Kamis, 15 November 2018

Pahlawan Kemajuan Bangsa


Oleh Bimo Joga Sasongko | Senin, 12 November 2018 | 17:05

Peringatan Hari Pahlawan 2018 bertema Semangat Pahlawan di Dadaku. Tema tersebut menjadi momentum untuk mempersiapkan generasi muda yang berpotensi menjadi sosok pahlawan masa kini. Yakni pahlawan kemajuan bangsa di tengah sengitnya persaingan global.

Dalam kaitan ini, kita perlu merumuskan figur pahlawan masa kini. Definisi pahlawan masa kini pada hakikatnya adalah sumber daya manusia (SDM) bangsa yang telah memperlihatkan karya unggul, kepeloporan, serta kerelaan berkorban demi kemajuan bangsa serta memperjuangkan kepentingan rakyat luas. Untuk menuju kemajuan dibutuhkan gagasan hebat dan karya-karya yang inovatif yang bisa menerobos pasar global.

Spirit bagi Pemuda

Pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 antara rakyat Indonesia dan pasukan sekutu Britania Raya dijadikan sebagai tonggak Hari Pahlawan. Pertempuran Surabaya sangat dahsyat sepanjang sejarah dunia, menyebabkan sekitar 16 ribu pejuang gugur di medan perang sebagai kusuma bangsa. Perang yang dahsyat itu berlangsung selama 20 hari.

Sebagian besar yang gugur adalah para pemuda dan pelajar. Semangat juang yang oleh Bung Tomo digambarkan bagaikan “banteng-banteng ketaton” dalam medan laga yang tidak takut mati karena disemangati oleh pekik takbir dan seruan merdeka.

Kehebatan Revolusi Surabaya 1945 yang digerakkan oleh pemuda dan pelajar diabadikan di Imperial War Museum di London, Inggris. Ada sebuah foto yang menarik, seorang anak muda sekitar 12 tahun digiring oleh serdadu Gurkha dengan bayonet terhunus. Penjelasan foto itu adalah: “Anak ini tertangkap setelah terkena tembakan pada kakinya dan pincang. Sebelumnya anak ini menembaki pasukan Sekutu dan melemparkan granat”. Inilah bukti sejarah betapa hebatnya daya juang, militansi dan semangat totalitas yang dipersembahkan untuk bangsanya.

Pertempuran Surabaya benar-benar melibatkan arek-arek yang tiada lain adalah pemuda dan pelajar. Para pejuang itu sangat belia, usianya antara 12 hingga 25 tahun. Mereka ini masih pelajar SMP hingga SMA. Yang sebagian bergabung dalam TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Di antaranya ada yang sudah kuliah di perguruan tinggi, serta ada pula yang sudah dilatih sebagai tentara Heiho dan Peta.

Hari Pahlawan menjadi spirit bagi pemuda pelajar zaman sekarang untuk terus berjuang untuk kejayaan bangsanya. Bentuk pertempuran pemuda pelajar zaman sekarang tersebar di berbagai bidang dan medan di seluruh dunia.

Pemuda zaman sekarang berpotensi menjadi pahlawan masa kini yang warisi semangat Hari Pahlawan. Hal ini sebagai keberlanjutan daya juang dan menyambung cita-cita para pahlawan muda yang gugur dalam pertempuran Surabaya yang tergabung dalam TRIP.

Hal di atas dari masa ke masa telah berlangsung. Setelah revolusi kemerdekaan para pejuang muda yang masih berstatus pelajar sekolah menengah itu beberapa di antaranya melanjutkan kuliah di dalam dan luar negeri.

Beberapa anggota TRIP telah dikirim ke Eropa untuk melakukan “pertempuran” yang lain di berbagai perguruan tinggi terkemuka di Jerman, Perancis, Swedia, Rusia, dan lain-lain. Mereka semua menyiapkan dirinya untuk melakukan revolusi pembangunan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setelah perang kemerdekaan para petinggi TNI banyak merekomendasikan pengiriman  anggota TRIP untuk kuliah di luar negeri. Setelah berhasil kuliah mereka kembali ke Tanah Air dan berperan penting untuk membenahi perguruan tinggi di dalam negeri yang sebelumnya dikelola oleh ilmuwan Belanda. Seperti contohnya Profesor Suwondo B. Sutedjo, Dipl Ing, yang sebelumnya adalah anggota TRIP Divisi Ronggolawe. Ia berhasil menyelesaikan studinya pada Technische Hochshule di Hanover, Jerman. Sekembali ke Indonesia, Suwondo membenahi dan mengajar di Institute Teknologi Bandung (ITB).

Kini Indonesia butuh pahlawan masa kini, apalagi planet Bumi kondisinya semakin crowded sehingga perlu inisiatif yang mampu melahirkan berbagai inovasi dan karya teknologi. Melihat kondisi global seperti itu, Indonesia ini membutuhkan pahlawan masa kini, yakni tokoh-tokoh zeitgeist. Yakni tokoh yang benar-benar mampu mengendalikan semangat zaman dengan inisiatif besar lewat berbagai inovasi untuk menuju cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI.

Sejarah menunjukkan bahwa kaum belia lebih tangguh mengendalikan semangat zaman dan berani membuat revolusi alias perubahan mendasar. Pada era globalisasi predikat pahlawan layak diberikan kepada sosok yang memberi dampak positif pada masyarakat luas. Seperti para pelaku ekonomi, pengembang SDM kelas dunia, atau pahlawan lingkungan alam.

Saatnya mengajak seluruh elemen bangsa untuk mencermati hasil kajian yang dilakukan oleh Bill George, seorang profesor di Harvard University, yang menyatakan bahwa kepemimpinan otentik diakselerasi dan berkembang oleh dialektika dan perjuangan atau kepahlawanan yang berbasis lokalitas.

Pada saat ini bangsa Indonesia sangat membutuhkan  pahlawan  yang mampu membuat terobosan untuk menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Negeri ini membutuhkan sebanyak banyaknya pahlawan inovasi untuk menuju kejayaan bangsa. Inovasi segala macam disiplin ilmu, pelestari lingkungan dan keanekaragaman budaya. Baik inovasi tingkat dunia maupun tingkat lokal yang memiliki arti strategis dalam kehidupan berbangsa.

Kita perlu mencetak pahlawan masa kini yang bisa menggenjot nilai tambah bangsa dan memperluas lapangan kerja. Pahlawan yang mampu mengoptimalkan sumber daya kreatif yang berbasis lokalitas. Sehingga di negeri ini terwujud “Locality is the King”.

Lokalitas yang dimaksud sesuai dengan teori Thomas L Friedman yang bertajuk globalisasi lokal atau glokalitas. Fenomena glokalitas akan mempromosikan produk, konten dan budaya lokal bisa lebih bernilai tambah.

Masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh sumber daya kreatifnya. Indonesia membutuhkan pahlawan yang mampu menjadikan produk atau konten lokal bisa go international. Semangat Hari Pahlawan harus bisa menjadikan negeri ini gudangnya para kreator dan inovator di segala bidang kehidupan bangsa.

Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE






Rabu, 07 November 2018

Perluas Kerja Sama Uni Eropa

Kamis 8/11/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Tulisan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Vincent GuĂ©rend, di Koran Jakarta (6/11) berjudul “Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan Bangsa” patut diapresiasi. Konten kerja sama dengan UE perlu diperluas cakupannya. Dubes Vincent menyatakan UE sepenuhnya mendukung fokus pemerintah Indonesia yang tengah mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Perlu menyegarkan kembali bentuk kerja sama, utamanya terkait hasil kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke UE. Gagasan dan inisiatif Dubes UE memiliki arti penting untuk meneguhkan persada Indonesia di jantung Eropa. Persada itu meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), produk, komoditas, dan kebudayaan.

Selama ini, Indonesia belum optimal meneguhkan semau itu. Kita masih kalah dibanding negara Asia lain seperti Korea Selatan, Tiongkok, atau India. Hal itu terlihat dari jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa masih kalah jumlahnya dari ketiga macan Asia tersebut.

Indonesia perlu lebih banyak lagi mengirimkan SDM ke jantung Eropa untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka maupun untuk mempelajari pengembangan profesi masa depan dan sistem ketenagakerjaan. Adamya PCA (Partnership Cooperation Agreement) antara Indonesia dan UE perlu dikonkretkan terutama terkait pengembangan SDM agar memiliki daya saing global.

UE sangat strategis bagi Indonesia sebagai tempat pengembangan mutu SDM, terutama SDM teknologi dan industri. UE juga sangat penting untuk dijadikan momentum pembelajaran ketenagakerjaan. Salah satu negara UE yang menjadi kiblat pendidikan vokasional adalah Jerman. Keberhasilan Jerman menata sistem ketenagakerjaan sehingga menjadi yang terbaik di Eropa dan dunia. Ini patut dicontoh otoritas ketenagakerjaan Indonesia.

Kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman beberapa waktu lalu kini perlu dikonkretkan lewat kerja sama dengan perusahaan terkemuka. Bentuk kerja sama itu terkait alih teknologi pembangkitan energi dan teknologi logistik kelautan dari Jerman yang selama ini unggul. Kerja sama seperti itu tentunya melibatkan pengembangan SDM.

Saatnya Indonesia mencontoh Jerman terkait pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan balai latihan kerja untuk menopang sektor industri. Model pendidikan kejuruan di Jerman yakni duales system telah sukses dan menjadi model ideal dunia. Sangat tepat agenda Presiden Jokowi yang meninjau pusat pendidikan keterampilan di Siemenstadt. Hal itu bisa dijadikan acuan bagi kementerian pendidikan dan kementerian ketenagakerjaan.

“Dual System”

Negara UE sedang menerapkan pendidikan kejuruan dengan sistem mutakhir untuk mengatasi pengangguran kaum muda. Jerman tidak pernah didera masalah pengangguran yang hebat karena memiliki sistem pendidikan kejuruan bernama duale ausbildung. Atau di kalangan internasional disebut sebagai duales system.

Pada prinsipnya, dalam sistem tersebut para siswa langsung belajar praktik di perusahaan. Pelajaran teori di sekolah dan praktik kerja di perusahaan mendapat bobot sama. Contoh, perusahaan otomotif Volkswagen telah sukses merekrut ribuan calon tenaga kerja dari seluruh dunia untuk mengikuti duales system pendidikan. Hingga kini Volkswagen giat menerapkan sistem itu di semua cabangnya negara lain.

Sejak 2012, Menteri Pendidikan Jerman Annette Shavan menandatangani kerja sama dengan berbagai negara untuk mengadopsi sistem tersebut. Kerja sama itu menjadikan ribuan pemuda ikut serta dalam program pertukaran magang. Di negara-negara mitra akan dibangun 30 jaringan pendidikan kejuruan regional.

Target kerja sama tadi sampai tahun 2020 diharapkan 80 persen anak muda UE bisa mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri di sana. Mestinya Indonesia juga tidak ketinggalan dengan hal tersebut. Perlu kerja sama baik oleh pemerintah maupun konsultan pendidikan internasional di Indonesia.

Jerman juga sangat terbuka dalam ketenagakerjaan. Ada kebijakan unik untuk mengundang pekerja asing ke Jerman dengan cara pengakuan ijazah di bidang pekerjaan tertentu. Juga dengan adanya undang-undang yang memberikan insentif kepada tenaga kerja asing berkualifikasi dari negara-negara non-UE.

Sistem pengembangan profesi dan ketenagakerjaan di Jerman sangat tepat bagi Indonesia menyongsong bonus demografi. Jerman sangat teliti dalam memproyeksikan angkatan kerjanya. Apalagi ada ancaman menurunnya jumlah penduduk sampai tahun 2030 menjadi sekitar 77 juta. Selanjutnya, sampai tahun 2060 menjadi 65 juta. Dengan demikian, ini dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi dan memperumit pembiayaan jaminan sosial di Jerman.

Pemerintah Jerman sadar, jika program ketenagakerjaan tidak dikelola secara totalitas, negerinya pada 2030 diprediksi akan kekurangan enam juta tenaga kerja. Tentunya itu akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan kapasitas inovasi nasional di waktu mendatang.

Pertumbuhan home industry di Jerman menyebabkan perlu ratusan ribu tenaga kerja berkualifikasi dari luar negeri setiap tahunnya. Bahkan, Menteri Tenaga Kerja Jerman, pada saat itu Ursula von der Leyen, sering mengeluh. Untuk memenuhi kondisi tadi ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Kondisi ini menunjukan, pengembangan industri kecil di Jerman sangat berhasil sehingga bisa menjadi pilar perekonomian bersama perusahaan besar.

Adanya Partnership Cooperation Agreement antara Indonesia dan UE perlu disertai langkah konkret. Salah satu langkah konkret itu sebaiknya terkait skema offset atau imbal balik dari perusahaan besar Eropa yang mendapatkan kontrak dari Indonesia, yakni memberikan beasiswa bagi pemuda Indonesia untuk belajar di perguruan tinggi Eropa atas biaya perusahaan tersebut.

Sederet belanja yang mengandung teknologi canggih sebaiknya disertai dengan sistem offset. Apalagi produk yang dibeli terkandung masalah klasik, yakni sulitnya optimasi penggunaan dan perawatan yang membutuhkan biaya dan daya dukung SDM teknologi yang mumpuni. Belanja BUMN seperti PT Garuda Indonesia (Persero) yang setiap tahun menyiapkan belanja modal atau Capex (Capital Expenditure) sekitar 500 juta dollar AS setara 6,8 triliun rupiah untuk ekspansi bisnis perseroan dan anak usaha juga harus memakai skema offset. Belanja Garuda tersebut antara lain pembelian pesawat untuk Garuda dan Citilink dari Prancis, Airbus A330.

Penulis Lulusan FH Pforzheim Jerman




Rabu, 31 Oktober 2018

HSP dan Urgensi Pendidikan Kelas Dunia


Oleh Bimo Joga Sasongko | Sabtu, 27 Oktober 2018 | 11:05

Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-90 tahun 2018 mengetengahkan tema “Bangun Pemuda Satukan Bangsa”. Untuk membangun pemuda dalam aspek mentalitas dan keahlian dibutuhkan pendidikan berkelas dunia. Masalahnya, kondisi sebagian besar lembaga pendidikan saat ini kebanyakan masih jauh dari standar dunia.

Adalah suatu keniscayaan membangun pendidikan berkelas dunia untuk menggembleng para pemuda Indonesia agar mampu bersaing. Mendirikan pendidikan berkelas dunia jangan dipandang sebagai program eksklusivisme. Kemampuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun lembaga pendidikan berkelas dunia masih banyak kendala. Sehingga instansi lain sangat diharapkan bisa mengambil peran tersebut. Termasuk kalangan swasta.

Betapa pentingnya membangun pendidikan berkelas dunia di Tanah Air, sampai-sampai TNI ikut berusaha secara total. Peringatan HSP ke-90 diwarnai dengan fenomena kepemimpinan yang semakin belia. Baik kepemimpinan politik maupun korporasi. Patut angkat topi menyaksikan kepemimpinan dunia yang kini semakin diisi oleh sosok belia.

Data demografi menunjukkan bahwa jumlah pemuda di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Kepemudaan dengan rentang usia 16-30 tahun, berjumlah 24,5% dari total penduduk Indonesia. Kondisi demografi pemuda di atas harus dikelola secara tepat.

Bangsa Indonesia sedang menanti bangkitnya kaum muda yang berani mengarungi kompetensi dunia untuk kendalikan semangat zaman. Perlu membangun optimisme kebangsaan bahwa tidak lama lagi pemuda mampu mewujudkan mimpi bangsa Indonesia, dan menjadi sangat terhormat di antara bangsa lain. Bahkan lebih dari itu, bangsa ini perlu bermimpi untuk suatu saat memimpin dunia.

Memimpin dalam aspek politik, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Proyeksi dan prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa besar dan maju pada tahun 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute. Berbagai indikator telah dikemukakan oleh McKinsey Global Institute. Seperti potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang amat hebat jika SDM muda dikelola dan diarahkan dengan benar. Faktor di atas menjadi pendorong pimpinan TNI untuk membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia untuk pendidikan umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA).

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengambil langkah cepat dan sesuai dengan tantangan zaman. Yakni bersiap menghadapi perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi industry 4.0. TNI telah membangun beberapa lembaga pendidikan untuk jenjang SMA berkelas dunia. Antara lain SMA Taruna Nala di Malang, Jawa Timur yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Lalu mendirikan SMA unggulan berkelas dunia lainnya yang bernama Pradhita Dirgantara yang berlokasi di Lanud Adisoemarmo, Solo.



Pembangunan SMA berkelas dunia tersebut diharapkan mampu mencetak SDM bangsa yang unggul dan berdaya saing global. Lulusan SMA itu juga diproyeksikan mampu menembus perguruan tinggi terkemuka baik di dalam maupun luar negeri. Saatnya Indonesia totalitas mengembangkan SMA unggulan sesuai dengan persaingan global demi mencetak generasi emas.

Perlu terobosan seperti yang telah diterapkan SMA Taruna Nala yang telah mengombinasikan antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum internasional dari Cambridge University (IGCSE). Juga menekankan Program Leadership Academy sehingga lulusannya bisa menjadi calon pemimpin masa depan yang berwawasan internasional dan siap hadapi tantangan globalisasi.

Peringatan HSP 2018 diwarnai dengan spirit kesuksesan Indonesia dalam menyelenggarakan pesta olahraga se Asia, Asian Games XVIII di Jakarta-Palembang. Hal ini menjadi momentum lahirnya pahlawan masa kini dalam sosok pemuda. Sukses Asian Games menjadi kesempatan emas untuk mengembangkan SDM olahraga berkelas dunia.

Selain itu menjadi alas an kuat pentingnya mengirimkan para atlet dan pelatih untuk belajar di luar negeri yang memiliki teknologi tinggi dan sistem kompetisi yang lebih baik. Pengiriman atlet muda ke luar negeri merupakan keniscayaan. Untuk memperlancar program tersebut para atlet mesti diberikan pelatihan bahasa asing beserta kebudayaan negara tersebut.

Dalam dunia olahraga faktor ketidakpastian sangat besar sehingga perlu melibatkan Iptek untuk memperkecil ketidakpastian itu dengan usaha yang terukur. Serta mengetahui strategi para pesaing Indonesia dengan sistem kepelatihan modern serta ilmu keolahragaan (sport science). Kini olahraga menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan manusia. Selain untuk membangun karakter dan kualitas SDM bangsa, olahraga sudah menjadi entitas ekonomi dan industry dengan nilai tambah yang signifikan.

Pemerintahan Jokowi telah melakukan langkah debirokratisasi olahraga agar tidak mengalami kelangkaan prestasi terus menerus. Debirokratisasi pada prinsipnya membebaskan atlet cabang olahraga dari belitan birokrasi dan politisasi. Dan selanjutnya mengembangkan profesionalitas atlet dan pengurus cabang olahraga sesuai dengan perkembangan global.

Tantangan pengembangan olahraga di masa depan diwarnai dengan kemampuan suatu bangsa melakukan ristek di bidang olahraga. Ristek tersebut juga akan menumbuhkan industry olahraga serta melakukan banyak kegiatan eksperimental yang melibatkan ahli teknik dan laboratorium.

Riset dan industri peralatan olahraga dunia telah mengalami lompatan yang luar biasa berkat persenyawaan dengan kemajuan teknologi virtual dan simulasi dengan tajuk teknologi olahraga 4.0. Hal itu terlihat dengan desain peralatan olahraga melalui riset yang melibatkan teknologi canggih.

Seperti penggunaan perangkat desain dari perusahaan Prancis terkemuka Dassault Systemes yang terdiri atas aplikasi, layanan, dan metodologi yang membahas kebutuhan unik pelanggan di industri peralatan olahraga. Perangkat Dassault Systemes didedikasikan untuk mendukung inovasi yang luas dalam hal peralatan olahraga, infrastruktur gedung atau stadion, dan simulasi olahraga.



Selain itu, teknologi virtual di atas dapat digunakan untuk mengoptimalkan kinerja peralatan atletik mulai dari sepatu lari hingga pakaian atlet. SDM Indonesia perlu magang dan transfer teknologi pada perusahaan multinasional seperti Dassault Systemes. Itu tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja atlet nasional saja, tetapi juga bisa membantu meningkatkan tingkat kepuasan penonton di dalam stadion.

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, pendiri Euro Management Indonesia




Demokratisasi Teknologi


Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia &Ketua Umum IABIE.

Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-90 Tahun 2018 mengusung tema Bangun Pemuda Satukan Bangsa. Diperlukan demokratisasi teknologi untuk membangun pemuda dari aspek pembangunan mental ataupun intelektualnya.

                Kini pemuda Indonesia menghadapi era disrupsi dan menyongsong revolusi industry 4.0. Ironisnya, pemuda Indonesia sebagian besar hanya menjadi objek produk teknologi dari luar negeri.

                Pemuda Indonesia semakin kecanduan konsumerisme produk teknologi tanpa berdaya menumbuhkan nilai tambahnya. Kebutuhan ruang kreativitas bagi para pemuda belum dipenuhi oleh pemerintah pusat dan daerah.

                Sehingga proses demokratisasi teknologi untuk pemuda sulit terwujud. Padahal, tren menunjukkan korporasi dunia sedang menekankan inisiatif dan program demokratisasi teknologi. Salah satu korporasi  yang  tengah getol menerapkannya adalah  Microsoft.

                Perusahaan  yang  kini dibawah kepemimpinan Satya Nadella, CEO ketiga, setelah Bill Gates dan Steve Ballmer. Wujud demokratisasi teknologi ala CEO Microsoft tersebut terlihat saat peluncuran Windows 10.

                Dalam peluncuran itu, Microsoft tidak lagi menggelar pesta penjualan  super  mewah seperti yang lalu. Satya lebih memilih meluncurkan produknya di kawasan miskin Kenya. Satya ingin mendemonstrasikan budaya korporasi baru. Dia ingin memahami keadaan setiap konsumen seperti menyediakan internet murah bagi masyarakat, terutama para pemuda di desa-desa terpencil Afrika.

                Sebagai pakar computer, Satya merumuskan filosofi kepercayaan sebagai E+SV+SR = T/t (Empathy+Shared Values+Safety and Reliability = Trust over Time). Kepercayaan dibentuk dari adanya rasa empati, konsisten, adil dan keberagaman.

                Ini upaya membuat korporasi menjadi  yang lebih humanis dan berkontribusi bagi banyak manusia secara luas. Kini, korporasi global tengah menumbuhkan jiwanya sebagai perusahaan kuat yang bisa mendemokratisasi teknologi untuk warga dunia.

                Sementara itu, korporasi besar dan perusahaan start up di Indonesia yang kebanyakan dimiliki modal asing, masih enggan melakukan demokratisasi teknologi kepada masyarakat, khususnya para pemuda.

                Jumlah pemuda sesuai dengan undang-undang tentang kepemudaan dengan rentang usia antara 16-30 tahun, menurut data BPS berjumlah 61,8 juta orang.  Jumlah tersebut 24,4 persen dari total  penduduk Indonesia.

                Potensi demografi pemuda  di atas harus dikelola secara totalitas dengan berbasis kemajuan teknologi. Agar nantinya, mereka tidak menjadi beban Negara hingga berubah menjadi bencana sosial.

                Ada  tiga karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi generasi muda untuk memenangi pertarungan masa depan sekaligus mewujudkan mimpi  Indonesia.

                Pertama, diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas tinggi, kedua, kapasitas keahlian dan intelektual yang cukup mumpuni, yang ketiga, karakter kepemimpinan yang peduli dan professional di bidangnya.

                Kapitalisasi di atas, membutuhkan wahana pengembangan teknologi serta member kesempatan bagi pemuda agar bisa menjadi unggul di kelas dunia. Para pemuda yang disebut generasi milenial kini terjerat masalah konektivitas.

                Untuk itu, pemerintah perlu fokus kepada program teknologi informasi komunikasi (TIK) kerakyatan yang bertujuan menjadikan TIK untuk kemaslahatan rakyat seluas-luasnya dengan harga yang semurah-murahnya.

                Hal ini sebagai salah satu bentuk demokratisasi teknologi yang tepat sasaran. Perlu terobosan teknologi dan inovasi tepat guna yang mengedepankan open sources  dan membongkar regulasi yang selama ini cenderung berpihak kepada  vendor asing.

                Pemerintah  diharapkan bisa mewujudkan e-Readiness Indonesia untuk memenuhi kebutuhan generasi milenial dalam berkonektivitas. Perlu kesiapan infrastruktur TIK kerakyatan, sistem inovasi, insentif pengembang TIK, dan factor sosio teknologi untuk memacu daya saing generasi milenial. Hadirnya teknologi  digital harusnya menjadikan bangsa  Indonesia  semakin kreatif dan produktif.

                Namun, nyatanya belum demikian. Teknologi baru digunakan untuk mengonsumsi sedangkan untuk produktivitas masih langka. Belum ada kesadaran, teknologi informasi dan media baru mesti dikapitalisasi atau diproduktivitaskan.

                Sejarah menunjukan, kaum muda lebih tangguh mengendalikan semangat zaman. Saatnya pemuda menggelorakan kemajuan  Indonesia  secara konkret dengan membangkitkan sel-sel kreatif terkecil hingga desa.

                Usaha membangkitkan perlu mencapai tingkat high  concept dan high touch.

                High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan emosional, mengenali pola-pola danpeluang, menciptakan narasi yang indah dan menghasilkan temuan atau inovasi teknologi yang belum disadari orang lain.

                High touch merupakan kemampuan berempati, memahami esensi interaksi manusia, dan menemukan makna. Dalam konteks  di atas, diperlukan inovasi teknologi  yang  merupakan aspek high-tech yang  pada gilirannya akan mendorong aspek high concept dan high touch bagi kluster ekonomi kreatif yang digeluti kaum muda.

                Besarnya jumlah pemuda selain merupakan potensi juga mengandung risiko. Mulai 2020 sampai 2035, Indonesia menikmati era langka yang disebut bonus demografi, ketika usia produktif diproyeksikan berada pada grafik tertinggi dalam sejarah bangsa ini.

                Jumlahnya mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 297 juta jiwa. Bonus demografi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi merupakan peluang strategis bagi sebuah Negara melakukan percepatan pembangunan ekonomi.

                Sebab, Negara tersebut memiliki ketersediaan SDM usia produktif dalam signifikan. Namun, jika salah kelola, bukan bonus yang didapat, tetapi bencana sosial. Untuk mencegah bencana sosial, diperlukan mitigasi social jelang era bonus demografi.

                Mitigasi tersebut untuk mengatasi pemuda yang teralienasi dengan tantangan zaman akibat kurangnya fasilitas untuk berkarya nyata. Bentuk mitigasi ideal, antara lain, berupa kursus-kursus vokasional dan workshop gratis bagi pemuda.

                Daya saing suatu bangsa ditentukan sejauh mana para pemudanya berkreasi dan berinovasi sesuai tren dunia, seperti  yang  tergambar dalam kajian lembaga pendidikan terkemuka  di Amerika Serikat, yakni Harvard Business.

                Mereka menekankan pentingnya mendorong daya saing pemuda di bidang system inovasi dan teknologi produksi. Pada prinsipnya, sistem inovasi, baik itu produk maupun proses merupakan proses belajar.

                Agar  pemuda mampu melakukan kegiatan inovatif, maka harus ada upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya, yaitu memperkuat kapasitas pembelajaran.






Kamis, 11 Oktober 2018

TNI dan Tantangan Revolusi Industri 4.0


Oleh Bimo Joga Sasongko | Selasa, 9 Oktober 2018 | 10:55

Peringatan HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-73 dilaksanakan secara sederhana tetapi sarat makna. Peringatan kali ini juga difokuskan untuk mengatasi situasi bangsa yang diliputi duka akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah mengerahkan secara optimal personel dan alutsista yang dimiliki ketiga angkatan untuk menangani korban gempa Sulteng serta mengatasi isolasi daerah akibat rusaknya berbagai infrastruktur.

Saat ini Panglima TNI juga tengah fokus untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tantangan era revolusi Industri 4.0. Salah satu caranya adalah lewat pendidikan dan kursus reguler bagi kesatuan TNI untuk mengikuti dan menguasai perkembangan bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0.

Apalagi Presiden Joko Widodo juga telah mencanangkan strategi Making Indonesia 4.0 yang telah menjadi pedoman bagi seluruh kementerian dan lembaga negara. TNI yang merupakan alat Negara tentunya sangat berkepentingan untuk mengantisipasi secara cepat dan tepat tentang perkembangan global terkait dengan Industri 4.0.

Apalagi seluruh alutsista TNI kini serba canggih yang dioperasikan dan dikontrol secara digital. TNI bersiap menghadapi perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi Industri 4.0. Dalam era tersebut tentunya kekuatan militer menjadi salah satu unsur penting karena perkembangan teknologi telah mengubah seluruh tatanan strategi militer. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh personel TNI maupun para Taruna-Taruni Akademi Militer.

Menurut konsultan dunia terkemuka Deloitte, bahwa Industri 4.0 mampu meningkatkan tingkat kesiapan operasional militer. Kemajuan dalam teknologi Industri 4.0 sangat membantu organisasi pertahanan negara meningkatkan kesiapan dan keefektifan mereka.

Bermacam alutsista dan infrastruktur militer penunjang kini telah menerapkan dan didukung dengan teknologi Internet of Things (IoT) dan teknologi Big Data. Teknologi pilar Industri 4.0 itu sangat membantu perencanaan tugas militer, operasi militer maupun untuk efektivitas anggaran militer suatu negara.

Dalam laporan terbaru, Deloitte menyatakan bahwa pasukan pertahanan AS mampu meningkatkan kesiapan mereka berkat teknologi Industri 4.0. Upaya keras pimpinan TNI untuk membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia harus didukung penuh.

Baik pendidikan dan latihan terkait bidang kemiliteran, maupun untuk pendidikan umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) unggulan yang dikelola oleh keluarga besar TNI. Seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Taruna Nala, dan SMA Pradhita Dirgantara. Semuanya memiliki misi besar untuk mencetak SDM unggul khususnya bidang hankam yang mampu mewujudkan metode pengamanan yang paling tepat untuk Indonesia.

Hal itu searah dengan visi Presiden Joko Widodo yang dikemukakan saat memberikan pembekalan kepada perwira remaja TNI/Polri, di Mabes TNI. Tak hentinya-hentinya Panglima TNI menyatakan bahwa Indonesia kini termasuk dalam wilayah Indo Pasifik yang sangat dinamis, sehingga memiliki peluang dan tantangan untuk menghadapi perubahan geopolitik yang terjadi tiba-tiba.

Oleh karena itu, Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan Negara maju untuk menjawab tantangan revolusi Industri 4.0 beserta dampak sosialnya. Panglima TNI menyatakan alutsista Indonesia harus segera mengikuti perkembangan pesat teknologi digital.

Alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI harus segera dikembangkan menjadi berbasis teknologi digital. Keniscayaan pembaruan alutsista itu perlu dilakukan mengingat jenis teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0 semakin bergerak cepat dan sulit dikuasai.

Tak pelak lagi sekarang setiap orang dan setiap pasukan TNI terhubung dengan internet satu sama yang lain. Keterbukaan informasi semakin lebar sehingga kita harus mengimbangi dengan perkembangan revolusi tersebut. Alutsista TNI juga harus secepatnya dikembangkan agar berbasis pada penggunaan teknologi big data dan artificial intelligence.

Berdasarkan renstra, kebijakan perencanaan pertahanan 2019 diwujudkan melalui arah kebijakan penguatan pertahanan, yaitu: penyelenggaraan Operasi Militer Selain Perang (OMSP); pengadaan Alutsista TNI dalam rangka pemenuhan Minimal Esential Force (MEF); serta pemeliharaan dan perawatan Alutsista TNI.

Selanjutnya, pembangunan sarana dan prasarana satuan alutsista TNI dan satuan baru; peningkatan sarana dan prasarana perbatasan; serta penguatan industry pertahanan. Sasaran yang akan dicapai melalui alokasi anggaran fungsi pertahanan tahun 2019 di antaranya ialah pengadaan 125 paket kendaraan taktis, suku cadang, kendaraan tempur, dan suku cadang kendaraan taktis; pengadaan/penggantian 3 unit kendaraan tempur; pengadaan/ penggantian 688 pucuk senjata dan amunisi; pembangunan 18 unit KRI, KAL, dan Alpung; serta modernisasi 1 paket Command Center Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).

Menurut kajian Global Power, Indonesia menempati peringkat ke-19 dari 55 negara yang disurvei dalam urutan kekuatan pertahananan negara. Terkait dengan unsur kekuatan pertahanan kapal perang, Indonesia menduduki peringkat 39 dunia.

Kondisi tersebut tentunya belum menggembirakan karena Indonesia adalah negara maritim. Jumlah kapal perang milik TNI AL masih kurang memadai untuk mendukung operasi ketiga armada wilayah. Visi kemaritiman Presiden Joko Widodo bisa terwujud jika didukung dengan kekuatan laut yang tangguh.

Perlu mewujudkan postur armada Nusantara bisa masuk lima besar dunia. Untuk itu dibutuhkan kekuatan Armada Nusantara yang terintegrasi antara kapal perang, pesawat udara maritim, dan ketangguhan pangkalan. Panglima TNI sangat memperhatikan faktor kapabilitas pertahanan negara yang mesti dikembangkan untuk mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta.

Kapabilitas itu dibuat berdasarkan strategi pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan, dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan strategi pertahanan negara, kapabilitas pertahanan negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan, yakni kapabilitas pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap warga bangsa.

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia 



Kamis, 04 Oktober 2018

Transformasi SDM TNI

Kamis 4/10/2018 | 01:00


Oleh Bimo Joga Sasongko



Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan peringatan hari ulang tahun ke-73 TNI dilakukan dari Sabang hingga Merauke. Peringatan HUT tahun ini dilakukan secara sederhana, tidak besar-besaran. Sebab, tradisi TNI menggelar hari jadi bergantian antara perayaan besar dan biasa. Apalagi peringatan sekarang bertepatan dengan musibah gempa bumi Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Untuk mengatasi bencana tersebut sejumlah personel dan alutsista TNI dikerahkan membantu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pengembangan personel dan alutsista TNI saat ini disesuaikan dengan kemampuan operasi nonperang atau pertahanan nirmiliter seperti penanganan bencana alam. Kapabilitas personel dan alutsista bisa dialihfungsikan secara cepat untuk operasi keselamatan umum mencakup penanganan bencana alam dan operasi kemanusiaan lainnya.

Panglima tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan sumber daya manusia (SDM) TNI untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan. Keputusan tersebut dilandasi sistem merit yang merupakan kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.

Tak pelak, TNI memerlukan cetak biru pengembangan SDM berkualitas. Pengembangan postur SDM TNI yang modern dan profesional mendesak guna mengantisipasi perubahan tatanan global dan dinamika nasional. Pengembangan SDM TNI searah dengan doktrin bela negara yang terus diperbarui.

Dalam konteks sekarang bela negara adalah sikap dan tindakan warga dijiwai kecintaan tanah air. Upaya mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara sebagai nilai dasar bela negara mencakup cinta tanah air, sadar berbangsa, dan bernegara. Kemudian percaya akan Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta menjaga kedaulatan wilayah.

Untuk menjawab tantangan ke depan perlu mengaktualisasikan bentuk-bentuk konkret bela negara sesuai dengan tantangan zaman. Karena tantangan dan bentuk ancaman terhadap negara telah berubah. Tantangan tak hanya berupa ancaman perang dengan senjata dan perang asimetrik lainnya, tetapi juga mengatasi dampak bencana alam. Contoh, gempa bumi, kebakaran hutan, banjir dan longsor. Bahkan juga untuk antisipasi dan penanganan polusi atau pencemaran lingkungan hidup. Contoh, operasi Citarum Harum untuk mengatasi pencemaran sungai Citarum. Maka, SDM TNI mesti belajar ilmu lingkungan sungai serta pengolahan sampah.

Perlu strategi pengelolaan SDM sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Kondisi sekarang menuntut TNI secepatnya membangun SDM masa depan didukung sistem pembinaan jati diri. Melihat tantangan global dan revolusi Industri 4.0 yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan, diperlukan transformasi sistem pendidikan TNI yang lebih adaptif dimulai dari proses perekrutan.

Rekrutmen SDM harus terpadu, sehingga dalam pelaksanaan rekrutmen calon taruna Akademi Militer memiliki kualitas dengan standar sesuai dengan perkembangan iptek mutakhir bidang teknologi yang menjadi pilar Industri 4.0. Kemudian, harus menumbuhkan spirit mengembangkan alutsista dan industri pertahanan serta mengembangkan secara progresif SDM sesuai dengan rencana strategis ketiga angkatan.



Sudah Waktunya

Saatnya meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi pertahanan. Pengembangan industri pertahanan merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Ketersediaan peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung kemampuan industri secara optimal. Ini menyebabkan ketergantungan pada produk pertahanan luar negeri.

Industri pertahanan meliputi alat utama, komponen utama, pendukung (perbekalan), dan bahan baku. Saat ini dibutuhkan SDM yang menguasai teknologi pertahanan untuk menerapkan visi bagi kemajuan dan kemandirian industri pertahanan. SDM yang kapabel, sehingga mampu mendukung kemajuan teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan perkembangan zaman.

Untuk merumuskan cetak biru pengembangan SDM perlu dibentuk task force yang memiliki kredibilitas dan kompetensi pertahanan ke depan. Dalam rencana strategis, pertahanan negara dinyatakan bahwa SDM TNI sebagai komponen utama harus disiapkan dari segi pemenuhan personel di tiap matra, pelaksanaan latihan, dan pendidikan keterampilan agar profesional dalam pelaksanaan tugasnya baik berupa kegiatan maupun yang bersifat operasi. Namun, tuntutan kompetensi dan profesionalitas tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.

Cetak biru pengembangan SDM TNI perlu sinkronisasi dengan aspek ekonomi pertahanan. Saatnya memperbarui platform ekonomi pertahanan mengingat geopolitik global terus berubah. Menurut Britannica Encyclopedia, ekonomi pertahanan adalah manajemen ekonomi nasional terkait dengan dampak ekonomi dari belanja militer.

Implikasi yang terkait dengan ekonomi pertahanan antara lain tingkat belanja pertahanan, dampak pengeluaran pertahanan terhadap produk dan lapangan kerja di dalam atau luar negeri. Kemudian, pengaruh belanja pertahanan dengan perubahan teknologi, serta efek stabilitas nasional global.

Platform atau cetak biru ekonomi pertahanan yang sesuai dengan kondisi sekarang sangat membantu agenda bela negara. Beberapa masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa antara lain adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia oleh negara tetangga, Singapura.

Singapura hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR). Ini terkait pengaturan lalu lintas udara Indonesia bagian barat, di antaranya ruang udara Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya. Masalah tersebut masih berlarut-larut dan belum diambil alih otoritas Indonesia. Pemerintahan sudah sering berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Ini harus menjadi agenda bela negara 2018 untuk dituntaskan.

Masalah FIR mestinya bisa segera dituntaskan karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sudah disiapkan, yakni dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service yang sebenaranya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara wilayah Indonesia bagian barat secara utuh.


Penulis Lulusan North Carolina State University




Jumat, 28 September 2018

Rekomendasi Habibie tentang Nilai Tambah


Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 28 September 2018 | 10:42

Bangsa Indonesia harus berpikir keras untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang terkait dengan usaha repositioning produk nasional di tengah terjadinya perang dagang dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah.

Presiden RI ketiga BJ Habibie merekomendasikan pentingnya membenahi secara detail nilai tambah aneka produk nasional. Hal itu diungkapkan dalam kesempatan tatap muka dengan segenap SDM teknologi dan industri bertempat di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) beberapa waktu lalu.

Sektor manufakturing perlu kerja detail dalam menerapkan standarisasi dan peningkatan kapabilitas teknologinya. Masih rendahnya kapasitas nasional yang digarap dengan proses nilai tambah yang layak menjadi keprihatinan BJ Habibie.

Keprihatinan di atas sangat beralasan karena hingga kini terjadi penurunan kemampuan industri nasional menyeimbangkan neraca nilai ekspor impor secara signifikan. Secara makro ketidakseimbangan ini disebabkan oleh masalah efisiensi dan masalah produktivitas. Oleh karena itu para pemangku kepentingan perlu merumuskan kembali strategi dasar pelaku industri yang mengedepankan faktor nilai tambah.

BJ Habibie yang usianya telah menginjak 82 tahun menekankan perlunya langkah cepat pemerintah untuk mendorong industri dengan produk yang memiliki nilai tambah besar saat dijual ke pasaran. Salah satu cara agar produk tersebut bisa memiliki nilai tambah yang signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi yang tepat.

Semua negara sedang berlomba lomba memanfaatkan teknologi terkini, antara lain dengan tajuk Industri 4.0 demi untuk mendapatkan nilai tambah sebesar-besarnya dan seefisien mungkin terhadap produk industrinya.

Pada hakikatnya factory 4.0 atau pabrik cerdas yang saat ini sedang menjadi perhatian besar dunia adalah untuk mendapatkan nilai tambah yang paling ideal. BJ Habibie telah merumuskan konsep nilai tambah industri untuk Negara berkembang sejak awal dekade 80-an.

Menurut pakar ekonomi dunia Haller dan Stolowy (1995), value added (VA) atau nilai tambah adalah pengukuran performance entitas ekonomi. Arti nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut.

Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dengan nilai input suatu industri. Value added (VA) merupakan konsep utama pengukuran income suatu negara. Konsep ini secara tradisional berakar pada ilmu ekonomi makro, terutama yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan nasional yang diukur dengan performance produktif dari ekonomi nasional yang biasanya dinamakan produk domestik.

Pemerintah perlu mengonsolidasikan industri nasional, baik BUMN maupun swasta untuk mendongkrak nilai tambah produknya. SDM teknologi nasional sudah cukup jumlahnya untuk bergotong royong dan memeras pikiran guna merumuskan proses nilai tambah produk nasional. Sehingga tidak ada lagi bahan baku dan setengah jadi yang dijual begitu saja ke luar negeri dengan nilai tambah yang kecil. Kondisi itu tentunya tidak bisa menyerap tenaga kerja secara optimal dan belum mampu mendongkrak ekonomi lokal secara kuat.

Kondisi perekonomian dunia yang semakin dinamis bahkan sewaktu-waktu bisa fluktuatif perlu kebijakan yang masih terkait positioning produk nasional. Positioning produk diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Positioning produk nasional perlu mencermati perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Implikasi perang dagang bisa menyebabkan banjir produk ke Indonesia.

Perang dagang menyulitkan usaha pemerintah yang berusaha keras meningkatkan kinerja ekspor. Presiden Joko Widodo belum puas dengan kinerja ekspor nasional. Kekecewaan Presiden tersebut ditunjukkan dengan membandingkan nilai ekspor RI yang ketinggalan dari negara tetangga.

Presiden menyatakan bahwa sebagai bangsa besar seharusnya kinerja ekspor tidak kalah dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Apalagi kapasitas dan sumber daya alam serta jumlah SDM yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar. Sebagai catatan, Thailand mampu menghasilkan US$ 231 miliar dari ekspor. tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan Malaysia US$ 184 miliar, dan Vietnam mencapai US$ 160 miliar. Sementara Indonesia, hanya US$ 145 miliar.

Untuk menggenjot ekspor produk nasional tidak cukup lewat pameran perdagangan dengan skala lokal hingga global. Tapi perlu mencari terobosan yang bisa menggenjot perdagangan sekaligus menjadi sistem bagi pengusaha untuk bertukar informasi tentang produk unggulan.

Terkait dengan masalah positioning produk nasional ada baiknya kita mengkaji peta yang menggambarkan aliran produk yang terjadi. Seperti dalam elaborasi oleh Peter Dickens dalam bukunya Global Shift: Mapping The Changing Contours of the World Economy. Buku itu merekomendasikan kepada bangsa-bangsa pentingnya merancang ulang mata rantai jaringan produksi global. Dan selalu fokus pada pasar dan kematangan produk.

Hal itu sangat relevan, di tengah banyaknya perusahaan di Tanah Air yang kini menghadapi ketidakseimbangan biaya bahan baku yang diimpor dengan hasil penjualan produk yang diekspor atau diserap dalam pasar domestik. Usaha memacu perdagangan produk nasional sangat tergantung kepada sistem logistik. Oleh karena itu, kita perlu menetapkan produk atau komoditas penggerak utama dalam suatu tatanan jaringan logistik dan rantai pasok, tata kelola, dan tata niaga yang efektif dan efisien.

Saatnya mengintegrasikan simpul simpul infrastruktur logistik, baik simpul logistik (logistics node) maupun keterkaitan antarsimpul logistic (logistics link) yang berfungsi untuk mengalirkan barang dari titik asal ke titik tujuan. Simpul logistik meliputi pelaku logistik dan konsumen; sedangkan keterkaitan antarsimpul meliputi jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan keuangan, yang menghubungkan masyarakat perdesaan, perkotaan, pusat pertumbuhan ekonomi, antarpulau maupun lintas negara.

Volume perdagangan nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja logistik. Oleh karena kapasitas SDM di bidang logistik masih memprihatinkan maka perlu ditingkatkan. Kebutuhan tenaga-tenaga yang kompeten di sektor logistik tidak hanya diperlukan untuk pengembangan sistem logistik nasional, tetapi juga dalam menghadapi liberalisasi tenaga kerja.

Dibutuhkan strategi yang mampu mengembangkan SDM dengan kompetensi dan profesi logistik berstandar internasional. SDM logistik yang terpercaya baik pada tingkat operasional, manajerial dan strategis, dan mencukupi kebutuhan nasional untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas kinerja system logistik nasional.

Bimo Joga Sasongko. Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia.