif inovasi yang telah mengubah secara drastis tatanan ekonomi dan sosial. Sebagai warga dunia, bangsa Indonesia juga akan menghadapi ujian memasuki era RI jilid empat (Industri 4.0).

Selain itu, ada ujian berat lain, menghadapi perang asimetrik yang bisa menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Era Industri 4.0 telah menjadi perhatian besar Presiden Joko Widodo dengan meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi memasuki zaman digital manufacturing.

Presiden melihat pentingnya penerapan Industri 4.0 dalam rangka transformasi lanskap industri nasional menuju 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Ini termasuk pembaruan vokasional atau sekolah kejuruan sesuai dengan kebutuhan era Industri 4.0. Berbagai negara telah menyiapkannya dengan dana besar dan mencetak SDM pendukung secara sistemik. Sekolah kejuruan hingga perguruan tinggi mesti menyesuaikan bidang studi dan kurikulum agar link and match dengan kebutuhan industri.

Salah satu negara yang paling agresif mewujudkan ekosistem Industri 4.0 adalah Jerman. Negara itu telah merampungkan kerangka kerja bersama yang melibatkan ribuan perusahaan dengan total pendanaan mencapai 140 miliar euro. Jerman berharap pada 2020 mampu mengawali Industri 4.0. Di bulan April ini segenap siswa SD,SMP,SMA/SMK menghadapi Ujian Nasional (UN) sekolah. 

Pelaksanaan UN harus penuh dengan integritas dan menjunjung tinggi kejujuran
UN 2018 bagi segenap siswa sekolah untuk menuju pendidikan nasional berkelas dunia, mencetak generasi unggul yang mampu mewujudkan Indonesia 4.0. Diharapkan pada tahun ini tidak terjadi hambatan dan modus-modus kecurangan yang bisa menurunkan reputasi UN seperti kebocoran soal ujian dan beredarnya kunci jawaban. Tahun ini, UN diikuti 8,1 juta peserta didik dan 96 ribu satuan pendidikan. Sebanyak 78 persen peserta didik siap mengikuti UN berbasis komputer (UNBK) dan 22 persen peserta didik yang masih melaksanakan ujian berbasis kertas dan pensil (UNKP).


Ancaman


Menghadapi kondisi nasional dan global pada saat ini analog dengan ujian tentang bela negara dan memenangkan perang asimetrik. Sudah saatnya seluruh rakyat semesta ditransformasikan untuk menghadapi UN berupa perang asimetrik (asymmetric warfare). Ancaman negara pada abad kini tidak hanya didominasi kekuatan militer suatu negara, namun juga kekuatan nonstate actors yang tidak hanya menyerang personal dan instansi militer, bahkan mengancam seluruh aspek kehidupan.

Ancaman nonstate actors yang sering dilakukan saat ini sebagai teror, termasuk melalui dunia maya (cyber crime). Bentuk ancaman nonkonvensional atau asymmetric warfare lainnya menghancurkan bangsa lewat narkoba, penyelundupan, dan pencurian sumber daya alam. Kini seluruh Indonesia dari provinsi hingga RT/RW sudah diserang bandar dan pengedar narkoba. Tanah Air dibanjiri narkotika alami dan hasil rekayasa atau sintetik baik jenis amphetamine type stimulant (ATS) ataupu new psychoactive substances (NPS). Bahkan ATS kini menjadi candu favorit di Indonesia. NPS telah ditemukan sebanyak 66 jenis.

Masuknya narkoba dengan jumlah sangat besar tersebut menunjukkan, pasar Indonesia sungguh amat menjanjikan. Jaringannya pun sangat rapi. Saatnya membangun sistem pertahanan negara dan program bela negara yang terintegrasi seluruh Nusantara. Tak pelak lagi, perang abad ke-21 bersifat kompleks dan memasuki seluruh aspek kehidupan.

Seluruh bangsa mesti bersiap menghadapi ujian derasnya inovasi disruptif dan era Industri 4.0. Berbagai macam bidang inovasi bersifat disruptif, yakni menghancurkan dan mengubur tatanan lama atau model bisnis lama (incumbent). Disrupsi tersebut selanjutnya menciptakan pasar baru, mengganggu, atau merusak pasar yang sudah ada. Akhirnya menggantikan teknologi dan tatanan terdahulu. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar. Umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar lama.

Bermacam bentuk disrupsi teknologi global telah memasuki Indonesia dan meraup keuntungan ekonomi hingga pelosok desa. Sumber daya dan dana masyarakat tersedot oleh mesin atau aplikasi milik asing. Ujian bangsa Indonesia kemampuan menciptakan dan membangun bermacam inovasi teknologi berupa aplikasi digital atau platform keindonesiaan untuk mengimbangi atau mengatasi aplikasi luar negeri yang sangat disruptif dan amat rakus menggerus aset bangsa.

Modal utama untuk bisa lulus era disrupsi dengan mencetak dan mengoptimalkan SDM iptek terbarukan yang memiliki kapasitas inovasi baik inovasi tingkat daerah maupun kapasitas inovasi nasional. Pada saat bangsa sibuk menghadapi bermascam disrupsi teknologi, negara-negara maju tengah mencanangkan program besar yang amat strategis. Di antaranya, penerapan Industri 4.0. RI 4.0 sudah pasti berdampak besar bagi Indonesia.

Perlu antisipasi dan persiapan segenap bangsa untuk menghadapi datangnya era industri gelombang keempat. Dunia industri telah mengalami revolusi jilid satu sampai tiga. Era Industri 4.0 ditandai dengan terbentuknya smart factory atau pabrik cerdas berbasis Cyber-Physical System (CPS). Era RI keempat juga ditandai dengan digitalisasi secara total sektor manufaktur. Maka, untuk memasuki era Industri 4.perlu persiapan SDM iptek dalam jumlah memadai untuk menguasai teknologi pendukung RI.

Secara garis besar jenis teknologi pendukung utama adalah teknologi Internet of Things, teknologi Cybersecurity, teknologi Cloud Computing, teknologi Additive Manufacturing, teknologi Augmented Reality dan teknologi Big Data. Keudian, teknologi Autonomous Robots, teknologi Simulation, serta teknologi Integrasi sistem atau Platform. 

Penulis Lulusan North Carolina State University

Artikel yang sudah di publiskan di Koran Jakarta
http://www.koran-jakarta.com/mewujudkan-indonesia-4-0/



Rabu, 04 April 2018

Making Indonesia 4.0 dan Pabrik Cerdas


Oleh  Bimo Joga Sasongko   *)

Presiden Joko Widodo meresmikan pembukaan acara Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center (JCC). Acara bertema "Implementasi Industri 4.0 dalam rangka Transformasi Lanskap Industri Nasional Menuju Top 10 Ekonomi Dunia 2030".

Bersamaan dengan itu Presiden Jokowi juga meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era manufakturing digital.

Penerapan Industri 4.0 dipelopori oleh negara Jerman yang sejak 2015 telah merampungkan kerangka kerja yang akan diterapkan pemerintah mulai 2020. Ratusan perusahaan di Jerman telah terlibat dalam program nasional itu dengan total investasi mencapai 140 miliar Euro.

Jenis industri yang sudah siap menerapkan Industri 4.0 ini adalah industri manufaktur, otomotif, dan industri teknologi informasi dan komunikasi.

Ekosistem Industri 4.0 ditandai dengan terwujudnya pabrik cerdas. Ada beberapa persyaratan untuk mewujudkan skenario Industri 4.0. Antara lain, kemampuan dalam hal Interoperabilitas atau kesesuaian. Yakni Kemampuan mesin, perangkat sensor, dan tenaga kerja untuk berhubungan dan berkomunikasi satu sama lain lewat Internet of Thing (IoT). 

Kemudian juga kemampuan untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model manufakturing digital dengan data sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan dan pengolahan data dari sejumlah sensor untuk menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan.

Merujuk World Economic Forum dalam laporannya yang berjudul :"The Next Economic Growth Engine Scaling Fourth Industrial Revolution Technologies in Production". Kita bisa memprediksi bahwa industri manufakturing global akan totalitas mewujudkan era Industri 4.0 pada 2025.

Making Indonesia 4.0 pada saat ini masih terkendala oleh indeks konektivitas yang masih rendah. Kondisi digital divide atau ketimpangan digital di Indonesia timur dan barat menyebabkan peringkat Indonesia tergolong rendah, yakni indeks konektivitas hanya 4,34. Hal ini berada di urutan 111 dari 176 negara yang disurvei oleh International Telecommunication Union (ITU).

 Indeks pembangunan TIK Indonesia masih kalah dibanding Singapura yang memiliki nilai indeks 8,05, Malaysia 6,38, Brunei Darussalam 6,75, Filipina 4,67, dan Vietnam 4,43. Dengan kondisi indeks konektivitas seperti diatas sulit bagi Indonesia untuk menyongsong era Industri 4.0.
 Indonesia harus mempersiapkan SDM Iptek dan pekerja sektor industri untuk menghadapi era Industri 4.0 dalam jumlah yang memadai. SDM tersebut untuk menguasai teknologi pendukung, yakni bidang teknologi Internet of Things (IoT), Cybersecurity, Cloud Computing, Additive Manufacturing, Augmented Reality, Big Data, Autonomous Robots, Simulation, dan platform integration.

Bagi kaum pekerja era Industri 4.0 bisa berdampak negatif. Karena mereduksi beberapa bidang profesi yang pada akhirnya memangkas jumlah tenaga kerja. Namun begitu kehadiran era itu tidak sepenuhnya berdampak negatif. Karena akan melahirkan jenis profesi yang baru.

Dalam era tersebut akan terjadi perang untuk memperebutkan SDM berbakat dan memiliki kompetensi yang tinggi. Perebutan itu dari tingkat lokal hingga global. Dalam era ini sebagian besar tenaga kerja akan menjadi pekerja kontrak atau outsourcing. Pola ketenagakerjaan seperti ini tidak bisa lagi diatur dengan Undang-undang atau peraturan ketenagakerjaan yang ada sekarang ini. Masalah jam kerja, bobot kerja dan hal-hal normatif pekerja sudah tidak relevan lagi dengan peraturan yang berlaku selama ini.

Dampak ketenagakerjaan di era Industri 4.0 mulai dirasakan oleh para pekerja di Jerman. Seperti dirasakan oleh pekerja industri manufakturing logam, mesin dan elektronika di Jerman yang menyatakan bahwa industri 4.0 telah menjadikan proses produksi menuntut adanya smart factory dan smart products.

Hal tersebut menimbulkan masalah baru yakni tuntutan keterampilan yanag lebih tinggi dan soal jaminan sosial dan kecocokan model kerja dengan hukum yang berlaku. Hampir semua organisasi pekerja di Eropa menyatakan bahwa datangnya era diatas menimbulkan lebih banyak hubungan kerja yanag bersifat freelance dan alih daya.

Menyongsong era Industri 4.0 perlu mentransformasikan keterampilan tenaga kerja yang terkait jenis teknologi yang menjadi pilar utama. Hal itu juga sebagai solusi untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah angkatan kerja Indonesia pada 2017 sebanyak 131,55 juta.

 Sebagian besar atau sekitar 80 persen di antaranya adalah tenaga kerja yang kurang terlatih. Penataan kompetensi ketenagakerjaan sebaiknya memproyeksikan periode bonus demografi hingga 2030. Bonus demografi ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 70 persen terhadap total angkatan kerja. Jangan sampai bonus demografi justru menjelma menjadi bencana karena negara gagal mencetak angkatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan indstri dan dunia usaha.

Diperkirakan mulai 2020 mulai terjadi gelombang pasang hingga tsunami yang mengganggu lapangan pekerjaan warga dunia. Jika nanti robot dan artificial intelligence sudah masuk ke dalam industri secara masal, perlu dipersiapkan sematang mungkin tenaga kerja.

Prediksi Mc-Kinsey Global Institute (MGI) menyatakan bahwa Indonesia bisa masuk peringkat 7 ekonomi dunia pada tahun 2030 jika mampu mencetak jutaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan zaman.  Celaknya struktur ketenagakerjaan di Tanah Air hingga saat ini masih didominasi oleh pekerja dengan latar belakang lulusan SD dan SMP.

Untuk menjadi 10 besar ekononi dunia, Indonesia harus bisa mencetak sekitar 113 juta tenaga kerja terampil dan ahli supaya bisa menghadapi era Industri 4.0 dengan baik. Seperti skenario yang dibuat oleh MGI. Para pekerja itu harus mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan di industri manufaktur yang berbasis Industri 4.0. Jika pemerintah gagal mencetak ratusan juta tenaga kerja diatas, maka mimpi menjadi tujuh besar ekonomi dunia bisa bubar.

Skenario Making Indonesia 4.0 dengan melihat kondisi terkini memang sangat sulit terwujud. Apalagi kekuatan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh faktor konsumsi masyarakat, bukan sektor manufakturing yang tangguh. Modal Indonesia saat ini untuk memasuki era itu hanyalah faktor bertambahnya konsumen domestik yang jumlahnya sekitar 90 juta orang hingga tahun 2030.
*) Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE.

Alamat :
c/o Euro Management Indonesia
Gedung Ir.HM. Suseno Jl.R.P.Soeroso No.6, Menteng Jakarta Pusat 10330.
Nomor  HP :  0811 9698 421
Nomor NPWP  : 08.779.070.5-003.000

Biodata Singkat :
            BIMO JOGA SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA  :  Lulus SMAN 3 Bandung tahun 1990. Berhasil memperoleh beasiswa dari Menristek BJ Habibie untuk kuliah di teknik penerbangan atau aerospace engineering, di North Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA. dari tahun 1991 – 1995. Kemudian melanjutkan program S2 di Amerika Serikat mengambil program master di jurusan industrial engineering atau teknik industri di Arizona State University. Tahun 1996 penulis kembali ke Indonesia dan berkarir di BPPT.

            Pada 2001 melanjutkan studi ke FH. Pforzheim Jerman dengan mengambil program MBA dan lulus 2003, kemudian bekerja kembali di BPPT sambil mendirikan Euro Management Indonesia. Saat ini penulis menjabat sebagai Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) yaitu ikatan alumni yang terdiri dari para lulusan SMA terbaik dari seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 1500 orang dari tahun 1982 – 1996 yang menerima bea siswa untuk kuliah di luar negeri lewat program BJ.Habibie.





Senin, 19 Februari 2018

Pembentukan UU Inovasi

Masih rendahnya kinerja ekspor dan investasi bukan semata akibat hambatan regulasi, birokrasi, dan infrastruktur. Setelah hambatan dihilangkan dan infrastruktur dibangun, tetapi tetap saja kinerja ekspor dan investasi belum menggembirakan.

Kini inovasi menjadi faktor yang penting untuk mendongkrak kinerja ekspor dan investasi. Untuk itu Indonesia memerlukan Undang – Undang Inovasi. Faktor inovasi adalah jawaban atas paradoks, mengapa kapasitas dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Namun, kinerja ekspor dan nilai investasi masih kalah dengan negara tetangga. Hal tersebut pernah dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo .

Sekedar catatan, Thailand mampu meraup 231 miliar dolar AS dari ekspor, jumlah itu tertinggi di Asia Tenggara . Malaysia 184 miliar dolar AS dan Vietnam mecapai 160 miliar dolar AS. Sementara Indonesia hanya 145 miliar dolar AS

Volume ekspor Indonesia sebagai besar dari sektor industri pengolahan yang bernilai tambah kecil karena kurang inovatif. Celakanya , industri pengolahan banyak memakai bahan baku impor. Contohnya , garam impor hingga plastik impor .

Masalah kinerja sektor investasi di daerah yang belum optimal juga disebabkan faktor inovasi. Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah kurang optimal karena belum menekankan aspek inovasi.

Meskipun implementasi UU Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007 telah ditunjang oleh Perda untuk membangun Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), hal itu masih belum efektif karena infrastruktur tersebut belum disertai dengan proses inovasi yang memadai.

Pembentukan UU Inovasi bisa memberi arah yang jelas  terhadap eksistensi Science Technology Park (STP) atau Taman Ilmu dan Teknologi yang kini ada di setiap kota. Menurut International Association of Science Parks (IASP), eksistensi STP harus mampu menjadi inkubator dan mendorong pembentukan perusahan yang berbasis iptek yang mengendapkan inovasi.

Didalam UU inovasi, idealnya terdapat kelembagaan , yakni Otoritas Inovasi Nasional (OIN). Bertugas mengelola dan mengembangkan secara progresif kapasitas inovasi nasional dan daerah . Otoritas juga bertanggung jawab terhadap percepatan difusi inovasi segala ini serta melakukan literasi dan edukasi. Kelembagaan OIN sebaiknya langsung di bawah Presiden .

Adanya UU inovasi diharapkan bisa mendongkrak indeks inovasi. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia kini makin tertinggal. Berdasarkan Global Innovation Indeks 2017, Indonesia berada di posisi 87 dari total 127 negara. Posisi ini hanya naik satu peringkat dibandingkan posisi pada 2016. Dibandingkan Negara di ASEAN, peringkat Global Innovation Index Indonesia juga tertinggal. Misalnya, Malaysia berada di posisi 37, sedangkan Vietnam berada di posisi 47.

Realitas rendahnya indeks inovasi tidak cukup hanya dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas P3 Iptek).

Karena belum ada lembaga tersendiri yang mengelola dan mengembangkan inovasi, sistem inovasi di negeri ini pun masih belum efektif dan kurang berdaya. Sistem inovasi sebenarnya mencakup basis iptek (termasuk aktivitas pendidikan,aktivitas litbang,dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitas-aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan nonbisnis serta masyarakat umum ), dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.

Eksitensi OIN mampu menyinergikan tiga unsur utama dalam sistem inovasi, yakni pertama unsur kelembagaan (litbang,pendidikan,industri,intermediasi,keuangan,atau perbankan). Unsur kedua adalah jejaring kelembagaan sistem inovasi. Dan unsur yang ketiga adalah instrumen kebijakan berupa perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pembiayaan inovasi (misalnya,modal ventura), pengelolaan risiko teknologi, standardisasi,dan sertifikasi.

Pembiayaan inovasi nasional pusat dan daerah membutuhkan dana yang cukup besar ,perlu dibentuk innovation fund semacam dana abadi. Dana itu diharapkan berasal dari APBN/APBD ,CSR  perusahaan dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam ataupun luar negeri . Dana tersebut sebaiknya dikelola oleh badan otonom .

Betapa rendahnya investasi nasional dalam penelitian dan pengembangan yang kini kurang dari 0,1 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini tentunya menghambat kapasitas Indonesia untuk berkembang menjadi negara maju.

Solusi persoalan daerah tidak cukup dengan pembangunan infrastruktur . Yang lebih penting adalah melahirkan berbagai macam inovasi dari dan untuk masyarakat.  Pembentukan Citizen Innovation Laboratory atau laboratorium inovasi warga seperti yang ada di DKI Jakarta perlu ditiru daerah lainnya. Laboratorium itu bisa melahirkan ribuan penggerak inovasi warga.

Presiden Joko Widodo meminta agar inovasi layanan publik harus mendapat perhatian lebih. Keberadaan OIN mampu membenahi manajemen inovasi nasional dan daerah agar lebih efektif dan bisa diakses seluas-luasnya oleh publik.

Manajemen inovasi merupakan disiplin yang berkaitan dengan pengelolaan inovasi dalam proses produk dan pelayanan , organisasi, hingga pelanggan dan pasar. Target dan tujuan manajemen inovasi adalah memungkinkan  organisasi untuk merespons berbagai peluang dan menggunakan upaya kreatif untuk memperkenalkan ide-ide, proses, atau produk serta layanan baru. Dengan adanya manajemen inovasi yang baik, bisa memicu dan mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif dari segenap bangsa.


Hasil inovasi teknologi tepat guna tingkat kabupaten/kota sebaiknya segera ditransformasikan menjadi wahana difusi inovasi.  Dalam domain sosial, difusi inovasi bagian penting proses pembangunan manusia. Kini inovasi merupakan bagian kuning telurnya pembangunan SDM suatu negara maju.
Komang Wirawan 
Lulusan RWTH Aachen University

Bimo Joga Sasongko
Lulusan FH Pforzheim Jerman




Rabu, 14 Februari 2018

Arti Penting Asia Selatan Bagi Indonesia

Oleh Bimo Joga Sasongko

Presiden Joko Widodo telah melakukan kunjungan kerja ke negara-negara di kawasan Asia Selatan. Dalam kunjungan itu Presiden mengetahui bahwa pasar ekspor di Asia Selatan masih belum digarap dengan baik.
 Setelah kunjungan kerja ke Asia Selatan, Presiden menyampaikan kekecewaannya terkait dengan kinerja ekspor yang menjadi tugas dan lingkup tanggung jawab Kementerian Perdagangan. Presiden kecewa lantaran nilai ekspor RI ketinggalan jauh dari negara tetangga yang tergabung dalam Asean.

 Kinerja ekspor Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Padahal kapasitas nasional dan aset sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Data menunjukkan Thailand mampu menghasilkan US$ 231 miliar dari hasil ekspor. Angka itu tertinggi di Asia Tenggara. Nilai ekspor Malaysia mencapai US$ 184 miliar, dan Vietnam sebesar US$ 160 miliar. Sementara itu, Indonesia sebagai negara besar hanya mendapat US$ 145 miliar dari ekspor. Pendapatan ekspor Indonesia tersebut jelas merupakan paradoks yang menyedihkan.

 Selama ini Indonesia mengabaikan pangsa pasar non-tradisional. Padahal pasar ekspor tradisional sudah stagnan, mestinya kita segera memperluas sayap untuk menciptakan pasar baru. Antara lain ke Asia Selatan, Timur Tengah, dan benua Afrika.

 Kunjungan Presiden Jokowi ke sejumlah negara di Asia Selatan melahirkan arti perlunya menggarap potensi yang selama ini terabaikan. Meskipun negara di Asia Selatan adalah negara berkembang yang didera masalah kependudukan yang rumit, tetapi memiliki hubungan yang istimewa sejak Indonesia merdeka dan potensi perdagangan yang luar biasa.

 Ada delapan negara yang terletak di Asia bagian selatan yaitu India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan, Bhutan, Maladewa, Nepal, dan Srilanka. India adalah negara terbesar di kawasan ini dengan wilayah terluas dan jumlah penduduk terbanyak.

 Kemitraan Indonesia dengan negara Asia Selatan seperti India cukup signifikan. Indonesia perlu saling mempelajari terkait pembangunan manusia, terutama pengembangan SDM di India. Serta cara India membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global dan para diasporanya mampu menarik investasi yang berbentuk proyek outsourcing global. Begitu juga sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.

 Indonesia layak belajar dari diaspora India. Banyak di antaranya yang berhasil menjadi pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri. Diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar US$ 180 miliar per tahun. Sementara itu, diaspora Indonesia baru bisa mendatangkan devisa sekitar US$ 9 miliar.

 Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM bangsa telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Di mana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing.

 India berhasil membangun modal intelektual bangsanya. Salah satunya terlihat dari strategi yang agresif dalam industri penerbitan. Betapa seriusnya pemerintah India mengembangkan industri penerbitan.

 Terlihat dengan usaha pengembangan National Book Trust (NBT). Lembaga semacam BUMN yang dibentuk pada 1957 oleh Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru. Buah dari keseriusan pemerintah India adalah tingginya minat baca masyarakat di sana. National Book Trust of India sukses dalam mempromosikan buku dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat India.

 Kesuksesan di atas diikuti dengan berkembangnya industri perbukuan India yang omzetnya lebih dari 30 miliar rupee India (setara dengan US$ 685 juta) yang didukung oleh sekitar 15.000 penerbit. Dengan jumlah penerbit sebesar itu, India dapat memproduksi sekitar 70.000 judul buku per tahun dan 40% di antaranya adalah buku-buku berbahasa Inggris.

 Saatnya belajar dari India untuk mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

 Microsoft, misalnya, memiliki lebih dari 2.000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1.200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekadar catatan, India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia, melampaui Tiongkok.

 Sebagai catatan penting, negara-negara di dunia telah menyusun agenda perdagangan dan investasi lebih agresif. Selain itu, mereka didukung oleh SDM investasi dan perdagangan yang memiliki pengalaman dan keahlian global.

 Selama ini SDM India sangat gesit dan unggul dalam persaingan merebut potensi outsourcing global. Dengan demikian, arah ketenagakerjaan di Indonesia harus terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektivitas yang luar biasa. Tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negera yang memiliki SDM yang tangguh.

 India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Sebab, SDM di sana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.

 Untuk mengejar potensi globalisasi itu Indonesia sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa di perguruan tinggi juga harus dipersiapkan agar lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dibutuhkan oleh perusahaan multinasional.

 Presiden Jokowi telah memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan pemerintah.

 Saatnya membenahi standar kualifikasi perusahaan dan regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing. Tujuannya adalah agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan dan perusahaan. demi meningkatkan kesejahteraan bersama.



Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE




Jumat, 09 Februari 2018

Kehadiran Universitas Asing


Kehadiran universitas asing di Tanah Air merupakan keniscayaan karena tuntutan zaman. Namun begitu, perlu diantisipasi dan program studinya harus ditentukan secara tepat agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Pro kontra telah terjadi. Forum Rektor Indonesia (FRI) minta pemerintah agar membatasi izin pembukaan universitas asing.

FRI merekomendasikan agar yang diizinkan hanyalah research university. Resistensi juga datang dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) yang bakal terkena dampak langsung universitas asing. Bahkan, Aptisi akan melayangkan mosi tidak percaya kepada pemerintah jika segala ketentuan terkait operasional universitas asing ditabrak. Penolakan Aptisi didasarkan pada alasan saat ini terdapat sekitar 2.000 PTS kecil tersebar di seluruh Indonesia.

Mereka ini mestinya terlebih dulu ditingkatkan kualitasnya. Kehadiran universitas asing merupakan bentuk investasi global berorientasi keuntungan. Inilah bentuk liberalisasi pendidikan tinggi sebagai konsekuensi Indonesia anggota World Trade Organization (WTO). Liberalisasi perguruan tinggi berlaku sejak ratifikasi atau kesediaan dalam menandatangani General Agreement on Trade and Services (GATS).
Ini perjanjian mengenai perdagangan dan jasa anggota WTO.

Dengan demikian, pemerintah perlu mengarahkan investasi tersebut agar tidak merugikan masyarakat dalam meraih masa depan lewat proses perkuliahan. Jangan semata-mata orientasi masyarakat hanya memburu ijazah universitas asing.

Setelah Indonesia ratifikasi WTO, otomatis juga mengesahkan liberalisasi pendidikan tinggi. Hal itu terlihat melalui undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Contoh, UU Nomor 20 tahun 2003, peraturan pemerintah Nomor 61 Tahun 1999,dan UU Nomor 12 Tahun 2012. Ketentuan tersebut juga mencakup pendanaan pendidikan tinggi, keikutsertaan masyarakat, pengawasan pemerintah, dan pendirian pendidikan tinggi oleh asing.

Khusus untuk penyediaan pendidikan tinggi oleh asing, WTO memiliki mekanisme tertentu. Metode penyediaan pendidikan oleh asing ke negara penerima melalui : pengadaan lintas batas, konsumsi luar negeri, kehadiran komersial, dan kehadiran orang alami. Metode konsumsi luar negeri, kebebasan bagi warga anggota untuk membeli layanan di wilayah anggota lain seperti jasa pendidikan atau luar negeri dan menerapkannya di negara asal.

Metode kehadiran komersial, peluang bagi pemasok jasa asing untuk membangun, mengoperasikan atau memperluas kehadiran komersial di wilayah anggota. Contoh, cabang, lembaga, atau anak perusahaan seperti membuka cabang universitas di negara penerima. Metode kehadiran orang alami, kemungkinan yang ditawarkan untuk masuk dan tinggal sementara di wilayah anggota ini individu asing untuk menyediakan layanan.

Contohnya menyediakan dosen dari luar negeri untuk mengajar. Dengan dibukanya pintu liberalisasi pendidikan tinggi, muncul produk kebijakan yang mengarah pereduksian peran pemerintah. Di lain pihak terjadi pembesaran peran masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi dan otonomi penuh.
Kemenristek Dikti mewajibkan universitas asing yang akan beroperasi di Indonesia berkolaborasi dengan PT Swasta (PTS) dalam negeri. Sejumlah PT asing akan beroperasi di Indonesia pada tahun ini, sekitar 10. Di antaranya, Universitas Cambridge Inggris, Universitas Melbourne dan Universitas Quensland Australia.


Program Studi

Pemerintah juga sudah menentukan lokasinya sekaligus merumuskan ketentuan mengenai program studi prioritas seperti sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi, dan manajemen. Program studi prioritas sebaiknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan tantangan inovasi ke depan yang diwanai berbagai disrupsi.

Prodi prioritas universitas asing sebaiknya inklusif dalam memajukan iptek Indonesia dan mampu meningkatkan kapasitas inovasi. Universitas asing diharapakan bisa mencetak calon pemimpin unggul, khususnya dalam domain iptek dan korporasi. Postur dosen atau sebaiknya 50 persen dari dalam negeri dan para diaspora, sehingga ada brain circulation global.

Penentuan prodi universitas asing harus tepat, agar bisa menjadi solusi menghadapi bermacam disruptive innovation pada beberapa sektor krusial seperti industri dan transportasi. Inovasi disruptif membantu menciptakan pasar baru, dan akhirnya menggantikan teknologi lama. Untuk itu, diperlukan roadmap atau antisipasi yang jauh ke depan.

Misi universitas asing jangan hanya mengeruk keuntungan bisnis. Mereka juga harus membantu Indonesia menghadapi revolusi ilmu pengetahuan massif dari sektor physics, digital, dan mathematics. Begitu juga inovasi tentang aplikasi layanan jasa akan terus berkembang dan membutuhkan SDM kreatif terus menerus.

Menurut ketentuan universsitas asing harus bekerja sama dengan mitra lokal dapat membuka lembaga pendidikan di kota yang sudah diprioritaskan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Medan. Sejak berlakunya UU mengenai izin pendirian universitas asing, sudah beberapa yang sudah beroperasi. Ironisnya baru sekarang mencuat polemik. Menurut catatan Kemenristek Dikti sudah 26 universitas asing beroperasi.

Salah satunya Jakarta International College, cabang Monash University Australia. Jumlah mahasiswa angkatan pertama tahun 2014 mencapai 1.600 orang. Masyarakat harus memahami, tradisi ilmiah dan keunggulan ristek universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun tidak mungkin dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia.

Dia sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju. Dengan demikian, kualitas universitas asing yang beroperasi di Tanah Air tidak bisa sama dengan kualitas negara asal. 

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, Amerika Serikat

http://www.koran-jakarta.com/kehadiran-universitas-asing/


Sabtu, 03 Februari 2018

Polemik Perguruan Tinggi Asing


Pemerintah membuka pintu lebar masuknya perguruan tinggi asing (PTA). Langkah pemerintah itu menimbulkan polemik hebat. Pro dan kontra mencuat tanpa ruang lingkup yang jelas. Itu terjadi karena tujuan pemerintah membuka cabang PTA belum terdefinisi detail.

Pemerintah baru sebatas menyatakan, PTA hanya akan membuka program studi yang terkait science, technology, engineering, and mathematics(STEM). Itu pun belum disertai karakteristik STEM seperti apa yang dibutuhkan.

Juga belum jelas seperti apa keterkaitan prodi PTA dengan kebutuhan pembangunan nasional saat ini dan mendatang. Mestinya, prodi STEM yang akan menjadi fokus PTA terkait dengan penguasaan iptek dalam dimensi systems, process, dan product.

Dengan demikian, prodi yang dijalankan tidak hanya mencetak SDM yang hanya mengusaai kulitnya teknologi saat ini, tetapi bisa menguasai kuning telurnya teknologi terkini. Jadi, prodi tersebut bisa langsung kompatibel dengan peningkatan kapasitas inovasi nasional yang pada saat ini telah tertinggal.

Penguasaan teknologi perlu ruang imajinasi yang ditunjang laboratorium yang sesuai dengan perkembangan zaman. Seharusnya, misi prodi STEM mampu meningkatkan daya kreatif bangsa untuk menciptakan bermacam inovasi. Jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang unggul, menurut Steve Jobs, harus "be hungry and foolish in mastering technology".

Menurut BJ Habibie, penguasaan STEM bisa melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah akuisisi teknologi melalui proyek transformasi berupa program bertahap di lapangan kerja. Jalur ini akan melahirkan insinyur profesional yang lahir sebagai produk pembudayaan dalam lapangan kerja. Ujiannya bukan berupa tes tulisan, melainkan desain dan produk nyata.

Jalur kedua adalah lewat pendidikan, untuk kemudian menguasai teknologi melalui sekolah menengah kejuruan (SMK), universitas, S-1, S-2, dan S-3 yang didukung dengan laboratorium dan bengkel inovasi. Dua jalur tersebut, menurut BJ Habibie, memiliki peran strategis untuk membangun SDM terbarukan, manusia bersumber daya iptek secara berkesinambungan. Sesuai dengan filosofi sekumpulan Burung Bangau yang terbang bersama menembus rintangan alam.

Mereka harus terbang maju bersama dalam kondisi alam seperti apa pun. Filosofi itu analog dengan akuisisi untuk menguasai teknologi mesti secara berjenjang dan maju bersama berkesinambungan. Filosofi di atas harus menjadi pedoman jika ingin mencetak SDM bidang STEM lewat perguruan tinggi.

Sebetulnya, ada alternatif atau pilihan yang lain yang lebih praktis dan efektif, yakni pengiriman besar-besaran pemuda Indonesia langsung kuliah di luar negeri (LN) pada perguruan tinggi terkemuka yang diawali dengan program supermatrikulasi dan pelatihan bahasa asing.

Kemudian, dilakukan tes masuk perguruan tinggi LN bertempat di Jakarta. Alternatif di atas membutuhkan metode khusus yang dirumuskan oleh mereka yang pernah sukses belajar di LN.

Mereka juga perlu memahami bahwa tradisi ilmiah dan keunggulan ristek di universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun, tidak mungkin dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia. Karena, hal itu sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga, sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju itu.

Pemerintah perlu mengkaji secara teliti terkait pilihan warga negara apakah mereka sebaiknya kuliah langsung di LN atau cukup masuk PTA yang beroperasi di Indonesia.

Saatnya pemerintah membantu masyarakat membuat perbandingan yang akurat tentang prospek dan biaya untuk dua pilihan di atas. Bisa jadi biaya kuliah PTA justru lebih mahal ketimbang kuliah langsung ke LN.

Apalagi, beberapa PT terkemuka di Eropa hingga kini telah membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya. Mereka hanya mengeluarkan biaya hidup selama belajar.

Pemerintah menyatakan tidak akan mengontrol atau membatasi besaran atau tarif biaya kuliah yang dipasang PTA, berbeda dengan besaran uang kuliah di PTN, yang tetap ada jatah insentif 20 persen untuk mahasiswa yang kurang mampu.

Dengan demikian, besaran uang kuliah PTA nuansanya sangat liberal dan tentunya sangat mahal. Polemik beroperasinya PTA di Indonesia sebaiknya disertai dengan solusi alternatif yang bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk melakukan pilihan terbaik.

Perlu pengkajian yang mendalam antara memasukkan pemuda ke PTA dengan biaya yang lebih mahal dari PTS yang sudah eksis ataukah lebih baik mendorong pemuda Indonesia langsung kuliah di LN dengan biaya yang relatif sama dengan kalau mereka masuk PTA di dalam negeri.

Jika mereka langsung belajar di LN, lebih banyak nilai tambah dan lebih adaptif dengan kemajuan zaman. Karena, para lulusan SMA secara psikologis masih sangat idealis dan mudah melakukan revolusi mental saat belajar ke luar negeri.

Begitu pun dari segi rentang usia, lulusan SMA memiliki waktu yang cukup untuk mendalami iptek secara komprehensif. Keunggulan untuk mencetak SDM unggul dengan mengirimkan ke LN karena sistem pendidikan di sana yang menekankan sistem lab based education (LBE).

Sistem LBE adalah pendidikan yang dikaitkan dengan proyek riset atau tugas akhir di laboratorium canggih. LBE tidak maungkin bisa dicabut atau dipindahkan secara instan oleh PTA yang beroperasi di Indonesia. Karena, sistem LBE ini juga terkait akar budaya ilmiah dan mentalitas atau karakter yang melekat pada sebuah bangsa maju.

Pengiriman mahasiswa ke luar negeri lebih menjangkau tantangan masa depan. Hal ini searah dengan paradigma global brain circulation, seperti yang dikemukan oleh Paul Krugman, penerima hadiah Nobel bidang ekonomi.

Mereka yang belajar di luar negeri sejak lulus SMA lebih mudah menjadi sosok versatilis. Sosok itu telah menjadikan kompetensi dan pengalaman sewaktu kuliah dan magang kerja di LN sebagai modal penting untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.

Mereka juga mampu menyerap nilai dan karakter unggul sebuah bangsa maju serta memahami transformasi sosial dan adanya disrupsi teknologi yang tentunya hadir lebih dulu di negara maju ketimbang di Tanah Air.

sumber : 
http://republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/02/03/p3k6u2440-polemik-perguruan-tinggi-asing



Kamis, 01 Februari 2018

Beasiswa untuk Tingkatkan Mutu Sumber Daya Manusia






Edisi 21-01-2018

Beasiswa untuk Tingkatkan Mutu Sumber Daya Manusia

Pemerintah sangat peduli akan pendidikan anak bangsa, sehingga dengan tangan terbuka pada 30 Januari 2012 merancang lembaga khusus di bawah Kementerian Keuangan, yakni Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Beasiswa LPDP tidak hanya memberikan pem - biayaan untuk kuliah, tetapi juga tunjangan hidup bulanan. Selain itu, akan ada juga tunjangan untuk penelitian yang sejalan dengan studi yang sedang diambil. Para pelajar Indonesia dibiayai 100% selama melanjutkan studi dari awal hingga selesai. “Kami tidak membebankan adanya sebuah ikatan dinas atau kerja setelah studi yang ditempuh selesai seperti di beberapa jenis beasiswa yang lain,” ujar Pelaksana Tugas Direktur LPDP Sofwan Effendi.

Dengan demikian, para penerima beasiswa hanya fokus untuk melanjutkan studi sampai selesai, tanpa harus memikirkan di mana tempat mereka mengabdi setelah lulus. Beasiswa LPDP membebaskan bidang ilmu yang dipilih penerima, juga negara dan universitas yang diinginkan. Persyaratannya tentu sama dengan beasiswa lain, yaitu memiliki kemampuan bahasa Inggris dengan IELTS dan menulis esai dengan tema “Kontribusiku bagi Indonesia”. Selain dari Pemerintah Indonesia, Pemerintah Inggris juga peduli akan pendidikan bagi masyarakat global. Sebab, bagi mereka pendidikan mampu mem ba - ngun sebuah negara.

Mereka pun mengajak masyarakat dunia mewujudkan impian tersebut dengan meng - undang para pelajar untuk melanjutkan pendidikan sekolah di Inggris, termasuk kepada para pelajar Indonesia. Pemerintah Inggris secara rutin membuka beasiswa Chevening yang dananya berasal dari Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran (FCO) Inggris serta ber - bagai mitra lain. Chevening khusus diberikan kepada mahasiswa pascasarjana yang sebelumnya sudah pernah bekerja. Sebab, tujuan utama dari beasiswa ini ialah bagaimana memberikan kesempatan kepada ma - hasiswa tersebut untuk kembali bekerja dan ber kon - tribusi untuk negaranya.

Pemerintah Inggris juga menginginkan para pro fe - sional dan akademisi dari seluruh dunia me ra - sakan budaya di Inggris serta mem - bangun hubungan baik de - ngan Inggris.”Setiap tahun juga kami memiliki fokus tertentu untuk bidang pekerjaan yang dapat diajukan,” ujar Rowena Chief Officer Chevening Scholarship Indonesia. Tiga tahun lalu fokusnya pada bidang jurnalistik sehingga beberapa peraih beasiswa umumnya wa r ta - wan. Para peraih beasiswa Chevening mendapatkan biaya pendidikan tunjangan hidup setiap bulannya.

Tiket pesawat perjalanan pergi dan pulang, serta hibah tambahan untuk beberapa keperluan lain yang penting. Tahapan penyeleksian sama seperti beasiswa lain alias membayar sendiri. Namun, karena untuk tahapan pas - casarjana tentu para calon mahasiswa diminta mem - buat permohonan yang lebih spesifik langsung pada bi - dang yang dituju. “Seperti membuat tesis itu harus sudah menjadi pemikiran dari awal para pelamar beasiswa,” papar Rowena. Pelamar yang mampu dengan yakin mem pre sen - tasikan bakal penelitiannya, menjadi nilai lebih. Che - vening mengharapkan lulusannya dapat meng ap li - kasikan bidang yang mereka pilih dalam pekerjaan me - reka di pemerintahan ataupun sektor swasta.

Syarat untuk melamar beasiswa Chevening ini ber - beda dari beasiswa lain: calon penerima beasiswa di - pastikan harus memiliki pengalaman kerja minimum se lama dua tahun sebelum mendaftar, termasuk kerja suk arela dan magang—baik dibayar maupun tidak. Jurusan yang diambil disesuaikan dengan minat pelamar dan biasanya disesuaikan dengan bidang pe - kerjaan yang sedang digeluti atau latar belakang pendidikan. “Dengan bangga pada 2017 lalu kami mem - berangkatkan 66 orang dengan berbagai bidang pekerjaan ada peneliti, PNS, karyawan bank, pengacara, dosen, pegiat organisasi sosial, dan lainnya. Kami senang dapat memberikan pengalaman baru bagi para pe kerja. Ini berguna untuk pekerjaan yang dilakukan setelah menempuh pendidikan,” ujarnya.

Harapannya dapat mengirimkan lebih banyak lagi warga negara Indonesia yang belajar di Inggris melalui Chevening dan pesertanya tersebar dari seluruh provinsi di Indonesia. “Semoga kemampuan berbahasa Ing gris lebih merata bagi masyarakat Indonesia agar kesempatan lebih meluas untuk mendapat beasiswa,” sambung Rowena. Bagi para pencari beasiswa, siapa sangka ada tempat khusus untuk mempersiapkan mendapatkan bea - siswa. Dari informasi pendidikan internasional, bea - sis wa, hingga kursus bahasa Inggris gratis. Euro Management Indonesia memiliki gerakan Indonesia 2020: Indonesia di Jantung Dunia.

“Kami ingin menginspirasi anak-anak muda Indonesia untuk berani belajar ke luar negeri. Kursus gratis ini kami berikan untuk pelajar SMA, mahasiswa, PNS, guru, jurnalis, dan terakhir baru kita luncurkan pekerja sosial,” ujar Presdir & CEO Euro Management Indonesia Bimo Sasongko. Gerakan ini agar semakin banyak lagi anak muda Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri. Bimo menyebut di Jepang jumlah mahasiswa Vietnam 50.000 orang, penduduknya padahal 90 juta jiwa. Sepertiga Indonesia.

Seharusnya kita bisa mengirim 110.000 orang yang belajar di luar negeri, nyatanya mahasiswa Indonesia di Jepang hanya 4.000 orang. Euro Management sudah membantu tidak hanya mengantarkan mahasiswa ke Jerman, namun sudah bertambah ke berbagai negara maju lain seperti Prancis, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Jepang.

Ananda nararya