Selasa, 18 September 2018

Platform Gotong Royong Intelektual Bangsa

Oleh Bimo Joga Sasongko | Rabu, 5 September 2018 | 9:46

Usia Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) telah menginjak 73 tahun. Kini postur intelektual bangsa semakin banyak jumlahnya. Mereka adalah kelas menengah yang memiliki tugas sejarah untuk bergotong royong lewat pikiran dan tenaga demi mewujudkan Indonesia yang unggul dan berkelas dunia.

Peringatan Hari Kemerdekaan yang baru saja digelorakan harus menjadi spirit untuk mendongkrak indeks daya saing sumber daya manusia (SDM) dan terus mengembangkan kapasitas inovasi. Apalagi proses inovasi sarat kerja gotong royong dan membutuhkan SDM unggul dalam jumlah besar.

Selaras dengan hal itu maka sudah selayaknya dibentuk platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan pembangunan manusia Indonesia, khususnya membentuk SDM terbarukan. Karena selama ini para intelektual bangsa lebih suka kerja sendiri dan terlalu sibuk dengan ambisi masing-masing.

Akibatnya progres kemajuan bangsa tersendat dan indeks daya saing SDM bangsa belum menggembirakan. Dalam konteks itulah maka perlu terobosan dalam pembangunan manusia agar bisa membuahkan produktivitas yang tinggi serta meningkatnya nilai tambah lokal. Saatnya kerja yang cerdas dan berkualitas, bukan kerja asal kerja.

Intelektual Indonesia kerja bersama disemangati oleh nilai tradisi keindonesiaan yang telah membumi berabad-abad. Esensi kerja bersama adalah “holopis kuntul baris” yang identik dengan perilaku gotong royong ajaran leluhur bangsa. Lalu diformulasikan secara ideologis oleh Presiden RI pertama Soekarno.

Gotong royong mesti tulus memikul beban bersama, menikmati bersama secara murah meriah dan guyup. Oleh karenanya, perlu dirumuskan arah dan platform gotong royong sebagai energi kolektif kebangsaan untuk menghadapi persaingan global yang makin sengit.

Menurut Bung Karno, gotongroyong merupakan pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, dan perjuangan bantu membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Dalam konteks zaman sekarang, gotong royong memiliki arti yang luar biasa bagi kemajuan bangsa jika kaum intelektual mampu bersinergi dan menghilangkan eksklusivisme.

Gotong royong bukanlah sesuatu yang sudah jadi atau given. Gotong-royong memerlukan rekayasa dan pembangunan manusia untuk mencetak SDM terbarukan yang sesuai dengan kemajuan zaman. SDM terbarukan memiliki daya kreatif dan inovasi yang lebih unggul dari generasi sebelumnya.

Di situlah urgensi perlunya kembali merumuskan platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan tantangan zaman. Pada saat Kemerdekaan RI dikumandangkan, SDM bangsa yang mampu memutar roda organisasi negara masih sangat sedikit. Namun begitu, dalam hitungan bulan setelah hari merdeka, para pemuda yang notabene SDM bangsa mampu mengambil alih lembaga penting dari tangan penjajah. Lalu mereka dengan penuh tekad bergotong royong berusaha menjalankan aktivitas berbagai lembaga dan badan usaha yang dibutuhkan oleh negara.

Sebulan setelah hari kemerdekaan, angkatan muda kereta api mengambil alih sektor perkeretaapian. Kemudian disusul oleh sektor pos dan telekomunikasi, perminyakan, dan sektor lainnya. Begitu juga dengan kebutuhan untuk SDM pertahanan untuk bela negara. Setelah perang kemerdekaan para petinggi TNI banyak merekomendasikan pengiriman anggota TRIP untuk kuliah di luar negeri.

Setelah berhasil kuliah mereka kembali ke Tanah Air dan berperan penting untuk membenahi perguruan tinggi di dalam negeri yang sebelumnya dikelola oleh ilmuwan Belanda. Seperti contohnya Profesor Suwondo B Sutedjo Dipl Ing, yang sebelumnya adalah anggota TRIP Divisi Ronggolawe, yang berhasil menyelesaikan studinya pada Technische Hochshule di Hanover Jerman. Sekembali ke Indonesia, Suwondo membenahi dan mengajar di Institute Teknologi Bandung (ITB).

Pemerintahan Presiden Joko Widodo bertekad mulai tahun 2019 pembangunan bangsa menekankan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan tahun berikutnya difokuskan untuk membenahi SDM bangsa lewat penguatan keahlian dan produktivitas.

Platform gotong royong intelektual bangsa diharapkan bisa menjadi ujung tombak untuk mendongkrak indeks daya saing SDM bangsa. Masyarakat prihatin melihat indeks GTCI 2018, di mana Indonesia berada di urutan ke-77 dari total 119 negara di dunia dalam peringkat Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2018.

Bangsa Indonesia menduduki peringkat ke-77, masih kalah dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan, Malaysia di peringkat 27, Filipina di posisi 54, dan Thailand di peringkat 70. GTCI merupakan laporan komprehensif tahunan yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur bagaimana suatu negara menyediakan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing mereka.

Dalam mengukur indeks GTCI, lima pilar yang digunakan antara lain enable atau keberagaman dalam pengetahuan, pengalaman, dan cara menyelesaikan masalah. Pilar kedua dan ketiga adalah attract atau kemampuan menarik sumber daya asing, dan grow atau kemampuan untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan.

Sementara dua pilar lainnya yang digunakan sebagai penilaian adalah pendidikan vokasional dan teknikal, serta pengetahuan global. Para intelektual bangsa mesti memiliki modal alamiah berupa portofolio kompetensi serta daya kreativitas dan inovasi. Modal itu untuk mewujudkan kepemimpinan unggul, khususnya kepemimpinan dalam domain Iptek dan dunia usaha.

Platform gotong royong intelektual bangsa perlu masive action berupa program mentorship di seluruh pelosok Tanah Air. Menurut Lowenstein & Bradshaw, mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang mendorong pencapaian program nasional.

Perjalanan bangsa saat ini diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0. Generasi saat ini perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi dan mampu bersaing secara global.

Cita-cita bangsa sering terhambat oleh perdebatan para intelektual bangsa yang tidak berkesudahan karena belum adanya grand design pembangunan yang strategis dan visioner. Alhasil, pembangunan nasional setelah era Orde Baru masih berjalan tanpa panduan yang jelas sehingga menjadi tindakan tambal sulam tanpa konsep serta cenderung pragmatis dan berorientasi jangka pendek.

Bimo Joga SasongkoPendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE









Minggu, 12 Agustus 2018

Satu Tarikan Napas Memajukan Indonesia


Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 10 Agustus 2018 | 10:20

Pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 10 Agustus 2018 yang dipusatkan di Kota Pekanbaru, Riau. Hakteknas merupakan salah satu hari bersejarah nasional, tonggak sejarah kebangkitan teknologi Indonesia, yang ditandai dengan penerbangan perdana pesawat rancang bangun anak bangsa yakni N-250 Gatotkaca pada 10 Agustus 1995 di Bandung.

Spirit Hakteknas adalah satu tarikan napas untuk memajukan Indonesia. Latar belakang lahirnya Hakteknas menunjukkan gotong royong dan kerja keras oleh anak-anak intelektual BJ Habibie dalam mewujudkan transformasi teknologi dan industri untuk bangsanya.

Presiden RI ketiga BJ Habibie yang kini berusia 82 tahun menyebut bahwa anak-anak intelektualnya hingga kini masih konsisten menggeluti pengembangan Iptek dan menumbuhkan kapasitas inovasi. Beberapa di antaranya juga berperan mendorong kebangkitan start up nation dan ikut memperbaiki proses bisnis berbagai korporasi. Semua itu sesuai dengan skenario besar yang pernah dirancang oleh BJ Habibie pada awal tahun 80-an.

Ada satu tarikan nafas yang sama bagi anak intelektual Habibie menyikapi kondisi Indonesia saat ini. Mereka sepakat bahwa negeri yang sangat dicintai masih tumbuh di bawah kapasitasnya. Ibarat pabrik raksasa, kapasitas yang idle masih besar. Perlu memperbarui konsep kemajuan yang berkeadilan sesuai dengan semangat zaman.

Di mana SDM terbarukan semakin menjadi andalan. Yakni SDM yang mumpuni dalam bidang Iptek dan proses inovasi.

SDM terbarukan, menurut Presiden RI ketiga, memiliki daya kreatif dan inovasi yang lebih unggul dari generasi sebelumnya. Keniscayaan pertumbuhan ekonomi dunia dan masalah krusial kemasyarakatan membutuhkan bermacam inovasi sebagai solusinya.

Saatnya bergotong royong dan curah pikir membenahi nilai tambah produksi di segala lini. Sektor manufakturing perlu menerapkan standardisasi dan peningkatan kapabilitas teknologinya. Khususnya memajukaan teknologi sederhana atau tepat guna yang dibutuhkan oleh usaha rakyat.

Kini hampir semua negara sedang dilanda euforia menyongsong era Industri 4.0 dan menjadikan era tersebut sebagai referensi untuk menjalankan strategi pembangunan. Presiden Jokowi juga telah meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era manufakturing digital.

Yang pasti, untuk mewujudkan Indonesia 4.0 tidak mudah dan butuh berbagai persyaratan yang kini masih jauh dimiliki bangsa ini. Anak intelektual Habibie sebagian besar telah bersentuhan sejak dini dengan pranata Industri 4.0 dan era sebelumnya. Penerapan Industri 4.0 dipelopori oleh negara Jerman yang sejak 2015 telah merampungkan kerangka kerja yang akan diterapkan pemerintah mulai 2020.

Merujuk World Economic Forum dalam laporannya yang berjudul: The Next Economic Growth Engine Scaling Fourth Industrial Revolution Technologies in Production, kita bisa memprediksi bahwa industri manufakturing global akan totalitas mewujudkan era Industri 4.0 pada 2025.


Prediksi Mc-Kinsey Global Institute (MGI) menyatakan bahwa Indonesia bisa masuk peringkat 7 ekonomi dunia pada tahun 2030 jika per tahun mampu mencetak sekitar 10 juta tenaga kerja qualified yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Kini inovasi menjadi faktor yang penting untuk mendongkrak kinerja ekspor dan investasi.

Sebagian besar anak intelektual Habibie bersentuhan langsung dengan proses inovasi. Mereka adalah inovator berbagai bidang yang sedang bergotong royong mendongkrak indeks inovasi nasional.

Anak intelektual Habibie menekankan pentingnya Undang-undang Inovasi. Faktor inovasi adalah jawaban atas paradoks: mengapa kapasitas dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar, namun kinerja ekspor dan nilai investasi masih kalah dengan negara tetangga.

Sekadar catatan, Thailand mampu meraup US$ 231 miliar dari ekspor. Jumlah itu tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan nilai ekspor Malaysia sebesar US$ 184 miliar, dan Vietnam mencapai US$ 160 miliar.

Sementara itu, Indonesia hanya sebesar US$ 145 miliar. Volume ekspor Indonesia sebagian besar dari sektor industri pengolahan yang bernilai tambah kecil karena kurang inovatif. Celakanya, industri pengolahan banyak memakai bahan baku impor.

Masalah kinerja sektor investasi di daerah yang belum optimal juga disebabkan faktor inovasi. Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah kurang optimal karena belum menekankan aspek inovasi.

Pembentukan UU Inovasi bisa memberi arah yang jelas terhadap eksistensi Science Technology Park (STP) atau Taman Ilmu dan Teknologi yang kini ada di setiap kota. Menurut International Association of Science Parks (IASP), eksistensi STP harus mampu menjadi inkubator dan mendorong pembentukan perusahaan yang berbasis Iptek yang mengedepankan inovasi.

Di dalam UU Inovasi idealnya terdapat kelembagaan yakni Otoritas Inovasi Nasional (OIN). Otoritas ini bertugas mengelola dan mengembangkan secara progresif kapasitas inovasi nasional dan daerah.

Otoritas juga bertanggung jawab terhadap percepatan difusi inovasi segala lini serta melakukan literasi dan edukasi. Kelembagaan OIN sebaiknya langsung di bawah Presiden. Adanya UU Inovasi diharapkan bisa mendongkrak indeks inovasi. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia kini makin tertinggal. Peringkat inovasi Indonesia, berdasarkan Global Innovation Index 2017, berada di posisi 87 dari total 127 negara. Posisi ini hanya naik satu peringkat dibandingkan dengan raihan posisi pada 2016.

Dibandingkan dengan negara di Asean, peringkat Global Innovation Index Indonesia juga tertinggal. Misalnya, Malaysia berada di posisi 37, sedangkan Vietnam berada di posisi 47. Eksistensi OIN akan mampu menyinergikan tiga unsur utama dalam sistem inovasi.
Yakni, pertama, unsur kelembagaan (litbang, pendidikan, industri, intermediasi, keuangan atau perbankan). Unsur kedua adalah jejaring kelembagaan sistem inovasi. Dan unsur yang ketiga adalah instrumen kebijakan berupa perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pembiayaan inovasi (seperti misalnya modal ventura), pengelolaan risiko teknologi, standardisasi dan sertifikasi.


Pembiayaan inovasi nasional pusat dan daerah membutuhkan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, perlu dibentuk innovation fund semacam dana abadi. Dana itu diharapkan berasal dari APBN/APBD, CSR perusahaan, dan sumbangan dari pihak ketiga dari dalam maupun luar negeri. Dana tersebut sebaiknya dikelola oleh badan otonom.

Bimo Joga SasongkoPendiri Euro Management Indonesia, Sekjen Ikatan Alumni Jerman (IAJ).










Senin, 23 Juli 2018

Urgensi Calon Legislatif Kader Pembangunan


Bimo Joga Sasongko / GOR Sabtu, 21 Juli 2018 | 09:56 WIB

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menutup pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019 pada 17 Juli lalu. Pengumuman daftar calon tetap dari 16 peserta pemilu dijadwaalkan pada 21- 23 September 2018. Akankah Republik ini akan memiliki lembaga legislatif yang berintegritas dan bobot profesionalitas yang baik.

Berdasarkan tahapannya, KPU membuka pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019 sejak 4 Juli lalu dan berakhir 17 Juli. Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU), par tai politik (parpol) menyerahkan daftar bakal calegnya ke KPU di masing- masing tingkatan. Dari daftar bakal caleg ini diwajibkan terdapat 30% perwakilan perempuan.

Bakal caleg harus memasukkan data lewat Sistem Informasi Calon (Silon) agar masyarakat bisa menilai danmemberi masukan. Tujuan lainnya, untuk mencegah tidak ada lagi bakal caleg ganda baik di parpol, daerah pilihanmaupun pada tingkatan dewan perwakilan.

Setelah proses pendaftaran, KPU akan melakukan tahapan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon dan menyampaikan hasilnya kepada par tai politik peser ta pemilu. Parpol diberi kesempatan perbaikan daftar calon dan syarat calon anggota serta pengajuan bakal calon pengganti pada 22-31 Juli 2018. Pengumuman daftar calon tetap akan dilakukan pada 21-23 September 2018. Sedangkan pemilihan legislatif (pileg) akan dilaksanakan serentak pada 17 April 2019 di seluruh Indonesia.

Pada 2019 adalah pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden dilak- sanakan dalamwaktu berbarengan. Maka, selain menyiapkan caleg, parpol juga disibukkan dengan agenda pengajuan calon presiden dan wakil presiden, 4-10 Agustus 2018. Kesiapan partai akan diuji di hari pemungutan suara pada 17 April 2019. Rakyat saat ini pantas prihatin karena hingga kini negeri ini belum memiliki lembaga legislatif yang memiliki integritas dan bobot profesionalitas yang baik.

Oleh karena itu, partai politik perlu memper timbangkan pemilihan caleg yang tidak hanya sebagai kader atau petugas partai serta berlatar selebritas, tetapi perlu memprioritaskan caleg kader pembangunan. Siapakah kader pembangunan itu? Biasanya kader pembangunan itu bukan aktivis ataupun pengurus parpol, karena waktunya banyak tercurah untuk mengembangkan profesi dan karyanya.

Mereka itu adalah sosok-sosok profesional nonpartai, tetapi memiliki kompetensi dan karya inovasi yang sangat berguna bagi pembangunan. Keniscayaan bagi parpol untuk memberikan porsi pencalegan kepada kader pembangunan. Pe-ngurus parpol perlu melakukan koordinasi dan sinergi kader pembangunan agar mereka mau duduk di lembaga legislatif.

Selama ini kader pembangun¬an yang mampu menyelesaikan masalah bangsa hanya menjadi penonton dalam proses demokrasi yang sangat penting untuk memutuskan masa depan bangsa. Kader pembangunan sangat tepat bila menjadi anggota legislatif, baik di tingkat DPRD maupun di DPR RI.

Selama ini banyak kader pembangunan yang berlatar belakang teknolog dan inovator telah membantu memecahkan masalah penting di berbagai daerah. Sebagai contohnya adalah kader pembangunan yang membantu mewujudkan Bandung Smart City (BSC). Kader pembangunan di atas terdiri atas inovator, pelaku bisnis, hingga diaspora Indonesia yang tersebar di luar negeri.

Dalam konteks di atas ditunjuk sebagai ketua BSC adalah Ilham Akbar Habibie yang merupakan putera sulung Presiden RI ketiga BJ Habibie. Tim BCS telah berhasil merumuskan cetak biru dan konsep kota berbasis teknologi yang diintegrasikan pada pelayanan publik untuk mencerdaskan warga dan kotanya.

Konsep pengembangan berbasis teknologi seperti halnya Sillicon Valley di Amerika Serikat. Sukses tim di atas telah mengantar Ridwan Kamil memenangkan Pilgub Jabar 2018 yang baru lalu. Contoh di Bandung tersebut merupakan bukti perlunya kader pembangunan menjadi anggota le¬gislatif yang memiliki kemampuan teknis dan pemikiran inovatif untuk mengatasi tantangan zaman.

Keniscayaan, anggota legislatif mesti memiliki visi “glokalitas” dalam merancang peraturan dan rencana pembangunan. Yakni visi yang menekankan aspek globalisasi dan potensi lokalitas. Masa depan dunia akan diwarnai dengan fenomena partisipasi publik yang memberi ide, gagasan dan inisiatif luar biasa yang disebut Ideagora.

Anggota legislatif mesti menekankan pentingnya wahana Ideagora. Yang merupakan wahana untuk mengembangkan gagasan dan ide kreatif rakyat luas terkait dengan inovasi segala bidang. Berupa karya unik yang bermutu yang berpotensi menjadi sesuatu unggulan di tingkat regional hingga mendunia.

Anggota legislatif mendatang harus mampu bersinergi dengan eksekutif untuk mendongkrak produktivitas daerah. Salah satu kunci per tumbuhan ekonomi daerah adalah produktivitas. Dibutuhkan tim super daerah yangmemahami cara yang tepat untuk meningkatkan produktivitas. Juga memiliki gagasan segar dan inovasi tepat guna yang terkait dengan faktor produktivitas bagi masyarakat.

Rakyat membutuhkan wakil yang bisa mewujudkan faktor tipping point terkait produktivitas. Saatnya legislatif mampu menyusun konsep dan dokumen pembangunan yang sesuai de¬ ngan semangat zaman. Pada era globalisasi, kecepatan menjadi tuntutan utama.

Jika kita cermati masih ada sederet kelemahan yang mendasar dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah. Kita lihat isinya belum tampak milestones pemba¬ ngunan yang hebat. Eksistensi UU Nomor 25 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam Perda RPJPD harus tertuang rumusan visi untuk merancang masa depan pembangunan daerah.

Namun, rumusan RPJPD kebanyakan hanya berisi kompilasi data-data yang tidak aspiratif dan ketinggalan zaman. Padahal, RPJPDmerupakan dokumen perencanaan yang me¬ ngandung unsur kebijakan publik. Mestinya harus ada indikator dan korelasi positif terhadap sasaran lima tahunan. Kekuatan RPJPD sebagai satu dokumen perencanaan pembangunan akan terwujud jika ada kejelasan mengenai factor-faktor yang akan dikembangkan sebagai pendukung pencapaian visi dalam kurun 20 tahun ke depan yang terdistribusi bebannya secara baik dalam lima tahunan.

Di negara maju seperti Amerika Serikat sudah ada standardisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi anggota legislatif. Juga ada lembaga yang melakukan penilaian, seper ti The National Standards for Civics and Government yang membuat kategori mengenai kecakapan dan kinerja anggota legislatif. Kader pembangunan yang duduk di legislatif biasanya lebih profesional dan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan membuat deskripsi, menganalisis, serta kemampuan memper tahankan pendapat tentang isu-isu publik. Mereka juga memiliki kecakapan intelektual yang me¬nyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual maupun secara digital.

Dari aspek profesionalitas ada beberapa parameter kerja anggota legislatif yang harus dibenahi. Yang pertama adalah aspek pengetahuan, pengalaman, dan keahli¬ an anggota legislatif bila diukur dengan kompleksitas persoalan aktual pada saat ini yang masih timpang. Banyak anggota legislatif yang tidakmampumendiskripsikan persoalan rakyat secara tertulis dengan waktu yang singkat.

Selain itu, aspek problem solving anggota DPRD yang rendah, utamanya yang menyangkut thinking challenge , yakni tingkat pemikiran kreatif, inovatif atau orisinal yang diperlukan untuk mencari berbagai pemecahan masalah. Anggota legislatif mendatang harus memahami dan menguasai strategi diferensiasi terhadap produk inovasi karya anak bangsa yang harus terus dikembangkan.

Untuk membuat faktor diferensiasi yang paling penting dan men- dasar adalah aktivitas pelatihan masyarakat untukmembuat produk inovatif. Diferensiasi inovasi akan terwujud dengan baik jika ada landasan yang kokoh terhadap stimulus gagasan disain dari masyarakat. Jika stimulus itu bisa dijalankan secara baik maka sederet gagasan disain masyarakat akan berubah menjadi produk yang lebih konkret. Oleh karena itu, sangatlah penting masukan dari pakar desain produk.

Agar gagasan disain masyarakat itu layak untuk dikembangkan. Agenda penting legislatif ke depan adalah bagaimana cara me¬ ningkatkan kapasitas inovasi daerah yang pernah dilakukan oleh kota di negara-negara maju. Yakni, dengan cara mengembangkan Advanced Research Park yang menghasilkan berbagai produk unggulan dunia.

Bimo Joga Sasongko, Sekjen Ikatan Alumni Jerman (IAJ) dan pendiri Euro Management Indonesia.
Sumber: Investor Daily







Legislator Cendekiawan Semakin Langka



Partai politik telah menyerahkan daftar calon legislatif (caleg) Pemilu 2019 untuk diverifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seperti sebelumnya postur caleg yang disodorkan banyak dari kalangan kader partai, artis, pengusaha dan mantan atlet. Parpol mengandalkan sederet selebritis yang gaya hidupnya super mewah untuk mendulang suara rakyat. Terjadi juga transaksi atau transfer artis antarpaprpol dengan nilai cukup tinggi.
Melihat postur caleg yang disodorkan oleh parpol, terlihat postur legislatif mendatang  mengalami kelangkaan legislator cendekiawan. Publik menyambut dingin  daftar caleg dan merisaukan integritas serta kompetensi para legistrator yang disodorkan parpol. Kerisauan publik itu pada pemilu legislatif yang lalu juga dinyatakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP).
Proses penyusunan caleg belum sesuai dengan harapan rakyat luas. Padahal sosok legistrator yang didambakan rakyat sangat kontradiktif dengan kepentingan pengurus parpol. Masih kuat dalam persepsi  publik, moralitas, integritas dan kapasitas legistrator masih jauh dari harapan. Moralitas dan integritas mereka hingga periode legislatif saat ini masih sarat dengan perilaku korup. Dengan mata telanjang publik melihat aktifitas dan gaya hidup para anggota DPR/DPRD masih penuh kemewahan dan boros.
Kompetensi dan kinerja anggota legislatif yang belum menggembirakan mestinya menjadi perhatian parpol. Sesuai dengan harapan rakyat, parpol seharunya menekankan pentingnya sosok legislator cendekiawan nan bersahaja. Mereka adalah figur politisi cendekia yang artikulatif dan visioner pada zamannya. Pada kapasitas diri mereka telah bersenyawa antara aktivis politik dan kecendekiawanan secara utuh.
Sejarah negara ini banyak menghadirkan sosok politisi cendekiawan yang kehidupan pribadinya bersahaja atau hidupnya penuh keserhanaan, namun kiprah dan pemikirannya luar biasa. Mereka adalah politisi paripurna yang telah hadir dan menghiasi sejarah bangsanya. Kini rakyat merindukan sosoknya pada saat ini tengah mengalami kekeringan politisi cendekiawan.
Rakyat merindukan politisi cendekiawan seperti Agus Salim, Mohammad Natsir, atau Kasman Singodimedjo. Mereka itu sosok sederhana yang sikapnya lembut dan toleran, namun dia adalah cendekiawan dan organisator yang hebat.
Legislator pertama Indonesia yakni Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa memimpin adalah menderita, sesuai dengan pepatah Belanda ”leiden is lijden”. Pepatah itu menjadi suatu keharusan jalan pengabdian, bagi mereka yang memahami bahwa kebahagiaan rakyat lebih utama ketimbang pemimpinnya. Ini sangat tepat jika kita meneropong sepak terjang para pahlawan bangsa yang notabene sebenarnya mereka itu adalah politisi cendekiawan.
Seharusnya parpol menjunjung kewajiban sejarah untuk mencetak dan menemukan kembali sosok-sosok politisi cendekiawan. Meminjam istilah Presiden ketiga RI BJ Habibie, sosok tersebut pada saat ini adalah SDM bangsa yang terbarukan dan unggul dalam profesinya. Biasanya kader pembangunan itu bukan aktivis ataupun pengurus parpol. Karena waktunya banyak tercurah untuk mengembangkan profesi dan memupuk karyanya. Mereka itu adalah sosok-sosok professional non partai, tetapi memiliki visi, kompetensi dan karya inovasi yang sangat berguna bagi pembangunan.
Keniscayaan bagi parpol untuk memberikan porsi pencalegan kepada kader pembangunan. Namun, pengurus parpol kurang berminat menarik kader pembangunan agar mereka mau duduk di lembaga legislatif.
Kinerja yang terukur

Tak bisa dimungkiri, rakyat masih prihatin karena hingga kini negeri ini belum memiliki postur lembaga legislatif yang memiliki integritas dan bobot profesionalitas yang memadai. Tahapan pemilu legislatif semakin tidak kondusif untuk menjaring anak-anak intelektual bangsa agar bersedia menjadi wakil rakyat. Spektrum tahapan pemilu tahun 2019 terlalu luas karena pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Masyarakat banyak lah yang kuatir terkait dengan kecakapan, kompetensi dan kejujuran para legislator. Selama ini banyak legislator yang kurang memiliki kecakapan intelektual dalam membedah berbagai persoalan nasional dan daerah. Padahal mereka diberi gaji besar dan fasilitas mewah.
Kecakapan intelektual  legislator juga menyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual  maupun digital. Hingga saat ini sistem informasi lembaga legislatif di Indonesia masih belum efektif. Buruknya sistem informasi legislatif yang ada sekarang ini juga menghambat peningkatan profesionalitas. Akibatnya, proses check and balance tidak berjalan baik. Mestinya, sistem informasi legislatif bisa membantu para politisi untuk mengelola aspirasi. Juga merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif dalam tugas legislasi seperti proses penyusunan undang –undang atau peraturan daerah, menyusun APBN/APBD dan lainnya.
Di masa mendatang publik terus menuntut adanya ukuran kinerja dan bobot pekerjaan bagi legislator yang tertata dan terukur dengan baik. Selama ini kinerja legislator tidak pernah terukur secara benar.
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, sudah dirumuskan standar kinerja legislator secara rinci. Perlu dicontoh Amerika Serikat yang sudah ada standarisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi legislator yang setiap tahun selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Disana juga terdapat lembaga yang melakukan penilaian, yakni National Standards for Civics and Government. Lembaga tersebut mengukur kemampuan legislator dalam menjalankan tugasnya. Persaingan sengit untuk menggapai kursi legislatif dan besarnya ongkos politik yang harus dikeluarkan selama kampanye menyebabkan ketulusan dalam berpolitik sekarang ini semakin menipis. Pesta demokrasi berlangsung dengan biaya yang amat tinggi. Baik biaya yang harus ditanggung oleh negara, parpol, maupun yang dipikul individu politisi.
Akibatnya legislator cendekiawan semakin sulit terwujud. Risikonya, kedepan masih banyak legislator yang berkinerja buruk. Karena tingkatan problem solving para legislator juga masih rendah, utamanya yang menyangkut thinking challenge, yakni kemampuan berpikir kreatif dan inovatif untuk memecahkan masalah pembangunan.

*Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia.









Rabu, 27 Juni 2018

“Anak Juni” Presiden RI

Rabu 27/6/2018 | 01:00

Oleh Bimo Joga Sasongko

Bulan Juni sangat istimewa bagi Bangsa Indonesia. Juni sebagai bulan Pancasila karena lahirnya dasar negara, juga sangat istimewa karena empat dari Presiden RI lahir di bulan Juni, yYakni Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Joko Widodo. Presiden RI ketujuh, Joko Widodo, lahir Rabu, 21 Juni 1961.

Presiden pertama Soekarno lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Presiden kedua, Soeharto, pun lahir pada bulan Juni, tepatnya 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Argomulyo, Bantul, Yogyakarta. Lalu, presiden ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie, dilahirkan pada 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan. Menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998.

BJ Habibie menjabat selama 2 bulan 7 hari sebagai wakil presiden dan hanya 1 tahun 5 bulan menjabat presiden. Namun begitu, pemerintahan BJ Habibie yang singkat itu berhasil menumbuhkan demokratisasi segala bidang di Tanah Air. Hal itu terungkap dalam diskusi dan orasi yang diselenggarakan pada 24 Juni 2018 di The Habibie Center yang bertajuk Demokratisasi tak boleh henti dalam rangka 82 tahun BJ.Habibie.

Dalam usia yang ke-82, BJ Habibie masih bersemangat memikirkan masalah SDM bangsa. Presiden RI ketiga itu lebih senang dipanggil dengan sebutan Eyang Habibie. Itu sebagai manifestasi bahwa regenerasi bangsa merupakan keniscayaan dan harus dikelola penuh totalitas.

Meskipun fisiknya semakin melemah, namun jika berbicara tentang SDM bangsa, Eyang Habibie terpompa semangatnya dan mampu bicara lantang dan runtun selama berjam-jam. Sepanjang kariernya, Eyang Habibie telah mempersiapkan berbagai wahana industrialisasi dan pusat iptek serta mencetak ribuan SDM unggul untuk menjalankan berbagai bidang pembangunan.

Begitu detailnya mencetak SDM unggul untuk pembangunan nasional. Ketika menjabat Menristek, para penerima bea siswa luar negeri maupun bea siswa dalam negeri yang menjadi programnya mendapat perhatian setiap saat. Bahkan, Eyang Habibie selalu membaca dan membubuhkan tanda tangan dan memberikan catatan kaki pada setiap laporan semester dari para mahasiswa anak didiknya. Hal itu merupakan fenomena luar biasa mengingat kesibukan dirinya sebagai seorang menteri yang merangkap puluhan jabatan penting lainnya.

Dengan berbagai cara pembiayaan, Eyang Habibie berusaha mencetak SDM kelas dunia. Betapa ngototnya Eyang Habibie untuk mendapatlan pembiayaan dari APBN hingga pembiayaan dengan caranya yang unik yakni melalui cara offset atau timbal balik bagi perusahaan asing yang mendapatkan proyek di Tanah Air. Selain offset produksi di dalam negeri, juga dilakukan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan bagi putera-puteri bangsa ke luar negeri.

Film tentang Presiden

Kisah para Presiden RI telah diangkat dalam layar lebar. Salah satunya kisah tentang Presiden ketiga, BJ Habibie. Masyarakat luas telah menyaksikan film Rudy Habibie yang merupakan sekuel dari Habibie & Ainun. Film ini mengandung banyak pesan kebangsaan dan nilai perjuangan anak bangsa dalam menggapai cita-cita. Saat kuliah di RWTH Aachen, Jerman, kehidupan Habibie muda yang biasa dipanggil Rudy dalam kondisi penuh keprihatinan.

Di sana, dirinya tidak hanya belajar tentang teknologi penerbangan, tetapi juga mendalami arti cinta, persahabatan, dan mengkaji persoalan bangsanya bersama dengan para mahasiswa Indonesia lainnya yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Eropa.

Sejak PPI Jerman didirikan pada 1956, sebagai pengurus, Rudy memiliki obsesi dan visi pembangunan yang detail. Menurutnya, PPI sebaiknya jangan terlalu berpolitik praktis, tetapi harus mulai menyiapkan wahana bangsa diberbagai bidang. Seperti bidang kedirgantaraan, maritim, ketenagalistrikan, dan wahana industrialisasi lainnya. Wahana merupakan sarana dan prasarana yang strategis untuk pembangunan bangsa yang bertumpu kepada prinsip kemandirian.

Rudy memulai perjuangannya dari Kota Bandung sejak 1950 ketika masih duduk di bangku SMA.Rudy meninggalkan Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung, lalu berjuang keras menjadi mahasiswa RWTH Aachen (Rheinisch Westfalische Technische Hochschule Aachen). Merupakan perguruan tinggi yang tertua di Jerman yang didirikan untuk menunjang tahapan revolusi industri di negeri tersebut.

Jika bangsa Indonesia konsisten menjalankan pengembangan iptek dan melakukan industrialisasi sesuai yang telah digariskan oleh Eyang Habibie dalam strategi dan transformasi, niscaya negeri ini setara dengan Korea Selatan dan Tiongkok.

Indonesia telah memiliki strategi transformasi teknologi dan industri yang dirancang oleh Menristek BJ Habibie dengan membentuk sembilan wahana industrialisasi nasional serta Pusat Pengembangan Iptek (Puspiptek) di Serpong. Strategi itu boleh dibilang kongruen atau sebangun dengan langkah bangsa Korsel dan Tiongkok. Namun, dalam perjalanannya strategi transformasi di Indonesia menjadi stagnan dan teralienasi akibat kondisi politik dan tidak adanya garis besar haluan negara menuju kemajuan yang sistemik dan terkonsep secara detail.

Saatnya Pemerintahan Presiden Jokowi menggalakkan kebijakan lokalisasi komponen oleh perusahaan multinasional yang memenangkan proyek infrastruktur sehingga prosentase Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) komponen elektronika terus meningkat dan diproduksi oleh industri nasional.

Kepemimpinan Transformatif

Warisan Eyang Habibie yang berupa wahana industri dan kader intelektual juga sangat berguna untuk menyelesaikan program nasional kelistrikan 35 ribu MW yang kini menjadi perhatian besar Presiden Jokowi. Wahana tersebut berupa PT Nusantara Turbin dan Propulsi (PT NTP) yang SDM-nya memiliki kemampuan setara dengan industri terkemuka dunia. Yakni General Electrics (GE) yang selama ini memproduksi berbagai turbin untuk pembangkit listrik, industri dan turbin gas untuk mesin pesawat terbang.

Eyang Habibie menekankan perlunya langkah improvisasi dramatis atau dikenal dengan istilah lompatan katak. Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang transformatif. Yakni kepemimpinan yang tidak sekedar kepemimpinan politik, tetapi juga kepemimpinan yang memiliki kapasitas, pembangkit kreativitas dan daya inovasi.

Kepemimpinan transformatif harus mampu mendefinisikan kembali orientasi dan strategi pembangunan agar sesuai dengan semangat zaman. Perlu strategi pembangunan yang progresif dan transformatif yang disebut dengan istilah leapfrogging atau lompatan katak. Istilah tersebut diadopsi oleh Eyang Habibie dari kondisi dua negara yang kalah perang, yakni Jerman dan Jepang. Setelah kalah perang ternyata dua negara tersebut mampu dengan cepat mengejar kemajuan teknologi dan industri lewat lompatanlompatan yang sangat berarti.

Dalam hal daya saing SDM bangsa, sejak awal 80-an Eyang Habibie telah melakukan investasi bangsa yang sangat berharga yakni pemberdayaan kapasitas otak manusia Indonesia.

Penulis Lulusan Aerospace Engineering, North Carolina State University, Raleigh, North Carolina, USA







Selasa, 26 Juni 2018

Pilkada Serentak dan Visi Indonesia 2030


Oleh Bimo Joga Sasongko | Selasa, 26 Juni 2018 | 9:53

Pemungutan suara Pilkada serentak 2018 di 171 daerah yakni kabupaten, kota dan provinsi dilaksanakan pada 27 Juni. Pemerintah menetapkan hari pemungutan suara tersebut sebagai hari libur nasional.

Pilkada jangan sekadar mekanisme untuk rebutan kekuasaan di daerah. Tetapi harus menjadi spirit dan pendorong untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan daerah. Bagi generasi muda empunya semangat zaman dan calon pemimpin masa depan hendaknya memetik spirit Pilkada dan jangan golput.

Generasi muda sebaiknya memilih pemimpin daerah yang memiliki mentalitas disiplin yang tinggi, ulet dan memiliki agilitas atau kegesitan meskipun menghadapi bermacam rintangan dan hambatan. Pilkada adalah pesta demokrasi yang harus dalam kondisi suka cita. Bukan kondisi yang penuh ketegangan dan saling curiga.

Kemenangan dalam Pilkada seyogianya menjadi kolektivitas kebangsaan yang mampu meraih kemenangan bangsa dalam bentuk konkret menjadi negara maju berpendapatan tinggi pada tahun 2030. Para cendekiawan dan beberapa lembaga dunia yakin dengan skenario Indonesia 2030 yang berhasil menjadi negara maju dengan pendapatan perkapita mencapai US$ 15 ribu.

Skenario itu berhasil jika segenap bangsa Indonesia mampu mewujudkan disiplin yang tinggi, pikiran yang cemerlang dan etos kerja yang hebat. Pelaksanaan Pilkada harusnya disertai dengan makna silaturahmi untuk merawat jiwa besar Persatuan Indonesia yang telah digariskan para pendiri bangsa. Dengan silaturahmi, tercipta hubungan personal maupun sosial yang lebih baik.

Dibutuhkan semangat dan nilai baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman. Kemajuan bangsa bisa terwujud dengan mentalitas kerja keras dan terus menerus berpikir cerdas. Semua itu demi berhasilnya skenario Indonesia 2030.

Kita perlu berpikir keras, dan terus berinovasi sembari terus melakukan tinjauan perekonomian Indonesia hingga 2030. Untuk mewujudkan skenario di atas memang sangat sulit dan berat. Betapa beratnya mewujudkan tatanan kemajuan Indonesia 2030. Kita bisa mengkaji data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan tahun 2016 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 12.406,8 triliun.

Sementara pendapatan per kapita baru mencapai Rp 47,96 juta atau US$ 3.605. Kemudian dalam rilis BPS berikutnya, perekonomian Indonesia 2017 yang diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 13.588,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp 51,89 juta atau US$ 3.876.

Menurut kaedah yang dianut internasional, Indonesia akan menjadi negara maju pada 2030 jika memiliki klasifikasi sebagai negara berpendapatan tinggi (High Income Country/HIC) dengan pendapatan perkapita US$ 15 ribu. Untuk itu dibutuhkan SDM bangsa yang mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang stabil tinggi dengan sumber pertumbuhan yaitu sektor manufaktur yang tangguh dan bernilai tambah tinggi.

Ada sementara pihak yang kurang yakin dengan skenario Indonesia 2030 bisa terwujud karena melihat data yang mustahil bisa dicapai. Mengingat butuh keajaiban untuk mewujudkan per tumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 13% guna mencapai pendapatan perkapita US$ 15 ribu dengan pertimbangan depresiasi rupiah 0,8% dan pertumbuhan penduduk 1,1%.

Kalangan yang pesimis menyatakan bahwa angka-angka di atas mustahil atau sulit diwujudkan. Namun sebagai bangsa pejuang yang dilandasi dengan keimanan yang tinggi kita harus yakin terhadap skenario kemajuan Indonesia 2030.

Untuk itu segenap bangsa harus bekerja keras dan memeras pikiran agar Indonesia tidak terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (Middle Income Trap/MIT) yang menyebabkan tidak bisa masuk sebagai negara industri maju berpendapatan tinggi. Karena kehilangan sumber dan power yang mampu mendorong pertumbuhan ekononi lebih cepat dari laju inflasinya.

Untuk lepas dan terbebas dari jebakan MIT tidak ada jalan selain menyiapkan SDM bangsa yang inovatif dan berdaya saing Iptek. SDM bangsa tesebut harus mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bersumber pada industri manufaktur dengan mesin penggerak produktivitas yang tinggi. Platform nilai tambah produksi yang tinggi dan terwujudnya UMKM berorientasi ekspor, itu merupakan keniscayaan untuk mewujudkan skenario Indonesia 2030.

Spirit Pilkada menjadi pembaruan tata kelola diri, organisasi dan pemerintahan ke depan untuk lebih maju dari sebelumnya. Spirit Pilkada juga menjadi pendorong untuk meningkatkan kualitas kecendekiawanan, baik kecendekiawanan birokrasi, keluarga, hingga para pelajar dan mahasiswa yang kelak akan menjadi pemimpin masing-masing di bidangnya.

Makna Pilkada juga sangat penting untuk memperbarui program reformasi pendidikan di daerah. Meskipun anggaran pendidikan nasional sudah mencapai 20% dari APBN, tetapi belum menghasilkan postur ideal SDM nasional yang berdaya saing global. Karena kemampuan pejabat dan SDM daerah masih belum sesuai dengan standar tata kelola pendidikan. Reformasi pendidikan adalah kunci kebangkitan suatu bangsa.

Kebangkitan nasional bisa diwujudkan, seperti prediksi lembaga internasional PricewaterhouseCoopers (PwC) yang merupakan konsultan dan jasa profesional terbesar di dunia saat ini. PwC pada tahun 2017 mengeluarkan hasil kajian dan prediksi bahwa Indonesia berdasarkan Market Exchange Rate (MER) diproyeksikan pada tahun 2030 akan menjadi peringkat ke-9 PDB terbesar di dunia atau menjadi peringkat ke-8 berdasakan Purchase Power Parity (PPP).

Prediksi PwC tersebut bisa menjadi kenyataan dengan syarat jika bangsa Indonesia memiliki strategi pembangunan yang tepat yang didukung oleh tersedianya jumlah SDM terbarukan berdaya saing Iptek.

SDM tersebut tidak hanya berprofesi sebagai birokrat, tetapi yang lebih penting SDM unggul tersebut juga mau terjun secara total sebagai pengusaha atau wiraswasta berbasis lokal. Sesuai dengan teori pakar ekonomi David Mike Dallen yang menyatakan bahwa suatu negara akan bangkit dan terwujud kemakmuran bila jumlah pengusaha cukup tinggi.

Pada saat ini jumlah pengusaha Indonesia baru 3,10% dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 225 juta. Sebagai pembanding, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2%, Malaysia 5%, dan Thailand 4,5%.

Dengan demikian untuk mencapai kebangkitan dan kemakmuran di Indonesia perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak lagi sekitar 8 juta start-up atau perusahaan rintisan selama tiga tahun ke depan.

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE. Pendiri Euro Management Indonesia.





Sabtu, 23 Juni 2018

Revitalisasi Pelayaran Rakyat



Bimo Joga Sasongko
Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia
Musibah tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba menimbulkan duka seluruh bangsa. Ada hikmah yang besar dari musibah tersebut, yakni perlu segera revitalisasi pelayaran rakyat (Pelra).
Kondisi Pelra kini didera berbagai persoalan krusial. Perlu program revitalisasi yang tidak hanya membutuhkan dana besar, tetapi juga persiapan SDM kompeten terhadap pengadan dan peremajan kapal rakyat.
Sebenarnya sudah banyak SDM ahli perkapalan yang dimiliki bangsa Indonesia. Mereka lulusan dalam dan luar negeri yang mampu mendesain berbagai jenis kapal yang cocok untuk Pelra.
Kesulitan aspke desain, produksi dan bahan baku yang selama ini menjadi kendala sebenarnya sudah ada solusinya. Bahan baku konstruksi kapal rakyat dari kayu pilihan selama ini merupakan kendala terbesar.
Namun, kini sudah ada solusinya dengan material baru yang lebih feasible dan mudah diproduksi. Selain masalah desain dan produksi, pelayaran rakyat juga dihadang masalah kompetensi para pelaut.
Perlu program aksi masif untuk memberikan pendidikan bagi SDM pelayaran yang selama ini beroperasi tanpa pengetahuan pelayaran memadai. Satnya memberikan pelatihan gatis bagi puluhan ribu pelaut.
Ini untuk meningkatkan kompetensi pelaut di Pelra agar mereka bisa berlayar lebih aman dan paham ilmu pelayaran.
Pembenahan Pelra yang pernah dirancang oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kini masih tersendat. Perlu akselerasi karena kondisi Pelra semakin rawan kecelakaan fatal.
Revitalisasi juga bisa meningkatkan konektivitas laut di Tanah Air menjadi lebih efisien dan efektif. Operasional dan layanan Pelra selama ini tidak terjadwal dengan baik. Pelayaran masih berdasarkan pesanan.
Implikasi negatifnya banyak, antara lain tidak adanya manifest penumpang dan barang. Kalau terjadi kecelakaan seperti kasus KM Sinar Bangun, sulit ditangani dengan cepat. Dalam operasionalnya, Pelra mengalami dilemma okupansi dan pemborosan bahan bakar.
Masalah ini sama dengan yang dialami perusahaan kapal niaga nasional dan BUMN, yakni kapal dalam perjalanan kembali dalam kondisi kosong setelah mengantar penumpang dan barang.
Untuk itu, pemerintah juga harus memberikan insentif atau subsidi beban operasional karena kapal pulang kososng tanpa muatan. Perlu cetak biru bagi pelayaran rakyat sesuai karakter daerah. Selama ini, cetak biru Pelra belum jelas bentuk ataupun gambar desainnya.
Implikasinya, kalau gambar desainya tidak ada, tidak ada perusahaan asuransi yang mau menjamin jika terjadi kecelakaan atau tenggelam.
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran PAsal 15 ayat 1 dan 2, perusahaan Pelra pada umumnya identik dengan konstruksi kapal kayu yang dioperasikan pelaut tradisional atau bakat alami dengan model manajemen yang sangat sederhana.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93/2013 tentang penyelenggaraan angkutan laut yang menggunakan kapal layar tradisional yang sepenuhnya digerakkan  tenaga angin, kapal layar motor berukuran sampai 500 GT (gross tonnage) yang digerakkan  tenaga angin sebagai pengerak utama dan motor sebagai tenaga penggerak bantu, serta kapal motor dengan ukuran antara 7 GT sampai 35 GT.
Menurut pengurus organisasi pelayaran rakyat, eksistensi kapal Pelra kian tersingkir dan dieliminasi dari aktivitas logistic. Akibatnya, jumlah kapal kian menyusut. Dalam tiga tahun terakhir, menyusut hingga 50 persen karena krisis permodalan dan dipinggirkan sebagai moda angkutan dan usaha logistik.
Langkah pertama program revitalisasi Pelra adalah menetapkan standar nasional kapal pelayaran rakyat dengan bobot yang sesuai kondisi alam, jalur pelayaran, serta operasional mereka sebagai feeder kapal  niaga nasional khususnya untuk angkutan perbatasan, daerah perairan pedalaman, dan program rintisan.
Adapun bobot kapal yang perlu standarisasi dan penataan ulang supaya tidak timbul konflik kepentingan dengan kapal niaga nasional adalah maksimal 174 GT untuk angkutan antarpulau ( dibawah bobot kapal niaga nasional) atau maksimal 35 GT untuk angkutan perairan pedalaman atau sesuai level air.
Perlu peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai kompetensi standar keselamatan dan keamanan transportasi. Proyeksi kebutuhan SDM pelayaran hingga 2019 mencapai 1,3 juta orang.
Tingginya kebutuhan SDM pelayaran, baik untuk memenuhi kebutuhan perhubungan laut nasional maupun asing memerlukan dukungan peningkatan kualitas serta kapasitas Sekolah Tingi Ilmu Pelayaran, Politeknik Ilmu Pelayaran, dan lainnya.
Perlu link and match antara lembaga pendidikan dan riset dengan industri transportasi , serta regulator untuk mendukung terwujudnya sistem pelayaran nasional berkelas dunia. Perlu SDM shiping and ship building dan perombakan diklat pelaut.
Sebagai negara maritim, Indonesia perlu mengembangkan SDM bidang kemaritiman ahli. BPPT sebaiknya konsolidasi kompetensi dan merangkul kembali SDM ahli yang pernah disekolahkan di luar negeri.
Banyak ahli kemaritiman dan teknik perkapalan yang pernah diberikan beasiswa ke luar negeri oleh Menristek BJ Habibie pada era 80-an. Tentunya, mereka pada saat ini kompetensinya sudah sangat mumpuni.
Dengan demikian, mereka sangat tepat membantu revitalisasi Pelra dan program nasional kemaritiman yang lain. Dibutuhkan pula, penyiapan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik yang ahli dalam bidang kemaritiman.
Selain itu, wahana pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan bidang kelautan. Ada beberapa faktor yang masih menjadi masalah pelik dalam pengembangan pendidikan kemaritiman.
Masalah yang krusial adalah pemenuhan guru produktif serta perbaikan infrastruktur pendidikan maritim.
Saat ini, banyak guru di SMK kemaritiman yang sejatinya bukan guru produktif, melainkan dikaryakan menjadi  guru produktif.
Selain itu, SMK kemaritiman di Indonesia juga masih kekurangan laboratorium dan peralatan praktik. Ini tentu mempengaruhi kompetensi lulusan SMK di bidang kemaritiman di dunia kerja.
Peralatan seperti simulator kapal untuk praktik siswa bisa diadakan melalui kerjasama dengan BPPT dan industry strategis, seperti PT LEN, PT DI, dan PT PAL.
Simulator yang digunakan dalam pembelajaran di SMK bidang kemaritiman sesuai standar kinerja yang sudah disusun BPSDM Kemenhub dalam hal penggunaan simulator dalam pembelajaran.