Rabu, 30 Mei 2018

Hari Pancasila dan Mentorship


Kamis 31/5/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Peringatan Hari lahir Pancasila tahun 2018 mengemukakan tema: “Kita Pancasila: Bersatu, Berbagi, Berprestasi”. Selain menekankan persatuan, tema tersebut juga mengandung relevansi untuk berbagi dan berprestasi bagi segenap bangsa. Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan program yang masif berbentuk mentorship.

Pada zaman Orde Baru peran mentorship diperankan oleh para penatar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Ditingkat nasional para mentor itu disebut dengan istilah Manggala P4.

Menurut Lowenstein & Bradshaw, mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang mendorong pencapaian program nasional. Karena perkembangan zaman bentuk penataran P4 tentunya berubah materi dan metodenya.

Para penatar atau mentor spesifikasi harus relevan dengan zaman yang tengah menginjak era Revolusi Industri 4.0. Mentorship dalam program pembinaan ideologi Pancasila pada saat ini sebaiknya menekankan kepada pembentukan pendidikan karakter dengan pendekataan yang konkrit yakni penguatan profesionalitas anak bangsa.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebaiknya segera menjalankan program mentorship. Sayangnya menjelang peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2018 terjadi gugatan publik terkait dengan besaran gaji fantastis yang diberikan kepada pejabat BPIP. Sungguh sayang, masalah gaji BPIP telah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang baru dibentuk oleh Presiden Joko Widodo.

Peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi momentum untuk evaluasi dan reinventing nilai kebangsaan yang mampu membentuk peradaban unggul. Apalagi tema peringatan kali ini menekankan terwujudnya prestasi SDM bangsa.

Perjalanan bangsa saat ini diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Generasi saat ini perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi dan mampu bersaing secara global.

Tema peringatan Hari Lahir Pancasila menekankan pembangunan karakter SDM bangsa. Pada hakekatnya memerlukan program nasional mentorship yang didukung peran sejumlah supermentor kekinian yang mampu menggerakkan masyarakat. dan turut menguatkan pendidikan.

Supermentor kebangsaan pada saat ini bisa diperankan oleh mereka yang memiliki kapasitas pendidikan karakter dan budi pekerti. Selain itu juga didukung oleh para inovator, pelaku start-up nation maupun perorangan yang memiliki pengalaman luar biasa.

Era Industri 4.0 dan gelombang disrupsi teknologi harus dipahami secara baik oleh generasi muda saat ini dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Banyak ragam profesi yang terkubur lalu muncul jenis profesi baru. Agar generasi muda memahami fenomena diatas lebih dini, dibutuhkan program mentorship yang para pengajarnya memiliki kapasitas dan pengalaman untuk menjadi navigator.

Peran supermentor sangat penting untuk menumbuhkan karakter unggul generasi muda sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajiansi dan kapasitas inovasi.

BPIP sebaiknya terjun langsung ikut menangani reformasi pendidikan yang tengah dijalankan pemerintah. Reformasi sebaiknya dalam bentuk penataran yang metodenya disempurnakan agar tidak membosankan para siswa. Saatnya BPIP merekrut para supermentor secara masif. Warga negara yang memiliki kriteria sebagai supermentor sebaiknya diterjunkan ke sekolah-sekolah secara berkesinambungan.

Para siswa sekolah pada saat ini perlu menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan metode yang lebih menarik. Yakni mengawinkan nilai Pancasila dengan aspek ragam profesi yang kelak akan digeluti oleh siswa. Program mentorship juga mengenalkan siswa terhadap ragam profesi masa depan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Tetnunya hal ini perlu sistematika dan disiplin ilmu yang aktual.

Saat ini ada fenomena yang menyedihkan terkait sempitnya lapangan kerja yang tidak mampu lagi menyerap jumlah penduduk angkatan kerja. Para supermentor bisa mengatasi akar persoalan tersebut, yang sebenarnya menyangkut pendalaman dan penguasaan ragam profesi yang sesuai dengan kemajuan zaman. Untuk itulah betapa mendesaknya program yang masif dan membumi guna mendalami berbagai ragam profesi sejak dini lewat penataran yang dijalankan BPIP.

Sejak duduk di bangku sekolah hingga perguruan tinggi seharusnya seseorang sudah diberikan bekal pendalaman ragam profesi secara intens. Dalam persaingan global yang sangat sengit sekarang ini, sekolah dituntut untuk mengenalkan sikap profesionalisme dan ragam profesi yang relevan dengan perkemabangan zaman sejak awal.

Lebih istimewa lagi jika supermentor bisa menunjukan ragam pofesi yang akan lahir serta mampu reinventing atau memunculkan kembali ragam profesi yang sudah menghilang dengan nuansa yang baru. Seperti misalnya profesi sebagai pengrajin tradisional dengan proses produksi dan model bisnis terkini sehingga memiliki nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi.

Para supermentor bisa membantu memperbarui konsep penyelenggaraan Career Days di sekolah atau perguruan tinggi.Sehingga bentuk aktivitas diatas bisa lebih mencerahkan siswa akan arti profesionalisme. Serta pengenalan ragam profesi unggulan masa depan.

Penyelenggaraan career days skalanya bisa ditingkatkan lagi dengan membuat semacam workshop yang bisa mengelaborasi profil karier dan profesi pada era Industri 4.0. Yang bisa membuka cakrawala siswa serta mampu menjadi alternatif pilihan siswa dalam menapaki masa depannya. Sudah saatnya para pengambil keputusan dibidang pendidikan memikirkan format career days di sekolah yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan. Pemahaman terhadap ragam profesi idealnya mulai diberikan kepada para siswa sejak dini.


Penulis Ketua Umum IABIE. Pendiri Euro Management Indonesia





Selasa, 15 Mei 2018

Tenaga Kerja Asing


Kamis 3/5/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Peringatan Hari Buruh sedunia atau May Day pada 1 Mei baru lewat. Nasib buruh kini ditentukan perkembangan bisnis global yang sangat dinamis dan ditandai dengan terjadinya disrupsi teknologi yang serbadigital. Perkembangan bisnis global juga diwarnai migrasi tenaga kerja antarnegara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa pekerja lokal meningkatkan kompetensi dan kemampuan berbahasa asing.

Saat ini, organsiasi buruh sedang menentang Perpres 20/ 2018 tentang Penggunaan TKA. Pasal-pasal dalam Perpres dinilai merugikan SDM nasional. Perpres juga dianggap bertentangan dengan UU Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa pasal yang dianggap merugikan antara lain tentang Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) dan izin yang sangat longgar. Pasal itu dibuat agar pemberi kerja/pengusaha bisa seenaknya merekrut TKA kapan pun dan dari mana pun.

Sebaiknya terkait RPTKA harus benar-benar dievaluasi dan dinilai secara ketat dan melibatkan organisasi profesi seperti buruh dan perguruan tinggi. Pasal mengenai kententuan tentang TKI pendamping TKA mestinya diatur supaya hasilnya lebih efektif. Kewajiban alih teknologi dan keahlian kepada TKI pendamping harus terukur. Misalnya, mesti ada tes khusus terhadap TKA untuk mengukur tingkat keahlian. Dengan demikian, TKA yang hadir di Indonesia benar-benar kredibel, bukan tenaga kasar yang dibungkus label tenaga ahli.

Pemerintah harus membatasi serbuan TKA terutama pada proyek infrastruktur. Selama ini banyak penyimpangan kompetensi TKA, sehingga jenis-jenis pekerjaan kasar juga diambil TKA. Meningkatnya jumlah TKA yang merambah berbagai sektor negeri ini membuat berbagai pihak gusar. Namun, kegusaran tersebut hendaknya tidak memicu kekacauan, tetapi harus diantisipasi secara adil dan langkah sistemik untuk meningkatkan kompetensi serta daya saing tenaga kerja lokal.
Buruh sebaiknya menekankan pembahasan masa depan terkait daya saing. Persoalan perburuhan masih menjadi bom waktu sosial yang siap meledak. Sebab hubungan industrial masih sering buntu. Posisi advokasi dan peraturan perburuhan masih compang-camping. Portofolio kompetensi di kalangan buruh terus merosot dan kualitas hak-hak normatif buruh makin tipis.

Pemerintahan dituntut lebih efektif dalam meningkatkan daya saing buruh. Apalagi pada era 2020 hingga 2030 bakal ada banyak penduduk baru (bonus demografi) sebagai puncak usia produktif penduduk Indonesia. Situasi ini harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM terutama kaum buruh.

Tak bisa dimungkiri gerakan buruh kini mudah eskalatif. Semua itu karena masih ada masalah ketenagakerjaan krusial yang tengah mengadang perjuangan mereka. Misalnya, soal outsourcing. Istilah outsourcing atau biasa disebut alih daya mengacu pada UU Ketenagakerjaan Pasal 65 dan 66 mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Hal ini tidak boleh menyebabkan pekerja kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja.

Lintas Negara

Perlu pengawas ketenagakerjaan yang kredibel dan berintegritas dalam menyikapi outsourcing. Selama ini personel pengawas ketenagakerjaan yang nota bene aparatur sipil negara (ASN) daerah kurang optimal kinerjanya. Pengawas ketenagakerjaan juga harus memiliki pengetahuan yang memadai terkait proses bisnis sekarang yang efektif luar biasa. Tingkatan ini bisa diraih, salah satunya, dengan faktor outsourcing.

Tak pelak lagi outsourcing lintas negara saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi global yang sangat besar dan sedang diperebutkan berbagai negera pemilik SDM tangguh seperti India yang menyiapkan SDM dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.

Untuk mengejar potensi dan berkah globalisasi Indonesia sebaiknya memiliki sistem disertai pengembangan SDM sejak sekarang. Sejak bangku sekolah menengah para pelajar diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Biasanya para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi luar negeri lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing perusahaan multinasional.

Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Pemerintah menyiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa, termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan tahun ini. Pelaku usaha outsourcing hendaknya menjalankan bisnis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia membenahi standar kualifikasi perusahaan. Mereka perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standarisasi manajemen fee, dan teknis lainnya.

Dengan demikian, sistem outsourcing Indonesia berkeadilan bagi karyawan maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama. Pemerintah bersama asosiasi dan organisasi buruh perlu membentuk program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing agar tidak kalah dari tetangga seperti Filipina. Negara ini mampu mendapat peluang usaha tersebut hingga mencapai 25 miliar dollar AS setahun.

Publikasi UNDP terkait tingkat kesejahteraan buruh di negeri ini ternyata lebih rendah dari kesejahteraan buruh negara tetangga. Hal itu dilihat dari aspek pendapatan perkapita berdasarkan Purchasing Power Parity atau kemampuan daya beli dan GNP. Dinamika perburuhan Tanah air kini terfragmentasi ke dalam bentuk pragmatis. Aksi buruh setelah gerakan reformasi daya dobraknya makin kuat, tetapi kurang efektif ditilik dari aspek tujuan kesejahteraan bersama.

Banyak yang tidak sadar bahwa aksi atau demonstrasi buruh dengan jumlah massa banyak memakan biaya sangat besar. Biaya itu mestinya bisa untuk menambah dana pembangunan perumahan buruh dan pemberian beasiswa anak-anak.

Penulis Lulusan North Carolina State University





Mendongkrak Indeks Pendidikan



Oleh Bimo Joga Sasongko | Rabu, 2 Mei 2018 | 8:27

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018 menjadi momentum mencari solusi untuk mendongkrak indeks pendidikan di Tanah Air. Hal ini selaras dengan tema peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini adalah “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan”.

Esensi menguatkan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari isu strategis pendidikan dan kebudayaan, yakni ketersediaan, peningkatan profesionalisme, dan perlindungan serta penghargaan guru.

Selain itu, pembiayaan pendidikan dan kebudayaan oleh pemerintah daerah; kebijakan revitalisasi pendidikan vokasi dan pembangunan ekonomi nasional; membangun pendidikan dan kebudayaan dari pinggiran; serta penguatan pendidikan karakter dan sekolah sebagai model lingkungan kebudayaan.

Peringatan Hardiknas kali ini diwarnai dengan permohonan maaf Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang dianggap terlalu sulit oleh para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pemerintah memang menaikkan tingkat kesulitan soal UNBK tahun ini dan menerapkan High Order Thinking Skills (HOTS). Penerapan HOTS untuk mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dan mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Hingga kini kita sangat prihatin melihat Indeks Pendididikan Indonesia yang masih rendah. Kualitas SDM Indonesia masih kalah dengan negara anggota Asean yang lain. Hal itu bisa dilihat dari hasil tes di lapangan. Dibanding Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina dan Vietnam, dalam hal tiga jenis tes untuk kategori membaca, matematika, sains, alhasil Indonesia ada di bawah. Bahkan kalau diuji seluruhnya, kita jauh tertinggal dibanding dengan Vietnam.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melakukan penelitian Right to Education Index (RTEI) guna mengukur pemenuhan hak atas pendidikan di berbagai negara. Hasil penelitian menyatakan indeks kualitas pendidikan di Indonesia masih di bawah Filipina.

Bangsa ini tidak boleh mengingkari kenyataan berada di peringkat bawah dalam hal pendidikan. Justru kondisi riil itu harus menjadi cambuk untuk mengejar ketertinggalan hingga peringkat naik signifikan. Mestinya tidak boleh cengeng dengan penerapan HOTS dalam UN.

Kondisi yang memprihatinkan juga ditunjukkan dari hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) yang menunjukkan posisi Indonesia di urutan 64 dari 72 negara yang disurvei. Penilaian dilakukan terhadap performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun di seluruh dunia dalam matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.

Tujuannya untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak demi peningkatan metode pendidikan dan hasilnya di setiap negara. Melihat hasil survei di atas kita harus berusaha sekuat tenaga untuk melakukan leapfrogging dalam mengembangkan SDM nasional.

Dibutuhkan program nasional yang massive action di bidang pendidikan yang bisa mencetak atau membentuk secara massal SDM kelas dunia. Salah satu cara untuk mengatasi terpuruknya indeks pendidikan adalah menerapkan sistem pembelajaran kontekstual.

Di negara maju Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

Sistem CTL membantu guru mengaitkan antara materi ajar dan situasi dunia nyata, serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Ciri pembelajaran kontekstual adalah siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai sosok yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
Sistem CTL menggunakan metode penilaian yang autentik (using authentic assesment). Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio.

Portofolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portofolio juga memberikan kesempatan lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif.

Penguatan pendidikan sangat tergantung proses sertifikasi guru. Jumlah guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) mencapai 3 juta orang. Jumlah tersebut sebagian besar sedang menunggu proses sertifikasi. Banyak yang kurang menyadari bahwa standar profesi guru yang digariskan dalam Undang- undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) dengan cara uji sertifikasi sejatinya bukanlah tujuan akhir.

Melainkan titik awal lintasan profesi guru untuk meningkatkan kompetensinya dengan progres yang lebih terukur. Sebagai titik awal, sertifikasi mesti disertai dengan tingkat kesejahteraan dan pengembangan karier guru secara progresif. Indonesia jangan kalah dengan Malaysia yang sangat bersemangat mengembangkan profesi guru dengan cara mengirim ke berbagai negara.

Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.

Insentif untuk guru sebaiknya tidak hanya berupa uang. Tetapi juga berupa kesempatan untuk kuliah lagi atau kursus keahlian tambahan di negara maju dan pusat peradaban dunia. Insentif tersebut bisa mengatasi sikap guru yang selama ini pragmatis dan menganggap sertifikasi semata hanya untuk menggapai tunjangan profesi demi meningkatkan penghasilan.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State University, pendiri Euro Management Indonesia, dan ketua umum IABIE




Senin, 16 April 2018

Mewujudkan Indonesia 4.0


Oleh Bimo Joga Sasongko

Bangsa ini harus lulus mewujudkan Indonesia 4.0, sebuah era Revolusi Industri (RI) yang tidak lama lagi melanda. Semua negara tidak mau menjadi bangsa gagal. Mereka harus lulus menghadapi berbagai ujian di depan mata seperti masalah disruptif inovasi yang telah mengubah secara drastis tatanan ekonomi dan sosial. Sebagai warga dunia, bangsa Indonesia juga akan menghadapi ujian memasuki era RI jilid empat (Industri 4.0).

Selain itu, ada ujian berat lain, menghadapi perang asimetrik yang bisa menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Era Industri 4.0 telah menjadi perhatian besar Presiden Joko Widodo dengan meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi memasuki zaman digital manufacturing.

Presiden melihat pentingnya penerapan Industri 4.0 dalam rangka transformasi lanskap industri nasional menuju 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Ini termasuk pembaruan vokasional atau sekolah kejuruan sesuai dengan kebutuhan era Industri 4.0. Berbagai negara telah menyiapkannya dengan dana besar dan mencetak SDM pendukung secara sistemik. Sekolah kejuruan hingga perguruan tinggi mesti menyesuaikan bidang studi dan kurikulum agar link and match dengan kebutuhan industri.

Salah satu negara yang paling agresif mewujudkan ekosistem Industri 4.0 adalah Jerman. Negara itu telah merampungkan kerangka kerja bersama yang melibatkan ribuan perusahaan dengan total pendanaan mencapai 140 miliar euro. Jerman berharap pada 2020 mampu mengawali Industri 4.0. Di bulan April ini segenap siswa SD,SMP,SMA/SMK menghadapi Ujian Nasional (UN) sekolah. 

Pelaksanaan UN harus penuh dengan integritas dan menjunjung tinggi kejujuran
UN 2018 bagi segenap siswa sekolah untuk menuju pendidikan nasional berkelas dunia, mencetak generasi unggul yang mampu mewujudkan Indonesia 4.0. Diharapkan pada tahun ini tidak terjadi hambatan dan modus-modus kecurangan yang bisa menurunkan reputasi UN seperti kebocoran soal ujian dan beredarnya kunci jawaban. Tahun ini, UN diikuti 8,1 juta peserta didik dan 96 ribu satuan pendidikan. Sebanyak 78 persen peserta didik siap mengikuti UN berbasis komputer (UNBK) dan 22 persen peserta didik yang masih melaksanakan ujian berbasis kertas dan pensil (UNKP).


Ancaman


Menghadapi kondisi nasional dan global pada saat ini analog dengan ujian tentang bela negara dan memenangkan perang asimetrik. Sudah saatnya seluruh rakyat semesta ditransformasikan untuk menghadapi UN berupa perang asimetrik (asymmetric warfare). Ancaman negara pada abad kini tidak hanya didominasi kekuatan militer suatu negara, namun juga kekuatan nonstate actors yang tidak hanya menyerang personal dan instansi militer, bahkan mengancam seluruh aspek kehidupan.

Ancaman nonstate actors yang sering dilakukan saat ini sebagai teror, termasuk melalui dunia maya (cyber crime). Bentuk ancaman nonkonvensional atau asymmetric warfare lainnya menghancurkan bangsa lewat narkoba, penyelundupan, dan pencurian sumber daya alam. Kini seluruh Indonesia dari provinsi hingga RT/RW sudah diserang bandar dan pengedar narkoba. Tanah Air dibanjiri narkotika alami dan hasil rekayasa atau sintetik baik jenis amphetamine type stimulant (ATS) ataupu new psychoactive substances (NPS). Bahkan ATS kini menjadi candu favorit di Indonesia. NPS telah ditemukan sebanyak 66 jenis.

Masuknya narkoba dengan jumlah sangat besar tersebut menunjukkan, pasar Indonesia sungguh amat menjanjikan. Jaringannya pun sangat rapi. Saatnya membangun sistem pertahanan negara dan program bela negara yang terintegrasi seluruh Nusantara. Tak pelak lagi, perang abad ke-21 bersifat kompleks dan memasuki seluruh aspek kehidupan.

Seluruh bangsa mesti bersiap menghadapi ujian derasnya inovasi disruptif dan era Industri 4.0. Berbagai macam bidang inovasi bersifat disruptif, yakni menghancurkan dan mengubur tatanan lama atau model bisnis lama (incumbent). Disrupsi tersebut selanjutnya menciptakan pasar baru, mengganggu, atau merusak pasar yang sudah ada. Akhirnya menggantikan teknologi dan tatanan terdahulu. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar. Umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar lama.

Bermacam bentuk disrupsi teknologi global telah memasuki Indonesia dan meraup keuntungan ekonomi hingga pelosok desa. Sumber daya dan dana masyarakat tersedot oleh mesin atau aplikasi milik asing. Ujian bangsa Indonesia kemampuan menciptakan dan membangun bermacam inovasi teknologi berupa aplikasi digital atau platform keindonesiaan untuk mengimbangi atau mengatasi aplikasi luar negeri yang sangat disruptif dan amat rakus menggerus aset bangsa.

Modal utama untuk bisa lulus era disrupsi dengan mencetak dan mengoptimalkan SDM iptek terbarukan yang memiliki kapasitas inovasi baik inovasi tingkat daerah maupun kapasitas inovasi nasional. Pada saat bangsa sibuk menghadapi bermascam disrupsi teknologi, negara-negara maju tengah mencanangkan program besar yang amat strategis. Di antaranya, penerapan Industri 4.0. RI 4.0 sudah pasti berdampak besar bagi Indonesia.

Perlu antisipasi dan persiapan segenap bangsa untuk menghadapi datangnya era industri gelombang keempat. Dunia industri telah mengalami revolusi jilid satu sampai tiga. Era Industri 4.0 ditandai dengan terbentuknya smart factory atau pabrik cerdas berbasis Cyber-Physical System (CPS). Era RI keempat juga ditandai dengan digitalisasi secara total sektor manufaktur. Maka, untuk memasuki era Industri 4.perlu persiapan SDM iptek dalam jumlah memadai untuk menguasai teknologi pendukung RI.

Secara garis besar jenis teknologi pendukung utama adalah teknologi Internet of Things, teknologi Cybersecurity, teknologi Cloud Computing, teknologi Additive Manufacturing, teknologi Augmented Reality dan teknologi Big Data. Keudian, teknologi Autonomous Robots, teknologi Simulation, serta teknologi Integrasi sistem atau Platform. 

Penulis Lulusan North Carolina State University

Artikel yang sudah di publiskan di Koran Jakarta
http://www.koran-jakarta.com/mewujudkan-indonesia-4-0/



Rabu, 04 April 2018

Making Indonesia 4.0 dan Pabrik Cerdas


Oleh  Bimo Joga Sasongko   *)

Presiden Joko Widodo meresmikan pembukaan acara Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center (JCC). Acara bertema "Implementasi Industri 4.0 dalam rangka Transformasi Lanskap Industri Nasional Menuju Top 10 Ekonomi Dunia 2030".

Bersamaan dengan itu Presiden Jokowi juga meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era manufakturing digital.

Penerapan Industri 4.0 dipelopori oleh negara Jerman yang sejak 2015 telah merampungkan kerangka kerja yang akan diterapkan pemerintah mulai 2020. Ratusan perusahaan di Jerman telah terlibat dalam program nasional itu dengan total investasi mencapai 140 miliar Euro.

Jenis industri yang sudah siap menerapkan Industri 4.0 ini adalah industri manufaktur, otomotif, dan industri teknologi informasi dan komunikasi.

Ekosistem Industri 4.0 ditandai dengan terwujudnya pabrik cerdas. Ada beberapa persyaratan untuk mewujudkan skenario Industri 4.0. Antara lain, kemampuan dalam hal Interoperabilitas atau kesesuaian. Yakni Kemampuan mesin, perangkat sensor, dan tenaga kerja untuk berhubungan dan berkomunikasi satu sama lain lewat Internet of Thing (IoT). 

Kemudian juga kemampuan untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model manufakturing digital dengan data sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan dan pengolahan data dari sejumlah sensor untuk menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan.

Merujuk World Economic Forum dalam laporannya yang berjudul :"The Next Economic Growth Engine Scaling Fourth Industrial Revolution Technologies in Production". Kita bisa memprediksi bahwa industri manufakturing global akan totalitas mewujudkan era Industri 4.0 pada 2025.

Making Indonesia 4.0 pada saat ini masih terkendala oleh indeks konektivitas yang masih rendah. Kondisi digital divide atau ketimpangan digital di Indonesia timur dan barat menyebabkan peringkat Indonesia tergolong rendah, yakni indeks konektivitas hanya 4,34. Hal ini berada di urutan 111 dari 176 negara yang disurvei oleh International Telecommunication Union (ITU).

 Indeks pembangunan TIK Indonesia masih kalah dibanding Singapura yang memiliki nilai indeks 8,05, Malaysia 6,38, Brunei Darussalam 6,75, Filipina 4,67, dan Vietnam 4,43. Dengan kondisi indeks konektivitas seperti diatas sulit bagi Indonesia untuk menyongsong era Industri 4.0.
 Indonesia harus mempersiapkan SDM Iptek dan pekerja sektor industri untuk menghadapi era Industri 4.0 dalam jumlah yang memadai. SDM tersebut untuk menguasai teknologi pendukung, yakni bidang teknologi Internet of Things (IoT), Cybersecurity, Cloud Computing, Additive Manufacturing, Augmented Reality, Big Data, Autonomous Robots, Simulation, dan platform integration.

Bagi kaum pekerja era Industri 4.0 bisa berdampak negatif. Karena mereduksi beberapa bidang profesi yang pada akhirnya memangkas jumlah tenaga kerja. Namun begitu kehadiran era itu tidak sepenuhnya berdampak negatif. Karena akan melahirkan jenis profesi yang baru.

Dalam era tersebut akan terjadi perang untuk memperebutkan SDM berbakat dan memiliki kompetensi yang tinggi. Perebutan itu dari tingkat lokal hingga global. Dalam era ini sebagian besar tenaga kerja akan menjadi pekerja kontrak atau outsourcing. Pola ketenagakerjaan seperti ini tidak bisa lagi diatur dengan Undang-undang atau peraturan ketenagakerjaan yang ada sekarang ini. Masalah jam kerja, bobot kerja dan hal-hal normatif pekerja sudah tidak relevan lagi dengan peraturan yang berlaku selama ini.

Dampak ketenagakerjaan di era Industri 4.0 mulai dirasakan oleh para pekerja di Jerman. Seperti dirasakan oleh pekerja industri manufakturing logam, mesin dan elektronika di Jerman yang menyatakan bahwa industri 4.0 telah menjadikan proses produksi menuntut adanya smart factory dan smart products.

Hal tersebut menimbulkan masalah baru yakni tuntutan keterampilan yanag lebih tinggi dan soal jaminan sosial dan kecocokan model kerja dengan hukum yang berlaku. Hampir semua organisasi pekerja di Eropa menyatakan bahwa datangnya era diatas menimbulkan lebih banyak hubungan kerja yanag bersifat freelance dan alih daya.

Menyongsong era Industri 4.0 perlu mentransformasikan keterampilan tenaga kerja yang terkait jenis teknologi yang menjadi pilar utama. Hal itu juga sebagai solusi untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah angkatan kerja Indonesia pada 2017 sebanyak 131,55 juta.

 Sebagian besar atau sekitar 80 persen di antaranya adalah tenaga kerja yang kurang terlatih. Penataan kompetensi ketenagakerjaan sebaiknya memproyeksikan periode bonus demografi hingga 2030. Bonus demografi ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 70 persen terhadap total angkatan kerja. Jangan sampai bonus demografi justru menjelma menjadi bencana karena negara gagal mencetak angkatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan indstri dan dunia usaha.

Diperkirakan mulai 2020 mulai terjadi gelombang pasang hingga tsunami yang mengganggu lapangan pekerjaan warga dunia. Jika nanti robot dan artificial intelligence sudah masuk ke dalam industri secara masal, perlu dipersiapkan sematang mungkin tenaga kerja.

Prediksi Mc-Kinsey Global Institute (MGI) menyatakan bahwa Indonesia bisa masuk peringkat 7 ekonomi dunia pada tahun 2030 jika mampu mencetak jutaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan zaman.  Celaknya struktur ketenagakerjaan di Tanah Air hingga saat ini masih didominasi oleh pekerja dengan latar belakang lulusan SD dan SMP.

Untuk menjadi 10 besar ekononi dunia, Indonesia harus bisa mencetak sekitar 113 juta tenaga kerja terampil dan ahli supaya bisa menghadapi era Industri 4.0 dengan baik. Seperti skenario yang dibuat oleh MGI. Para pekerja itu harus mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan di industri manufaktur yang berbasis Industri 4.0. Jika pemerintah gagal mencetak ratusan juta tenaga kerja diatas, maka mimpi menjadi tujuh besar ekonomi dunia bisa bubar.

Skenario Making Indonesia 4.0 dengan melihat kondisi terkini memang sangat sulit terwujud. Apalagi kekuatan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh faktor konsumsi masyarakat, bukan sektor manufakturing yang tangguh. Modal Indonesia saat ini untuk memasuki era itu hanyalah faktor bertambahnya konsumen domestik yang jumlahnya sekitar 90 juta orang hingga tahun 2030.
*) Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE.

Alamat :
c/o Euro Management Indonesia
Gedung Ir.HM. Suseno Jl.R.P.Soeroso No.6, Menteng Jakarta Pusat 10330.
Nomor  HP :  0811 9698 421
Nomor NPWP  : 08.779.070.5-003.000

Biodata Singkat :
            BIMO JOGA SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA  :  Lulus SMAN 3 Bandung tahun 1990. Berhasil memperoleh beasiswa dari Menristek BJ Habibie untuk kuliah di teknik penerbangan atau aerospace engineering, di North Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA. dari tahun 1991 – 1995. Kemudian melanjutkan program S2 di Amerika Serikat mengambil program master di jurusan industrial engineering atau teknik industri di Arizona State University. Tahun 1996 penulis kembali ke Indonesia dan berkarir di BPPT.

            Pada 2001 melanjutkan studi ke FH. Pforzheim Jerman dengan mengambil program MBA dan lulus 2003, kemudian bekerja kembali di BPPT sambil mendirikan Euro Management Indonesia. Saat ini penulis menjabat sebagai Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) yaitu ikatan alumni yang terdiri dari para lulusan SMA terbaik dari seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 1500 orang dari tahun 1982 – 1996 yang menerima bea siswa untuk kuliah di luar negeri lewat program BJ.Habibie.





Senin, 19 Februari 2018

Pembentukan UU Inovasi

Masih rendahnya kinerja ekspor dan investasi bukan semata akibat hambatan regulasi, birokrasi, dan infrastruktur. Setelah hambatan dihilangkan dan infrastruktur dibangun, tetapi tetap saja kinerja ekspor dan investasi belum menggembirakan.

Kini inovasi menjadi faktor yang penting untuk mendongkrak kinerja ekspor dan investasi. Untuk itu Indonesia memerlukan Undang – Undang Inovasi. Faktor inovasi adalah jawaban atas paradoks, mengapa kapasitas dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Namun, kinerja ekspor dan nilai investasi masih kalah dengan negara tetangga. Hal tersebut pernah dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo .

Sekedar catatan, Thailand mampu meraup 231 miliar dolar AS dari ekspor, jumlah itu tertinggi di Asia Tenggara . Malaysia 184 miliar dolar AS dan Vietnam mecapai 160 miliar dolar AS. Sementara Indonesia hanya 145 miliar dolar AS

Volume ekspor Indonesia sebagai besar dari sektor industri pengolahan yang bernilai tambah kecil karena kurang inovatif. Celakanya , industri pengolahan banyak memakai bahan baku impor. Contohnya , garam impor hingga plastik impor .

Masalah kinerja sektor investasi di daerah yang belum optimal juga disebabkan faktor inovasi. Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah kurang optimal karena belum menekankan aspek inovasi.

Meskipun implementasi UU Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007 telah ditunjang oleh Perda untuk membangun Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), hal itu masih belum efektif karena infrastruktur tersebut belum disertai dengan proses inovasi yang memadai.

Pembentukan UU Inovasi bisa memberi arah yang jelas  terhadap eksistensi Science Technology Park (STP) atau Taman Ilmu dan Teknologi yang kini ada di setiap kota. Menurut International Association of Science Parks (IASP), eksistensi STP harus mampu menjadi inkubator dan mendorong pembentukan perusahan yang berbasis iptek yang mengendapkan inovasi.

Didalam UU inovasi, idealnya terdapat kelembagaan , yakni Otoritas Inovasi Nasional (OIN). Bertugas mengelola dan mengembangkan secara progresif kapasitas inovasi nasional dan daerah . Otoritas juga bertanggung jawab terhadap percepatan difusi inovasi segala ini serta melakukan literasi dan edukasi. Kelembagaan OIN sebaiknya langsung di bawah Presiden .

Adanya UU inovasi diharapkan bisa mendongkrak indeks inovasi. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia kini makin tertinggal. Berdasarkan Global Innovation Indeks 2017, Indonesia berada di posisi 87 dari total 127 negara. Posisi ini hanya naik satu peringkat dibandingkan posisi pada 2016. Dibandingkan Negara di ASEAN, peringkat Global Innovation Index Indonesia juga tertinggal. Misalnya, Malaysia berada di posisi 37, sedangkan Vietnam berada di posisi 47.

Realitas rendahnya indeks inovasi tidak cukup hanya dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas P3 Iptek).

Karena belum ada lembaga tersendiri yang mengelola dan mengembangkan inovasi, sistem inovasi di negeri ini pun masih belum efektif dan kurang berdaya. Sistem inovasi sebenarnya mencakup basis iptek (termasuk aktivitas pendidikan,aktivitas litbang,dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitas-aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan nonbisnis serta masyarakat umum ), dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.

Eksitensi OIN mampu menyinergikan tiga unsur utama dalam sistem inovasi, yakni pertama unsur kelembagaan (litbang,pendidikan,industri,intermediasi,keuangan,atau perbankan). Unsur kedua adalah jejaring kelembagaan sistem inovasi. Dan unsur yang ketiga adalah instrumen kebijakan berupa perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pembiayaan inovasi (misalnya,modal ventura), pengelolaan risiko teknologi, standardisasi,dan sertifikasi.

Pembiayaan inovasi nasional pusat dan daerah membutuhkan dana yang cukup besar ,perlu dibentuk innovation fund semacam dana abadi. Dana itu diharapkan berasal dari APBN/APBD ,CSR  perusahaan dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam ataupun luar negeri . Dana tersebut sebaiknya dikelola oleh badan otonom .

Betapa rendahnya investasi nasional dalam penelitian dan pengembangan yang kini kurang dari 0,1 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini tentunya menghambat kapasitas Indonesia untuk berkembang menjadi negara maju.

Solusi persoalan daerah tidak cukup dengan pembangunan infrastruktur . Yang lebih penting adalah melahirkan berbagai macam inovasi dari dan untuk masyarakat.  Pembentukan Citizen Innovation Laboratory atau laboratorium inovasi warga seperti yang ada di DKI Jakarta perlu ditiru daerah lainnya. Laboratorium itu bisa melahirkan ribuan penggerak inovasi warga.

Presiden Joko Widodo meminta agar inovasi layanan publik harus mendapat perhatian lebih. Keberadaan OIN mampu membenahi manajemen inovasi nasional dan daerah agar lebih efektif dan bisa diakses seluas-luasnya oleh publik.

Manajemen inovasi merupakan disiplin yang berkaitan dengan pengelolaan inovasi dalam proses produk dan pelayanan , organisasi, hingga pelanggan dan pasar. Target dan tujuan manajemen inovasi adalah memungkinkan  organisasi untuk merespons berbagai peluang dan menggunakan upaya kreatif untuk memperkenalkan ide-ide, proses, atau produk serta layanan baru. Dengan adanya manajemen inovasi yang baik, bisa memicu dan mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif dari segenap bangsa.


Hasil inovasi teknologi tepat guna tingkat kabupaten/kota sebaiknya segera ditransformasikan menjadi wahana difusi inovasi.  Dalam domain sosial, difusi inovasi bagian penting proses pembangunan manusia. Kini inovasi merupakan bagian kuning telurnya pembangunan SDM suatu negara maju.
Komang Wirawan 
Lulusan RWTH Aachen University

Bimo Joga Sasongko
Lulusan FH Pforzheim Jerman




Rabu, 14 Februari 2018

Arti Penting Asia Selatan Bagi Indonesia

Oleh Bimo Joga Sasongko

Presiden Joko Widodo telah melakukan kunjungan kerja ke negara-negara di kawasan Asia Selatan. Dalam kunjungan itu Presiden mengetahui bahwa pasar ekspor di Asia Selatan masih belum digarap dengan baik.
 Setelah kunjungan kerja ke Asia Selatan, Presiden menyampaikan kekecewaannya terkait dengan kinerja ekspor yang menjadi tugas dan lingkup tanggung jawab Kementerian Perdagangan. Presiden kecewa lantaran nilai ekspor RI ketinggalan jauh dari negara tetangga yang tergabung dalam Asean.

 Kinerja ekspor Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Padahal kapasitas nasional dan aset sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Data menunjukkan Thailand mampu menghasilkan US$ 231 miliar dari hasil ekspor. Angka itu tertinggi di Asia Tenggara. Nilai ekspor Malaysia mencapai US$ 184 miliar, dan Vietnam sebesar US$ 160 miliar. Sementara itu, Indonesia sebagai negara besar hanya mendapat US$ 145 miliar dari ekspor. Pendapatan ekspor Indonesia tersebut jelas merupakan paradoks yang menyedihkan.

 Selama ini Indonesia mengabaikan pangsa pasar non-tradisional. Padahal pasar ekspor tradisional sudah stagnan, mestinya kita segera memperluas sayap untuk menciptakan pasar baru. Antara lain ke Asia Selatan, Timur Tengah, dan benua Afrika.

 Kunjungan Presiden Jokowi ke sejumlah negara di Asia Selatan melahirkan arti perlunya menggarap potensi yang selama ini terabaikan. Meskipun negara di Asia Selatan adalah negara berkembang yang didera masalah kependudukan yang rumit, tetapi memiliki hubungan yang istimewa sejak Indonesia merdeka dan potensi perdagangan yang luar biasa.

 Ada delapan negara yang terletak di Asia bagian selatan yaitu India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan, Bhutan, Maladewa, Nepal, dan Srilanka. India adalah negara terbesar di kawasan ini dengan wilayah terluas dan jumlah penduduk terbanyak.

 Kemitraan Indonesia dengan negara Asia Selatan seperti India cukup signifikan. Indonesia perlu saling mempelajari terkait pembangunan manusia, terutama pengembangan SDM di India. Serta cara India membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global dan para diasporanya mampu menarik investasi yang berbentuk proyek outsourcing global. Begitu juga sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.

 Indonesia layak belajar dari diaspora India. Banyak di antaranya yang berhasil menjadi pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri. Diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar US$ 180 miliar per tahun. Sementara itu, diaspora Indonesia baru bisa mendatangkan devisa sekitar US$ 9 miliar.

 Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM bangsa telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Di mana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing.

 India berhasil membangun modal intelektual bangsanya. Salah satunya terlihat dari strategi yang agresif dalam industri penerbitan. Betapa seriusnya pemerintah India mengembangkan industri penerbitan.

 Terlihat dengan usaha pengembangan National Book Trust (NBT). Lembaga semacam BUMN yang dibentuk pada 1957 oleh Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru. Buah dari keseriusan pemerintah India adalah tingginya minat baca masyarakat di sana. National Book Trust of India sukses dalam mempromosikan buku dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat India.

 Kesuksesan di atas diikuti dengan berkembangnya industri perbukuan India yang omzetnya lebih dari 30 miliar rupee India (setara dengan US$ 685 juta) yang didukung oleh sekitar 15.000 penerbit. Dengan jumlah penerbit sebesar itu, India dapat memproduksi sekitar 70.000 judul buku per tahun dan 40% di antaranya adalah buku-buku berbahasa Inggris.

 Saatnya belajar dari India untuk mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

 Microsoft, misalnya, memiliki lebih dari 2.000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1.200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekadar catatan, India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia, melampaui Tiongkok.

 Sebagai catatan penting, negara-negara di dunia telah menyusun agenda perdagangan dan investasi lebih agresif. Selain itu, mereka didukung oleh SDM investasi dan perdagangan yang memiliki pengalaman dan keahlian global.

 Selama ini SDM India sangat gesit dan unggul dalam persaingan merebut potensi outsourcing global. Dengan demikian, arah ketenagakerjaan di Indonesia harus terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektivitas yang luar biasa. Tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negera yang memiliki SDM yang tangguh.

 India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Sebab, SDM di sana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.

 Untuk mengejar potensi globalisasi itu Indonesia sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa di perguruan tinggi juga harus dipersiapkan agar lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dibutuhkan oleh perusahaan multinasional.

 Presiden Jokowi telah memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan pemerintah.

 Saatnya membenahi standar kualifikasi perusahaan dan regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing. Tujuannya adalah agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan dan perusahaan. demi meningkatkan kesejahteraan bersama.



Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE